MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 336/KMK.01/2000
 

TENTANG
 

PAKSA BADAN DALAM RANGKA PENGURUSAN PIUTANG NEGARA
 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
 

Menimbang :

bahwa dalam rangka upaya peningkatan penyelesaian piutang negara, maka perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Paksa Badan Dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara;
 

Mengingat : 1.

Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);

    2.

Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara;

    3.

Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara;

    4. Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999;
    5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor. 333/KMK.01/2000 tentang Pengurusan Piutang Negara;
 
Memperhatikan :

Surat Mahkamah Agung Nomor 492/MK/2187/M/65 tangga13 Juni 1965 perihal Pertimbangan tentang Pembekuan Peraturan Mengenai Sandera (gijzeling);
 

   

MEMUTUSKAN:
 

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAKSA BADAN DALAM RANGKA PENGURUSAN PIUTANG NEGARA.
 

   

BAB I
 

   

KETENTUAN UMUM
 

   

Pasal 1
 

   

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

    1.

Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.

    2.

Penyerah Piutang adalah Instansi Pemerintah, Badan Negara baik Tingkat Pusat maupun Daerah termasuk Pemerintah Daerah dan Badan Usaha yang sahamnya dimiliki oleh negara atau dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    3.

Penanggung Hutang adalah Debitur yaitu badan atau orang yang berhutang menurut perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan hutang kepada negara.

    4.

Penjamin Hutang adalah badan atau orang yang menjamin penyelesaian sebagian atau seluruh hutang Penanggung Hutang termasuk penjamin kebendaan.

    5.

Pernyataan Bersama adalah surat pernyataan pengukuhan hutang yang dibuat dan ditandatangani oleh Ketua Panitia dan Debitur dan dapat dengan Penjamin Hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang memuat jumlah hutang yang wajib dibayar kepada negara dan syarat-syarat penyelesaiannya.

    6.

Surat Paksa adalah surat perintah yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dikeluarkan oleh Ketua Panitia kepada Penangung Hutang/Penjamin Hutang untuk membayar sekaligus seluruh hutangnya kepada Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960.

    7.

Jurusita Piutang Negara adalah Pegawai Badan Urugan Piutang dan Lelang Negara yang diangkat oleh atau atas kuasa Menteri Keuangan untuk melakukan tugas kejurusitaan.

    8.

Paksa Badan (lifsdwang) yang dalam Undang-undang Nomor 49/Prp/1960 disebut dengan sandera (gijzeling) adalah upaya penagihan dalam rangka penyelamatan uang negara dengan cara pengekangan kebebasan untuk sementara waktu di suatu tempat tertentu, terhadap debitur yang tergolong mampu namun tidak beritikad baik.

    9.

Tempat Paksa Badan adalah tempat tertentu yang tertutup dan terasing dari masyarakat, mempunyai fasilitas terbatas, dan mempunyai sistem pengamanan dan pengawasan yang memadai yang digunakan untuk memaksa badan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.

    10.

Kejaksaan adalah Kejaksaan Tinggi Daerah Tingkat I di wilayah tempat tinggal/kediaman sesungguhnya dari Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.

    11. Badan adalah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.
    12. PUPN adalah Panitia Urusan Piutang Negara.
 
   

BAB II
 

   

OBYEK PAKSA BADAN
 

   

Pasal 2
 

    Yang menjadi obyek Paksa Badan adalah :
    a. Penanggung Hutang yang terdiri dari :
      1.

Orang yang berkedudukan sebagai pihak yang berhutang dalam perikatan hutang (perjanjian kredit, kontrak) atau orang yang berdasarkan Undang-undang atau sebab apapun mempunyai hutang kepada negara.

      2. Badan Hukum termasuk yayasan, dalam hal ini diwakili :
        a. direksi anggota pengurus perusahaan; dan atau
        b.

para anggota dewan komisaris/dewan pengurus perusahaan; sesuai dengan akte pendirian badan hukum yang bersangkutan.

      3.

Salah seorang persero dan atau pesero pengurus dari badan hukum dalam hal Penanggung Hutang adalah Firma bertanggung jawab renteng Perseroan Komanditer atau Persekutuan Perdata.

    b. Penjamin Hutang, terdiri dari:
      1. Penjamin Hutang Pribadi (borgtocht atau personal guarentee);
      2. Penjamin atas pembayaran wesel (avalist);
      3. Badan hukum (corporate guarentee);
      4. Pemegang saham, dapat diminta pertanggungjawaban pribadi dalam hal:
        a.

pemegang saham secara langsung atau tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;

        b. pemegang saham terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam perseroan;
        c.

pemegang saham secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan.

    c. ahli waris yang telah menerima warisan dari debitur yang beritikad tidak baik.
 
   

BAB III
 

   

SYARAT-SYARAT PAKSA BADAN
 

   

Pasal 3
 

    (1)

Penerbitan Surat Perintah Pemaksaan Badan dilakukan terhadap Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang:

      a. barang jaminan tidak ada atau tidak mencukupi untuk menanggung hutang yang bersangkutan;
      b.

sisa hutang Penanggung Hutang yang bersangkutan sekurang-kurangnya Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

      c. tidak memenuhi Pernyataan Bersama atau Surat Paksa;
      d. mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan hutangnya tetapi nyata-nyata tidak memperlihatkan etikat baik untuk menyelesaikannya.
    (2)

Paksa Badan tidak dapat dikenakan terhadap debitur yang tidak beritikad baik yang telah berumur 75 tahun ke atas.

    (3)

Penerbitan Surat Perintah Paksa Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah mendapat ijin tertulis kepala kejaksaan.
 

   

Pasal 4
 

    Surat Perintah Paksa Badan sekurang-kurangnya memuat:
    a. identitas Penanggung Hutang/Penjamin Hutang;
    b. identitas Penyerah Piutang;
    c. Pernyataan Bersama atau Surat Paksa;
    d. jumlah sisa hutang;
    e. lama waktu Paksa Badan;
    f. ijin tertulis dari kepala kejaksaan.
 
   

Pasal 5
 

    (1)

Permohonan ijin/ persetujuan Paksa Badan diajukan oleh Ketua PUPN Cabang kepada kepala kejaksaan.

    (2) Permohonan ijin Paksa Badan sekurang-kurangnya memuat :
      a. identitas Penanggung Hutang/Penjamin Hutang;
      b. identitas Penyerah Piutang;
      c. jumlah sisa hutang;
      d.

Penanggung Hutang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan hutangnya tetapi nyata-nyata tidak memperlihatkan etikat baik untuk menyelesaikannya.

    (3)

Permintaan Penerbitan Surat Perintah Pemaksaan Badan diajukan dengan surat oleh Ketua PUPN Cabang kepada Ketua PUPN Pusat dengan melampirkan ijin Kejaksaan yang bersangkutan.

    (4)

Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Ketua PUPN Pusat menerbitkan Surat Perintah Pemaksaan Badan terhadap Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.
 

   

Pasal 6
 

   

Jangka waktu Paksa Badan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Penanggung Hutang/Penjamin Hutang ditempatkan dalam tempat Pemaksaan Badan dan dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan.
 

   

Pasal 7
 

    (1)

Paksa Badan dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang telah/sedang dilakukan pencegahan.

    (2) Paksa Badan dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang telah dikenakan Paksa Badan untuk hutang yang lain.
 
   

BAB IV
 

   

TATA CARA PAKSA BADAN
 

   

Pasal 8
 

   

Surat Perintah Paksa Badan diberitahukan dan disampaikan oleh Jurusita Piutang Negara kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang sesuai dengan tata acara pemberitahuan dan penyampaian Surat Paksa.
 

   

Pasal 9
 

    (1)

Surat Perintah Paksa Badan dilaksanakan setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan dan penyampaian Surat Perintah Paksa Badan.

    (2)

Surat Perintah Paksa Badan dapat dilaksanakan setelah jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam apabila terdapat permintaan tertulis kepala kejaksaan dengan alasan untuk kepentingan umum.
 

   

Pasal 10
 

    (1)

Paksa Badan dilaksanakan oleh Jurusita Piutang Negara dibantu oleh dua orang saksi penduduk Indonesia yang telah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan dikenal oleh Jurusita Piutang Negara sebagai orang yang dipercaya.

    (2)

Dalam melaksanakan Paksa Badan, Jurusita Piutang Negara dapat meminta bantuan kepolisian setempat atau anggota PUPN Cabang 

    (3)

Jurusita Piutang Negara membuat dan menandatangani Berita Acara Paksa Badan pada saat Penanggung Hutang/Penjamin Hutang ditempatkan di ternpat Paksa Badan yang sekurang-kurangnya memuat:

      a. nomor dan tanggal Surat Perintah Paksa Badan;
      b. ijin tertulis dari kepala kejaksaan;
      c. identitas Penanggung Hutang/Penjamin Hutang;
      d. Tempat Paksa Badan;
      e. lamanya Paksa Badan;
      f. identitas saksi-saksi.
    (4)

Berita Acara Paksa Badan sebagairnana dimaksud dalam ayat (3), ditandatangani pula oleh saksi-saksi.

    (5)

Jurusita Piutang Negara mernbuat Salinan Surat Perintah Paksa Badan dan Salinan Berita Acara Paksa Badan dan rnenyarnpaikan kepada pimpinan Ternpat Paksa Badan dan kepala kejaksaan.
 

   

BAB V
 

   

TEMPAT PAKSA BADAN
 

   

Pasal 11
 

    (1)

Tempat Paksa Badan meliputi lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, atau rumah/rumah sandera yang diadakan/disewa/dikontrak oleh Kepala Badan.

    (2) Paksa Badan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang di Tempat Paksa Badan sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) diatur dengan Keputusan Kepala Badan.
 
   

Pasal 12
 

    Dalam Paksa Badan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang berhak untuk:
    a. melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya;
    b. memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
    c. mendapat makanan yang layak termasuk kiriman dari keluarga; 
    d. rnenyampaikan keluhan kepada Ketua PUPN Pusat tentang perlakuan petugas;
    e. memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas biaya sendiri;
    f. menerima kunjungan dari :
      1. keluarga dan sahabat;
      2. dokter pribadi atas biaya sendiri; dan atau 
      3. rohaniawan.
 
   

Pasal 13
 

   

Keperluan hidup Penanggung Hutang/Penjamin Hutang di Tempat Paksa Badan ditetapkan dan ditanggung oleh Kepala Badan.
 

   

Pasal 14
 

   

Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang sedang menjalankan Paksa Badan diijinkan melakukan hal-hal sebagai berikut:

    a. melaksanakan ibadah ditempat ibadah;
    b. menghadiri sidang di pengadilan;
    c.

melakukan transaksi di bursa efek guna menjual sahamnya untuk pelunasan hutangnya kepada negara;

    d.

mengikuti pemilihan umum di tempat pemilihan umum; dan atau

    e. menghadiri pemakaman orang tua, suami/ istri dan anak.
 
   

BAB VI
 

   

PENANGGUHAN DAN PEMBEBASAN PAKSA BADAN
 

   

Pasal 15
 

    (1)

Surat Perintah Paksa Badan hanya dapat ditangguhkan pelaksanaannya apabila terdapat:

      a.

sanggahan atau bantahan dari Penanggung Hutang/Penjamin Hutang mengenai Paksa Badan yang diikuti dengan penetapan penangguhan Paksa Badan dari pengadilan;

      b. pembayaran hutang lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah sisa hutang;
      c. kesanggupan untuk melunasi hutang dengan bank garansi
    (2)

Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan huruf c diberikan secara tertulis oleh Ketua PUPN Pusat berlaku untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
 

   

Pasal 16
 

    (1)

Pelaksanaan Paksa Badan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang dibatalkan oleh pengadilan, hanya dapat dilakukan Paksa Badan lagi untuk hutang yang sama, setelah lampau waktu sedikit-dikitnya 8 (delapan) hari sesudah ia dibebaskan.

    (2)

Waktu Paksa Badan yang telah dijalankan akan dikurangkan dari waktu yang diijinkan untuk Paksa Badan itu.
 

   

Pasal 17
 

    (1)

Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang melarikan diri dari Tempat Paksa Badan dapat segera dilakukan kembali Paksa Badan atas perintah yang dahulu telah dikeluarkan terhadapnya, dengan kewajiban membayar ganti kerugian dan biaya yang timbul karena pelarian itu.

    (2)

Jangka waktu pelaksanaan Paksa Badan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah sama dengan jangka waktu pelaksanaan Paksa Badan menurut Surat Perintah Paksa Badan yang dahulu diterbitkan terhadapnya, tanpa memperhitungkan jangka waktu Paksa Badan yang telah dijalani sebelum Penanggung Hutang/Penjamin Hutang melarikan diri.
 

   

Pasal 18
 

    Paksa Badan yang telah dilaksanakan tidak menghilangkan atau mengurangi :
    a. kewajiban Penanggung Hutang/Penjamin Hutang untuk melunasi hutangnya;
    b.

status barang jaminan atau kekayaan lain milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang sebagai tanggungan atas hutangnya.
 

   

Pasal 19
 

    (1) Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang sedang menjalankan Paksa Badan dibebaskan apabila:
      a. jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Paksa Badan telah lampau;
      b.

terdapat permintaan tertulis dari kepala kejaksaan demi kepentingan umum dan disetujui oleh Ketua PUPN Pusat;

      c. jumlah hutang yang bersangkutan dilunasi; atau
      d. terdapat angsuran hutang sebanyak 70% dari jumlah hutang.
    (2)

Ketua PUPN Cabang memberitahukan secara tertulis kepada pimpinan Tempat Paksa Badan apabila Penanggung Hutang/Penjamin Hutang akan dilepas dari Paksa Badan.

    (3)

Pimpinan tempat Paksa Badan segera memberitahukan secara tertulis kepada Ketua PUPN Cabang apabila Penanggung Hutang/Penjamin Hutang telah dilepas dari Tempat Paksa Badan.
 

   

BAB VII
 

   

PENUTUP
 

   

Pasal 20
 

    Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan.
 
   

Pasal 21
 

    Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku tiga bulan sejak tanggal ditetapkan.
 
   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
 

         
   



SALINAN sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U. DEPARTEMEN


Ttd.


MUSTAFA HUSIEN, S.H., MM
NIP 060051103
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Agustus 2000

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA




Ttd.



PRIJADI PRAPTOSUHARDJO