BAGIAN PERTAMA

DASAR HUKUM DAN ORGANISASI

Undang-Undang No. 49 Prp. Tahun 1960

tentang

PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA
(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 49 Tahun 1960, yang karena Undang-Undang No. 1 Tahun 961 telah dijadikan Undang-Undang No. 49 Prp. Tahun 1960)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang  :

a.

bahwa keputusan Penguasa Perang Pusat Kepala Stat Angkatan Darat No. Kpts/Peperlu/024 1/1958 tentang pembentukan Penitia Penyelesian Piutang Negara berikut semua keputusan-keputusan dan Peraturan-peraturan berkenaan dengan ini, tidak akan berlaku lagi dengan sendirinya menurut hukum mulai pacta tanggal 16 Desember 1960 berdasarkan pasal 61 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 23 tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 139 (berhubungan dengan itu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 22 tahun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No. 66);

       
   

b.

bahwa untuk kepentingan keuangan Negara, hutang kepada Negara atau Badan-badan, baik yang langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara, perlu seger a diurus;

       
   

c.

bahwa dengan akan tidak berlakunya lagi Peraturan-peraturan tersebut dalam huruf a, maka akan berlaku lagi Peraturan-peraturan biasa yang tidak memungkinkan untuk memperoleh hasil yang cepat dalam negurus piutang Negara;

       
   

d.

bahwa oleh kuasa keadaan memaksa, soal tersebut diatur dengan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
       
Mengingat :   Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar  1945;
       
Mendengar :   Musyawarah Kabinet Kerja pacta tanggal 29 Nopember 1960 dan tang gal 8 Desember 1960;



MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG TENTANG PENITIA URUSAN      PIUTANG NEGARA.

BAB I


PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA

Pasal l

  Menteri Pertama membentuk Panitia Urusan Piutang Negara.
   

Pasal 2

(I)

Bentuk, susunan dan hal-hal lain tentang Panitia Urusan piutang Negara ditentukan dengan keputusan Menteri Pertama.

(2)

Bila dianggap perlu, di daerah-daerah tingkat I dapat dibentuk Cabang Panitia Urusan Piutang Negara dengan keputusan Menten Keuangan.

(3)

Anggota-anggota Panitia dan Cabang terdiri dari pejabat-pejabat Departemen Keuangan, Pejabat-pejabat Angkatan Perang dan pejabat- pejabat Pemerintah lainnya yang dianggap perlu.

Pasal3

  Panitia Urusan Piutang Negara bertanggung-jawab kepada Menteri Keuangan.
   

Pasal 4

                                     Panitia Drusan Piutang Negara bertugas :

I.

Mengurus piutang Negara yang berdasarkan Peraturan ini telah diserahkan pengurusannya kepadanya oleh Pemerintah atau Badan-badan yang dimaksudkan dalam pasal 8 Peraturan ini;

   

2.

Piutang Negara yang diserahkan sebagai tersebut dalam angka 1 di atas, ialah piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi yang menanggung hutangnya tidak melunasinya sebagaiman mestinya;

   

3.

Menyimpang dari ketentuan yang dimaksudkan dalam angka 1 di alas, mengurus piutang-piutang Negara dengan tidak usah menunggu penyerahannya, apabila menurut pendapatnya ada cukup alasan yang kuat, bahwa piutang-piutang Negara terse but harus segera diurus;
   

4.

Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang/kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh Negara/Badan-badan Negara apakah kredit itu benar-benar dipergunakan seuai dengan permohonan dan/atau syarat-syarat pemberian kredit dan menanyakan keterangan-keterangan yang berhubungan dengan itu Kepada Bank-bank dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 23 tahun 1960 tentang Rahasia Bank.

Pasal 5

 

Dengan keputusan Menteri Keuangan kepada Panitia Urusan Piutang Negara dapat ditugaskan untuk bertindak selaku likuidatur dari suatu badan Negara yang telah likuidir.


Pasal 6
 

                                              Ketua Panitia Urusan Piutang Negara berwenang untuk :

a.

Mengeluarkan sural paksa yang berkepala Atas Nama Keadilan;
   

b.

Meminta bantuan Jaksa apabila terbukti acta penyalah-gunaan pemakaian kredit oleh pihak penanggung-hutang untuk mendapatkan pengurusannya.


Pasal 7

 

Sekurang-kurangnya sekali dalam waktu enam bulan Panitia Urusan Piutang Negara diwajibkan menyampaikan laporan tertulis tentang hasil perkerjaannya kepada Menteri Keuangan, atau pejabat yang ditunjuknya dan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

BAB II

PIUTANG NEGARA

Pasal 8

 

Yang dimaksud dengan piutang Negara atau hutang kepada Negara oleh Peraturan ini, ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan- badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian atau sebab apapun.

Pasal 9

(I)

Penanggung hutang kepada Negara ialah orang atau Badan yang berhutang menurut perjanjian atau peraturan yang bersangkutan;

(2)

Sepanjang tidak diatur dalam perjanjian atau peraturan yang bersangkutan, maka para anggota pengurus dari badan-badan yang berhutang renteng terhadap hutang kepada Negara.


BAB III

PENGURUSAN PIUTANG NEGARA SECARA KHUSUS

Pasal l0
 

(1)

Setelah dirundingkan oleh Panitia dengan penanggung-hutang dan diperoleh kala sepakat tentangjumlah hutangnya yang masih harus dibayar, termasuk bunga uang, denda yang tidak bersifatpidana, serta biaya-biaya yang bersangkutan dengan piutang ini, maka oleh Ketua Panitia dan penanggung hutang dibuat suatu pernyataan bersama yang memuat jumlah tersebut dan memuat kewajiban penanggung-hutang untuk melunasinya.

   

(2)

Pernyataan Bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti suatu putusan Hakim dalam perkara perdata yang berkekuatan pasti, untuk mana pernyataan bersama itu berkepala "Atas nama Keadilan".

   

(3)

Pe]aksanaan ini di]akukan oleh Ketua Panitia dengan mengeluarkan suatu sural paksa, yang dapat dija]ankan secara pensitaan dan perlelangan barang- barang kekayaan penanggung hutang dan secara penyanderaan terhadap penanggung-hutan


Pasal ll

 

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan da]am Peraturan ini rasa] I, pasal 3, pasal 5 sampai dengan pasal 23 Undang-Undang Penagihan Pajak Negara dengan Sural Paksa (Lembaran Negara tahun 1959 No. 63) dilakukan terhadap pengurusan piutang Negara yang dimaksudkan dalam pasap 8 berhubungan dengan pasal 10 Peraturan ini, dengan ketentuan bahwa :

   

a.

Pasa! 1 huruf a "Undang-Undang Penagihan Pajak Negara dengan Sural Paksa"dibaca "penanggung hutang kepada Negara ia]ah orang atau badan dimaksud dalam pasal 9 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Undang-Undang tentang Panitia Urusan Piutang Negara";
   

b.

dalam pasal-pasal yang dilakukan itu perkataan-perkataan "penanggung pajak" dan "hutang pajak" dibaca berturut-turut "penanggung hutang kepada Negara" dan "hutang kepada Negara";

   

c.

dalam pasal 5 yang dilakukan itu perkataan "mengingat peraturan pajak yang bersangkutan" dianggap tidak acta;
   

d.

dalam pasal 6 ayat (5) yang dilakukan itu perkataan "Inspeksi Keuangan" dibaca "Kantor Panitia Urusan Piutang Negara";
 
   

e.

pasal 14 ayat (3) tidak berlaku;
   

f.

Pasal 13 ayat (40) yang dilakukan itu seluruhnya dibaca sebagai berikut : "Sanggahan tidak dapat ditujukan terhadap sahnya atau kebenaran piutang Negara";
   

g.
 

pasal 15 ayat (1), pasa117 ayat (2) dan pasal 21 ayat (1) yang dilakukan itu perkataan "Kepala Daerah Swatantra tingkati I" dibaca "Pengawas Kepala Kejaksanaan Daerah Tingkat 1".

BAB IV
KEWAJIBAN INSTANSI- INSTANSI
PEMERINTAH DAN BADAN BADAN NEGARA

Pasal 12

(I)

Instansi-instansi Pemerintah dan Badan-badan Negara yang dimaksudkan dalam pasal 8 Peraturan ini diwajibkan menyerahkan piutang-piutangnya yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnyatidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang Negara.

   

(2)

Dalam hal seperti dimaksudkan dalam ayat (91) pasal ini, maka dilarang menyerahkan pengurusan piutang Negara kepada Pengacara.
   

(3)

Tentang penyerahan pengurusan piutang Negara seperti dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini diberitahukan oleh Instansi-instansi dan Badan-badan termaksud kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang untuk itu ditunjuknya.


BAB V

PERATURAN PERALlHAN

Pasal 13
 

(1)

 Selama Panitia Drugan Piutang Negara berdasarkan Peraturan ini belum dibentuk maka Panitia Penyelesaian Piutang Negara berdasarkan keputusan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat No. Kpts/Peperpu/0341/1958 dan No. Kpts/Peperpu/0242/1958 berikut Instruksi Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat No. Instr/Peperpu/032/1958 menjalankan tugas Panitia Drugan Piutang Negara berdasarkan Peraturan ini.

   

(2)

Semua tindakan-tindakan ten tang piutang-piutang Negara beserta akibat- akibatnya yang dilakukan oleh Panitia Penyelesaian Piutang Negara berdasarkan Keputusan Penguasa PerangPusat Kepala Star Angkatan Darat No. Insts/Peperpu/032/1958 tetap berlaku, hingga diubah oleh Panitia Drugan Piutang Negara ini.


BAB VI PERATURAN PENUTUP

Pasal14

                                     Menteri Keuangan menetapkan peraturan-peraturan yang perlu untuk melaksanakan Peraturan ini.

Pasal 15

                                     Peraturan ini mulai berlaku pacta tanggal 16 Desember ] 960.
 

 

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



                                                                                                                                                                Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 14 Desember 1960.
                                                                                                                                                                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 ttd.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    SOEKA RNO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal14 Desember 1960

Pd. SEKRETARIS NEGARA

                 
ttd


            SANTOSO



PENJELASAN
ATAS
UNDANG UNDANG No. 49 Prp. TAHUN 1960

TENTANG
PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA

UMUM:

        Panitia penyelesian piutang Negara mengenai susunan, tugas, dan wewenangnya telah diatur dalam Keputusan Penguasa Perang Pusat Kepala Star Angkatan Darat No. Kpts/Peperpu/024I/l958 dan selanjutnya peraturan- peraturan bahaya yang bersangkutan dengan itu berdasarkan Undang-Undang Keadaan Bahaya 1957 (Lembaran Negara tatun 1957 No. 160) berhubungan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 23 tahun 1959 tentang keadaan Bahaya 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 139).
 

        Kepada Panitia tersebut diberikan tugas untuk menyelesaikan hutang- hutang kepada Negara yang oleh berbagai kesulitan sukar sekali ditagihnya, dengan mempergunakan kekuasaan-kekuasaan yang tercantum dalam Peraturan Penguasa Perang Pusat yang bersangkutan, sehingga penagihan-penagihan piutang termaksud seumumnya memuaskan basil mana tidak akan tercapai apabila prosedure-prosedure yang biasa seperti disediakan oleh H.I.R. (Staatsblad 1941 No. 44 pasal 195 dan seterusnya) dituruti.

Sebagaimana diketahui semua peraturan Penguasa Perang Pusat tidak berlaku lagi, karena hukum mulai tanggal 16 Desember 1960 yang akan datang berdasarkan pasal61 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 23 tahun 1959 tentang keadaan bahaya (Lembaran Negara tahun 1959 No. 139) berhubungan dengan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 22 tatun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No. 66).
 

Oleh karena penagihan piutang Negara secara singkat dan effektif itu, terutama terhadap para penanggung hutang yang "nakal" dan dengan tindakannya terang-terangan merugikan Negara, dalam keadaan dewasa ini masih dianggap perlu, maka dengan perubahan-perubahan yang dalam bidang hukum dapat dipertanggungjawabkan Peraturan tentang susunan, tugas dan wewenang Panitia Penyelesian Piutang negara termaksud akan diteruskan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Berdasarkan pertimbangan bahwa Panitia ini tidak saja bertugas untuk menyelesaikan piutang-piutang Negara, akan tetapi lebih dari itu, maka meskipun Panitia ini dimaksudkan sebagai kelangsungan hidupnya Panitia Penyelesaian Piutang Negara, dirasakan perlu untuk mengubah istilah "penyelesaian" dengan "pengurusan" pacta nama Panitia ini karena istilah pengurusan mempuyai pengertian yang lebih luas dari pacta penyelesaian.


Supaya penagihan piutang Negara itu pada satu fihak berlaku secara cepat dan efisien dan pada lain fihak para penanggung hutang mendapat jaminan- jaminan hukum, maka dengan Panitia dengan syarat-syarat tertentu diberi hak kekuasaan untuk menagih piutang Negara yang dimaksud dalam peraturan ini sesuai dengan cara yang ditentukan dalam "Undang-Undang penagihan pajak Negara dengan Surat Paksa" (Lembaran Negara tahun 1959 No. 63).

 

PASAL DEMI PASAL :

Pasal l
        Cukup jelas.

Pasal 2

        Panitia ini bersifat interdepartemental, oleh karena mana lebih baik anggota-anggota Panitia diangkat dengan keputusan Menteri Pertama, walaupun Panitia ini bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan.
 

         Yang dimaksud dengan hal-hal lain dalam pasal ini ialah terutama mengenai uang jasa (premi) dan biaya-biaya lainnya yang diperlukan oleh Panitia di dalam melakukan tugasnya.

         Dimasukkannya unsur-unsur tenaga militer dalam Panitia ini dimaksudkan untuk pengamanan dan kelancaran pelaksanaan Peraturan ini dan mengingat effek psychologisnya.
 

        Susunan Panitia akan disesuaikan dengan sifat dan keadaan daerah, yaitu misalnya disesuaikan dengan sifat keadaan bahaya setempat; kalau keadaan daerah tersebut berada dalam keadaan darurat sipil, maka Ketuanya adalah pejabat sipil dan apabila daerah tersebut berada dalam darurat militer atau keadaan perang, maka Ketuanya dijabat oleh pejabat militer.
 

        Pajabat Pemerintah lainnya sebaiknya dimasukkan pula didalamnya pejabat dari Kepolisian Negara. Pembentukan Cabang Panitia Urusan Piutang Negara di daerah tingkat 1 dilakukan oleh Menteri Keuangan setelah acta usul dari Penguasa Daerah setempat.



Pasal 3

        Cukup jelas.

Pasal 4

        Piutang Negara pada tingkat pertama pacta prinsipnya diselesaikan oleh instansi-instansi dan badan-badan yang bersangkutan.
Apabila itu tidak mungkin lagi terutama disebapkan oleh karena ternyata penanggung hutang tidak ada kesediaan dan termasuk penanggung-hutang yang "nakal" maka oleh instansi-instansi clan badan-badan yang bersangkutan penyelesiannya diserahkan kepada Panitia.

        Dalam hal-hal tertentu, dimana dikuatirkan Negara akan dirugikan maka Panitia dapat bertindak tanpa menunggu penyerahan penyelesaian piutang Negara
itu kepadanya. Hal ini akan dilakukan apabila misalnya piutang-piutang/ kredit-kredit itu dipergunakan tidak sesuai dengan permohonan, tujuan dan syarat-syarat tujuan pemberian kredit atau berhubungan dengan adanya laporan yang telah diuji kebenarannya bahwa penanggung-hutang-penanggung-hutang yang memang sarna sekali mengabaikan kewajiban untuk melakukan pembayaran terhadap hutangnya.
 

        Untuk dapat mengetahui dengan jelas bahwa penanggung hutang tersebut telah menyalah gunakan pemakaian kredit yang diterimanya itu, sudah pacta tempatnya apabila Panitia ini terlebih dahulu mencari bahan-bahan pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan sebelum menyerahkan persoalan tersebut kepada fihak Kejaksanaan dan untuk keperluan ini dengan sendirinya memerlukan keterangan-keterangan dari pihak Bank-Bank. Namun demikian perlu adanya pembatasan, yaitu bahwa keterangan-keterangan yang diperlukan itu hanya berhubungan dengan soal penyalah gunaan pemakaian kredit itu saja.

        Dengan demikian maka hilanglah adanya pertentangan antara Peraturan ini dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Rahasia
Bank.
   
Pasal 5

        Supaya
likuidasi dari badan-badan Negara yang berhubungan dengan sesuatu hal harus dilikuidir, dengan cepat dapat diurus dan terutama guna mencegah berlarut-Iarut jalannya likuidasi tersebut yang mengakibatkan pemborosan keuangan Negara, maka kapada Panitia ini dengan keputusan Menteri Keuangan dapat ditugaskan sebagai likuidator dari badan-badan Negara yang telah dilikuidir itu; misalnya Yayasan Perbekalan Persediaan ada dalam keadaan likuidasi sampai saat ini telah berjalan lebih dari 5 (lima) tahun, Yayasan Kopra ada dalam keadaan likuidasi sampai saat ini telah berjalan lebih dari 3 I(tiga) tahun, akan tetapi kedua-duanya likuidasinya belum selesai.

Pasal 6
 

        Mengingat sejarah pertumbuhan/perkembangan Panitia Penyelesaian Piutang Negara dan Team Penilik harta Benda yang temyata pada waktu yang lalu mempunyai hubungan yang erat satu sarna lainnya, terbukti dengan dikeluarkannya maklumat bersama antara Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat dan Jaksa Agung No. Mkl/Peperpu/05/1958 tanggal 31 Juli 1958, maka sudah sewajamyalah apabila antara Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Panitia Urusan Piutang Negara ini dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 24 tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi dijalin kembali hubungannya yang erat. Oleh karena itu apabila Panitia ini berpendapat bahwa telah ada penyalahgunaan pemakaian kredit oleh pihak penanggung-hutang ia dapat minta bantuan Jaksa guna melakukan penilikan haria benda penanggung-hutang tersebut dan selanjutnya mengambil tindakan-tindakan sesuai dengan wewenang yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 24 tahun 1960 itu.

Pasal 7

        Berhubung Panitia itu bertugas dalam bidang Keuangan Negara, maka dengan sendirinya ada hubungan penanggung-jawab mengenai pengurusan Keuangan Negara sesuai ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang- Undang Perbendaharaan Negara, dan oleh karena itu laporan ini perlu disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 8
 

Dengan piutang negara dimaksudkan hutang yang:

a.

langsung terhutang kepada Negara dan oleh karena itu harus dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

   
b.

terhutang kapada bahan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik Negara, misalnya Bank-Bank Negara, PT. PT. Negara, Perusahaan-Perusahaan Negara, Yayasan Perbekalan dan Persediaan, Yayasan Urusan Bahan Makanan dan sebagainya. Hutang pajak tetap merupakan piutang negara, akan tetapi diselesiakan tersendiri dengan Undang-Undang Penagihan Pajak Negara dengan Sural Paksa,


Pasal 9

        Cukup jelas

Pasal l0 dan 11

        Cara menyelesaian piutang-piutang negara dalam Peraturan ini adalah herupa mengadakan sesuatu pernyataan bersama antara Ketua Panitia dan Peananggung-Hutang yang memuat kala sepakat antara mereka tentangjumlah hulang yang masih harus dibayar dan memuat pula kewajiban penanggung- hutang unluk melunasi hutangnya.
 

        Kepada sural pemyataan diberi kekuatan pelaksanaan seperti suatu Pulusan Hakim dalam perkara perdata dan pelaksanaannya dijalankan dengan pengeluaran surat paksa seperti dalam hal memungut pajak. Oleh karena itu sural pernyalaan bersama itu adalah merupakan pernyataan pengakuan hutang yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijs) dan kekuatan memaksa (dwingend bewijs).

        Dengan adanya syarat kala sepakat antara Ketua Panitia dan Penanggung- Hulang maka Peraturan ini tidak menyalahi hakekat bahwa segala sengketa perdala harus diputuskan oleh Pengadilan.
       

        Pemakaian sistim sural paksa seperti dalam hal pajak dapat dipertanggung-jawabkan oleh karena kinipun Negaralah yang merupakan pihak perpiutang.

Pasal 12

        Cukup jelas

Pasal 13

        Untuk menghidarkan adanya kekosongan (vacuum) dalam pengurusan piulang Negara yang sudah dan sedang berjalan, maka Panitia Penyelenggaraan Piulang Negara lama berdasarkan Keputusan Perang Pusat Kepala Stat Angkatan Darat No. Kpts/O241/I 958 dan lnstruksi Penguasa Perang Pusat Kepala Star Angkatan Darat No. Instr/Peperpu/O32/1958 menjalankan tugas Panitia Piutang Negara berdasarkan Peraturan ini.

Pasal 14

        Cukup jelas


Pasal15
        Cukup jelas

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA No. 2104 (LEMBARAN NEGARA No. 156 TAHUN 1960)

Diketahui : Pejabat Sekretaris Negara

SANTOSO

Pasal 11 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 49 tahum 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No. 156 Tambahan Lembaran Negara No. 2104) dibaca keseluruhannya sebagai berikut :

1.Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan :
    a. penanggung hutang kepada negara, ialah seorang atau badan dimaksud dalam pasal 9 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Panitia Urusan Piutang Negara;
    b. pelaksana, ialah pejabat yang telah mengeluarkan surat-paksa;
    c. Juru-sita, ialah petugas yang ditunjuk oleh atau atas kuasa Menteri Keuangan untuk melaksanakan surat paksa;
    d. Pengadilan Negeri, ialah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat dimana dilakukan pelaksanaan surat-paksa.
 

3.

 (1)

Surat Paksa berkepala kala-kala "atas Nama Keadilan" serta memuat nama penanggung-hutang kepada Negara, keterangan cukup tentang alasan-alasan yang menjadi dasar penagihan, serra pula perintah membayar.

 

(2)

Surat Paksa mempunyai kekuatan yang sarna seperti grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata, yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan.

5.           Surat paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal- pasal berikut.
 

6. (I)

Surat Paksa diberitahukan oleh juru-sita dengan pernyataan dan penyerahan salinan surat-paksa tersebut kepada penanggung hutang kepada Negara pribadi, di tempat tinggalnya atau dikantornya.

     
  (2) Menyimpang dari ketentuan dalam ayat (1) maka pemberitahuan surat- paksa;

a.

terhadap badan hukum umum dilakukan kepada Ketua atau salah seorang anggota pengurus (Direksi) pribadi atau kepada Ketua, atau salah seorang dari Dewan Pengawas (Komisaris) pribadi, di tempat tinggalnya atau di tempat pengurus (Direksi) atau Dewan Pengawas (Komisaris) tersebut bersidang atau berkantor;

b.

terhadap badan lain dilakukan kepada salah seorang anggota pengurus pribadi atau di tempat tinggalnya atau setelah pembubaran, kepada salah seorang dari pada yang membubarbereskan pribadi atau di ternpat tinggalnya, atau di tempat kedudukan atau kantor badan tersebut;

c.

terhadap perseroan firma atau perseroan kornaditer dilakukan kepada salah seorang persero pengurus, atau setelah pembubaran, kepada salah seorang dari pada yang rnembubar-bereskan pribadi atau di tempat tinggalnya, atau di kantor perseroan tersebut.

d.

terhadap seorang yang meninggal dunia, hanya dalarn waktu enam bulan setelah ia rneniggal, dilakukan kepada salah seorang daripada ahliwarisnya pribadi atau di tempat tinggalnya, kepada pelaksana surat wasiat pribadi atau di tempat tinggalnya atau kepada pelaku-kuasa pribadi atau di tempat tinggalnya.
Setelah larnpau enarn bulan dari meninggalnya, rnaka surat-paksa mengenai hutang kepada Negara yang meninggal itu hams dibuat alas nama para ahli waris, tiap orang tersendiri pro rata parte sebagai penanggung-hutang kepada Negara.

     
  (3)

Jika juru-sita tidak rnenjurnpai seseorang ditempat tinggalnya atau ditempat sidang, tempat kedudukan atau kantor seperti dimaksud dalam ayat-ayat I dan 2 maka ia dengan segera datang pada Kepala Daerah Kabupaten atau kepala Daerah Kota praja atau pegawai yang ditunjuk oleh pejabat-pejabat tersebut. Pejabat ini memberi tanda- tangan dengan cuma-cuma pacta sural paksa tersebut, dan salinannya sebagai tanda diketahuinya dengan menyebutkan tanggal dan menyampaikan salinannya kepada penanggung-hutang kepada Negara atau seorang yang menggantinya untuk itu menurut ayat (2) juru sita tersebut mencatat apa yang dilakukan pacta surat-paksa serta pada salinan yang ditinggalkannya.

     
  (4)

Untuk melakukan ayat-ayat yang barn lalu, maka yang dimaksud dengan tempat tinggal mengenai orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia yang dikenal ialah tempat kediamannya sesungguhnya.

     
  (5)

Pemberitahuan surat-paksa terhadap orang yang di Indonesia tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal dan tidak pula mempunyai tempat kediaman yang dikenal, serta pula surat-paksa terhadap badan atau perseroan yang masih acta atau yang telah dibubarkan, yang sepanjang pengetahuan tidak mempunyai kantor dan pengurus, pesero pengurus atau yang membubarbereskan dengan tempat tinggal atau tempat kediaman di Indonesia yang dikenal, dilakukan dengan menempelkan suatu salinan sural paksa tersebut pacta pintu utama Kantor Panitia Urusan Piutang Negara dari tempat dimana surat-paksa dikeluarkan. Selain dari pacta itu sural paksa tersebut dapat dimuat dalam Berita Negara serta pula dalam salah satu harian yang terbit di tempat tersebut di alas dan jika di tempat tersebut di atas tidak diterbitkan harian, dalam salah satu harian yang berdekatan.

     
7. (I)

Jika pelaksanaan surat -paksa harus dilakukan seluruhnya atau sebagian di luar wilayah jabatan pelaksana, maka ia minta dengan tertulis perantaraan ternan sejawatnya yang di dalam wilayahnya pelaksanaan tersebut harus dilakukan.

     
  (2)

Pejabat yang diminta perantaraannya memberitahukan tindakan- tindakan yang telah dilakukan dalam waktu dua kali duapuluh empat jam kepada pelaksana tersebut, dan kemudian hasil selanjutnya.

     
  (3)

Sanggahan terhadap pelaksanaan, juga dari fihak ketiga berdasarkan hak milik atas barang-barang yang disita menurut pengakuannya, diajukan kepada dan diadili oleh Pengadilan Negeri.

     
  (4)

Hakim Pengadilan Negeri memberitahukan dengan tertulis baik perselisihan yang terjadi maupun putusan tentang hal itu, kepada pelaksana dalam waktu dua kali dua puluh empat jam.

     
8.    Pelaksanaan surat-paksa tidak dilanjutkan sebelum waktu duapuluh empat jam berlalu setelah surat-paksa diberitahukan oleh juru-sita menurut pasal 6.
     
9. (I)

Jika setelah lewat waktu yang dimaksud pada pasal 8 hutang kepada Negara tidak dilunasi, maka pelaksana mengeluarkan perintah tertulis untuk menyita sejumlah barang gerak, dan jika tidak ada atau temyata tidak cukup barang demikian itu sejumlah barang tak gerak kepunyaan penanggung hutang kepada Negara yang dipandang mencukupi akan pengganti jumlah hutang kepada Negara menurut surat-paksa serta pula biaya pelaksanaannya.

     
  (2)

Penyitaan dilakukan oleh juru-sita dibantu oleh dua orang saksi, penduduk Indonesia yang telah mencapai usia duapuluh satu tahun dan olehjuru-sita dikenal sebagai orang yang boleh dipercaya.

     
  (3)

Juru-sita membuat berita-acara tentang apa yang telah dilakukannya daD memberitahukan maksud tindakannya kepada yang disita. Selembar dari salinan berita-acara ditempelkan di tempat urn urn atau di tempat-tempat dirnana barang-barang gerak daD tak gerak kepunyaan penanggung hutang kepada Negara. Penernpelan salinan atau salinan-salinan berita acara tersebut berlaku sebagai pemberitahuan rnaksud tindakanjuru-sita kepada penanggung hutang kepada Negara.
Saksi-saksi yang narnanya, pekerjaannya dan ternpat tinggalnya disebutkan daIam berita acara termaksud ikut serta rnenandatangani berita acara itu serta salinan-salinannya.

     
  (4) Penyitaan barang gerak kepunyaan penanggung hutang kepada Negara, termasuk uang tunai dan sural-sural berharga, rneliputi juga barang gerak yang berwujud yang berada di tangan orang lain, kecuaIi :

a.

tempat tidur beserta perlengkapannya dari penanggung hutang kepada Negara dan anak-anaknya, dernikian pula pakai-pakaian mereka;
   

b.

perlengkapan penanggung hutang kepada Negara yang bersifat dinas pada Angkatan Perang rnenurut dinas dan pangkatnya;
   

c.

alat-alat pertukangan yang termasuk usaha penanggung-hutang kepada Negara;
   

d.

persediaan makanan dan rninurnan untuk satu bulan yang berada di rumah;
   

e

buku-buku yang bertalian dengan jabatan/pekeIjaan penanggung hutang kepada Negara sarnpai seharga dua ribu rupiah atas pilihannya, dernikian pula perkakas-perkakas dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, rnaupun untuk kebudayaan dan keilmuan sampai jurnlah yang sarna;

   

f.

ternak yang sernata-rnata dipergunakan untuk rnenjalankan perusahaan penanggung-hutang kepada Negara.

(5)

Juru sita menyerahkan barang gerak tersebut atau sebagian dari itu kepada yang disita untuk dititipkan kepadanya, atau menurut keadaan memindahkan barang tersebut atau sebagian dari itu ke tempat titipan yang baik. Dalam hal pertama dapat diberitahukannya kepada Polisi yang harus menjaga supaya jangan ada barang yang diambil orang. Bangunan-bangunan tidak boleh dipindahkan.
   
10. (I)

Pada penyitaan barang tak gerak berita-acara diumumkan dengan mengingat apakah barang tersebut telah atau tidak dimasukkan daftar berdasarkan "Ordonantie op de Overschrijving van de eigendom van veste goederen en het in schrijven hypotheken op dezelve in Indonesia", dengan menjalin berita-acara tersebut dalam daftar yang dimaksud pacta pasal 50 "bepalingen omtrent de invoering van de overgang tot de niewe wetgeving" (Saatsblad 1848 No.1 0), atau dalam daftar yang disediakan untuk itu di kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam kedua hal dengan menyebutkan jam, hari, bulan dan tahun dalam waktu mana diminta pengumuman tersebut, sedangkan berturut-turut pegawai pendaftaran atau panitera pengadilan menyebutkan jam, hari bulan dan tahun tersebut pada berita acara asli yang diperlihatkan kepadanya.

     
  (2)

Selain daripada itu juru-sita minta kepada Pemcrintah Daerah Swatantra bersangkutan untuk mengumumkan seluas-Iuasnya penyitaan itu menurut cara-cara yang Iazim di tempat itu.

     
  (3)

Penanggung hutang kepada Negara tidak boleh memindahkan hak memberatkan atau menyewakan barang tak gerak yang disita mulai dari hari pengumuman berita acara tersebut.

     
  (4) Perjanjian yang diadakan bertentangan dengan larangan ini tidak dapat dipergunakan terhadap pelaksana.
     
II. (I)

Pelaksana menentukan, apakah penjualan barang yang disita dilakukan dengan perantaraan suatu Kantor Lelang atau tergantung dari keadaan dilakukan DIet juru-sita atau oleh seorang lain yang cakap dan boleh dipercaya yang untuk itu ditunjuk oleh pelaksana yang bertempat tinggal di tempat dimana harns dilakukan penjualan tersebut atau di sekitarnya.

     
  (2) Tetapi jika penjualan seperti termasuk dalam ayat (1) harus dilakukan untuk melaksanakan surat-paksa untuk membayar suatu jumlah uang yang tidak melebihi seribu rupiah, atau jika sekiranya barang yang disita tidak akan menghasilkan Iebih dari seribu rupiah, maka penjualan tersebut tidak boleh dilaksanakan dengan perantaraan kantor lelang.
     
  (3) Kantor Lelang, juru-sita atau orang yang diserahi penjualan melaporkan dengan tertulis tentang hal penjualan tersebut kepada pelaksana.
     
  (4) Penanggung hutang kepada Negara berhak untuk menentukan urutan menurut mana barang yang disita akan dijual.
     
  (5) ika hasil penjualan barang telah mencapai jumlah yang penagihannya sedang dilaksanakan ditambah dengan biaya pelaksanaannya, maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa barang dikembalikan dengan segera kepada penanggung hutang kepada Negara.
     
  (6)

Penjualan barang gerak dilakukan setelah diumumkan pada waktunya menurut kebiasaan setempat, penjualan tersebut tidak boleh dilakukan sebelum han ke 8 sesudah barang tersebut disita.

     
  (7) ika serentak dengan barang gerak disita barang tak bergerak dan barang gerak itu tidak akan lekas rusak, maka penjualannya akan dilakukan serentak, dengan mengingat urutan, tetapi dalam hal ini hanya setelah dua kali pengumuman berturut-turut clan berselang lima belas hari.
     
  (8) ika hanya barang tak gerak yang disita, maka cara-cara yang disebut dalam ayat 7 dipergunakan untuk penjualan.
     
  (9)

Penjualan barang tak gerak yang melebihi nilai uang tigaribu rupiah akan diumumkan satu kali, selambat-Iambatnya empat belas hari sebelum hari penjualan, dalam harian di tempat penjualan clan dimana tidak ada harian demikian, dalam harian di tempat yang berdekatan.

     
  (10)

Hak orang yang disita alas barang tak gerak yang dijual, berpindah ketangan pembeli yang tawarannya diterima, segera setelah ia memenuhi syarat-syarat pembelian kepadanya akan diberikan sural keterangan tentang memenuhi syarat-syarat tersebut oleh Kantor Lelang atau atau orang yang ditugaskan penjualan tersebut.

     
  (11)

Jika orang yang disita menolak untuk meninggalkan barang tak gerak tersebut, maka hakim Pengadilan negeri mengeluarkan perintah tertulis kepada orang yang berhak melaksanakan suratjuru-sita untuk berusaha supaya barang tersebut ditinggalkan dan dikosongkan oleh yang disita dengan sekeluarganya serta barang miliknya, dengan bantuan panitera Pengadilan Negeri atau pegawai lain yang ditunjuk oleh Hakim, jika perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara.

     
12 (I)

Atas barang yang disita terlebih dahulu untuk orang lain yang berpiutang tidak dapat dilakukan penyitaan. Jika juru-sita mendapatkan barang demikian, ia dapat memberi salinan sural paksa sebelum tanggal penjualan barang tersebut kepada hakim Pengadilan Negeri yang selanjutnya menentukan, bahwa penyitaan yang telah dilakukan alas barang itu akan juga dipergunakan sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut surat-paksa.

     
  (2)

Apabila setelah dilakukan penyitaan, tetapi sebelum dilakukan penjualan barang yang disita, diajukan permintaan untuk melaksanakan suatu putusan hakim yang dijatuhkan terhadap penanggung-hutang kepada Negara, maka penyitaan yang telah dilakukan itu dipergunakan juga sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut putusan hakim itu, dan hakim Pengadilan Negeri jika perlu memberi perintah untuk melanjutkan penyitaan alas sekian banyak barang yang belum disita terlebih dahulu sehingga akan dapat mencukupi untuk membayar jumlah uang menurut putusan-putusan itu dan biaya penyitaan lanjutan itu.

     
  (3)

Dalam hal yang dimaksud ayat-ayat (1) dan (2) hakim Pengadilan Negeri menentukan cara pembagian basil penjualan antara pelaksana dan orang yang berpiutang setelah mengadakan pemeriksaan atau melakukan panggilan selayaknya terhadap penanggung-hutang kepada Negara, pelaksana dan orang yang berpiutang.

     
  (4)

Pelaksana dan orang yang berpiutang yang telah menghadap atas panggilan termasuksud dalam ayat (3) dapat minta banding pada Pengadilan Tinggi alas penentuan Pembagian tersebut.

     
  (5)

Segera setelah putusan tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan pasti, maka hakim Pengadilan Negeri mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru Ielang atau orang yang ditugaskan rnelakukan penjualan urnurn untuk dipergunakan sebagai dasar pernbagian uang penjualan.

     
13. (1)

Sanggahan penanggung hutang kepada Negara terhadap pelaksanaan, baik dalarn hal penyitaan barang gerak rnaupun penyitaan barang tak gerak, harus diajukan olehnya baik secara tertulis rnaupun dengan lisan, kepada hakirn Pengadilan Negeri yang akan rnenyuruh mencatatnya jika sanggahan tersebut dilakukan dengan lisan.

     
  (2)

Perkara tersebut kernudian diajukan dalarn sidang Pengadilan Negeri pada hari sidang yang terdekat untuk diputus setelah diadakan pemeriksaan atau dilakukan panggilan selayaknya terhadap fihak-fihak yang bersangkutan.

     
  (4) Sanggahan tidak dapat diajukan terhadap sahnya atau kebenaran piutang negara.
     
14. (I) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 13 berlaku juga dalam ha! seorang fihak ketiga menyanggah pelaksanaan berdasarkan pengakuan hak miliknya alas barang yang disita itu.
     
  (2) Terhadap putusan yang dijatuhkan menurut pasal ini dan pasal 13 berlaku peraturan urnurn mengenai bandingan.
     
15. (1)

Apabila tidak ada atau tidak cukup barang untuk menaggung tuntutan jumlah uang yang terhitung menurut surat-paksa serta biaya tambahan, pelaksana atau ternan sejawat dimaksud dalam pasal 7 dapat mengeluarkan perintah tertulis untuk menyanderakan penanggung hutang kepada Negara tetapi setelah didapat izin tertulis dari Pengawas/ Kepala Kejaksanaan Daerah Tingkat I dalam wilayah siapa terletak tempat tinggal penaggung hutang kepada Negara.

     
  (2) Dalam perintah tersebut disebutkan izin yang diperoleh serta lama waktu penanggung-hutang kepada Negara akan disanderakan mengingat ketentuan dalam pasal yang berikut.
     
16.   Penyanderaan dapat diperintahkan untuk waktu se!ama-Iamanya enam bulan, jika uang yang terhutang menurut sural paksa berjumlah lima ribu rupiah atau kurang; selama-Iamanya satu tahun,jika uang berjumlah lebih dari.pada lima ribu rupiah.
     
17. (I) Perintah untuk menyandekaan diberitahukan oleh juru sita kepada penanggunghutang kepada Negara sesuai dengan apa yang ditentukan pada pasal 6 dan 7.
     
  (2)

Lanjutan pelaksanaan perintah itu tidak dilakukan sebelum lampau dua minggu setelah pemberitahuan perintah diterima oleh penanggung-hutang kepada Negara. Pengawas/Kepala Kejaksaan Daerah Tingkat I, dalam wilayah siapa terletak tempat tinggal atau tempat kediaman sesungguhnya dari penanggung hutang kepada Negara, berwenang untuk memerintahkan pe]aksanaan segera dengan putusan yang beralasan, jika ia memandang perlu untuk kepentingan umum, tetapi tidak dalam dua puluh empatjam setelah sural perintah diberitahukan.

     
  (3) Penanggung-hutang kepada Negara tidak boleh disanderakan :
    I. di tempat ibadah selama ibadah itu dilakukan,
    2. di tempat sidang resmi selama sidang itu diadakan,
    3. di bursa selama waktu bursa,
    4. di tempat pemilihan umum selama waktu pemilihan umum.
     
18. (I)

Penyanderaan di1aksanakan oleh juru-sita, dibantu oleh dua orang saksi penduduk Indonesia yang telah mencapai usia dua puluh satu tahun dan oleh juru sita dikenal sebagai orang yang boleh dipercaya.

     
  (2)

Penanggung-hutang kepada Negara yang tidak mengajukan sanggahan menurut cara yang ditentukan pada pasal 20 atau sanggahannya ditolak segera dimasukkan oleh juru sita ke dalam penjara yang telah ditentukan untuk penyanderaan di tempat penahanan itu, dan jika di tempat itu tidak terdapat penjara yang sedemikian ke dalam penjara yang sedemikian disuatu tempat yang berdekatan.

     
  (3) Jika terjadi perlawanan, makajuru sita dapat minta perto]ongan Polisi setempat.
     
  (4)

Juru sita membuat berita acara dari apa yang telah di1akukannya. Saksi- saksi yang namanya, pekerjaan clan temp at tinggalnya disebut dalam berita acara itu, ikut menandatangani berita acara tersebut serta salinan- salinannya.

     
  (5) Salinan berita-acara clan perintah untuk menyanderakan diberikan kepada Kepala Penjara.
     
19.    Biaya keperluan hidup penanggung-hutang kepada negara da1am penjara ditanggung oleh pelaksana.
     
20.  (I)

Penanggung-hutang kepada Negara dapat mengajukan sanggahan terhadap perintah penyanderaan karena dianggap tidak sah. Sanggahan ini diberitahukannya secara tertu1is kepada hakim Pengadilan Negeri.

     
  (2) Jika penanggung-hutang kepada Negara tidak dapat menulis, ia akan diberi kesempatan untuk mengajukan keberatannya kepada hakim Pengadilan Negeri yang akan menyatakan atau menyuruh mencatatkan ha1 ini.
     
  (3)

Perkara tersebut diajukan oleh hakim Pengadilan Negeri dalam sidang, pada hari sidang yang terdekat dan kemudian diberi putusan menurut kebijaksanaan, jika perlu setelah mendengar penanggung-hutang kepada Negara clan pelaksana.

     
  (4) Ketentuan-ketentuan dalam rasa! 13 ayat (4) dan pasal 14 ayat (2) berlaku pula dalam tal ini.
     
  (5)

Penanggung-hutang kepada Negara yang tidak mengajukan sanggahan menurut ketentuan disebut pacta ayat (l), tidak kehi\angan haknya untuk meminta pembatalan penyanderaan yang telah dilaksanakan.
Permintaan ini diajukan secara tertulis kepada hakim Pengadilan Negeri dengan perantaraan kepala penjara.

     
21. (I) Penanggung-hutang kepada Negara yang disanderakan dengan sah, dilepaskan dengan mutlak:

1.

apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam perintah penyanderaan itu telah lampau;

2.

atas perintah Pengawas/Kepala Kejaksanaan Daerah Tingkat I, jika pejabat tersebut setelah mempertimbangkan lebih lanjut, mendapatkan alasan untuk mencabut izin penyanderaan itu;

3.

dengan persetujuan pelaksana;

4.

karena dibayarnya jumlah hutang menurut sural paksa serta biaya pelaksanaan, termasuk yang dimaksud pada pasal 19.

     
  (2)

Dalam hal-hal dimaksud pada sub. 2, 3 dan 4 pelaksana memberitahukan dengan segera kepada Kepala Penjara alasan melepaskannya.

     
22. (I)

Penanggung-hutang kepada Negara yang dibatalkan penyanderaannya setelah dilakukan sanggahan, hanya dapat disanderakan lagi untuk hutang kepada Negara itu juga, setelah lampau sedikit-dikitnya delapan hari sesudah ia dilepaskan.

     
  (2) Waktu penyanderaan yang telah dijalankan akan dikurangkan dari waktu yang diizinakan untuk penyanderaan itu.
     
  (3)

Penanggung-hutang kepada Negara yang melarikan diri dari penyanderaan dapat segera disanderakan lagi atas perintah yang dahulu telah dikeluarkan terhadapnya, dengan tidak mengurangi penggantian kerugian clan biaya yang timbul karena pelarian itu.

     
23.   Walaupun telah dilakukan penyanderaan, harta benda penanggung-hutang kepada Negara tetap jadi tanggungan jumlah hutang menurut sural paksa serta biaya pelaksaannya.