MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 119/PMK.07/2005
TENTANG
PEJABAT LELANG KELAS II
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan lelang dan pengembangan profesi Pejabat Lelang, dipandang perlu pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai Pejabat Lelang Kelas II; |
||
|
|
b. |
bahwa ketentuan mengenai Pejabat Lelang sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.01/2002 belum secara menyeluruh mengatur Pejabat Lelang Kelas II; |
||
|
|
c. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pejabat Lelang Kelas II; |
||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3); |
||
|
|
2. |
Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85); |
||
|
|
3. |
Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2004; |
||
|
|
4. |
Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004; |
||
|
|
5. |
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; |
||
|
|
6. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 425/KMK.01/2002; |
||
|
|
7. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.01/2002; |
||
|
|
8. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.01/2002 tentang Pelimpahan Wewenang kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan atas nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.06/2003; |
||
|
|
9. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.01/2004; |
||
|
|
MEMUTUSKAN: |
|||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEJABAT LELANG KELAS II. |
|||
|
|
BAB I |
|||
|
|
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: |
|||
|
|
1. |
Pejabat Lelang Kelas II adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang atas permohonan Balai Lelang selaku kuasa dari Pemilik Barang yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II. |
||
|
|
2. |
Pejabat Lelang Kelas I adalah pegawai Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang. |
||
|
|
3. |
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. |
||
|
|
4. |
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah DJPLN . |
||
|
|
5. |
Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) adalah instansi vertikal DJPLN. |
||
|
|
6. |
Kantor Pejabat Lelang Kelas II adalah kantor swasta tempat kedudukan Pejabat Lelang Kelas II. |
||
|
|
7. |
Balai Lelang adalah Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan oleh swasta nasional, patungan swasta nasional dengan swasta asing, atau patungan BUMN/D dengan swasta nasional/asing yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha Balai Lelang berdasarkan izin dari Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. |
||
|
|
8. |
Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam rangka membantu penegakan hukum, antara lain Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak dikuasai Bea Cukai, Lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi Fiducia. |
||
|
|
9. |
Lelang Non Eksekusi Wajib adalah lelang atas barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara atau barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku diwajibkan dijual melalui lelang termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama. |
||
|
|
10 |
Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta perorangan, kelompok masyarakat atau badan yang dilelang secara sukarela, termasuk BUMN/D yang berbentuk persero. |
||
|
|
11. |
Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak. |
||
|
|
12. |
Harga Lelang adalah harga penawaran tertinggi yang harus dibayar oleh pembeli. |
||
|
|
13. |
Perurugi adalah insentif dari bagian bea lelang yang diberikan kepada Pejabat Lelang Kelas II dan Superintenden dalam rangka pelaksanaan lelang. |
||
|
|
14. |
Superintenden (Pengawas Lelang) adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk mengawasi pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang. |
||
|
|
BAB II PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN Bagian Pertama Umum Pasal 2 |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. |
||
|
|
(2) |
Pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali. |
||
|
|
Bagian Kedua Pengangkatan Pasal 3 |
|||
|
|
Syarat-syarat untuk diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah: |
|||
|
|
a. |
sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan dari dokter pemerintah; |
||
|
|
b. |
berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana (S1) diutamakan bidang hukum, ekonomi manajemen/akuntansi, atau penilai; |
||
|
|
c. |
tidak pernah dijatuhi hukuman pidana yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian; |
||
|
|
d. |
tidak pernah terkena sanksi administrasi berat dan memiliki integritas yang tinggi yang dibuktikan dengan surat rekomendasi dari Direktur Jenderal c.q. Sekretaris Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), khusus untuk Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) DJPLN dengan pangkat/golongan terakhir paling rendah Penata Muda (III a); |
||
|
|
e. |
memiliki kantor Pejabat Lelang Kelas II paling sedikit seluas 48 M2; |
||
|
|
f. |
telah mengikuti praktek kerja (magang) yang dibuktikan dengan surat rekomendasi dari Direksi Balai Lelang dan Kepala KP2LN atau Direksi Balai Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II, kecuali pensiunan PNS DJPLN yang pernah menjadi Pejabat Lelang; dan |
||
|
|
g. |
lulus Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan, kecuali Pensiunan PNS DJPLN yang pernah menjadi Pejabat Lelang; atau |
||
|
|
h. |
lulus Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang (Khusus) yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan, dalam hal pemohon adalah Notaris. |
||
|
|
Pasal 4 |
|||
|
|
(1) |
Surat permohonan menjadi Pejabat Lelang Kelas II diajukan oleh calon Pejabat Lelang Kelas II kepada Direktur Jenderal. |
||
|
|
(2) |
Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat : |
||
|
|
|
a. |
identitas pemohon (nama, alamat, tempat dan tanggal lahir); |
|
|
|
|
b. |
tempat kedudukan yang diinginkan. |
|
|
|
(3) |
Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen persyaratan pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II. |
||
|
|
(4) |
Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penelitian oleh Direktur Lelang Negara untuk disampaikan usulan pengangkatan kepada Direktur Jenderal. |
||
|
|
Pasal 5 |
|||
|
|
(1) |
Dokumen persyaratan pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) meliputi: |
||
|
|
|
a. |
fotokopi identitas diri; |
|
|
|
|
b. |
fotokopi sertifikat lulus Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan; |
|
|
|
|
c. |
fotokopi sertifikat lulus Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang (Khusus) yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan, dan fotokopi ijazah Kenotariatan yang telah dilegalisasi Pejabat yang berwenang, khusus Notaris; |
|
|
|
|
d. |
Surat Rekomendasi dari Direksi Balai Lelang dan Kepala KP2LN atau Direksi Balai Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II, yang menyatakan calon Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan telah melakukan praktek kerja (magang); |
|
|
|
|
e. |
fotokopi ijazah Sarjana (S1) yang telah dilegalisasi Pejabat yang berwenang; |
|
|
|
|
f. |
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); |
|
|
|
|
g. |
Surat Keterangan dokter Pemerintah yang menyatakan sehat jasmani dan rohani; |
|
|
|
|
h. |
Surat Keterangan Catatan Kepolisian; dan |
|
|
|
|
i. |
fotokopi sertifikat atau surat tanda bukti kepemilikan atau surat perjanjian sewa dengan jangka waktu sewa minimal 2 (dua) tahun dan foto sebagai data pendukung tersedianya fasilitas kantor dengan luas sekurang-kurangnya 48 M2. |
|
|
|
(2) |
Dokumen persyaratan pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II yang berasal dari pensiunan PNS DJPLN yang pernah menjadi Pejabat Lelang : |
||
|
|
|
a. |
fotokopi identitas diri; |
|
|
|
|
b. |
fotokopi Surat Keputusan Pensiun PNS DJPLN dengan pangkat/golongan terakhir paling rendah Penata Muda (III a); |
|
|
|
|
c. |
fotokopi ijazah Sarjana (S1) yang telah dilegalisasi Pejabat yang berwenang; |
|
|
|
|
d. |
surat rekomendasi dari Direktur Jenderal c.q. Sekretaris DJPLN yang menyatakan tidak pernah terkena sanksi administrasi dan memiliki integritas tinggi; |
|
|
|
|
e. |
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); |
|
|
|
|
f. |
Surat Keterangan dokter Pemerintah yang menyatakan sehat jasmani dan rohani; |
|
|
|
|
g. |
fotokopi Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang; |
|
|
|
|
h. |
Surat Keterangan Catatan Kepolisian; dan |
|
|
|
|
i. |
sertifikat atau surat tanda bukti kepemilikan atau surat perjanjian sewa dengan jangka waktu sewa minimal 2 (dua) tahun dan foto sebagai data pendukung tersedianya fasilitas kantor dengan luas sekurang-kurangnya 48 M2. |
|
|
|
Pasal 6 |
|||
|
|
(1) |
Praktek kerja (Magang), oleh calon Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf e diselenggarakan oleh Balai Lelang dan KP2LN atau Balai Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal atas usul Direktur Lelang Negara. |
||
|
|
(2) |
Dalam mengikuti Praktek Kerja (Magang), Calon Pejabat Lelang Kelas II melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: |
||
|
|
|
a. |
membantu Pejabat Lelang dalam proses pelaksanaan lelang Non Eksekusi yang diselenggarakan oleh Balai Lelang sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali; |
|
|
|
|
b. |
membantu Pejabat Lelang dalam pembuatan Risalah Lelang atas lelang Non Eksekusi yang diselenggarakan oleh Balai Lelang sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali; dan |
|
|
|
|
c. |
membantu dalam pembuatan seluruh jenis laporan administrasi lelang. |
|
|
|
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai Praktek Kerja (Magang) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. |
||
|
|
Pasal 7 |
|||
|
|
(1) |
Sebelum melaksanakan tugas, Pejabat Lelang Kelas II wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya dan dilantik dihadapan dan oleh Kepala Kantor Wilayah DJPLN yang membawahi Pejabat Lelang yang bersangkutan. |
||
|
|
(2) |
Pengambilan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didampingi oleh seorang rohaniawan dan disaksikan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. |
||
|
|
(3) |
Bunyi sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : |
||
|
|
|
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun juga". |
||
|
|
|
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian". |
||
|
|
|
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala Undang-Undang, serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia". |
||
|
|
|
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Pejabat Lelang yang berbudi baik dan jujur, menegakkan hukum dan keadilan". |
||
|
|
Bagian Ketiga Pemberhentian Pasal 8 |
|||
|
|
(1) |
Pemberhentian Pejabat Lelang Kelas II dapat berupa Pemberhentian tidak dengan hormat atau Pemberhentian dengan hormat. |
||
|
|
(2) |
Pejabat Lelang Kelas II yang telah mendapat sanksi Pemberhentian tidak dengan hormat tidak dapat diangkat kembali menjadi Pejabat Lelang. |
||
|
|
BAB III WEWENANG , KEWAJIBAN, DAN LARANGAN Bagian Pertama
Wewenang |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II hanya berwenang melaksanakan lelang atas permohonan Balai Lelang. |
||
|
|
(2) |
Pelaksanaan lelang oleh Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada: |
||
|
|
|
a. |
lelang non eksekusi sukarela; |
|
|
|
|
b. |
lelang aset BUMN/D berbentuk Persero; dan |
|
|
|
|
c. |
lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. |
|
|
|
Pasal 10 |
|||
|
|
Pejabat Lelang Kelas II memiliki wewenang sebagai berikut: |
|||
|
|
a. |
melakukan analisis yuridis terhadap dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang; |
||
|
|
b. |
menegur dan/atau mengeluarkan peserta dan atau pengunjung lelang apabila melanggar tata tertib pelaksanaan lelang; |
||
|
|
c. |
menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu apabila diperlukan dalam rangka menjaga ketertiban pelaksanaan lelang; |
||
|
|
d. |
menolak melaksanakan lelang apabila tidak yakin akan kebenaran formal berkas persyaratan lelang; |
||
|
|
e. |
melihat barang yang akan dilelang; |
||
|
|
f. |
meminta bantuan aparat keamanan apabila diperlukan; |
||
|
|
g. |
mengesahkan Pembeli Lelang; dan/atau |
||
|
|
h. |
membatalkan Pembeli Lelang yang wanprestasi. |
||
|
|
Bagian Kedua
Kewajiban |
|||
|
|
Pejabat Lelang Kelas II dalam melaksanakan jabatannya berkewajiban : |
|||
|
|
a. |
bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait; |
||
|
|
b. |
mengadakan perikatan perdata dengan Balai Lelang mengenai pelaksanaan lelang dan honorarium; |
||
|
|
c. |
meneliti dokumen persyaratan lelang; |
||
|
|
d. |
membuat bagian Kepala Risalah Lelang sebelum Lelang dimulai; |
||
|
|
e. |
membacakan bagian Kepala Risalah Lelang di hadapan peserta lelang sebelum lelang dimulai, kecuali dalam lelang yang dilakukan melalui media elektronik; |
||
|
|
f. |
memimpin pelaksanaan lelang; |
||
|
|
g. |
membuat Minuta Risalah Lelang dan menyimpannya; |
||
|
|
h. |
membuat Salinan dan Kutipan Risalah Lelang dan menyerahkan kepada Balai Lelang ; |
||
|
|
i. |
menyetorkan bagian perurugi kepada Superintenden; |
||
|
|
j. |
meminta dari Balai Lelang bukti Pelunasan Harga Lelang, Bea Lelang, Pajak Penghasilan Final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan pungutan-pungutan lain yang diatur sesuai peraturan perundang-undangan dan meneliti keabsahannya; |
||
|
|
k. |
membuat administrasi perkantoran dan pelaporan pelaksanaan lelang; |
||
|
|
l. |
memberikan pelayanan jasa lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan lelang yang berlaku; dan |
||
|
|
m. |
mematuhi peraturan perundang-undangan lelang. |
||
|
|
Bagian Ketiga
Larangan |
|||
|
|
Dalam melaksanakan tugasnya, Pejabat Lelang Kelas II dilarang : |
|||
|
|
a. |
melayani permohonan lelang di luar kewenangannya; |
||
|
|
b. |
dengan sengaja tidak hadir dalam pelaksanaan lelang yang telah dijadwalkan; |
||
|
|
c. |
membeli barang yang dilelang dihadapannya secara langsung maupun tidak langsung; |
||
|
|
d. |
menerima uang jaminan lelang dan Harga Lelang dari Pembeli; |
||
|
|
e. |
melakukan pungutan lain di luar yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; |
||
|
|
f. |
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kepatutan sebagai Pejabat Lelang; |
||
|
|
g. |
menolak permohonan lelang sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi legalitas subjek dan objek lelang; atau |
||
|
|
h. |
merangkap jabatan atau profesi sebagai Pejabat Negara, Kurator, Penilai, Pengacara/Advokat, atau jabatan lain yang oleh peraturan perundangan dilarang dirangkap dengan jabatan Pejabat Lelang. |
||
|
|
BAB IV |
|||
|
|
Pejabat Lelang Kelas II mempunyai wilayah jabatan tertentu sesuai dengan Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II. Pasal 14 |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II mempunyai tempat kedudukan di kabupaten atau kota dalam wilayah jabatannya. |
||
|
|
(2) |
Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat melaksanakan lelang dalam wilayah jabatannya. |
||
|
|
Pasal 15 |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II wajib mempunyai hanya 1 (satu) kantor. |
||
|
|
(2) |
Pejabat Lelang Kelas II yang berasal dari Notaris dapat berkantor di kantor Notarisnya. |
||
|
|
(3) |
Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus berada di tempat kedudukannya. |
||
|
|
Pasal 16 |
|||
|
|
Dalam hal di suatu wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II belum terdapat Pejabat Lelang Kelas II, pelayanan lelang atas permohonan Balai Lelang dilakukan oleh Pejabat Lelang Kelas I sesuai dengan tempat kedudukannya. |
|||
|
|
Bagian Kedua
Formasi Jabatan |
|||
|
|
Pasal 17 |
|||
|
|
(1) |
Formasi jabatan Pejabat Lelang Kelas II ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan, antara lain: |
||
|
|
|
a. |
jumlah Balai Lelang; |
|
|
|
|
b. |
frekuensi pelaksanaan lelang; dan/atau |
|
|
|
|
c. |
jumlah penduduk. |
|
|
|
(2) |
Dalam hal formasi jabatan Pejabat Lelang Kelas II dalam suatu wilayah kerja sudah penuh, pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II pada wilayah kerja tersebut tidak dilakukan. |
||
|
|
Bagian Ketiga Cuti Pasal 18 |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II mempunyai hak cuti. |
||
|
|
(2) |
Pejabat Lelang Kelas II yang akan mengajukan permohonan cuti dilarang menetapkan/menerima permohonan lelang. |
||
|
|
(3) |
Hak cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil setiap tahun atau sekaligus dalam satu masa periode jabatannya. |
||
|
|
(4) |
Dalam satu masa periode jabatannya Pejabat Lelang Kelas II dapat mengambil cuti keseluruhan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan paling sedikit 6 (enam) hari kerja. |
||
|
|
(5) |
Dalam hal Pejabat Lelang Kelas II sedang cuti pelaksanaan lelang atas permohonan Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Lelang Kelas II lainnya yang mempunyai wilayah jabatan yang sama. |
||
|
|
(6) |
Dalam hal dalam suatu wilayah jabatan seluruh Pejabat Lelang Kelas II yang ada sedang cuti, pelaksanaan lelang atas permohonan Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Lelang Kelas I. |
||
|
|
Pasal 19 |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II dapat mengajukan permohonan cuti secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah setempat dengan tembusan Direktur Jenderal. |
||
|
|
(2) |
Kepala Kantor Wilayah setempat memberikan keputusan menolak atau menerima permohonan cuti, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat permohonan cuti. |
||
|
|
BAB V Bagian Pertama Honorarium Pasal 20 |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II berhak mendapat honorarium dalam pelaksanaan lelang atas permohonan Balai Lelang. |
||
|
|
(2) |
Besaran honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kesepakatan antara Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang, dengan ketentuan sebagai berikut : |
||
|
|
|
a. |
sampai dengan Rp100.000.000 (seratus juta rupiah), honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen) dari harga lelang; |
|
|
|
|
b. |
diatas Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), honorarium yang diterima paling besar adalah 1,5% (satu koma lima persen) dari harga lelang; |
|
|
|
|
c. |
diatas Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), honorarium yang diterima paling besar adalah 1% (satu persen) dari harga lelang. |
|
|
|
(3) |
Besaran honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada Balai Lelang. |
||
|
|
Bagian Kedua Perurugi Pasal 21 |
|||
|
|
(1) |
Atas Bea Lelang dari setiap pelaksanaan lelang, Balai Lelang memungut Perurugi sebesar 60% (enam puluh persen) untuk diserahkan kepada Pejabat Lelang Kelas II. |
||
|
|
(2) |
Perurugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dibagi sebagai berikut: |
||
|
|
|
a. |
sebesar 60% (enam puluh persen) untuk Pejabat Lelang Kelas II yang melakukan pelelangan; |
|
|
|
|
b. |
sebesar 40% (empat puluh persen) untuk Superintenden. |
|
|
|
(3) |
Bagian Superintenden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetorkan oleh Pejabat Lelang Kelas II dengan rincian sebagai berikut: |
||
|
|
|
a. |
Direktur Jenderal sebesar 20% (dua puluh persen); |
|
|
|
|
b. |
Kepala Kantor Wilayah sebesar 20% (dua puluh persen). |
|
|
|
(4) |
Bagian Perurugi untuk Superintenden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetor paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan lelang. |
||
|
|
BAB VI ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN PELAPORAN Pasal 22 |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II wajib membuat administrasi perkantoran dan pelaporan. |
||
|
|
(2) |
Administrasi perkantoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: |
||
|
|
|
a. |
Buku Agenda Surat Masuk dan Surat Keluar; |
|
|
|
|
b. |
Buku Register Permohonan Lelang Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana format yang ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini; |
|
|
|
|
c. |
Buku Realisasi Pelaksanaan Lelang sebagaimana format yang ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini; dan |
|
|
|
|
d. |
Buku Penyerahan Salinan dan Kutipan Risalah Lelang sekurang-kurangnya memuat antara lain tanggal penyerahan, identitas penerima, surat kuasa apabila dikuasakan, dan keterangan. |
|
|
|
(3) |
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : |
||
|
|
|
a. |
Laporan Realisasi Pelaksanaan Lelang sebagaimana format yang ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini; |
|
|
|
|
b. |
Laporan Pembeli Wanprestasi sebagaimana format yang ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini; |
|
|
|
(4) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat dengan tembusan Direktur Jenderal c.q. Direktur Lelang Negara paling lambat 15 (lima belas) hari kalender setelah pelaksanaan lelang. |
||
|
|
BAB VII SUPERINTENDEN, PENILAIAN KINERJA DAN PEMBINAAN Bagian Pertama Superintenden |
|||
|
|
Pasal 23 |
|||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal/Kepala Kantor Wilayah karena jabatannya (ex officio) menjadi Superintenden Pejabat Lelang Kelas II. |
||
|
|
(2) |
Direktur Jenderal selaku Superintenden melakukan pembinaan kepada Pejabat Lelang Kelas II. |
||
|
|
(3) |
Kepala Kantor Wilayah melakukan pembinaan terhadap Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di wilayahnya. |
||
|
|
(4) |
Kepala Kantor Wilayah selaku Superintenden mempunyai tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang oleh Pejabat Lelang Kelas II meliputi: |
||
|
|
|
a. |
melakukan penilaian kinerja; |
|
|
|
|
b. |
pemeriksaan langsung/tidak langsung dan melaporkan hasil pemeriksaan kepada Direktur Jenderal; |
|
|
|
|
c. |
menindaklanjuti sanksi yang dijatuhkan oleh Direktur Jenderal; |
|
|
|
|
d. |
memberikan sanksi peringatan tertulis; |
|
|
|
|
e. |
melakukan pengawasan pelaksanaan lelang; dan |
|
|
|
|
f. |
menerima atau menolak permohonan cuti. |
|
|
|
(5) |
Kepala Kantor Wilayah selaku Superintenden berwenang: |
||
|
|
|
a. |
mengambil sumpah/janji Pejabat Lelang Kelas II; |
|
|
|
|
b. |
memberhentikan sementara pelaksanaan lelang apabila Pejabat Lelang Kelas II dalam melaksanakan lelang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
Bagian Kedua Penilaian Kinerja Pasal 24 |
|||
|
|
Penilaian kinerja Pejabat Lelang Kelas II didasarkan pada: |
|||
|
|
a. |
kualitas pelayanan lelang, meliputi: |
||
|
|
|
1) |
kecermatan dan ketelitian dalam membuat Minuta Risalah Lelang dan turunannya; |
|
|
|
|
2) |
kecermatan dalam menganalisa dokumen; |
|
|
|
|
3) |
kelancaran dan ketertiban pelaksanaan lelang; |
|
|
|
|
4) |
optimalisasi harga lelang; |
|
|
|
b. |
kuantitas pelayanan lelang, meliputi: |
||
|
|
|
1) |
jumlah Minuta Risalah Lelang, salinan, kutipan, dan grosse yang dihasilkan baik dengan kondisi barang laku, ditahan, atau tidak ada penawaran; |
|
|
|
|
2) |
jumlah Harga Lelang, Bea Lelang, dan pungutan Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
Pasal 25 |
|||
|
|
(1) |
Penilaian Kinerja Pejabat Lelang Kelas II oleh Kepala Kantor Wilayah selaku Superintenden dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. |
||
|
|
(2) |
Penilaian Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan standar pemeriksaan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. |
||
|
|
(3) |
Kepala Kantor Wilayah menganalisa dan melaporkan hasil Penilaian Kinerja Pejabat Lelang Kelas II serta mengajukan usul pemberian penghargaan atau sanksi kepada Direktur Jenderal melalui Direktur Lelang Negara. |
||
|
|
(4) |
Direktur Lelang Negara meneliti hasil penilaian Kinerja Pejabat Lelang Kelas II dan meneruskan usul pemberian penghargaan atau sanksi kepada Direktur Jenderal. |
||
|
|
Bagian Ketiga Pembinaan Pasal 26 |
|||
|
|
(1) |
Pembinaan terhadap Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) berupa pengawasan pelaksanaan lelang, penghargaan atau sanksi. |
||
|
|
(2) |
Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Surat atau Piagam. |
||
|
|
(3) |
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa peringatan tertulis, pembebastugasan atau pemberhentian. |
||
|
|
BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Peringatan Tertulis Pasal 27 |
|||
|
|
(1) |
Sanksi Peringatan Tertulis diberikan kepada Pejabat Lelang Kelas II dalam hal : |
||
|
|
|
a. |
terlambat atau tidak membuat laporan Realisasi Pelaksanaan Lelang; |
|
|
|
|
b. |
tidak menyelenggarakan pembukuan; |
|
|
|
|
c. |
terlambat menyetorkan bagian perurugi untuk Superintenden; dan/atau |
|
|
|
|
d. |
terlambat membuat Salinan dan Kutipan Risalah Lelang. |
|
|
|
(2) |
Kepala Kantor Wilayah memberikan sanksi peringatan tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari kalender berdasarkan hasil pemeriksaan langsung/tidak langsung dan/atau Hasil Penilaian Kinerja Pejabat Lelang Kelas II. |
||
|
|
(3) |
Pejabat Lelang Kelas II yang tidak memenuhi Surat Peringatan Tertulis dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterima Surat Peringatan oleh Kepala Kantor Wilayah diusulkan kepada Direktur Jenderal untuk dibebastugaskan. |
||
|
|
Bagian Kedua Pembebastugasan Pasal 28 |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II dibebastugaskan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. |
||
|
|
(2) |
Sanksi Pembebastugasan diberikan kepada Pejabat Lelang Kelas II dalam hal : |
||
|
|
|
a. |
tidak mengindahkan Surat Peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3); |
|
|
|
|
b. |
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; |
|
|
|
|
c. |
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c sampai dengan huruf h; |
|
|
|
|
d. |
kesalahan dalam pembuatan Risalah Lelang yang bersifat prinsipil sebanyak 3 (tiga) kali, antara lain perbedaan data obyek lelang, Harga Lelang, pengenaan Tarif Bea Lelang; atau |
|
|
|
|
e. |
telah berstatus sebagai terdakwa dalam perkara pidana dengan ancaman hukuman penjara. |
|
|
|
Pasal 29 |
|||
|
|
Usulan sanksi pembebastugasan Pejabat Lelang Kelas II dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah kepada Direktur Jenderal melalui Direktur Lelang Negara dilampiri antara lain: |
|||
|
|
a. |
surat peringatan dari Kepala Kantor Wilayah; |
||
|
|
b. |
bukti adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf e; dan/atau |
||
|
|
c. |
surat keterangan dari Pejabat yang berwenang bahwa Pejabat Lelang Kelas II berstatus sebagai terdakwa. |
||
|
|
Pasal 30 |
|||
|
|
(1) |
Sanksi pembebastugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 diberikan kepada Pejabat Lelang Kelas II oleh Direktur Jenderal berupa Surat Keputusan Sanksi Pembebastugasan yang berisi larangan melaksanakan jabatannya selama 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan. |
||
|
|
(2) |
Terhadap Pejabat Lelang Kelas II yang pernah dibebastugaskan sebanyak 1 (satu) kali dan mengulangi perbuatan/pelanggaran yang sama/pelanggaran lainnya, dibebastugaskan kedua kalinya selama 1 (satu) tahun. |
||
|
|
(3) |
Terhadap Pejabat Lelang Kelas II yang telah dibebastugaskan sebanyak 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan mengulangi perbuatan/pelanggaran yang sama/pelanggaran lainnya diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pejabat Lelang Kelas II. |
||
|
|
(4) |
Surat Keputusan Direktur Jenderal tentang sanksi pembebastugasan Pejabat Lelang Kelas II diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah usul sanksi pembebastugasan dari Kepala Kantor Wilayah diterima oleh Direktur Lelang Negara. |
||
|
|
Pasal 31 |
|||
|
|
(1) |
Dikecualikan dari ketentuan Pasal 30 ayat (2) dan ayat (3), untuk Pejabat Lelang Kelas II yang berstatus sebagai terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf e, jangka waktu pembebastugasan diberikan untuk setiap 6 (enam) bulan, paling lama sampai dengan 2 (dua) tahun. |
||
|
|
(2) |
Dalam hal jangka waktu pembebastugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir, namun proses perkara belum selesai, Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat. |
||
|
|
(3) |
Dalam hal berdasarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf e tidak terbukti bersalah maka Pejabat Lelang Kelas II yang telah diberhentikan dengan hormat atau sedang dalam masa pembebastugasan dapat mengajukan permohonan pengangkatan kembali atau pencabutan sanksi pembebastugasan. |
||
|
|
(4) |
Dalam hal berdasarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf e terbukti bersalah maka Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat. |
||
|
|
Pasal 32 |
|||
|
|
Permohonan pengangkatan kembali atau pencabutan sanksi pembebastugasan Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dengan dilampiri: |
|||
|
|
a. |
Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II yang lama; |
||
|
|
b. |
Surat Keputusan pemberhentian dengan hormat/pembebastugasan; dan |
||
|
|
c. |
Salinan/fotokopi yang telah dilegalisir dari putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. |
||
|
|
Bagian Ketiga Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Pasal 33 |
|||
|
|
(1) |
Pejabat Lelang Kelas II diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya apabila: |
||
|
|
|
a. |
melaksanakan lelang di luar wilayah jabatannya; |
|
|
|
|
b. |
melayani dan melaksanakan lelang di luar kewenangannya; |
|
|
|
|
c. |
dengan sengaja tidak hadir dalam pelaksanaan lelang; |
|
|
|
|
d. |
dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4); |
|
|
|
|
e. |
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3). |
|
|
|
|
f. |
tidak lagi berkedudukan di wilayah jabatannya secara terus menerus selama 30 (tiga puluh) hari kalender tanpa alasan yang jelas ; atau |
|
|
|
|
g. |
merangkap jabatan atau profesi sebagai Pejabat Negara, Kurator, Penilai, Pengacara/Advokat, atau jabatan lain yang oleh peraturan perundangan dilarang dirangkap dengan jabatan Pejabat Lelang. |
|
|
|
(2) |
Sanksi pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tidak perlu didahului dengan Surat Peringatan. |
||
|
|
Pasal 34 |
|||
|
|
(1) |
Kepala Kantor Wilayah mengajukan usulan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat Pejabat Lelang Kelas II secara tertulis kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Lelang Negara dengan dilampiri dokumen antara lain : |
||
|
|
|
a. |
Surat Keterangan Kepala Kantor Wilayah berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Pejabat Lelang Kelas II yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c; |
|
|
|
|
b. |
salinan atau fotokopi keputusan majelis hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d, yang telah dilegalisir; |
|
|
|
|
c. |
surat keputusan pembebastugasan kesatu dan kedua dan surat keterangan Kepala Kantor Wilayah berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Pejabat Lelang Kelas II yang mengulangi perbuatan pelanggaran yang sama/pelanggaran lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; |
|
|
|
|
d. |
Surat Keterangan Kepala Kantor Wilayah berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyatakan Pejabat Lelang Kelas II tidak lagi berkedudukan di wilayah jabatannya secara terus menerus selama 30 (tiga puluh) hari kalender tanpa alasan yang jelas; dan/atau |
|
|
|
|
e. |
Surat Keterangan Kepala Kantor Wilayah berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyatakan Pejabat Lelang Kelas II merangkap jabatan atau profesi sebagai Pejabat Negara, Kurator, Penilai, Pengacara/Advokat, atau jabatan lain yang oleh peraturan perundangan dilarang dirangkap dengan jabatan Pejabat Lelang. |
|
|
|
(2) |
Direktur Jenderal menerbitkan Surat Keputusan Sanksi Pemberhentian Dengan Hormat Pejabat Lelang Kelas II paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah usulan sanksi pemberhentian dari Kepala Kantor Wilayah diterima. |
||
|
|
Bagian Keempat Pemberhentian Dengan Hormat Pasal 35 |
|||
|
|
Pejabat Lelang Kelas II berhenti atau diberhentikan dengan hormat dari jabatannya apabila: |
|||
|
|
a. |
meninggal dunia; |
||
|
|
b. |
permintaan sendiri; |
||
|
|
c. |
telah mencapai usia 65 tahun; |
||
|
|
d. |
tidak mampu secara jasmani dan/atau rohani untuk melaksanakan tugas jabatan Pejabat Lelang secara terus menerus lebih dari 1 (satu) tahun; atau |
||
|
|
e. |
berstatus sebagai terdakwa dalam perkara pidana dan telah dibebastugaskan selama 2 (dua) tahun. |
||
|
|
Pasal 36 |
|||
|
|
(1) |
Kepala Kantor Wilayah mengajukan usulan Pemberhentian dengan hormat Pejabat Lelang Kelas II secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Direktur Lelang Negara dengan dilampiri dokumen antara lain: |
||
|
|
|
a. |
Surat Keterangan meninggal dunia; |
|
|
|
|
b. |
Surat Permohonan berhenti sebagai Pejabat Lelang Kelas II; |
|
|
|
|
c. |
Surat Keterangan Kepala Kantor Wilayah yang menyatakan Pejabat Lelang Kelas II telah berusia lebih dari 65 tahun; dan/atau |
|
|
|
|
d. |
Surat Keterangan Dokter Pemerintah yang menyatakan Pejabat Lelang Kelas II tidak mampu melaksanakan tugas jabatannya secara terus menerus lebih dari 1 (satu) tahun; |
|
|
|
(2) |
Direktur Jenderal menerbitkan Surat Keputusan tentang Pemberhentian dengan hormat Pejabat Lelang Kelas II paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah usulan pemberhentian dari Kepala Kantor Wilayah diterima. |
||
|
|
Pasal 37 |
|||
|
|
Pembebastugasan dan Pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 33 tidak mengurangi kemungkinan gugatan perdata dan atau tuntutan pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||
|
|
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 38 |
|||
|
|
(1) |
Lulusan Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan, sebelum Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, dapat mengajukan permohonan pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II setelah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Penyegaran Pejabat Lelang (Refreshing Course) yang diselenggarakan oleh DJPLN. |
||
|
|
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat identitas pemohon dan tempat kedudukan yang diinginkan serta melampirkan dokumen persyaratan berupa : |
||
|
|
|
a. |
fotokopi identitas diri; |
|
|
|
|
b. |
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); |
|
|
|
|
c. |
Surat Keterangan dokter Pemerintah yang menyatakan sehat jasmani dan rohani; |
|
|
|
|
d. |
fotokopi sertifikat lulus Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan; |
|
|
|
|
e. |
Surat Keterangan Catatan Kepolisian; dan |
|
|
|
|
f. |
Surat Keterangan telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Penyegaran Pejabat Lelang (Refreshing Course) yang diselenggarakan oleh DJPLN. |
|
|
|
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 39 |
|||
|
|
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang dan peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini. |
|||
|
|
Pasal 40 |
|||
|
|
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. |
|||
|
|
|
|||
|
|
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||
Ditetapkan di Jakarta | |||||
pada tanggal 30 Nopember 2005 |
|||||
MENTERI KEUANGAN, |
|||||
JUSUF ANWAR |
Lampiran .........................................