UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 1959

TENTANG

PENGUBAHAN REGELING VAN HET BEROEP IN BELASTINGZAKEN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Bahwa di dalam praktek pelaksanaan pasal 4 "Regeling van het beroep in belastingzaken" (Ordonansi dalam Staatsblad 1927 No. 29, sebagai yang telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Staatsblad 1949 No. 25l) menemui banyak kesulitan dan karena itu perlu diubah;
Mengingat : Pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : Undang-undang tentang perubahan "Regeling van het Beroep in Belastingzaken"

Pasal 1

Kata-kata "Gouverneur der Provincie West Java" dalam pasal 4 "Regeling van het beroep in belastingzaken" (Staatsblad 1927 No. 29 sebagai yang telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Staatsblad 1949 No. 251) diganti dengan "Ketua Mahkamah Agung".

Pasal 2

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

MEMORI PENDJELASAN

MENGENAI

USUL UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ,,REGELING VAN HET BEROEP IN BELASTINGZAKEN".

Menurut pasal 4 ,,Regeling van het beroep in belastingzaken" jang diatur dalam Staatsblad 1927 No. 29 para Ketua (pengganti) dan Anggota (pengganti) Madjelis Pertimbangan Padjak diambil sumpahnja (djandjinja) dihadapan Gubernur Propinsi Djawa Barat, sebelum mereka menerima djabatan mereka.

Peraturan tersebut diatas dibuat dalam masa, ketika wilajah Djakarta Raya masih termasuk Propinsi Djawa Barat jang lama, dimana Gubernur bertempat kedudukan di Djakarta.

Dalam tahun 1949 berdirilah ,,Gewest Batavia en Ommelanden" dengan ketetapan ,,Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon" dengan Staatsblad 1949 No. 63 jang terlepas dari daerah Djawa Barat dan dikepalai oleh Pegawai Pemerintah Sipil dengan djabatan Gubernur.

Setelah penjerahan kedaulatan, maka dengan Undang-undang Darurat No. 20 tahun 1950 (Lembaran Negara tahun 1950 No. 31) ditetapkan bahwa kepada Wali Kota Djakarta Raya diberikan wewenang untuk melakukan hak-hak, usaha-usaha dan pekerdjaan-pekerdjaan jang sebelumnja dipegang oleh Gubernur ,,Batavia en Ommelanden".

Maka sedjak itu sumpah Ketua dan anggota-anggota Madjelis Pertimbangan Padjak diambil oleh Wali Kota, Kepala Daerah Djakarta Raya jang dalam djabatannja sederadjat kedudukannja dengan Gubernur Kepala Daerah Propinsi.

Sebagaimana diketahui dengan berlakunja Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, maka status Kepala Daerah Djakarta Raya berubah, sehingga pengambilan sumpah/djandji dari Ketua Madjelis Pertimbangan Padjak dan pada ang- gotanja seharusnja dilakukan dihadapan Residen sebagai Pegawai Pusat jang tertinggi jang berwenang didaerah Djakarta Raya, hal mana adalah kurang tepat, oleh karena kurang sesuai dengan martabat dan deradjat dari Ketua dan para anggota Madjelis Pertimbangan Padjak.

Selain dari pada itu, dapat pula dikemukakan bahwa Madjelis Pertimbangan Padjak mempunjai kedudukan Pengadilan Administratip, sehingga penjumpahan anggotanja oleh instansi pemerintahan adalah kurang tepat.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka Pemerintah mengusulkan agar kata-kata pasal 4 tersebut diganti sedemikian rupa hingga selandjutnja penjumpahan (djandji) dapat diutjapkan dihadapan Ketua Mahkamah Agung.

Termasuk Lembaran-Negara No. 13 tahun 1959.