DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

L E M B A R A - N N E G A R A
R E P U B L I K - I N D ON E S I A


No.47,1970. UNDANG-UNDANG No.6 TAHUN 1968. PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI. PERUBAHAN DAN TAMBAHAN. Undang-undang No. 12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2944).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa garis besar politik perpajakan Negara dalam menghadapi pembangunan meliputi : peningkatan tabungan Pemerintah melalui peningkatan Penerimaan, merangsang tabungan masyarakat, mendorong investasi dan produksi serta membantu redistribusi penghasilan ke arah yang lebih seimbang dan mudah di dalam administrasinya;
b. bahwa guna meningkatkan pembangunan di Indonesia, perlu segera diciptakan suatu iklim fiskal yang baik bagi pengusaha-pengusaha, khususnya bagi penanam-penanam modal;
c. bahwa berhubung dengan perubahan-perubahan yang dilakukan dalam Ordonansi Pajak Perseroan 1925, maka Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman MOdal Dalam Negeri perlu disesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut.
Mengingat : 1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (2);
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966.
3. Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
4. Ordonansi Pajak Perseroan 1925 sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang No.8 tahun 1970 (Lembaran Negara tahun 1970 No.43).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

Memutuskan :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG-UNDANG NO.6 TAHUN 1968 TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI.

          Pasal 1

Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri diubah dan ditambah sebagai berikut :

I. Pasal 10 ditambah dengan satu ayat baru ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut :
"(3) Kelonggaran tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-undang ini".
II. Pasal 11 dihapuskan.
III. Pasal 12 diubah seluruhnya sehingga berbunyi sebagai berikut :

    "Kepada Perusahaan-perusahaan yang menanam modalnya dalam usaha-usaha dibidang termaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diberikan kelonggaran - kelonggaran perpajakan sebagai berikut :

    ke-1 Bea Meterai Modal :

    Pembebasan bea meterai modal atas penempatan modal.
    ke-2 Bea Masuk dan Pajak Penjualan :

    Pembebasan atau keringanan bea masuk dan pembebasan pajak penjualan (impor) pada waktu barang-barang modal (termasuk alat - alat perlengkapan), yang diperlukan untuk usaha-usaha pembangunan dan rehabilitasi, kedalam wilayah Indonesia.
    ke-3 Bea Balik Nama :

    Pembebasan Bea Balik Nama atas akta pendaftaran kapal untuk pertama kalinya di
    Indonesia yang dilakukan dalam masa sampai dengan 2 (dua) tahun setelah saat mulai berproduksi, satu dan lain dengan memperhatikan jenis usahanya.
    ke-4 Pajak Perseroan :

    Kelonggaran-kelonggaran didalam pajak perseroan :

    a. Kompensasi kerugian seperti yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Ordonansi Pajak Perseroan 1925;
    b. Kompensasi kerugian yang diderita selama 6 (enam) tahun pertama sejak pendirian seperti yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Ordonansi Pajak Perseroan 1925;
    c. Penghapusan dipercepat seperti yang diatur lebih jauh sesuai dengan Pasal 4
    ayat (4) Ordonansi Pajak Perseroan 1925;
    d. Perangsang penanaman seperti yang diatur dalam Pasal 4b Ordonansi Pajak Perseroan 1925;
    ke-5 Pajak Dividen :
    a. Pembebasan pajak dividen selama 2 (dua) tahun terhitung dari saat mulai
    berproduksi atas bagian laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham.
    b. Jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut dapat diperpanjang dengan tambahan masa
    bebas pajak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 ayat (2)".
IV. Pasal 13 diubah seluruhnya sehingga berbunyi sebagai berikut :
" (1) Kepada badan-badan baru yang menanam modalnya dibidang produksi yang mendapat prioritas dari Pemerintah, Menteri Keuangan berwenang memberikan pembebasan pajak perseroan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun (masa bebas pajak)
terhitung dari saat perusahaan tersebut mulai berproduksi.
(2) Menteri Keuangan dapat memperpanjang jangka waktu masa bebas pajak termasuk pada ayat (1) pasal ini dalam hal-hal dipenuhi ketentuan - ketentuan sebagai berikut :
a. apabila penanaman modal tersebut dapat menambah dan menghemat devisa Negara secara berarti, diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun;
b. apabila penanaman modal tersebut dilakukan diluar Jawa, diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun;
c. apabila penanaman modal tersebut memerlukan modal yang besar, karena keperluan membangun prasarana dan/atau menghadapi risiko yang lebih besar dari yang sewajarnya, diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun;
d. dalam-hal yang oleh Pemerintah di prioritaskan secara khusus diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun.
(3) Selain kelonggaran-kelonggaran perpajakan termaksud dalam Pasal 12 dan pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini dapat diberikan tambahan
kelonggaran-kelonggaran lain kepada suatu perusahaan yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi".
V. Pasal 15 dihapuskan.
VI. Pasal 17 diubah seluruhnya sehingga berbunyi sebagai berikut :

"Pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 dilakukan oleh Menteri Keungan".

            Pasal 2


Ketentuan-ketentuan lama dapat diberlakukan sepenuhnya atas permintaan yang bersangkutan, dalam hal permohonan - permohonan untuk penanaman telah diajukan sebelum Undang-undang ini berlaku dan atas itu belum diambil keputusan oleh Panitia Penanaman Modal.

            Pasal 3



Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.


Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

          Disahkan di : Jakarta
          Pada tanggal : 7 Agustus 1970

          PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


          SOEHARTO


T A M B A H A N
L E M B A R A N - N E G A R A R.I.


NO.2944. UNDANG-UNDANG No.6 TAHUN 1969. PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI. PERUBAHAN DAN TAMBAHAN. Pendjelasan atas Undang-undang No.12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

PENDJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG No.12 TAHUN 1970

tentang

PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG-UNDANG
No.6 TAHUN 1968 TENTANG PENANAMAN
MODAL DALAM NEGERI.


UMUM.

Dalam rangka pemanfaatan modal dalam Negeri, jakni bagian dari kekajaan
masjarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik jang dimiliki oleh Negara, maupun Swasta Nasional atau Swasta asing jang berdomisili di Indonesia untuk diabdikan kepada pembangunan ekonomi nasional, telah ditetapkan Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
Undang-undang tersebut selain berisikan ketentuan-ketentuan tentang pengaturan modal dalam Negeri, garis besar pengusaha-pengusaha dan
perusahaan-perusahaannja, pembaharuan dan peningkatan daripada Peraturan
Pemerintah No.10 tahun 1959, memuat pula ketentuan-ketentuan tentang pembebasan dan keringanan perpadjakan, untuk lebih merangsang pemupukan modal serta lebih mengarahkan penanaman pada bidang usaha jang sesuai dengan program pembangunan Pemerintah.
Berhubung dengan diadakannja perubahan-perubahan dalam Ordonansi Padjak
Perseroan 1925 untuk lebih diserasikan dengan garis besar politik perpadjakan Negara dalam menghadapi pembangunan, maka ketentuan-ketentuan tentang pembebasan dan keringanan perpadjakan jang diatur dalam Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri perlu diseragamkan dan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan jang baru dari Ordonansi Padjak Perseroan 1925.

PASAL DEMI PASAL.


Pasal 1.

I. Tambahan ajat (3) Pasal 10 ini diperlukan agar ada persesuaian dengan kelonggaran jang telah diberikan dalam Pasal 9 jang membatasi djangka waktu pemutihan modal selama lima tahun sedjak berlakunja Undang - undang.
II. Penghapusan Pasal 11 dikerahkan hal tersebut diatur lebih landjut dalam Pasal 12 ke-1.
III. Pasal 12 jang baru mengatur tentang kelonggaran-kelonggaran perpadjakan jang diberikan kepada perusahaan-perusahaan modal dalam Negeri :
ke-1. pembebasan bea meterai modal atas penempatan modal, semula diatur dalam Pasal 11 (lama). Tjukup djelas.
ke-2. pembebasan atau keringanan bea masuk dan pembebasan padjak pendjualan (impor), semula diatur dalam Pasal 15 (lama). Tjukup djelas.
ke-3. pembebasan ini merupakan perluasan daripada pembebasan menurut Pasal 8 Ordonansi Bea Balik Nama 1924, jakni atas kapal-kapal jang didaftarkan untuk pertama kali di Indonesia.
Kapal-kapal jang telah dipergunakan/didaftarkan di Indonesia tidak memperoleh pembebasan ini, sekalipun bagi investor jang bersangkutan hal itu merupakan pendaftaran untuk pertama kalinja.
Pembebasan tersebut diatas hanja diberikan bilamana pendaftaran itu dilakukan dalam masa sampai dengan 2 (dua) tahun setelah saat mulai berproduksi.
Menurut pengertian jang berlaku, "saat mulai berproduksi" adalah saat sesuatu usaha baru mulai berproduksi jang hasilnja disalurkan dipasaran.
Dengan bagian kalimat terachir "dengan memperhatikan usahanja" dimaksudkan bahwa pembebasan itu hanja diberikan terhadap kapal jang diperlukan dan dipergunakan dalam bidang usahanja.
ke-4. kelonggaran-kelonggaran dibidang padjak perseroan :
a. kompensasi kerugian jang semula tidak diatur dalam Undang-undang No.6 tahun 1968, kini diatur dalam Pasal 12 ke-3 huruf a dan pelaksanaannja sesuai dengan Pasal 7 ajat (1) Ordonansi Padjak Perseroan 1925, jaitu kerugian dalam sesuatu tahun dapat diperhitungkan dengan laba 4 (empat) tahun berikutnja;
b. kompensasi kerugian 6 tahun pertama sedjak pendirian, semula tidak diatur dalam Undang-undang No.6 tahun 1968, kini diatur dalam Pasal 12 ke-3 huruf b dan pelaksanaannja sesuai dengan Pasal 7 ajat (2) Ordonansi Padjak Perseroan 1925;
Kerugian tersebut diatas jang lazim disebut kerugian inisial diperhitungkan dengan laba tahun-tahun berikutnja sampai habis.
c. penghapusan dipertjepat atas pengeluaran-pengeluaran untuk penanaman jang tjotjok dengan program Pemerintah sebagai jang dimaksud dalam Pasal 4 ajat (4) Ordonansi Padjak Perseroan 1925 jang pelaksanaannja diatur dengan surat keputusan Menteri Keuangan;
d. perangsang penanaman sebagaimana diatur dalam Pasal 4b Ordonansi Padjak Perseroan 1925, berlaku pula bagi perusahaan-perusahaan modal dalam Negeri.
ke-5. pembebasan padjak dividen semula diatur dalam Pasal 12 ajat (1) lama.
Tjukup djelas.
IV. Pasal 13 jang baru mengatur tentang masa bebas padjak (tax holiday) jang semula diatur dalam Pasal 12.
Pasal ini merupakan ketentuan-ketentuan lebih landjut daripada Pasal 1a ajat (1) (baru) Ordonansi Padjak Perseroan 1925.

Ajat (1).
Berhubung fasilitas masa bebas padjak (tax holiday) ini merupakan fasilitas istimewa, maka fasilitas ini hanja diberikan kepada badan-badan jang baru (didirikan) jang menanam modalnja dibidang produksi jang mendapatkan
prioritas dari Pemerintah, hal mana akan dinjatakan dengan suatu surat Keputusan Menteri Keuangan.
Ajat (2).
Dalam rangka lebih mengarahkan penanaman modal dalam Negeri kepada sasaran-sasaran jang dikehendaki oleh Pemerintah, maka masa bebas padjak 2 tahun termaksud pada ajat (1) dapat di perpandjang dalam hal-hal termaksud pada huruf a,b, c, dan d.
Perpandjangan waktu termaksud pada huruf d diperuntukan bagi perusahaan modal dalam Negeri jang menanam modalnja disesuatu tempat atau dalam djenis usaha jang ditentukan oleh Pemerintah.
Ajat (3).
Ada kemungkinan sesuatu perusahaan jang sangat diperlukan bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat membuktikan bahwa kelonggaran-kelonggaran perpadjakan seperti tersebut dalam Pasal 12 serta ajat (1) dan (2) Pasal 13 belum tjukup untuk berusaha setjara efisien dan effektif. Hal jang demikian dapat terdjadi apabila perusahaan tersebut memerlukan modal jang sangat besar
untuk investasi atau biaya prasarana. Dalam keadaan jang demikian Menteri Keuangan dapat memberikan kelonggarran-kelonggaran itu kepada setiap perusahaan jang dianggap pantas untuk diberikannja.
V. Penghapusan Pasal 15 dikarenakan hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 12 ke-2 (baru).
VI. Memuat penjesuaian dengan perubahan pasal-pasal.

Pasal 2.


Tjukup djelas.

Pasal 3.


Tjukup djelas.


(Termasuk Lembaran Negara tahun 1970, No. 47).