MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 106/PMK.02/2005

TENTANG

TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN
SUBSIDI PUPUK TAHUN ANGGARAN 2005

MENTERI KEUANGAN,
 

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005, dianggarkan subsidi pupuk yang bertujuan untuk meringankan beban petani, pekebun dan peternak;

 

 

b.

bahwa untuk penyaluran subsidi pupuk, diperlukan tata cara penghitungan dan pembayarannya;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk Tahun Anggaran 2005;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4512);

 

 

4.

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);

 

 

5.

Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;

 

 

6.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.01/2004;

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI PUPUK TAHUN ANGGARAN 2005.

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

 

 

(1)

Produsen pupuk adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi pupuk Urea dan atau pupuk ZA, SP-36 dan NPK yang terdiri dari PT Pupuk Sriwidjaja, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT. Petrokimia Gresik.

 

 

(2)

Lini III adalah lokasi gudang Distributor Pupuk dan atau Produsen di wilayah Kabupaten/Kotamadya yang ditunjuk/ditetapkan oleh Produsen sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 70/MPP/Kep/2/2003.

 

 

(3)

Harga Pokok Penjualan yang selanjutnya disebut HPP adalah biaya pengadaan pupuk bersubsidi oleh Produsen pupuk dengan komponen biaya sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-183/MBU/2003.

 

 

(4)

Harga Eceran tertinggi yang selanjutnya disebut HET adalah harga tertinggi pupuk sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 64/Kpts/SR.130/3/2005.

 

 

(5)

MM British Thermal Unit (MMBTU) adalah Satu Juta British Thermal Unit, yang merupakan satuan ukuran gas.

 

 

(6)

Buletin dalah media cetak internasional yang terbit secara periodik yang antara lain memuat informasi mengenai harga jual pupuk internasional seperti Fertecon, The Market dan The Fertilizer Market Bulletin (FMB)Group.

 

 

(7)

Tahun Anggaran adalah masa atau satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

 

 

Pasal  2

 

 

(1)

Pupuk yang diberi subsidi meliputi pupuk Urea, ZA, SP-36 dan NPK untuk kegiatan usaha budidaya tanaman dan disalurkan kepada Petani, Pekebun dan Peternak sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 64/Kpts/SR.130/3/2005.

 

 

(2)

Pupuk NPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pupuk NPK dengan komposisi N:P:K= 15:15:15 sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 64/Kpts/SR.130/3/2005.

 

 

Pasal  3

 

 

(1)

Pemberian subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan melalui Produsen pupuk.

 

 

(2)

Pelaksanaan pemberian subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan :

 

 

 

a.

Penghitungan subsidi untuk pupuk Urea dilakukan melalui subsidi harga gas.

 

 

 

b.

Penghitungan subsidi untuk pupuk ZA, SP-36 dan NPK dilakukan melalui subsidi harga pupuk.

 

 

Pasal  4

 

 

(1)

Besaran subsidi untuk pupuk Urea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dihitung dengan rumus :

 

 

 

(Harga gas sesuai kontrak atau harga gas berdasarkan penetapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam US$/MMBTU dikurangi harga gas yang menjadi beban Produsen pupuk dalam US$/MMBTU) dikalikan volume pemanfaatan gas.

 

 

(2)

Harga gas sesuai kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan harga gas yang diatur dalam kontrak jual beli gas antara Produsen gas dengan masing-masing Produsen pupuk.

 

 

(3)

Dalam hal kontrak jual beli gas belum ada atau kontrak jual beli gas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum menetapkan harga gas, harga gas yang digunakan adalah berdasarkan penetapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

 

 

(4)

Harga gas yang menjadi beban Produsen pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk periode 1 Januari 2005 sampai dengan 31 Desember 2005 adalah US$1.00/MMBTU sebagaimana harga gas yang digunakan dalam perhitungan subsidi pupuk pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2005 atau APBN Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2005.

 

 

(5)

Produsen pupuk tetap membayar gas sesuai harga gas yang ditetapkan dalam kontrak jual beli gas atau harga gas sesuai penetapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

 

 

(6)

Volume pemanfaatan gas merupakan volume gas yang digunakan sebagai bahan baku dan utilitas untuk memproduksi pupuk yang disalurkan untuk kegiatan usaha budidaya tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

 

 

(7)

Volume pemanfaatan gas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diperoleh dari hasil perkalian tonase penyaluran pupuk dikalikan dengan rasio pemenfaatan gas.

 

 

(8)

Rasio pemanfaatan gas sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan besaran gas (MMBTU) yang dibutuhkan sebagai bahan baku dan utilitas untuk memproduksi 1 (satu) ton pupuk Urea.

   

Pasal  5

 

 

(1)

Besaran subsidi pupuk ZA, SP-36 dan NPK sebgaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dihitung dengan rumus :

 

 

 

(HPP per Rp/Kg dikurangi HET per Rp/Kg) dikalikan volume penyaluran pupuk.

 

 

(2)

Komponen HPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besarnya perkiraan dan realisasi HPP.

 

 

(3)

Perkiraan HPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan besaran HPP yang rumusan perhitungannya berdasarkan ketentuan struktur biaya produsen pupuk yang disetujui oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara cq. Deputi Bidang Usaha Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan.

 

 

(4)

Realisasi HPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan berdasarkan hasil audit oleh auditor yang ditunjuk Menteri Keuangan dalam rangka penetapan jumlah subsidi final.

 

 

(5)

Besaran HPP produksi sendiri tidak boleh melebihi HPP impor pupuk ZA, SP-36 dan NPK sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara yang berlaku mengenai komponen HPP untuk pupuk yang diimpor.

 

 

(6)

HPP impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yang digunakan sebagai pembanding HPP produksi sendiri, dihitung secara rata-rata tertimbang dalam Tahun Anggaran 2005.

 

 

(7)

Dalam hal Produsen Pupuk melakukan impor tidak sepanjang tahun, HPP impor rata-rata tertimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilengkapi dengan HPP yang memperhitungkan harga impor yang tercantum dalam buletin atau harga impor oleh importir dalam negeri.

 

 

(8)

Dalam hal Produsen Pupuk tidak melakukan impor, sebagai pembanding HPP yang diproduksi sendiri adalah HPP yang memperhitungkan harga impor yang tercantum dalam buletin atau harga impor oleh importir dalam negeri.

 

 

(9)

Dalam hal harga pupuk impor ZA, SP-36 dan NPK tidak terdapat dalam buletin atau tidak diperoleh dari importir dalam negeri, sebagai pembanding HPP produksi sendiri menggunakan HPP impor jenis pupuk yang paling dekat/ekivalensi atas pupuk ZA, SP-36 dan NPK.

 

 

(10)

Volume penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan realisasi volume pupuk bersubsidi yang disalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

   

Pasal  6

 

 

(1)

Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atas belanja subsidi pupuk yang besarnya mengacu pada jumlah pagu subsidi pupuk yang tersedia dalam APBN Tahun Anggaran 2005 atau APBN-P Tahun Anggaran 2005.

 

 

(2)

DIPA atas belanja subsidi pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan dan selanjutnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapat pengesahan.

 

 

(3)

Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan mengesahkan DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(4)

DIPA yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dasar pelaksanaan pembayaran subsidi pupuk.

 

 

(5)

Dalam hal pagu DIPA atas belanja subsidi pupuk dalam tahun anggaran berjalan tidak mencukupi dari yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2005 atau APBN-P Tahun Anggaran 2005, DIPA atas belanja subsidi pupuk tersebut dapat direvisi setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal  7

Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk :

a.

Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan sesuai ketentuan yang berlaku, yang mengakibatkan pembayaran subsidi pupuk;

b.

Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) subsidi pupuk.

Pasal  8

(1)

Direksi Produsen pupuk mengajukan permintaan pembayaran subsidi pupuk Urea yang disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

(2)

Permintaan subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen penyaluran pupuk Urea yang disalurkan sampai dengan Lini III, rasio pemanfaatan gas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (8), dan dokumen pendukung sesuai ketentuan yang berlaku.

(3)

Dokumen penyaluran pupuk Urea yang disalurkan sampai dengan Lini III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Laporan Rekapitulasi Penyaluran Pupuk berdasarkan bukti serah terima pupuk dari Produsen ke Distributor.

(4)

Dalam hal Produsen pupuk memenuhi kekurangan pasokan pupuk di wilayah yang menjadi tanggung jawab produsen pupuk lainnya, permintaan pembayaran subsidi selain dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga dilengkapi dengan Surat Penugasan dari Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia.

Pasal  9

(1)

Direksi Produsen pupuk mengajukan permintaan pembayaran subsidi pupuk ZA, SP-36 dan NPK yang disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

(2)

Permintaan subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen penyaluran pupuk ZA, SP-36 dan NPK sampai dengan Lini III, besaran perkiraan HPP, dan dokumen pendukung sesuai ketentuan yang berlaku.

(3)

Dokumen penyaluran pupuk ZA, SP-36 dan NPK yang disalurkan sampai dengan Lini III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Laporan Rekapitulasi Penyaluran Pupuk berdasarkan bukti serah terima pupuk dari Produsen ke Distributor.

(4)

Besaran perkiraan HPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan besaran HPP yang rumusan perhitungannya berdasarkan ketentuan struktur biaya produsen pupuk yang disetujui oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara cq. Deputi Bidang Usaha Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan.

Pasal  10

(1)

Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum melakukan penelitian dan verifikasi atas permintaan Produsen pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.

(2)

Dalam rangka penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Produsen pupuk wajib menyampaikan data dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 9 ayat (2) serta dokumen pendukung lainnya apabila diminta.

(3)

Penelitian dan verifikasi dilakukan terhadap kelengkapan dokumen, kesesuaian permintaan pembayaran yang diajukan oleh Produsen pupuk dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan ketersediaan pagu anggaran subsidi pupuk.

(4)

Hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi.

(5)

Berdasarkan hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

(6)

Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

Pasal  11

(1)

Pembayaran subsidi pupuk Urea, ZA, SP-36 dan NPK kepada Produsen pupuk dilakukan dalam rupiah secara bulanan.

(2)

Nilai tukar yang digunakan dalam pembayaran subsidi pupuk Urea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai tukar tengah Bank Indonesia pada tanggal penandatanganan Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4).

(3)

Besarnya subsidi secara bulanan yang dapat dibayarkan adalah sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari jumlah subsidi yang dihitung berdasarkan rumus besaran subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5.

(4)

Subsidi pupuk yang dibayar untuk bulan Desember dihitung sebesar rata-rata jumlah subsidi pupuk bulanan yang telah dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal  12

(1)

Pembayaran subsidi pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 bersifat sementara.

(2)

Besarnya subsidi pupuk dalam satu tahun anggaran secara final ditetapkan berdasarkan hasil audit atas ketaatan penggunaan subsidi pupuk yang dilakukan oleh auditor yang ditunjuk Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan keuangan.

(3)

Auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah instansi yang berwenang melakukan audit sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal  13

(1)

Perkiraan realisasi subsidi pupuk didasarkan pada jumlah subsidi pupuk yang dianggarkan dalam APBN Tahun Anggaran 2005 atau APBN-P Tahun Anggaran 2005.

(2)

Pada akhir tahun anggaran, sisa subsidi pupuk antara jumlah subsidi yang dianggarkan dalam APBN Tahun Anggaran 2005 atau APBN-P Tahun Anggaran 2005 dengan jumlah subsidi pupuk yang telah dibayar, akan ditempatkan ke dalam Rekening Sementara (escrow account).

(3)

Untuk penempatan sisa subsidi pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direksi Produsen pupuk wajib mengajukan surat permintaan tertulis kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

(4)

Penempatan sisa subsidi pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan mekanisme pembayaran subsidi pupuk sebagaimana diatur dalam pasal 10.

(5)

Pencairan sisa subsidi pupuk dalam Rekening Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas permintaan Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan setelah menerima hasil audit dan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(6)

Mekanisme pengajuan dan pencairan sisa subsidi pupuk dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal  14

(1)

Dalam hal penempatan sisa subsidi pupuk dalam Rekening Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, maka jumlah sisa subsidi pupuk yang tersedia pada tahun anggaran berjalan akan diusulkan untuk dianggarkan pada tahun anggaran berikutnya.

(2)

Pengajuan usulan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.

(3)

Pencairan sisa subsidi pupuk pada tahun anggaran berikutnya dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas permintaan Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan setelah menerima hasil audit dan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(4)

Mekanisme pengajuan dan pencairan sisa subsidi pupuk pada tahun anggaran berikutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal  15

(1)

Apabila terdapat selisih kurang pembayaran subsidi pupuk antara yang telah dibayar kepada Produsen pupuk dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), jumlah selisih kurang dimaksud setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan dapat diusulkan untuk dianggarkan dalam APBN tahun anggaran berikut atau APBN-P tahun anggaran berikut.

(2)

Apabila terdapat selisih lebih pembayaran subsidi pupuk antara yang telah dibayar kepada masing-masing produsen pupuk dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Produsen pupuk harus segera menyetorkan kelebihan pembayaran tersebut ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya surat pemberitahuan kelebihan pembayaran dari Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.

Pasal  16

(1)

Pembayaran sementara subsidi pupuk yang telah dilaksanakan dalam Tahun Anggaran 2005 yang belum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, dilakukan koreksi/penyesuaian berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.

(2)

Apabila dalam Tahun Anggaran 2005, Menteri Badan Usaha Milik Negara cq. Deputi Bidang Usaha Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan menerbitkan persetujuan besaran HPP baru, besaran HPP baru dimaksud akan digunakan untuk menghitung kembali dalam rangka pembayaran subsidi pupuk pada Tahun Anggaran 2005.

(3)

Apabila dalam Tahun Anggaran 2006 masih dianggarkan subsidi pupuk, Peraturan Menteri Keuangan ini masih berlaku sebagai acuan dalam pembayaran subsidi pupuk Tahun Anggaran 2006 sampai dengan ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal  17

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 319/KMK.06/2004 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk Tahun Anggaran 2004 dinyatakan tidak berlaku.

Pasal  18

Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 9 November 2005

MENTERI KEUANGAN,

 

 

 

 

JUSUF ANWAR