MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 101/PMK.04/2007
TENTANG
PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERALATAN DAN BAHAN
YANG DIGUNAKAN UNTUK MENCEGAH PENCEMARAN LINGKUNGAN
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang |
: |
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Peralatan Dan Bahan Yang Digunakan Untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan |
||||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); |
|||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3669); |
|||
|
|
3. |
Keputusan Presiden Nomor 20/ P Tahun 2005; |
|||
|
|
|
MEMUTUSKAN: |
|||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERALATAN DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENCEGAH PENCEMARAN LINGKUNGAN. |
||||
|
|
|
Pasal 1 |
|||
|
|
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: |
||||
|
|
1. |
Peralatan yang digunakan untuk mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan adalah instalasi, mesin dan permesinan, serta perlengkapan dan bagiannya yang semata-mata digunakan untuk memproses limbah agar pada saat pembuangan tidak mencemari dan merusak lingkungan. |
|||
|
|
2. |
Bahan yang digunakan untuk mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan adalah semua bahan biologi dan/atau bahan kimia yang semata-mata digunakan untuk memproses limbah agar pada saat pembuangan tidak mencemari dan merusak lingkungan. |
|||
|
|
3. |
Perusahaan industri adalah badan usaha yang dalam proses produksi atau kegiatan usahanya menimbulkan limbah, seperti industri manufaktur, rumah sakit, dan laboratorium. |
|||
|
|
4. |
Perusahaan pengolah limbah adalah badan usaha yang khusus mengusahakan pengolahan limbah agar limbah yang dibuang tidak mencemari dan merusak lingkungan. |
|||
|
|
5. |
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
|||
|
|
6. |
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
|||
|
|
|
Pasal 2 |
|||
|
|
(1) |
Atas impor peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan, diberikan pembebasan bea masuk. |
|||
|
|
(2) |
Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada perusahaan industri atau perusahaan pengolah limbah. |
|||
|
|
|
Pasal 3 |
|||
|
|
(1) |
Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, perusahaan industri atau perusahaan pengolah limbah harus mengajukan permohonan pembebasan bea masuk kepada Menteri melalui Direktur Jenderal. |
|||
|
|
(2) |
Permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri: |
|||
a. | akta pendirian perusahaan dan surat izin usaha dari instansi terkait; | |||||
|
|
|
b. |
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); |
||
|
|
|
c. |
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT; |
||
|
|
|
d. |
rincian jumlah, jenis, dan perkiraan nilai pabean atas peralatan dan bahan yang diberikan pembebasan bea masuk, serta pelabuhan tempat pembongkaran; dan |
||
|
|
|
e. |
rekomendasi dari kementerian yang menangani masalah lingkungan/badan yang menangani pengendalian dampak lingkungan mengenai: |
||
|
|
|
|
1. |
perusahaan industri atau perusahaan pengolah limbah yang akan melakukan kegiatan pengolahan limbah agar pada saat pembuangan tidak mencemari dan merusak lingkungan; dan |
|
|
|
|
|
2. |
peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan bagi perusahaan yang bersangkutan. |
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan pembebasan bea masuk. |
|||
|
|
(3) |
Keputusan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat rincian jumlah, jenis dan perkiraan nilai pabean atas peralatan dan bahan yang diberikan pembebasan bea masuk, serta pelabuhan tempat pembongkaran. |
|||
|
|
(4) |
Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditolak, Direktur Jenderal membuat surat pemberitahuan penolakan permohonan pembebasan bea masuk dengan menyebutkan alasan penolakan. |
|||
|
|
|
Pasal 5 |
|||
|
|
Atas pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), apabila pada saat pengimporan barang yang diimpor oleh perusahaan industri atau perusahaan pengolah limbah, tidak sesuai dengan jumlah dan/atau jenis barang yang tercantum dalam keputusan pembebasan bea masuk, maka atas perbedaannya dipungut bea masuk. |
||||
|
|
|
Pasal 6 |
|||
|
|
(1) |
Barang impor yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, apabila telah digunakan sesuai peruntukannya selama jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor didaftarkan, dapat dipindahtangankan atau digunakan untuk tujuan lain setelah mendapat izin Direktur Jenderal. |
|||
|
|
(2) |
Barang impor yang dipindahtangankan atau digunakan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan bea masuk. |
|||
|
|
|
Pasal 7 |
|||
|
|
Ketentuan teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal. |
||||
|
|
|
Pasal 8 |
|||
|
|
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 136/KMK.05/1997, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
||||
|
|
|
Pasal 9 |
|||
|
|
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari pada tanggal ditetapkan. |
||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
||||
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 5 September 2007 |
|
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN, |
|
|
|
|
|
|
SRI MULYANI INDRAWATI |
.