DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB V

SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERHUTANG DAN
LAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK


Pasal 11

(1) Pajak yang terhutang dalam Masa Pajak terjadi pada saat penyerahan Barang kena Pajak atau Jasa kena Pajak, atau pada saat impor Barang kena Pajak.
(2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, maka pajak yang terhutang dalam Masa Pajak terjadi pada saat pembayaran.

            Pasal 12

(1) Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak, terhutang pajak di tempat tinggal atau kedudukan mereka dan/atau di tempat usaha dilakukan.
(2) Atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai lebih dari satu tempat usaha, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan salah satu tempat usaha sebagai tempat pajak terhutang.
(3) Dalam hal Impor, pajak terhutang di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

            Pasal 13

(1) Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak pada saat penyerahan barang kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
(2) Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.
(3) Menyimpang dari ayat (1) dan ayat (2), Pengusaha Kena Pajak dapat diizinkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membuat satu Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama sebulan takwim setelah akhir bulan takwim yang bersangkutan.
(4) Pengusaha yang berdasarkan Pasal 4 ayat(1) huruf b dikenakan pajak, hanya membuat Faktur Pajak semata-mata untuk Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak.
(5) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai membuat Faktur Pajak untuk setiap pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).
(6) Dalam Faktur pajak harus dicantumkan catatan tentang penyerahan yang dikenakan pajak menurut undang-undang ini yang meliputi :
a. Nama, Alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau JAsa Kena Pajak;
b. Nama, Alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembelian Baang Kena Pajak atau Jasa Penerimaan Kena Pajak;
c. Macam, jenis, kuantum, harga satuan, dan Jumlah Harga Jual atau Penggantian;
d. Pajak Pertambahan Nilai Yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas barang Mewah yang dipungut;
f. Tanggal Penyerahan.
(7) Bentuk, ukuran, pengadaan, serta tata cara penyampaian Faktur Pajak diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
(8) Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak menurut ketentuan sebagaimana dimasksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (6) dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

            Pasal 14

(1) Orang atau badan yang tidak dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak.
(2) Dalam hal Faktur Pajak telah dibuat, maka orang atau badan dan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyetorkan jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak kepada Kas Negara dan dikenakan sanksi berupa denda administrasi
sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

            Pasal 15

(1) Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 kepada Direktorat Jendral Pajak dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa.
(2) Keterangan dan dokumen yang harus dicantumkan dan/atau dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(3) Surat Pemberitahuan Masa dianggap tidak dimasukkan jika Pengusaha Kena Pajak tidan dilaksanakan, atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan ayat (2).

            Pasal 16

(1) Atas permohonan tertulis Pengusaha Kena Pajak, kelebihan pembayaran Pajak yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), pengembaliannya dilaksanakan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam
Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan atau dalam jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(2) Kelebihan pembayaran pajak atas Barang yang diekspor dikembalikan dalam waktu satu bulan.

            BAB VI

          KETENTUAN LAIN-LAIN


            Pasal 17

Hal-hal yang menyangkut pengertian, tata cara pemungutan dan sanksi administrasi dan sanksi pidana berkenaan dengan pelaksanaan undang-undang ini, yang secara khusus belum diatur dalam undang-undang ini, berlaku ketentuan dalam Undang -
undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan serta peraturan perundang undangan lainnya.

            BAB VII

          KETENTUAN PERALIHAN


            Pasal 18

(1) Dengan berlakunya undang-undang ini:
a. semua Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan Impor Barang Kena Pajak yang telah dilakukan sebelum undang-undang ini berlaku, tetap terhutang pajak menurut Undang-undang Pajak Penjualan 1951;
b. selama peraturan pelaksanaan undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih berlaku.
(2) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

            BAB VIII

          KETENTUAN PENUTUP


            Pasal 19

Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

            Pasal 20

Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

            Pasal 21

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1984.


Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

            Disahkan di : Jakarta
            Pada tanggal : 31 Desember 1983

            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


            SOEHARTO


PENJELASAN ...................