PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 1994

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

U M U M

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena itu menempatkan perpajakan sebagai perwujudan salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak ditetapkan dengan Undang-undang. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang berlaku sejak tahun1984, sebagai pengganti Undang undang Pajak Penjualan Tahun 1951, merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak atas konsumsi di dalam negeri.

Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi di berbagai bidang, disadari bahwa banyak bentuk-bentuk aktivitas yang aspek perpajakannya belum diatur atau belum cukup diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983. Selain itu, Undang-undang tersebut belum sepenuhnya menampung amanat dalam Garis Garis Besar Haluan Negara 1993. Oleh karena itu, maka dipandang sudah saatnya untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983.

Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, serta kemampuan masyarakat, maka arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tersebut adalah sebagai berikut :

a. Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan Negara dan pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak;
b. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dalam berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya;
c. Menciptakan iklim perekonomian yang menunjang peningkatan penanaman modal, mendorong ekspor, mendorong terciptanya lebih banyak lapangan kerja baru, menunjang pelestarian lingkungan hidup, menunjang pengembangan usaha nasional terutama usaha kecil dan tradisional serta menunjang kebijakan lainnya;
d. Mengendalikan pola konsumsi yang tidak produktif dalam masyarakat;
e. Pelaksanaan pemungutan pajak yang mudah dan sederhana sehingga dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak;
f. Menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan makin bersih, peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan dan kemudahan prosedur dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, peningkatan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut, termasuk peningkatan penegakan pelaksanaan ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, maka dalam penyempurnaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 perlu diatur kembali ketentuan-ketentuan mengenai pajak atas konsumsi di dalam negeri, dengan pokok-pokok sebagai berikut:
a. Sesuai dengan sistemnya, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah merupakan satu kesatuan sebagai pajak atas konsumsi di dalam Daerah Pabean, baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa;
b. Dengan pertimbangan keadaaan ekonomi, sosial, dan budaya, tidak semua jenis barang dan jasa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
c. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan hanya terhadap pertambahan nilainya saja dan dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan;
d. Pertambahan nilai tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan pelayanan jasa;
e. Semua biaya yang berkaitan dengan menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan pelayanan jasa merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
f Dalam upaya mencapai keseimbangan pembebanan pajak antara masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan masyarakat yang berpenghasilan tinggi serta dalam upaya mengendalikan pola konsumsi yang tidak produktif dalam masyarakat, maka atas penyerahan dan/atau atas impor barang-barang berwujud yang tergolong mewah, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang hanya dipungut pada sumbernya yaitu pada pabrikan atau pada waktu barang diimpor;
g. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa adanya Pajak Pertambahan Nilai dan dikenakan hanya sekali;
h. Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku atas penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak adalah tarif tunggal, sehinga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda;
i. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak menganut sistem tarif tunggal dan diterapkan sesuai dengan kelompok barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
j. Dalam rangka mendorong ekspor khususnya ekspor non migas, atas ekspor Barang Kena Pajak dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). Oleh karena itu, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang terkandung dalam Barang Kena Pajak yang diekspor dapat dikompensasi atau diminta kembali;
k. Orang pribadi atau badan yang menghasilkan barang, mengimpor barang, memperdagangkan barang dan/atau menyerahkan jasa yang dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya adalah Pegusaha. Pengusaha yang melakukan penyerahan barang dan/atau penyerahan jasa yang dikenakan pajak adalah Pengusaha Kena Pajak;
l. Pengusaha Kena Pajak diwajibkan utuk melaporkan usahanya dan mempunyai Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, kecuali bagi Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan. Namun agar tidak menghambat kegiatan usahanya, kepada Pengusaha Kecil tersebut juga diberikan kebebasan memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan mempunyai Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
m. Pengenaan pajak dilaksankan berdasarkan sistem Faktur, sehingga atas penyerahan barang dan/atau penyerahan jasa wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan/atau penyerahan jasa yang terutang pajak. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang bagi Pengusaha yang dipungut pajak dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak yang terutang;
n. Dalam upaya meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak dan dalam rangka mengamankan penerimaan negara, maka orang pribadi tertentu atau badan tertentu atau instansi Pemerintah tertentu ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang atas penerimaan Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak, meskipun pada hakekatnya kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak ada pada Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut;
o. Pengusaha Kena Pajak hanya diharuskan membayar kepada Negara selisih antara Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dari pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dengan Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar kepada penjual Barang Kena Pajak dan/atau pemberi Jasa Kena Pajak;
p. Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Modal dapat dikreditkan sebagaimana perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan usaha yang penyerahannya terutang pajak, dan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang berdasarkan ketentuan Undang-undang Perubahan Kedua Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan diberlakukan ketentuan khusus pengkreditan Pajak Masukan;
q. Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak ternyata lebih besar daripada Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut, maka kelebihan Pajak Pertambahan Nilai dikompensasikan sedangkan yang dikembalikan hanyalah kelebihan Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak pada akhir tahun buku Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan. Apabila kelebihan pajak tersebut disebabkan karena ekspor atau karena dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka kelebihan pajak tersebut dapat diminta kembali pada setiap Masa Pajak;
r. Untuk lebih meningkatkan perwujudan keadilan dalam pembebanan pajak, menunjang peningkatan penanaman modal, mendorong peningkatan ekspor, menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru, menunjang pelestarian lingkungan hidup, dan kebijakan -kebijakan lain, perlu diberikan perlakuan khusus. Namun demikian dalam memberikan perlakuan tersebut harus tetap dipegang teguh salah satu prinsip di dalam Undang-undang perpajakan yaitu diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Karena itu setiap pemberian kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan harus tetap mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut. Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan terutama untuk keberhasilan sektor-sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional.
PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1

    Pasal 1

Huruf a

Yang dimaksud dengan Wilayah Republik Indonesia yang di dalamnya berlaku peraturan perundang-undangan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen

Huruf b

Yang dimaksud dengan barang tidak berwujud adalah antara lain hak atas Merek Dagang, Hak Paten, dan Hak Cipta.

Huruf c

Pada dasarnya semua barang dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-undang ini.

Huruf d

1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak :
a) Perjanjian yang dimaksudkan dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
b) Penyerahan Barang Kena Pajak juga dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas Barang Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran Harga Jual Barang Kena Pajak tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena penguasaan atas Barang Kena Pajak telah berpindah dari penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada lessee, maka Undang-undang ini menentukan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya penguasaan secara nyata atas Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebih dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian.
c) Yang dimaksud dengan pedagang perantara ialah orang pribadi atau badan yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner. Yang dimaksud dengan juru lelang di sini adalah juru lelang Pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah.
d) Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan Pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
e) Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakaian sendiri, sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak. Khusus untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan tersebut, hanya dikenakan Pajak pertambahan Nilai apabila memenuhi persyaratan, yaitu bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
f) Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka Undang-undang ini menganggap bahwa pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan sejenisnya.
g) Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian Barang Kena Pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A Undang-undang ini. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi oleh Pengusaha Kecil, sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
2) Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana tersebut dalam angka 2 sebagai berikut :
a) Cukup jelas
b) Cukup jelas
c) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat usaha, baik sebagai pusat maupun cabang-cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut telah memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jenderal Pajak, maka pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat usaha ke tempat usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antar cabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat-tempat terutang.
d) Apabila terjadi perubahan bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang mengakibatkan juga terjadinya perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak, maka peristiwa tersebut diperlakukan sebagai tidak terjadi penyerahan Barang Kena Pajak.
Huruf e
Dalam pengertian jasa termasuk antara lain jasa angkutan, jasa borongan, jasa persewaan barang, jasa hiburan, jasa biro perjalanan, jasa perhotelan, jasa notaris, jasa pengacara, jasa akuntan, jasa konsultan, dan jasa kantor administrasi. Pengertian jasa meliputi juga pelayanan yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan dengan bahan dan petunjuk dari pemesan. Sebagai contoh, penjahit yang hanya menerima pesanan membuat pakaian tanpa menyediakan bahan. Karena bahan disediakan oleh pemesan, maka penjahit tersebut dianggap hanya melakukan penyerahan jasa yang imbalannya sebesar upah jahit yang diminta atau diterima dari pemesan atau pelanggan.
Huruf f
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang undang ini.
Huruf g
Pemakaian Jasa Kena Pajak untuk kepentingan sendiri atau pemberian Jasa Kena Pajak secara cuma-cuma termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak, dengan pertimbangan untuk mempertahankan adanya perlakuan yang sama sebagaimana halnya pemakaian Barang Kena Pajak untuk kepentingan sendiri atau penyerahan barang secara cuma-cuma oleh Pengusaha Kena Pajak.
Huruf h

    Cukup jelas

Huruf i

    Cukup jelas

Huruf j
Dalam pengertian perdagangan termasuk kegiatan tukar-menukar barang.
Huruf k
Pengusaha dapat berbentuk usaha perseorangan atau badan yang dapat berupa perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk usaha lainnya. Pengertian Pengusaha dibatasi pada orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha dalam lingkungan perusahan atau pekerjaan. Dalam hal instansi Pemerintah melakukan kegiatan usaha yang bukan dalam rangka melaksanakan tugas umum pemerintahan, maka instansi Pemerintah tersebut dalam pengertian bentuk usaha lainnya dan diperlakukan sebagai Pengusaha.
Huruf l
Pengusaha Kecil yang dalam Undang-undang ini batasannya didasarkan pada jumlah peredaran bruto usaha (omset) dalam satu tahun diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Apabila menjadi Pengusaha Kena Pajak, maka hak dan kewajibannya sama seperti Pengusaha Kena Pajak pada umumnya.
Huruf m
Perubahan bentuk atau sifat barang terjadi karena adanya atau dilakukannya suatu proses pengolahan yang menggunakan satu faktor produksi atau lebih, termasuk kegiatan :
- merakit :
menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, perabotan rumah tangga, dan sebagainya;
- memasak :
mengolah barang dengan cara memanaskan. Pengertian memanaskan termasuk merebus, membakar, mengasap, memanggang, dan menggoreng, baik dicampur dengan bahan lain atau tidak;
- mencampur :
mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) menghasilkan satu atau lebih barang lain;
- mengemas :
menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang melindunginya dari kerusakan dan/atau untuk meningkatkan kekuatan pemasarannya;
- membotolkan :
memasukan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu;
- menambang :
mengambil hasil sumber kekayaan alam dari permukaan atau dari dalam tanah, baik di darat maupun di laut;
- menyediakan makanan dan minuman yang dilaksanakan oleh usaha katering;

dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan itu, atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

Huruf n
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal penerapan Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor akan menimbulkan ketidakadilan atau karena Harga Jual atau Penggatian sukar ditetapkan, maka Menteri Keuangan dapat menentukan Nilai Lain sebagai dasar Pengenaan Pajak.
Huruf o
Seluruh biaya yang diminta seharusnya diminta oleh penjual yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak seperti biaya pengiriman, biaya garansi, komisi, premi asuransi, biaya pemasangan, biaya bantuan teknik, dan biaya-biaya lainnya, termasuk dalam Harga Jual. Tidak termasuk dalam Harga Jual adalah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas barang Mewah yang dipungut pada saat penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dapat dikurangkan dari Harga Jual adalah potongan harga seperti potongan tunai atau rabat, sepanjang masih dalam batas kebiasaan pedagang yang baik, dan tercantum dalam Faktur Pajak. Apabila Pengusaha Kena Pajak selain menerbitkan Faktur Pajak juga menerbitkan faktur penjualan, maka potongan harga yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut juga potongan harga yang tercantum dalam faktur penjualan. Tidak termasuk dalam pengertian potongan harga adalah bonus, premi, komisi, atau balas jasa lainnya, yang diberikan dalam rangka menjualkan Barang Kena Pajak.
Huruf p

    Cukup jelas

Huruf q
Nilai Impor yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah harga patokan impor atau Cost Insurance and Freight (CIF) sebagai dasar penghitungan bea masuk ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Pabean.
Huruf r
Yang dimaksud dengan pembeli termasuk lembaga-lembaga negara.
Huruf s
Yang dimaksud dengan penerima jasa termasuk lembaga-lembaga negara.
Huruf t

    Cukup jelas.

Huruf u
Pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, atau pengimpor Barang Kena Pajak membayar Pajak Pertambahan Nilai dan berhak menerima bukti pungutan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak atau pengimpor Barang Kena Pajak, yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Huruf v
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai. Pajak yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak inilah yang dinamakan Pajak Keluaran.
Huruf w
Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Huruf x
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan serta dalam rangka mengamankan penerimaan negara, orang pribadi tertentu, badan tertentu, atau instansi Pemerintah tertentu dapat ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Angka 2

Pasal 2

Ayat (1)

Pengaruh hubungan istimewa seperti dimaksud dalam Undang-undang ini ialah adanya kemungkinan harga yang ditekan lebih rendah dari harga pasar. Dalam hal ini, Direktur Jenderal Pajak mempunyai kewenangan melakukan penyesuaian Harga jual atau Penggantian yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak dengan harga pasar wajar yang berlaku dipasaran bebas.
Ayat (2)
Hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak dengan pihak yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan karena :
- faktor kepemilikan atau penyertaan;
- adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi. Selain karena hal-hal tersebut di atas, hubungan istimewa di antara orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau karena perkawinan.
a) Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Contoh :
Kalau PT. A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. B, pemilikan saham oleh PT. A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya apabila PT. B tersebut mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. C, maka PT. A sebagai pemegang saham PT. B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT. C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT. A, PT. B, dan PT. C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT. A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT. D, maka antara PT. B, PT. C, dan PT. D dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti tersebut di atas juga dapat terjadi antara orang pribadi dan badan
b) Hubungan antara pengusaha seperti digambarkan pada huruf a dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, kendatipun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan pengusaha yang sama. Demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan pengusaha yang sama tersebut.
c) Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat dengan kakak dan adik. Yang dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah ipar. Apabila antara suami istri mempunyai perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, maka hubungan antara suami istri tersebut termasuk dalam pengertian hubungan istimewa menurut Undang-undang ini.
Angka 3
Ketentuan Pasal 3 yang mengatur tentang Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dihapus dan dipindahkan ke dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Angka 4

    Cukup jelas

Angka 5

Pasal 3A

Ayat (1)

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak diwajibkan :
a. mempunyai Nomor PengukuhanPengusaha Kena Pajak;
b. memungut pajak yang terutang;
c. menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang;
d. melaporkan penghitungan pajak.
Ayat (2)
Pengusaha Kecil dikecualikan dari kewajiban untuk melaksanakan Undang-undang ini. Namun, apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang ini berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.
Ayat (3)
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak, dari luar Daerah pabean, harus dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut.
Angka 6

Pasal 4

Huruf a

Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak,
- barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud,
- penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean,
- penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan Pengusaha yang bersangkutan.
Huruf b
Pajak juga dipungut pada saat impor barang. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak tersebut pada huruf a, maka siapa pun yang memasukan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.
Huruf c
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
- penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean,
- penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan Pengusaha yang bersangkutan.