Pasal 25

(1) Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang lainnya atau yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidan serta tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu mereka yang memberikan perintah untuk tindak pidana itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua-duanya.
(2) Suatu tindak pidana dilakukan juga oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan oran g atau yayasan,jika tindak pidana itu dilakukan oleh orang -orang yang berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lainnya, bertindak dalam lingkungan badab hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan, jika tindak pidana itu dilakukan oleh orang -orang yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu tak perduli apakah orang-orang itu masing-masing tersendiri melakukan tindak pidana itu atau pada mereka bersama ada anasir-anasir tindak pidana tersebut.
(3) Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, maka badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan pada waktu penuntutan diwaiili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus, oleh salah seorna g dari mereka itu.

Wakil dapat diwakili oleh orang lain.

Hakim dapat memerintahkan supaya seorang pengurus menghadap sendiri dipengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus itu dibawa kemuka hakim.

(4) Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, maka segala panggilan untuk menghadap dan segala penyerahan surat-surat panggilan itu akan dilakukan kepada kepala pengurus atau di tempat tinggal kepala pengurus itu atau di tempat pengurus bersidang atau berkantor.

Pasal 26

(1) Untuk penyidikan tindak pidana yang tersebut dalam Undang-undang ini disamping pegawai-pegawai yang pada umumnya diberi tugas menyidik tindak pidana, ditunjuk pula :
a. pegawai Bea dan Cukai
b. pegawai Biro yang ditunjuk oleh Dewan
(2) Pegawai penyidik tersebut di atas sewaktu-waktu berwenang untuk melakukan penyitaan, begitu juga untuk menuntut penyerahan supaya dapat disita dari pada segala barang yang dapat dipakai untuk mendapatkan kebenaran atau yang dapat diperintahkan untuk dirampas, dimusnahkan atau dirusakkan supaya tidak dapat dipakai lagi.
(3) Mereka sewaktu-waktu berwenang untuk menuntut pemeriksaan segala surat yang dianggap perlu untuk diperiksa guna melakukan tugasnya sebagaimana mestinya.
(4) Mereka sewaktu-waktu berwenang untuk memasuki semua tempat yang dianggap perlu guna melakukan tugasnya sebagaimana mestinya. Mereka berkuasa untuk menyuruh agar dikawani oleh orang-orang tertentu yang mereka tunjuk.

Jika dianggap perlu mereka memasuki tempat-tempat tersebut dengan bantuan polisi.

Pasal 27

(1) Biro berwenang untuk memerintahkan penyerahan barang atau effek, yang diperoleh dengan jalan melanggar Undang-undang ini dan peraturan yang didasarkan atasnya atau dengan mana, ataupun tentang mana perbuatan itu telah dilakukan, atau yang merupakan pokok perbuatan yang sedemikian, dari yang melanggar, baik perseorangan maupun badan hukum.
(2) Perintah ini dalam hal tindak pidana hanya dapat diberikan, jikalau diputuskan bahwa tidak akan diadakan tuntutan.

Perintah termaksud diberikan dengan surat perintah tercatat.

(3) Jikalau dalam batas waktu tiga bulan perintah ini tidak dipenuhi, maka Biro dapat menetapkan jumlah paksaan dalam mata uang rupiah yang harus dibayarkan kepadanya dalam batas waktu yang ditetapkan olehnya.
(4) Jumlah paksaan yang tersebut dalam ayat (3) di atas dan denda administrasi yang termaksud dalam pasal 18 dapat dipungut dengan surat paksa, yang dikeluarkan atas nama pimpinan Bori dan dapat dilaksanakan menurut ketentuan mengenai surat paksa dalam Peraturan Pajak Berkohir.

BAB XI.

KETENTUAN LAIN

Pasal 28

Tiap perjanjian yang diadakan dengan melanggar Undang-undang ini dan peraturan yang berdasarkan atasnya adalah batal dalam arti yang dipakai dalam Kita Undang-undang Perdata.

Pasal 29

(1) Dewan berwenang ubtuk mengeluarkan peraturan mengenai hal-hal yabg belum diatur dalam Undang-undang ini yang dianggap perlu untuk mencapai maksud dan tujuan Undang-undang ini.

Peraturan termaksud dalam ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

Pasal 30

Dalam menjalankan Undang-undang ini, Pimpinan Biro dengan mengingat petunju-petunjuk Dewan dapat :

a. mengeluarkan peraturan khusus untuk Perwakialan diplopmatik dan konsuler asing dan Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Badan-badan Internasioanal semacam itu berikut pegawai-pegawai yang berstatus diplomatik atau konsuler.
b. mewajibkan warga negara asing dan badan hukum asing tertentu yang diizinkan untuk berusaha di Indonesia untuk menyerahkan valuta asing ke dalam "Dana Devisa Negara" dalam menjalankan usahanya.

Pasal 31

(1) Surat permohoonsan unutk mendapatkan izin berdasarlkan Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya dan juga surat izin adalah bebas dari bermeterai.
(2) Kalua satu dari dua pihak dalam melakukan seuatu perbuatan telah mendapat izin atau pembebasan, maka pihak yang ke dua tidak perlu meminta izin lagi atau pembebasan.
(3) Dari semua ketentuan Undang-undang ini Dewan dsapat memberi pembebasan secara khusus atau umum dan dalam kedua hal dapat ditetapkan syarat0syarat tertentu.
(4) Dewan dapat mendelegasikan wewenang ini kepada Ketua Dewan atau salah satu anggotanya.

Pasal 32

PERATURAN PERALIHAN

(1) Pada hari berlakunya Undang-undang ini maka :
a. Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri dilebur sebagai badan hukum dan segala aktiva dan pasivanya beral;ih kepada Biro;
b. Segala aktiva dan pasiva "Dana Devisen" dijadikan Dana Devisa.

Hubungan kerja antara Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri dan para pegawainya diambil alih oleh Biro.

(2) Jikalau untuk sesuatu hal menurut Undang -undang ini diharuskan adanya suatu izin atau dari sesuatu kewajiban dapat diberikan pembebasan, maka izin atau pembebasan yang telah diberikan berdasarkan Deviezen ordonnantie 1940 dan Deviezen verordening dianggap sebagai berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Segala peraturan pelaksanaan dari Deviezen ordonnantie 1940 dan Deviezen verordening sekedar mengatur lebih lanjut hal-hal yang ditentukan dalam Undang-undang ini tetap berlaku pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, sampai ditarik kembali.
(4) Penggunaan, pembebasan dan pemindahan hak atas valuta asing termaksud dalam Pengumuman Pimpinan L.A.A.P.L.N No.3 tanggal 27 Mei 1963 dan SKB Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan dan Urusan Bank sentral No. IE/IU/KB/32/12/SKB

No. Kep. 21/UBS/04 jo Kep. 26/UBS/64 dan Kep. 35/UBS/ 64 diperkenankan sampai pengumuman dan peraturan ini ditarik kembali.

(5) Terhadap perbuatan-perbuatan yang menurut Deviezen ordonnantie 1940 dan Deviezen verordening merupakan tindak pidana dan tidak lagi demikian halnya menurut Undang-undang ini, berlaku peraturan yang tersebut terakhir.
(6) Bank Swasta yang telah ditunjuk sebagai bank devisa menjalankan funksinya selama masa peralihan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 33

(1) Pasal 1 ayat 1 e sub f dari Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi (Undang-undang No. 7 Drt tahun 1955) dihapuskan dan diganti hingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 7, 8 dan 9 dari Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang "Pereaturan Lalu-lintas Devisa 1964", terkecuali jikalau pelanggaran itu berupa tidak melaksanakan ekspor sebagian atau seluruhnya ataupun tidak mentaati jangka waktu yang ditetapkan untuk suatu perbuatan dalam penyelenggaraan ekspor"

(2) Undang-undang No. 4 Prp tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 91) dan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1964 (Lembaran Negara tahun 1964 No. 2) ditarik kembali.

Pasal 34

PERATURAN PENUTUP

Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Devisa 1964 dan mulai berlaku pada hari diundangkannya.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                Disahkan di Jakarta
                pada tanggal 28 Desember 1964

                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                SOEKARNO

    PENJELASAN...........