PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1993


TENTANG


PENYELENGGARAAN PROGRAM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, diperlukan adanya ketentuan yang mengatur penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja;

 

 

b.

bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

 

 

2.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468);

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.

 

BAB I
PENGERTIAN


Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Badan Penyelenggara adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja.

 

 

2.

Peserta adalah pengusaha dan tenaga kerja yang ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja.

 

 

3.

Upah sebulan adalah upah yang sebenarnya diterima oleh tenaga kerja selama satu bulan yang terakhir dengan ketentuan sebagai berikut :

 

 

 

a.

Jika upah dibayarkan secara harian, maka upah sebulan sama dengan upah sehari dikalikan 30 (tiga puluh);

 

 

 

b.

Jika upah dibayarkan secara borongan atau satuan, maka upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir;

 

 

 

c.

Jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan pada upah borongan, maka upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

 

 

4.

Pelaksana Pelayanan Kesehatan adalah orang atau Badan yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara untuk memberikan pelayanan kesehatan.

 

 

5.

Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.

 

BAB II
KEPESERTAAN


Bagian Pertama
Persyaratan Kepesertaan


Pasal 2

 

 

(1)

Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, terdiri dari :

 

 

 

A.

Jaminan berupa uang yang meliputi :

 

 

 

 

1.

Jaminan Kecelakaan Kerja;

 

 

 

 

2.

Jaminan Kematian;

 

 

 

 

3.

Jaminan Hari Tua.

 

 

 

B.

Jaminan berupa pelayanan, yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

 

 

(2)

Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.

 

 

(3)

Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,(satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

 

 

(4)

Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.

 

 

(5)

Pengusaha dan tenaga kerja yang telah ikut program asuransi sosial tenaga kerja sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, melanjutkan kepesertaannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

 

 

(6)

Pengusaha yang telah ikut program jaminan sosial tenaga kerja tetap menjadi peserta meskipun tidak memenuhi lagi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

 

Pasal 3

 

 

Kepesertaan tenaga kerja harian lepas, tenaga kerja borongan dan tenaga kerja kontrak dalam program jaminan sosial tenaga kerja diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Pasal 4

 

 

Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja pengusaha wajib memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja kepada tenaga kerjanya sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

 

Bagian Kedua
Tata Cara
Pendaftaran Kepesertaan


Pasal 5

 

 

(1)

Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) wajib mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja pada Badan Penyelenggara dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Badan Penyelenggara.

 

 

(2)

Pengusaha harus menyampaikan formulir jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Badan Penyelenggara selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya formulir dari Badan Penyelenggara.

 

 

(3)

Bentuk formulir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

 

Pasal 6

 

 

(1)

Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak fotmulir pendaftaran dan pembayaran iuran pertama diterima, Badan Penyelenggara menerbitkan dan menyampaikan kepada pengusaha :

 

 

 

a.

Sertifikat kepesertaan untuk masing-masing perusahaan sebagai tanda kepesertaan perusahaan;

 

 

 

b.

Kartu peserta untuk masing-masing tenaga kerja sebagai tanda kepesertaan dalam program jaminan sosial tenaga kerja;

 

 

 

c.

Kartu Pemeliharaan Kesehatan untuk masing-masing tenaga kerja bagi yang mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan.

 

 

(2)

Pengusaha menyampaikan kepada masing-masing tenaga kerja kartu peserta program jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari Badan Penyelenggara.

 

 

(3)

Kartu peserta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c berlaku sampai dengan berakhirnya masa kepesertaan tenaga kerja yang bersangkutan dalam program jaminan sosial tenaga kerja.

 

 

(4)

Tenaga kerja yang pindah tempat kerja dan masih menjadi peserta program jaminan sosial tenaga kerja harus memberitahukan kepesertaannya kepada pengusaha tempat bekerja yang baru dengan menunjukkan kartu peserta.

 

 

(5)

Bentuk sertifikat kepesertaan, kartu peserta dan kartu pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Badari Penyelenggara.

 

Pasal 7

 

 

Kepesertaan perusahaan dan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja berlaku sejak pendaftaran dan pembayaran iuran pertama dilakukan oleh pengusaha.

 

Pasal 8

 

 

(1)

Pengusaha wajib melaporkan kepada Badan Penyelenggara apabila terjadi perubahan mengenai :

 

 

 

a.

alamat perusahaan;

 

 

 

b.

kepemilikan perusahaan;

 

 

 

c.

jenis atau bidang usaha;

 

 

 

d.

jumlah tenaga kerja dan keluarganya; dan

 

 

 

e.

besarnya upah setiap tenaga kerja.

 

 

(2)

Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya perubahan.

 

 

(3)

Tenaga kerja peserta program jaminan sosial tenaga kerja wajib menyampaikan daftar susunan keluarga kepada pengusaha, termasuk segala perubahannya.

 

 

(4)

Dalam hal terjadi perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak laporan diterima, Badan Penyelenggara wajib menerbitkan :

 

 

 

a.

Kartu peserta tenaga kerja baru, kecuali tenaga kerja yang bersangkutan telah mempunyai kartu peserta;

 

 

 

b.

Kartu pemeliharaan kesehatan yang baru.

 

BAB III
IURAN


Bagian Pertama
Besarnya Iuran


Pasal 9

 

 

(1)

Besarnya iuran program jaminan sosial tenaga kerja adalah berikut :

 

 

 

a.

Jaminan Kecelakaan Kerja yang perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha_ sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, sebagai berikut :

 

 

 

 

Kelompok I.

:

0,24% dari upah sebulan;

 

 

 

 

Kelompok II.

:

0,54% dari upah sebulan;

 

 

 

 

Kelompok III.

:

 0,89% dari upah sebulan;

 

 

 

 

Kelompok IV.

:

1,27% dari upah sebulan;

 

 

 

 

Kelompok V.

:

1,74% dari upah sebulan.

 

 

 

b.

Jaminan Hari Tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan;

 

 

 

c.

Jaminan Kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan;

 

 

 

d.

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga.

 

 

(2)

Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.

 

 

(3)

Iuran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, sebesar 3,70% ditanggung oleh pengusaha dan sebesar 2% ditanggung oleh tenaga kerja.

 

 

(4)

Dasar perhitungan iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

 

Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran Iuran


Pasal 10

 

 

(1)

Penyetoran iuran yang dilakukan oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara, dilakukan setiap bulan dan disetor secara lunas paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya dari bulan iuran yang bersangkutan.

 

 

(2)

Iuran Jaminan Hari Tua yang ditanggung tenaga kerja diperhitungkan langsung dari upah bulanan tenaga kerja yang bersangkutan, dan penyetorannya kepada Badan Penyelenggara dilakukan oleh pengusaha.

 

 

(3)

Keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan denda sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.

 

 

(4)

Pembayaran denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dilakukan sekaligus bersama-sama dengan penyetoran iuran bulan berikutnya.

 

 

(5)

Iuran program jaminan sosial tenaga kerja dan denda yang belum dibayar lunas merupakan piutang Badan Penyelenggara terhadap pengusaha yang besangkutan.

 

Pasal 11

 

 

(1)

Badan Penyelenggara menghitung kelebihan atau kekurangan iuran program jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan upah tenaga kerja.

 

 

(2)

Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya iuran.

 

 

(3)

Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.

 

BAB IV
BESAR DAN TATA CARA
PEMBAYARAN DAN PELAYANAN JAMINAN


Bagian Pertama
Jaminan Kecelakaan Kerja


Pasal 12

 

 

(1)

Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja berupa penggantian biaya yang meliputi :

 

 

 

a.

Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke Rumah Sakit dan atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;

 

 

 

b.

Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan selama di Rumah Sakit, termasuk rawat jalan;

 

 

 

c.

Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (prothese) bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja.

 

 

(2)

Selain penggantian biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi :

 

 

 

a.

Santunan sementara tidak mampu bekerja;

 

 

 

b.

Santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;

 

 

 

c.

Santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental; dan atau

 

 

 

d.

Santunan kematian.

 

 

(3)

Besarnya jaminan kecelakaan kerja adalah sebagaimana tercantan dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah ini.

 

Pasal 13

 

 

Untuk keperluan perhitungan pembayaran Santunan jaminan Kecelakaan Kerja bagi tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992  tentang  Jaminan Sosial Tenaga Kerja :

 

 

a.

Magang atau murid atau narapidana dianggap menerima upah sebesar upah sebulan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan yang sama pada perusahaan yang bersangkutan;

 

 

b.

Perorangan yang memborong pekerjaan dianggap menerima upah sebesar upah tertinggi dari tenaga kerja pelaksana yang bekerja pada perusahaan yang memborongkan pekerjaan.

 

Pasal 14

 

 

Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan b dibayar terlebih dahulu oleh pengusaha.

 

Pasal 15

 

 

(1)

Badan Penyelenggara berdasarkan surat keterangan dari Dokter Pemeriksa dan atau Dokter Penasehat menetapkan dan membayar semua biaya dan santunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan pembayaran jaminan.

 

 

(2)

Biaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 dibayarkan kepada pengusaha.

 

 

(3)

Santunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan langsung kepada tenaga kerja.

 

 

(4)

Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, pembayaran santunan kematian dibayarkan kepada yang berhak sesuai urutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

 

Pasal 16

 

 

(1)

Dalam rangka pembayaran santunan, penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara berdasarkan surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasehat.

 

 

(2)

Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai akibat kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.

 

 

(3)

Dalam hal penetapan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diterima oleh Badan Penyelenggara atau pengusaha atau tenaga kerja, maka penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Menteri.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian perbedaan pendapat tentang penetapan akibat kecelakaan kerja ditetapkan oleh Menteri.

 

Pasal 17

 

 

(1)

Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai kecelakaan kerja atau bukan kecelakaan kerja, Menteri dapat menetapkan dan mewajibkan pengusaha untuk memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

 

 

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

 

Pasal 18

 

 

(1)

Pengusaha wajib memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan.

 

 

(2)

Pengusaha wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjanya kepada kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara setempat atau terdekat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap I, dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan.

 

 

(3)

Pengusaha wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja kepada kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara setempat atau terdekat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap II dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah ada surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasehat yang menyatakan bahwa tenaga kerja tersebut :

 

 

 

a.

Sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;

 

 

 

b.

 Cacad sebagian untuk selama-lamanya;

 

 

 

c.

Cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;

 

 

 

d.

Meninggal dunia.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.

 

 

(5)

Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sekaligus merupakan pengajuan pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja kepada Badan Penyelenggara dengan melampirkan :

 

 

 

a.

foto copy kartu peserta;

 

 

 

b.

surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasehat yang menerangkan mengenai tingkat kecacadan yang diderita tenaga kerja;

 

 

 

c.

kuitansi biaya pengobatan dan pengangkutan;

 

 

 

d.

dokumen pendukung lain yang diperlukan oleh Badan Penyelenggara.

 

Pasal 19

 

 

Pengusaha wajib melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah ada hasil diagnosis dari Dokter Pemeriksa.

 

Pasal 20

 

 

(1)

Selama tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja masih belum mampu bekerja, pengusaha tetap membayar upah tenaga kerja yang bersangkutan, sampai penetapan akibat kecelakaan kerja yang dialami diterima semua pihak atau dilakukan oleh Menteri.

 

 

(2)

Badan Penyelenggara mengganti santunan sementara tidak mampu bekerja kepada pengusaha yang telah membayar upah tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

 

 

(3)

Dalam hal santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara lebih besar dari yang dibayarkan oleh pengusaha maka selisihnya dibayarkan langsung kepada tenaga kerja.

 

 

(4)

Dalam hal penggantian santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara lebih kecil dari upah yang telah dibayarkan oleh pengusaha, maka selisihnya tidak dimintakan pengembaliannya kepada tenaga kerja.

 

Pasal 21

 

 

Dalam hal jumlah santunan kematian dari jaminan kecelakaan kerja lebih kecil dari Jaminan Kematian, maka yang didapatkan keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja adalah Jaminan Kematian.

 

Bagian Kedua
Jaminan Kematian


Pasal 22

 

 

(1)

Jaminan Kematian dibayar sekaligus kepada Janda atau Duda, atau Anak, dan meliputi :

 

 

 

a.

Santunan kematian sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah); dan

 

 

 

b.

Biaya pemakaman sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).

 

 

(2)

Dalam hal Janda atau Duda atau Anak tidak ada, maka Jaminan Kematian dibayar sekaligus kepada keturunan sedarah yang ada dari tenaga kerja, menurut garis lurus kebawah dan garis lurus keatas dihitung sampai derajat kedua.

 

 

(3)

Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai keturunan sedarah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka Jaminan Kematian dibayarkan sekaligus kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya.

 

 

(4)

Dalam hal tidak ada, wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pengusaha atau pihak lain guna pengurusan pemakaman.

 

 

(5)

Dalam hal magang atau murid, dan mereka yang memborong pekerjaan, serta narapidana meninggal dunia bukan karena akibat kecelakaan kerja, maka keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas Jaminan Kematian.

 

Pasal 23

 

 

(1)

Pihak yang berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengajukan pembayaran Jaminan Kematian kepada Badan Penyelenggara dengan disertai bukti-bukti :

 

 

 

a.

Kartu peserta;

 

 

 

b.

Surat Keterangan kematian.

 

 

(2)

Berdasarkan pengajuan pembayaran jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Penyelenggara membayarkan santunan kematian dan biaya pemakaman kepada yang berhak.

 

Bagian Ketiga
Jaminan Hari Tua


Pasal 24

 

 

(1)

Besarnya Jaminan Hari Tua adalah keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil pengembangannya.

 

 

(2)

Jaminan Hari Tua dibayar kepada tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau cacad total untuk selama-lamanya, dan dapat dilakukan :

 

 

 

a.

Secara sekaligus apabila jumlah seluruh Jaminan Hari Tua yang harus dibayar kurang dari Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah); atau

 

 

 

b.

Secara berkala apabila seluruh jumlah Jaminan Hari Tua mencapai Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) atau lebih, dan dilakukan paling lama 5 (lima) tahun.

 

 

(3)

Pembayaran Jaminan Hari Tua secara berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b dilakukan atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan.

 

Pasal 25

 

 

(1)

Dalam hal tenaga kerja meninggalkan wilayah Indonesia untuk selama-lamanya, pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sekaligus.

 

 

(2)

Tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.

 

Pasal 26

 

 

(1)

Pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sekaligus kepada Janda atau Duda dalam hal :

 

 

 

a.

Tenaga kerja yang menerima pembayaran jaminan secara berkala meninggal dunia, sebesar sisa Jaminan Hari Tua yang belum dibayarkan;

 

 

 

b.

Tenaga kerja meninggal dunia.

 

 

(2)

Dalam hal tidak ada Janda atau Duda maka pembayaran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan kepada Anak.

 

 

(3)

Janda atau Duda atau Anak mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.

 

Pasal 27

 

 

(1)

Tenaga Kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun tetapi masih tetap bekerja, dapat memilih untuk menerima pembayaran jaminan hari tuanya pada saat berusia 55 (lima puluh lima) tahun atau pada saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja.

 

 

(2)

Dalam hal tenaga kerja memilih untuk tidak menerima pembayaran Jaminan Hari Tua pada usia 55 (lima puluh lima) tahun, maka pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja.

 

 

(3)

Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.

 

Pasal 28

 

 

Tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun dan tidak bekerja lagi mengajukan pembayardn Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.

 

Pasal 29

 

 

Tenaga kerja yang cacad total tetap untuk selama-lamanya sebelum mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun berhak mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.

 

Pasal 30

 

 

Badan Penyelenggara menetapkan besarnya Jaminan Hari Tua paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun dan memberitahukan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.

 

Pasal 31

 

 

Berdasarkan pengajuan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (3), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 dan Pasal 29 Badan Penyelenggara membayarkan secara sekaligus atau berkala sesuai dengan ketentuan Pasal 24.

 

Pasal 32

 

 

(1)

Dalam hal tenaga kerja berhenti bekerja dari perusahaan sebelum mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun dan mempunyai masa kepesertaan serendah-rendahnya 5 (lima) tahun dapat menerima Jaminan Hari Tua secara sekaligus.

 

 

(2)

Pembayaran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan setelah melewati masa tunggu 6 (enam) bulan terhitung sejak saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja.

 

 

(3)

Dalam hal tenaga kerja dalam masa tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bekerja kembali, jumlah Jaminan Hari Tua yang menjadi haknya diperhitungkan dengan Jaminan Hari Tua berikutnya.

 

Bagian Keempat
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


Pasal 33

 

 

(1)

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diberikan kepada tenaga kerja atau suami atau isteri yang sah dan anak sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang dari tenaga kerja.

 

 

(2)

Tenaga kerja atau suami atau istri dan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak atas pemeliharaan kesehatan yang sekurang-kurangnya sama dengan Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar yang diselenggarakan oleh Badan, Penyelenggara.

 

Pasal 34

 

 

(1)

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diselenggarakan secara terstruktur, terpadu dan berkesinambungan.

 

 

(2)

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan kesehatan.

 

Pasal 35

 

 

(1)

Badan Penyelenggara menyelenggarakan Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar, yang meliputi pelayanan :

 

 

 

a.

rawat jalan tingkat pertama;

 

 

 

b.

rawat jalan tingkat lanjutan;

 

 

 

c.

rawat inap;

 

 

 

d.

pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;

 

 

 

e.

penunjang diagnostik;

 

 

 

f.

pelayanan khusus;

 

 

 

g.

gawat darurat.

 

 

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

 

Pasal 36

 

 

Dalam menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar, Badan Penyelenggara wajib :

 

 

a.

memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada setiap peserta; dan

 

 

b.

memberikan keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan.

 

Pasal 37

 

 

(1)

Pelaksanaan pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara.

 

 

(2)

Badan Penyelenggara melakukan pembayaran kepada Pelaksana Pelayanan Kesehatan secara praupaya dengan sistem kapitasi.

 

 

(3)

Pemberian pelayanan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sesuai dengan kebutuhan medis yang nyata dan standar pelayanan medis yang berlaku dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan.

 

Pasal 38

 

 

(1)

Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak dapat memilih Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara.

 

 

(2)

Dalam hal tertentu yang ditetapkan oleh Menteri, tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak dapat memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan diluar Pelaksana Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

 

 

(3)

Untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak harus menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.

 

Pasal 39

 

 

(1)

Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama harus memberikan pelayanan sesuai standar pelayanan rawat jalan tingkat pertama.

 

 

(2)

Dalam hal diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan bagi tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak, Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama harus memberikan surat rujukan kepada Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan yang ditunjuk.

 

Pasal 40

 

 

Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama atau Tingkat Lanjutan memberikan surat rujukan dalam hal tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak memerlukan pelayanan penunjang diagnostik atau rawat inap.

 

Pasal 41

 

 

(1)

Tenaga Kerja, suami atau isteri atau anak yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau Rumah Sakit yang terdekat dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.

 

 

(2)

Dalam hal pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerlukan rawat inap di Rumah Sakit, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak mulai dirawat keluarga atau pihak lain menyerahkan surat pernyataan dari Perusahaan kepada Rumah Sakit yang bersangkutan bahwa tenaga kerja yang bersangkutan masih bekerja.

 

 

(3)

Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang memerlukan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan memilih Rumah Sakit yang tidak ditunjuk, maka biayanya hanya ditanggung oleh Badan Penyelenggara paling lama 7 (tujuh) hari sesuai dengan standar biaya yang telah ditetapkan.

 

Pasal 42

 

 

(1)

Tenaga kerja atau isteri tenaga kerja yang memerlukan pelayanan pemeriksaan kehamilan dan atau persalinan, memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan dari Rumah Bersalin yang ditunjuk.

 

 

(2)

Dalam hal menurut pemeriksaan akan terjadi persalinan dengan penyulit, maka tenaga kerja atau isteri tenaga kerja dapat dirujuk ke Rumah Sakit.

 

Pasal 43

 

 

(1)

Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang mendapat resep obat, harus mengambil obat tersebut pada apotik yang ditunjuk dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.

 

 

(2)

Apotik yang ditunjuk harus memberikan obat yang diperlukan tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan standar obat yang berlaku.

 

 

(3)

Dalam hal obat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diluar standar yang berlaku maka selisih biaya obat tersebut ditanggung sendiri oleh tenaga kerja yang bersangkutan.

 

Pasal 44

 

 

Pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf f hanya diberikan kepada tenaga kerja, berupa :

 

 

a.

kacamata, dengan mengajukan permintaan kepada Optik yang ditunjuk dan menunjukkan resep kacamata dari dokter spesialis mata yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan;

 

 

b.

prothese mata, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit atau perusahaan alat-alat kesehatan yang ditunjuk dan menunjukkan surat pengantar dari dokter spesialis mata serta kartu pemeliharaan kesehatan;

 

 

c.

prothese gigi, dengan mengajukan permintaan kepada Balai Pengobatan gigi yang telah ditunjuk dan menunjukkan resep dari dokter spesialis gigi yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan;

 

 

d.

alat bantu dengar, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit atau perusahaan alat-alat kesehatan yang ditunjuk dan menunjukkan surat pengantar dari dokter spesialis THT yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan;

 

 

e.

prothese anggota gerak, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit Rehabilitasi atau perusahaan alat-alat kesehatan yang ditunjuk dan menunjukkan surat pengantar dari dokter spesialis yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan.

 

Pasal 45

 

 

Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang memerlukan pelayanan rawat inap melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri, maka selisih biayanya menjadi tanggung jawab tenaga kerja yang bersangkutan.

 

Pasal 46

 

 

(1)

Dalam menjaga mutu pelayanan, Badan Penyelenggara melakukan pemantauan pemberian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan dengan mengutamakan kepentingan peserta.

 

 

(2)

Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dapat melakukan pemantauan pemberian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan.

 

BAB V

SANKSI


Pasal 47

 

 

Tanpa mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka :

 

 

a.

Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 8 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 19 serta Pasal 20 ayat (1), dan telah diberikan peringatan tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha.

 

 

b.

Pengusaha yang_tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dikenakan denda sebesar 2% (dua perseratus) untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar.

 

 

c.

Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dikenakan ganti rugi sebesar 1%(satu perseratus) dari jumlah jaminan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, untuk setiap hari keterlambatan dan dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.

 

BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 48

 

 

Tenaga kerja yang telah menjadi peserta Program Asuransi Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977, tabungan hari tuanya, diperhitungkan dan dilanjutkan sebagai Jaminan Hari Tua berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

 

Pasal 49

 

 

(1)

Dalam hal tenaga kerja telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun tetapi tetap bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasai 27 ayat (2), maka kepesertaannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja tetap dilanjutkan.

 

 

(2)

Pengusaha tetap membayar segala kewajiban yang berhubungan dengan kepesertaan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

 

Pasal 50

 

 

(1)

Tenaga kerja yang berdasarkan keterangan dokter yang ditunjuk dinyatakan menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja, berhak memperoleh Jaminan Kecelakaan Kerja meskipun hubungan kerja telah berakhir.

 

 

(2)

Hak atas Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan apabila penyakit tersebut timbul dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak hubungan kerja berakhir.

 

Pasal 51

 

 

Hak peserta program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, tidak dapat dipindah tangankan, digadaikan, atau disita sebagai pelaksanaan putusan Pengadilan.

 

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 52

 

 

Sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka Program Jaminan sosial Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini diselenggarakan oleh Perusahaan Perseroan Asuransi Sosial Tenaga Kerja.

 

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 53

 

 

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

 

Pasal 54

 

 

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Peraturan Kecelakaan Tahun 1947 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja dinyatakan tidak berlaku lagi.

 

Pasal 55

 

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 27 Pebruari 1993

 

 

 

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                 
                 
               

S O E H A R T O

 

 

Diundangkan di Jakarta

 

 

 

pada tanggal 27 Pebruari 1993

 

 

 

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA

 

   

REPUBLIK INDONESIA

 
       
       
   

MOERDIONO

 
       
  LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1993 NOMOR 20


Lampiran...........

Penjelasan.........