PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 33 TAHUN 2005

TENTANG

TATACARA PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 83 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Privatisasi Perusahaan Perseroan (PERSERO);

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297);
 

 

 

MEMUTUSKAN :
 

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATACARA PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO).
 

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
 

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :
 

 

 

1.

Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

 

 

2.

Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.

 

 

3.

Investor adalah mitra strategis dan/atau investor finansial, baik sendiri maupun konsorsium yang berasal dari dalam dan/atau luar negeri yang ikut serta dalam Privatisasi Persero dengan memenuhi syarat yang ditetapkan.

 

 

4.

Komite Privatisasi adalah wadah koordinasi yang dibentuk oleh Pemerintah untuk membahas dan memutuskan kebijakan Privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral.

 

 

5.

Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili Pemerintah selaku rapat umum pemegang saham dalam hal seluruh modal Persero dimiliki Negara dan sebagai pemegang saham pada Persero dalam hal sebagian modal Persero dimiliki oleh negara, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.

 

 

6.

Menteri Teknis adalah menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan sektor tempat Persero melakukan kegiatan usaha.

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Privatisasi dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Dalam hal Privatisasi terhadap Persero di mana negara tidak memiliki seluruh saham, disamping memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus pula memperhatikan perjanjian dan/atau kesepakatan dengan pemegang saham lain.

 

 

Pasal 3
 

 

 

(1)

Pemerintah dapat melakukan Privatisasi setelah DPR-RI memberikan persetujuan atas RAPBN yang didalamnya terdapat target penerimaan negara dari hasil Privatisasi.

 

 

(2)

Rencana privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam program tahunan privatisasi yang pelaksanaannya dikonsultasikan kepada DPR-RI.

 

 

(3)

Privatisasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran, dan prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar.

 

 

Pasal 4
 

 

 

Privatisasi dilakukan terhadap saham milik negara pada Persero dan/atau saham dalam simpanan.
 

 

 

BAB II

CARA PRIVATISASI

Pasal 5
 

 

 

(1)

Privatisasi dilakukan dengan cara :

 

 

 

a.

penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;

 

 

 

b.

penjualan saham secara langsung kepada investor;

 

 

 

c.

Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karReplacement Stringan Persero yang bersangkutan.

 

 

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai cara Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Pasal 6
 

 

 

Penetapan cara Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Menteri.

 

 

BAB III

KRITERIA PERSERO YANG DAPAT DIPRIVATISASI

Pasal 7
 

 

 

Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria:
 

 

 

a.

industri/sektor usahanya kompetitif; atau

 

 

b.

industri/sektor usahanya terkait dengan teknologi yang cepat berubah.

 

 

Pasal 8
 

 

 

(1)

Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.

 

 

(2)

Aset atau kegiatan Persero sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah aset atau kegiatan yang bersifat komersial dengan memperhatikan ketentuan Pasal 7.

 

 

Pasal 9
 

 

 

Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah :
 

 

 

a.

Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara;

 

 

b.

Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;

 

 

c.

Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

 

 

d.

Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.

 

 

BAB IV

PROSEDUR PRIVATISASI PERSERO

Bagian Kesatu
Komite Privatisasi

Pasal 10
 

 

 

(1)

Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang Privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah Komite Privatisasi sebagai wadah koordinasi.

 

 

(2)

Komite Privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota-anggotanya yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha.

 

 

(3)

Keanggotaan Komite Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Presiden.

 

 

Pasal 11

 

 

Komite Privatisasi bertugas untuk :
 

 

 

a.

merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan Privatisasi;

 

 

b.

menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi Persero;

 

 

c.

membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses Privatisasi Persero termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah.
 

 

 

Bagian Kedua

Program Tahunan Privatisasi

Pasal 12
 

 

 

(1)

Menteri melakukan seleksi dan menetapkan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, serta jenis dan rentangan jumlah saham yang akan dijual.

 

 

(2)

Menteri menuangkan hasil seleksi dan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam program tahunan Privatisasi.

 

 

(3)

Menteri menyampaikan program tahunan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Komite Privatisasi untuk memperoleh arahan dan kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh rekomendasi, selambat-lambatnya pada akhir tahun anggaran sebelumnya

 

 

(4)

Arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah diberikan selambat-lambatnya pada akhir bulan pertama tahun anggaran berjalan.

 

 

(5)

Menteri wajib melaksanakan program tahunan Privatisasi dengan berpedoman pada arahan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

 

 

(6)

Menteri mensosialisasikan program tahunan Privatisasi.

 

 

(7)

Menteri mengkonsultasikan program tahunan Privatisasi kepada DPR-RI.

 

 

(8)

Menteri mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melaksanakan program tahunan Privatisasi.

 

 

(9)

Dalam kondisi tertentu Menteri dapat mengusulkan privatisasi yang belum dimasukkan dalam program tahunan privatisasi setelah terlebih dahulu diputuskan oleh Komite Privatisasi dan dikonsultasikan dengan DPR-RI.

 

 

(10)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan program tahunan Privatisasi diatur dengan Peraturan Menteri.
 

 

 

Bagian Ketiga

Lembaga dan/atau Profesi Penunjang serta Profesi Lainnya

Pasal 13
 

 

 

Pelaksanaan Privatisasi melibatkan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sesuai dengankebutuhan dan ketentuan yang berlaku.
 

 

 

Pasal 14
 

 

 

(1)

Menteri melakukan seleksi terhadap lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

 

 

(2)

Seleksi dilakukan terhadap paling sedikit 3 (tiga) bakal calon untuk masing-masing lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya.

 

 

(3)

Apabila setelah 2 (dua) kali penawaran, bakal calon lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya yang berminat kurang dari 3 (tiga), maka Menteri dapat melakukan penunjukan langsung apabila penawar hanya 1 (satu) bakal calon dan melakukan seleksi apabila penawar hanya 2 (dua)bakal calon.

 

 

(4)

Untuk sektor usaha tertentu yang memerlukan jasa spesialis industri dikecualikan dari ketentuan jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penunjukan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri.
 

 

 

Pasal 15
 

 

 

(1)

Penasihat keuangan dilarang merangkap atau memiliki hubungan afiliasi dengan :
 

 

 

 

a.

penjamin pelaksana emisi dan perantara pedagang efek dalam hal Privatisasi dilakukan  dengan cara penawaran umum;

 

 

 

b.

Investor atau perantaranya dalam hal Privatisasi dilakukan dengan cara penjualan saham secara langsung kepada Investor.

 

 

(2)

Spesialis industri yang dapat terlibat dalam proses Privatisasi harus mempunyai keahlian teknis dalam bidang usaha Persero yang bersangkutan yang dibuktikan dengan sertifikat atau pengalaman yang telah mendapatkan pengakuan dari lembaga atau asosiasi atau sejenisnya yang berkompeten.
 

 

 

Pasal 16
 

 

 

Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurang-kurangnya memuat klausul yang mewajibkan lembaga dan/atau profesi penunjang :
 

 

 

a.

melakukan tugasnya hanya untuk kepentingan pemegang saham Persero dan Persero yang bersangkutan.

 

 

b.

menjamin dan menjaga kerahasiaan segala informasi yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya yang dituangkan dalam pernyataan tertulis.

 

 

c.

menggunakan informasi tersebut hanya untuk pelaksanaan tugasnya dalam proses Privatisasi yang bersangkutan dan tidak menggunakannya untuk kepentingan lain.

 

 

Pasal 17
 

 

 

(1)

Lembaga dan/atau profesi penunjang dengan bantuan Persero yang bersangkutan melakukan penelaahan dan pengkajian (due diligence) terhadap perusahaan sesuai dengan bidang profesinya masing-masing.

 

 

(2)

Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurang-kurangnya memuat klausul yang mewajibkan lembaga dan/atau profesi penunjang :

 

 

 

a.

menyusun proyeksi keuangan, penilaian perusahaan dan usulan struktur penjualan serta jumlah saham yang akan dijual;

 

 

 

b.

menyusun persyaratan dan identifikasi calon Investor;

 

 

 

c.

menyiapkan memorandum informasi dan/atau prospektus;

 

 

 

d.

menyusun seluruh dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

 

 

 

e.

membantu dalam melakukan negosiasi dengan calon Investor.
 

 

 

Bagian Keempat

Pembiayaan Pelaksanaan Privatisasi

Pasal 18
 

 

 

(1)

Biaya pelaksanaan Privatisasi dibebankan pada hasil Privatisasi.

 

 

(2)

Biaya pelaksanaan Privatisasi dipergunakan untuk :

 

 

 

a.

biaya lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya;

 

 

 

b.

biaya operasional Privatisasi.

 

 

(3)

Apabila Privatisasi tidak dapat dilaksanakan atau ditunda pelaksanaannya, maka pembebanan atas biaya yang telah dikeluarkan di tetapkan oleh RUPS.
 

 

 

Pasal 19
 

 

 

(1)

Besarnya biaya privatisasi ditetapkan oleh Menteri.

 

 

(2)

Penetapan biaya pelaksanaan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi dan akuntabilitas.

 

 

Bagian Kelima

Hasil Privatisasi

Pasal (20
 

 

 

(1)

Hasil Privatisasi saham milik negara pada Persero disetorkan langsung ke Kas Negara.

 

 

(2)

Hasil Privatisasi saham dalam simpanan disetorkan langsung ke kas Persero yang bersangkutan.

 

 

(3)

 Hasil Privatisasi anak perusahaan Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat ditetapkan sebagai dividen interim Persero yang bersangkutan.

 

 


Pasal 21
 

 

 

Hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 merupakan hasil bersih setelah dikurangi dengan biaya-biaya pelaksanaan Privatisasi.
 

 

 

Pasal 22
 

 

 

(1)

Pengadministrasian dan pelaksanaan penyetoran hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diatur sebagai berikut:

 

 

 

a.

Penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan membuka rekening penampungan (escrow account) untuk menampung hasil Privatisasi;

 

 

 

b.

Setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan Privatisasi, penjamin pelaksana emisi atau  penasihat keuangan wajib segera menyetorkan hasil bersih Privatisasi ke Kas Negara dan/atau kas Persero yang bersangkutan;

 

 

 

c.

Penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan wajib segera melaporkan penyetoran hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Menteri, Menteri Keuangan dan Direksi Persero yang bersangkutan.
 

 

 

(2)

Penghasilan lain yang diperoleh dari rekening penampungan hasil Privatisasi diperhitungkan sebagai hasil Privatisasi

 

 

(3)

Verifikasi atas biaya dan hasil Privatisasi dilakukan oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh Menteri.

 

 


BAB V

LAIN-LAIN

Pasal 23
 

 

 

(1)

Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada perseroan terbatas yang sahamnya kurang    dari 51 % (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjian pemegang saham serta memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 dan Pasal 21

 

 

(2)

Penjualan saham milik Badan Usaha Milik Negara pada perseroan terbatas yang sahamnya paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjian pemegang saham serta memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 dan Pasal 21.

 

 

(3)

Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada persero terbuka dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dan ketentuan di bidang pasar modal.
 

 

 

Pasal 24
 

 

 

(1)

Menteri dapat membatalkan atau menunda penjualan saham Persero apabila situasi dan kondisi ekonomi, politik, keamanan, dan/atau pasar modal tidak menguntungkan.

 

 

(2)

Menteri melaporkan kepada Komite Privatisasi atas pembatalan atau penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
 

 

 

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25
 

 

 

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka;
 

 

 

1.

Rencana privatisasi yang belum disetujui oleh DPR-RI sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pelaksanaannya dilakukan setelah memperoleh persetujuan DPR-RI dalam forum konsultasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7).

 

 

2.

Segala peraturan mengenai Privatisasi masih tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
 

 

 

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26
 

 

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

           
           
         

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 September 2005

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

           
          ttd.
           
          Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
           

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 September 2005

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI,

 
ttd.
 
 
HAMID AWALUDIN
           

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 79


Penjelasan ..................