PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 67 TAHUN 2005


TENTANG


KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA
DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

Bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mendesak untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam pergaulan global;

 

 

b.

bahwa mtuk mempercepat pembangunan infrastruktur, dipandang perlu mengambil langkah-langkah yang komprehensif guna menciptakan iklim investasi untuk mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat;

 

 

c.

bahwa untuk mendorong dan meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan jasa pelayanan terkait, perlu pengaturan guna melindungi dan mengamankan kepentingan konsumen, masyarakat, dan badan usaha secara adil;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;

Mengingat

:

1.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4430) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 36);

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR.

 

 

BAB I

 

 

KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

   

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Menteri/Kepala Lembaga adalah pimpinan kementerian/lembaga yang ruang lingkup, tugas dan tanggung jawabnya meliputi sektor infrastruktur yang diatur dalam Peraturan Presiden ini.

 

 

2.

Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah propinsi, atau bupati bagi daerah kabupaten, atau walikota bagi daerah kota.

 

 

3.

Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.

 

 

4.

Badan Usaha adalah badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi.

 

 

5.

Proyek Kerjasama adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan melalui Perjanjian Kerjasama atau pemberian Izin Pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha.

 

 

6.

Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis untuk Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha yang ditetapkan melalui pelelangan umum.

 

 

7.

Izin Pengusahaan adalah izin untuk Penyediaan Infrastruktur yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kelapa Daerah kepada Badan Usaha yang ditetapkan melalui pelelangan.

 

 

8.

Dukungan Pemerintah adalah dukungan yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan Proyek Kerjasama berdasarkan Perjanjian Kerjasama.

 

 

BAB II

 

 

TUJUAN, JENIS, BENTUK DAN PRINSIP KERJASAMA

 

 

 Pasal 2

 

 

(1).

Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

(2).

Dalam pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah bertindak selaku penanggung jawab Proyek Kerjasama.

 

 

Pasal 3

 

 

Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dilakukan dengan tujuan untuk :

 

 

a.

mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;

 

 

b.

meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat;

 

 

c.

meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan Infrastruktur;

 

 

d.

mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal-hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna.

 

 

Pasal 4

 

 

(1).

Jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup :

 

 

 

a.

infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar udara, jaringan rel dan stasiun kereta api;

 

 

 

b.

infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;

 

 

 

c.

infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;

 

 

 

d.

infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;

 

 

 

e.

infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan;

 

 

 

f.

infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi;

 

 

 

g.

infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau distribusi tenaga listrik; dan

 

 

 

h.

infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, atau distribusi minyak dan gas bumi.

 

 

(2).

Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikerjasamakan sesuai dengan peraturan perundang.undangan yang berlaku di sektor bersangkutan.

 

 

Pasal 5

 

 

(1).

Kerjasama Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat dilaksanakan melalui :

 

 

 

a.

Perjanjian Kerjasama; atau

 

 

 

b.

 Izin Pengusahaan.

 

 

(2).

Bentuk kerjasama Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Pasal 6

 

 

Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan prinsip:

 

 

a

adil, berarti seluruh Badan Usaha yang ikut serta dalam proses pengadaan harus memperoleh perlakuan yang sama;

 

 

b.

terbuka, berarti seluruh proses pengadaan bersifat terbuka bagi Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan;

 

 

c.

transparan, berarti semua ketentuan dan informasi yang berkaitan dengan Penyediaan Infrastruktur termasuk syarat teknis administrasi pemilihan, tata cara evaluasi, dan penetapan Badan Usaha bersifat terbuka bagi seluruh Badan Usaha serta masyarakat umumnya;

 

 

d

bersaing, berarti pemilihan Badan Usaha melalui proses pelelangan;

 

 

e.

bertanggung-gugat, berarti hasil pemilihan Badan Usaha harus dapat dipertanggungjawabkan;

 

 

f.

saling menguntungkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang seimbang sehingga memberi keuntungan bagi kedua belah pihak dan masyarakat dengan memperhitungkan kebutuhan dasar masyarakat;

 

 

g.

saling membutuhkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak;

 

 

h.

saling mendukung, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dilakukan dengan semangat saling mengisi dari kedua belah pihak.

 

 

BAB III

 

 

IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN PROYEK YANG DILAKUKAN
BERDASARKAN PERJANJIAN KERJASAMA

 

 

Pasal 7

 

 

(1)

Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan identifikasi proyek-proyek Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha, dengan mempertimbangkan paling kurang:

 

 

 

a.

kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional/daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur;

 

 

 

b.

kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;

 

 

 

c.

keterkaitan antarsektor infrastruktur dan antarwilayah;

 

 

 

d.

analisa biaya dan manfaat sosial.

 

 

(2)

Setiap usulan proyek yang akan dikerjasamakan harus disertai dengan :

 

 

 

a.

pra studi kelayakan;

 

 

 

b.

rencana bentuk kerjasama;

 

 

 

c.

rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan

 

 

 

d.

rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.

 

 

Pasal 8

 

 

Dalam melakukan identifikasi proyek yang akan dikerjasamakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan konsultasi publik.

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Berdasarkan hasil identifikasi proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan hasil konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan prioritas proyek-proyek yang akan dikerjasamakan dalam daftar prioritas proyek.

 

 

(2)

Daftar prioritas proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan terbuka untuk umum dan disebarluaskan kepada masyarakat.

 

 

BAB IV
PROYEK KERJASAMA ATAS PRAKARSA BADAN USAHA

 

 

Pasal 10

 

 

Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur yang tidak termasuk dalam daftar prioritas proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Proyek atas prakarsa Badan Usaha wajib dilengkapi dengan:

 

 

 

a.

studi kelayakan;

 

 

 

b.

rencana bentuk kerjasama;

 

 

 

c.

rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan

 

 

 

d.

rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.

 

 

(2)

Proyek atas prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempertimbangkan pula ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1).

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengevaluasi proyek atas prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

 

 

(2)

Dalam hal berdasarkan evaluasi sebagaimam dimaksud pada ayat (1) proyek atas prakarsa Badan Usaha memenuhi persyaratan kelayakan, proyek atas prakarsa Badan Usaha tersebut diproses melalui pelelangan umum sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Badan Usaha yang prakarsa Proyek Kerjasamanya diterima oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, diberikan kompensasi.

 

 

(2)

Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk:

 

 

 

a.

pemberian tambahan nilai; atau

 

 

 

b.

pembelian prakarsa proyek kerjasama termasuk Hak Kekayaan Intelektual yang menyertainya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang tender.

 

 

Pasal 14

 

 

(1)

Pemberian tambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai tender pemrakarsa dan diumumkan secara terbuka sebelum proses pengadaan.

 

 

(2)

Pembelian prakarsa proyek kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b, merupakan penggantian oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang tender atas biaya yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha pemrakarsa.

 

 

(3)

Besarnya tambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan biaya penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah berdasarkan pertimbangan dari penilai independen, sebelum proses pengadaan.

 

 

BAB V
TARIF AWAL DAN PENYESUAIAN TARIF

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

Tarif awal dan penyesuaiannya secara berkala ditetapkan untuk memastikan tingkat pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional dan keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu.

 

 

(2)

Dalam hal penetapan tarif awal dan penyesuaiannya tidak dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tarif ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna.

 

 

(3)

Dalam hal tarif ditetapkan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah memberikan kompensasi sehingga dapat diperoleh tingkat pengembalian investasi dan keuntungan yang wajar.

 

 

(4)

Besaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), didasarkan pada perolehan hasil kompetisi antar peserta lelang dan dipilih berdasarkan penawaran besaran kompensasi terendah.

 

 

(5)

Kompensasi hanya diberikan pada Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur yang mempunyai kepentingan dan kemanfaatan sosial, setelah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan kajian yang lengkap dan menyeluruh atas kemanfaatan sosial.

 

 

BAB VI
PENGELOLAAN RESIKO DAN DUKUNGAN PEMERINTAH

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Resiko dikelola berdasarkan prinsip alokasi resiko antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan Badan usaha secara memadai dengan mengalokasikan resiko kepada pihak yang paling mampu mengendalikan resiko dalam rangka menjamin efisiensi dan efektifitas dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

(2)

Pengelolaan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama.

 

 

Pasal 17

 

 

(1)

Dukungan Pemerintah kepada Badan Usaha dilakukan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian resiko keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

 

 

(2)

Pengendalian dan pengelolaan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Menteri Keuangan atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah dalam hal Dukungan Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Daerah.

 

 

(3)

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, berwenang untuk :

 

 

 

a.

memperoleh data dan informasi yang diperlukan dari pihak-pihak yang terkait dengan proyek kerjasama Penyediaan Infrastruktur yang memerlukan Dukungan Pemerintah;

 

 

 

b.

menyetujui atau menolak usulan pemberian Dukungan Pemerintah kepada Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur, berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam hal Dukungan Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Pusat, atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah dalam hal Dukungan Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Daerah;

 

 

 

c.

menetapkan tata cara pembayaran kewajiban Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang timbul dari proyek Penyediaan Infrastruktur dalam hal penggantian atas hak kekayaan intelektual, pembayaran subsidi, dan kegagalan pemenuhan Perjanjian Kerjasama.

 

 

BAB VII

 

 

TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA
DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA

 

 

Pasal 18

 

 

Pengadaan Badan Usaha dalam rangka Perjanjian Kerjasama dilakukan melalui pelelangan umum.

 

 

Pasal 19

 

 

Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk panitia pengadaan.

 

 

Pasal 20

   

Tata cara pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi :

 

 

a.

persiapan pengadaan;

 

 

b.

pelaksanaan pengadaan;

 

 

c.

penetapan pemenang; dan

 

 

d.

penyusunan perjanjian kerjasama.

 

 

Pasal 21

 

 

Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan pemenang lelang berdasarkan usulan dari panitia pengadaan.

 

 

Pasal 22

 

 

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 diatur lebih lanjut dalam Lampiran Peraturan Presiden ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

 

 

BAB VIII

 

 

 PERJANJIAN KERJASAMA

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Perjanjian Kerjasama paling kurang memuat ketentuan mengenai:

 

 

 

a.

lingkup pekerjaan;

 

 

 

b.

jangka waktu;

 

 

 

c.

jaminan pelaksanaan;

 

 

 

d.

tarif dan mekanisme penyesuaiannya;

 

 

 

e.

hak dan kewajiban, termasuk alokasi resiko;

 

 

 

f.

standar kinerja pelayanan;

 

 

 

g.

larangan pengalihan Perjanjian Kerjasama atau penyertaan saham pada Badan Usaha pemegang Perjanjian Kerjasama sebelum Penyediaan Infrastruktur beroperasi secara komersial;

 

 

 

h.

sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian;

 

 

 

i.

pemutusan atau pengakhiran perjanjian;

 

 

 

j.

laporan keuangan Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan perjanjian, yang diperiksa secara tahunan oleh auditor independen, dan pengumumannya dalam media cetak yang berskala nasional;

 

 

 

k.

mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/pengadilan;

 

 

 

l.

mekanisme pengawasan kinerja Badan Usaha dalam pelaksanaan perjanjian;

 

 

 

m.

pengembalian infrastruktur dan/atau pengelolaannya kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah;

 

 

 

n.

keadaan memaksa;

 

 

 

o.

hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia.

 

 

(2)

Dalam hal Penyediaan Infrastruktur dilaksanakan dengan melakukan pembebasan lahan oleh Badan Usaha, besarnya Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat ditentukan dengan memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan Badan Usaha untuk pembebasan lahan dimaksud.

 

 

(3)

Perjanjian Kerjasama mencantumkan dengan jelas status kepemilikan aset yang diadakan selama jangka waktu perjanjian.

 

 

Pasal 24

 

 

(1)

Paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah Badan Usaha menandatangani Perjanjian Kerjasama, Badan Usaha harus telah memperoleh pembiayaan untuk Proyek Kerjasama.

 

 

(2)

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi oleh Badan Usaha, Perjanjian Kerjasama berakhir dan jaminan pelelangan dapat dicairkan.

 

 

Pasal 25

 

 

(1)

Dalam hal terdapat penyerahan pengusaan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha untuk pelaksanaan Proyek Kerjasama, dalam Perjanjian Kerjasama harus diatur:

 

 

 

a.

tujuan penggunaan aset dan larangan untuk mempergunakan aset untuk tujuan selain yang telah disepakati;

 

 

 

b.

tanggung jawab pengoperasian dan pemeliharaan termasuk pembayaran pajak dan kewajiban lain yang timbul akibat penggunaan aset;

 

 

 

c.

hak dan kewajiban pihak yang menguasai aset untuk mengawasi dan memelihara kinerja aset selama digunakan;

 

 

 

d.

larangan bagi Badan Usaha untuk mengagunkan aset sebagai jaminan kepada pihak ketiga;

 

 

 

e.

tata cara penyerahan dan/atau pengembalian aset.

 

 

(2)

Dalam hal Perjanjian Kerjasama mengatur penyerahan penguasaan aset yang diadakan oleh Badan Usaha selama jangka waktu perjanjian, Perjanjian Kerjasama harus mengatur:

 

 

 

a.

kondisi aset yang akan dialihkan;

 

 

 

b.

tata cara pengalihan aset;

 

 

 

c.

status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah;

 

 

 

d.

status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga;

 

 

 

e.

pembebasan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dari segala tuntutan yang timbul setelah penyerahan aset;

 

 

 

f.

kompensasi kepada Badan Usaha yang melepaskan aset.

   

Pasal 26

   

Dalam kaitannya dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, Perjanjian Kerjasama harus memuat jaminan dari Badan Usaha bahwa :

 

 

a.

Hak Kekayaan Intelektual yang digunakan sepenuhnya terbebas dari segala bentuk pelanggaran hukum;

 

 

b.

Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan dibebaskan dari segala gugatan atau tuntutan dari pihak ketiga manapun yang berkaitan dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dalam Penyediaan Infrastruktur;

   

c.

Sementara penyelesaian perkara sedang berjalan karena adanya gugatan atau tuntutan sebagaimana dimaksud pada huruf b maka:

 

 

 

1).

kelangsungan Penyediaan Infrastruktur tetap dapat dilaksanakan;

 

 

 

2).

mengusahakan lisensi sehingga penggunaan Hak Kekayaan Intelektual tetap dapat berlangsung.

 

 

BAB IX

 

 

PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR BERDASARKAN
IZIN PENGUSAHAAN

 

 

Pasal 27

 

 

Pengadaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan izin Pengusahaan dilakukan melalui lelang izin (auction).

 

 

Pasal 28

 

 

Tata cara 1elang izin sebagaimana dimaksud Pasal 27, diatur lelih lanjut oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, dengan menerapkan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

 

 

BAB X

 

 

KETENTUAN PERALIHAN

 

 

Pasal 29

 

 

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini :

 

 

1.

Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini tetap berlaku;

 

 

2.

Proses pengadaan yang telah dilakukan dan ditetapkan pemenangnya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, namun Perjanjian Kerjasama belum ditandatangani, maka Perjanjian Kerjasama dibuat sesuai dengan Peraturan Presiden ini;

 

 

3.

Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, namun belum tercapai pemenuhan pembiayaan, maka ketentuan kewajiban pemenuhan pembiayaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Peraturan Presiden ini.

 

 

BAB XI

 

 

PENUTUP

 

 

Pasal 30

   

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, maka Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

   

Pasal 31

   

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

               
             

Ditetapkan di Jakarta

             

pada tanggal 9 November 2005

             

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             

                          ttd.

             

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Lampiran......................