ATAS
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1994
TENTANG
PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
I. UMUM
Anggaran pendapatan dan belanja negara merupakan pelaksanaan tahunan dari Repelita. Guna menjamin tercapainya tujuan dan sasaran yang telah direncanakan dianggap perlu menetapkan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (2)
Sejak tahun 1954 digunakan "kasstelsel" (asas kas) dalam tata usaha keuangan negara di Indonesia. Kriteria' yang menentukan apakah suatu penerimaan/pengeluaran anggaran itu termasuk dalam suatu anggaran adalah saat terjadinya uang masuk ke/keluar dari rekening Kas Negara. Yang termasuk huruf d adalah jumlah-jumlah pengeluaran anggaran yang telah dibayarkan oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) untuk keperluan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan jumlah-jumlah penerimaan yang telah masuk dalam rekening Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri u.p. Menteri Keuangan.
Pasal 2
Ketentuan ini merupakan penegasan bahwa dana dalam anggaran tidak boleh dilampaui. Hal yang demikian tidaklah berarti bahwa dana anggaran tersebut mutlak harus habis, tetapi harus selalu dihubungkan dengan keperluan yang nyata dan dengan pelaksanaan yang efisien sesuai dengan batas kemampuan dalam pelaksanaan tugas Departemen/Lembaga.
1. Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mempunyai empat lampiran. yaitu:
a. Lampiran I : "Sumber Anggaran Rutin";
b. Lampiran II : "Sumber Anggaran Pembangunan";
c. Lampiran III : "Anggaran Belanja Rutin''. dirinci hingga per subsektor;
d. Lampiran IV : "Anggaran Belanja Pembangunan". dirinci hingga per subsektor.
2. Sumber anggaran rutin dan pembangunan selanjutnya perlu dirinci ke dalam masing-masing bagian anggaran (departemen/lembaga) dan unit-unitnya.
3. Anggaran belanja rutin dirinci lebih lanjut ke dalam :
a. Program;
b. Kegiatan;
c. Jenis pengeluaran;
menurut susunan departemen/lembaga (bagian anggaran) yang bersangkutan.
4. Anggaran pembangunan dirinci lebih lanjut ke dalam:
a. Program;
b. Proyek;
menurut susunan departemen/lembaga (bagian anggaran) yang bersangkutan.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Setiap pejabat yang berwenang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran anggaran terlebih dahulu harus meneliti bahwa dana anggaran yang diperlukan untuk menampung akibat tindakan yang akan dilakukannya telah/masih tersedia. Untuk kontrak yang mengikat penyediaan dana APBN lebih dari satu tahun anggaran diikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan penjelasannya.
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa :
a. penyediaan dana anggaran dapat diotorisasikan kalau pengeluaran yang bersangkutan sudah tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. atas suatu surat keputusan otorisasi (SKO) tidak boleh dilakukan pembayaran guna pengeluaran yang tidak sesuai dengan tujuan pengeluaran yang termuat dalam SKO, misalnya SKO untuk belanja pegawai tidak boleh digunakan untuk perjalanan dinas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
SKO merupakan sarana untuk merealisasi pembayaran atas beban anggaran belanja negara. Daftar isian kegiatan (DIK) dan daftar isian proyek (DIP) atau dokumen lain yang disamakan dan yang telah disahkan berlaku sebagai SKO. Demikian pula, surat keputusan kepegawaian, antara lain mengenai pengangkatan pegawai, kenaikan pangkat/gaji pegawai, uang tunggu, dan pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun.
Ayat (5)
Ketentuan ini merupakan penegasan dan instruksi kepada semua instansi pemerintah. bahwa semua penerimaan anggaran yang diterimanya harus disetorkan kepada rekening Kas Negara yang ada pada Bank Indonesia dan bank lainnya atau pada Giro Pos. Penerimaan jasa giro atas rekening bendaharawan harus pula disetorkan ke Rekening Kas Negara. Penerimaan anggaran di luar negeri harus disetorkan ke suatu rekening tersendiri pada bank di luar negeri atas nama Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk perhatian Menteri Keuangan.
Untuk Badan/Instansi lainnya diatur sesuai dengan kelentuan perundang-undangan yang berlaku :
a. unit swadana didasarkan Keppres No. 38 Tahun 1991;
b. perguruan tinggi didasarkan PP No. 30 Tahun 1990.
Ayat (6)
Komisi, rabat, potongan, dan penerimaan lainnya yang sejenis bukanlah hak pejabat yang melaksanakan pengadaan bafang dan jasa, melainkan hak negara.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayal (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Dalam surat keputusan penunjukan bendaharawan penerima/penyetor berkala harus disebutkan jenis-jenis penerimaannya dan tanggal penyetorannya ke rekening kas Negara pada bank Indonesia, bank milik pemerintah lainnya atau GiroPos.
Dalam hal tidak ada penggantian bendaharawan, cukup dilakukan dengan surat pemberitahuan, Salinan surat keputusan penunjukan atau surat pemberitahuan tersebut disampaikan pula kepada Departemen Keuangan, Badan Pengawasa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam melaksanakan prinsip anggaran pendapatan dan belanja negara berimbang, maka penerimaan anggaran merupakan unsur yang sangat menentukan. Berhubung dengan itu intensifikasi penerimaan anggaran merupakan syarat mutlak untuk mcwujudkan prinsip tersebut.
Departemen/lembaga yang menguasai penerimaan anggaran yang bersangkutan menentukan batas waktu pelunasan pembayaran serta menentukan sanksi bilamana batas waktu tersebut tidak dipenuhi, misalnya :
a. tidak diikutsertakan lagi dalam lelang pada masa yang akan datang;
b. pengenaan denda/denda tambahan terhadap debitur yang tidak membayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan dalam surat penagihan atau yang telah diperjanjikan;
c. melakukan tuntutan ganti rugi terhadap orang/badan yang menimbulkan kerugian bagi negara;
d. pencabutan pcrjanjian terhadap :
(i) pemegang izin dalam usaha-usaha tertentu;
(ii) penyewa (rumah, tanah, dan sebagainya);
(iii) sewa bell (rumah/kendaraan bermotor) yang nyata-nyata tidak ada itikad balk untuk membayar/ menyelesaikan hutangnya.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Jumlah anggaran yang tidak disetor yang kemudian diperhitungkan dengan UYHD dilakukan atas pelunjuk Menteri Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Anggaran/Kepala Kantor Wilayah Direktorat JenderalAnggaran.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang bertindak atas nama Menteri Keuangan adalah Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Dalam pengertian "badan" termasuk semua instansi, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun badan usaha milik negara. Dalam penerimaan anggaran termasuk pula hasil operasi proyek.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Saldo rekening "Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dalam hal ini Menteri Keuangan" tiap akhir bulan ditransfer ke rekening Kas Negara pada Bank Indonesia di Jakarta.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Tindakan tersebut dapat berupa denda atau tindakan lainnya. Sanksi-sanksi tersebut antara lain dimuat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, Indische Comptabiliteitswet Pasal 74 dan Pasal 84, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan sanksi sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 6 ayat (3).
Ayat (8)
Ketentuan dalam ayat ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini disampaikan kepada:
a. Direktorat Jenderal Anggaran;
b. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Departemen Keuangan ialah Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan. Yang dimaksud dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ialah Deputi Kepala Bidang Pengawasan Penerimaan Pusat dan Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1) dan ayat (2)
Penghapusan barang milik negara baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dilakukan dengan surat keputusan menteri/ketua lembaga yang menguasai bagian anggaran yang bersangkutan. Penghapusan tersebut bagi lembaga lertinggi/tinggi negara dilakukan oleh Sekreraris Jenderal/Panitera Mahkamah Agung.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 14
Ketentuan ini mengharuskan pejabat yang berwenang mengambil keputusan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara atau yang berwenang menerbitkan SKO, demikian pula bendaharawan, untuk memperhatikan dan turut mengusahakan penghematan di segala bidang serta menghindarkan pengeluaran yang tidak penting.
Pasal 15
Ayat (1) dan Ayat (2)
DIK dan DIP berlaku sebagai SKO. Dengan demikian, SKO hanya diterbitkan untuk penyediaan pembiayaan bagi kegiatan atau proyek yang tidak diatur dengan DIK/DIP.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Penetapan pejabat yang berwenang menandatangani SKO,penetapan atasan langsung bendaharawan, dan penetapan bendaharawan dilakukan dengan surat keputusan menteri/ketua lembaga. Penetapan bendaharawan dapat dilakukan oleh sekretaris jenderal departemen/lembaga yang bersangkutan atau pejabat lain yang dikuasakan oleh menteri/ ketua lembaga. Dalam hal tidak ada pergantian pejabat bendaharawan, penetapan kembali tersebut dilakukan dengan surat pemberitahuan oleh kepala kantor yang membawahi bendaharawan yang bersangkutan. Dalam hal bendaharawan anggaran pembangunan, penetapan tersebut dilakukan dengan mencantumkan namanya dalam DIP yang bersangkutan. Surat keputusan, pemberitahuan, penetapan, penetapan kembali tersebut disampaikan kepada :
1. Departemen Keuangan :
a. untuk surat keputusan penunjukan pejabat yang berwenang menandatangani SKO kepada semua KPKN disertai dengan contoh (spesimen) tanda tangan;
b. untuk surat keputusan penunjukan bendaharawan dan atasan langsung bendaharawan kepada KPKN yang bersangkutan berikut contoh (spesimen) tanda tangan;
2. inspektorat jenderal departemen/unit pengawasan pada lembaga yang bersangkutan;
3. Badan Pemeriksa Keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pasal 78 Indische Comptabiliteitswet berbunyi sebagai berikut :
"Yang berhak atau dikuasakan mengadakan ulang serta yang mempertimbangkan dan menguji penagihan yang memberatkan negara, demikian pula yang menerbitkan surat perintah membayar untuk perhatian menyetujui pembayarannya, tidak boleh merangkap sebagai bendaharawan". Dari ketentuan ini dapat diambil kesimpulan bahwa kepala kantor, pemimpin proyek, kepala biro keuangan tidak boleh diangkat sebagai bendaharawan dari dana anggaran yang berada dalam kewenangannya.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Pembayaran atas beban APBN oleh KPKN dilakukan berdasarkan bukti-bukti tagihan/pembayaran yang sah antara lain surat/dokumen yang membuktikan bahwa orang atau badan berhak memperoleh pembayaran dari negara. Pembayaran untuk tagihan tersebut dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar langsung (SPM-LS) kepada yang berhak. Kepada bendaharawan dapat diberikan uang muka kerja yang disebut uang yang harus dipertanggungiawabkan (UYHD) dengan menerbitkan SPM penyediaan dana UYHD (SPM-DU) oleh KPKN.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Berdasarkan SKO/DIK/DIP yang bersangkutan bendaharawan mengajukan SPPR/SPPP pada KPKN dengan melampirkan bukti yang sah dalam bentuk-bentuk yang diperlukan.
Ayat (2)
Mengenai
bukti yang sah diperhatikan juga ketentuan Pasal 18 ayat (3) dan ayat (5).
Pada kuitansi/tagihan
dan SPPR/SPPP untuk pemborong/rekanan harus dicantumkan nomor pokok
wajib pajak (NPWP) rekanan yang bersangkutan.
SPM pembayaran langsung kepada rekanan dapat diterbitkan dengan cara :
a. penerbitan SPM atas nama rekanan, KPKN menyerahkan SPM tersebut kepada rekanan dan tembusan SPM dikirimkan kepada bendaharawan yang bersangkutan.
b. Penertiban SPM Giro atas nama KPKN dibayarkan kepada rekanan tersebut secara Biro/ pemindahbukuan. Tembusan SPM dikirimkan kepada bendaharawan yang bersangkulan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Untuk keperluan pengeluaran sehari-hari, dapat disediakan uang yang harus dipertanggungjawabkan (UYHD) dalam jumlah tertentu. UYHD merupakan uang muka kerja yang belum membebani mata anggaran pengeluaran dan mempunyai sifat daur ulang (revolving) dengan pengertian bahwa dana UYHD yang telah digunakan dapat diganti kembali atas beban mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan sehingga UYHD kembali kepada jumlah semula. Dengan diterbitkannya SPM penggantian dan UYHD (SPM-GU) berarti penggunaan dana UYHD telah disahkan/dipertanggungjawabkan dengan sah. Dengan berlakunya sistem ini, tidak diperlukan lagi surat pertanggungjawaban (SPJ ).
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Surat keputusan kepegawaian yang diterima oleh KPKN dari pejabat yang berwenang menandatanganinya dipersamakan dengan SKO untuk keperluan pembayaran gaji, tunjangan, dan uang duka. Dokumen yang dipersamakan dengan DIP ada1ah daftar isian pembiayaan proyek (DIPP)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pada dasarnya pengeluaran anggaran dilaksanakan untuk pengeluaran-pengeluaran setempat. Akan tetapi, adakalanya pengeluaran perlu dilakukan di tempat lain sehingga lebih efisien jika pembayararn dilakrsanakan oleh KPKN lain.
Pasal 20
Ayat (1)
Penyimpanan uang harus dilakukan pada bank pemerintah/Giro Pos atas nama jabatan selaku bendaharawan yang bersangkutan. Pembayaran kepada rekanan oleh bendaharawan sejauh mungkin dilakukan dengan giro atau dengan cek atas nama (bukan atas unjuk). Tiap giro atau cek harus memuat dua tanda tangan, yaitu atasan langsung bendaharawan rutin/pemimpin proyek/bagian proyek atau pejabat yang ditunjuk olehnya dan bendaharawan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini tidak termasuk penyediaan uang tunai bagi bendaharawan guna keperluan gaji dan keperluan lain yang sejenis serta guna keperluan perjalanan dinas dan pembebasan tanah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan sisa UYHD yang tidak diperlukan lagi ialah sisa UYHD pada bendaharawan untuk kegiatan/proyek yang telah selesai dilaksanakan dan atau sisa UYHD yang masih terdapat pada bendaharawan pada akhir tahun anggaran.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pemberian kesempalan kepada rekanan golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan langkah yang dilakukan guna membantu dan membimbing pertumbuhan serta meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah untuk bcrpartisipasi dalam proses pembangunan. Langkah tersebut juga sekaligus merupakan usaha untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan rakyat, memperlancar pelaksanaan pembauran dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta mcningkatkan ketahanan nasional. Dalam hubungan dengan apa yang diuraikan tersebut, yang dimaksud dengan perusahaan golongan ekonomi lemah dalam Kepulusan Presiden ini ialah perusahaan yang sebagian besar (50 persen ke atas) modal perusahaannya dimiliki oleh golongan ekonomi lemah, sebagian besar dewan komisaris dan direksi pcrusahaannya terdiri dari golongan ekonomi lemah, jumlah modal atau kekayaan bersih (netto) perusahaan untuk bidang usaha perdagangan dan jasa dibawah Rp 100 juta, sedangkan untuk bidang usaha industri dan konstruksi di bawah Rp 400 juta. Karena golongan ekonomi lemah sebagian besar terdiri dari orang Indonesia asli, dalam rangka menciptakan pemerataan dalam pelaksanaan pembangunan, dan sekaligus untuk mendorong pelaksanaan pembauran, untuk sementara pemberian kesempatan kepada golongan ekonomi lemah itu diberikan kepada orang Indonesia asli.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan perkiraan harga yang dikalkulasikan secara keahlian ialah "engineer's estimate" (EE). "owner's estimate" (OE) harga perhitungan sendiri (HPS) atau semacamnya.
Ayat (7)
Huruf
a
Rekanan
golongan ekonomi lemah dalam pelaksanaan ketentuan ini tidak disyararkan
terdaftar
dalam daftar golongan ekonomi lemah yang disusun oleh Bupati Walikota madya/Kepala
Daerah Tingkat II atau dalam DRM.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Penjelasan dimaksud diberikan oleh panitia pelelangan agar KADIN Daerah dan asosiasi profesi yang terkait menginformasikan secara luas kepada masyarakal dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dalam mengikuti kegiatan pelelangan. Apabila KADIN Daerah dan asosiasi profesi yang terkait berhalangan hadir dalam penjelasan tersebut. kegiatan pelelangan tetap dilaksanakan.
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Cukup jelas
Ayat (14)
Cukup jelas
Ayat (15)
Untuk kcpcrluan kelancruan pcngcsahan berita acara. menteri teknis yang berkompeten, misalnya Menteri Pekerjaan Umum untuk pekejaan pembangunan gedung.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Sanksi dalam hal rekanan tidak memenuhi kewajiban adalah pengenaan denda paling sedikit sebesar satu per seribu dari harga kontrak untuk setiap hari keterlambatan. Untuk kelalaian dalam memenuhi bestek dikenakan denda berupa penggantian barang ataupun volume yang kurang memenuhi bestek tersebut.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf I
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Jika rekanan memperoleh uang muka sebesar 20 % (dua puluh persen), sedangkan tahap pembayaran dalam surat perjanjian yang bersangkutan ditetapkan 20 % (dua puluh persen), 30 % (tiga puluh persen), 25 % (dua puluh lima persen), 20 % (dua puluh persen) dan 5% (lima persen), maka uang muka tersebut dapat diperhitungkan berturut-turut sebagai berikut:
Prestasi |
Tahap Pembayaran |
P e m b a y a r a n | |
(00%)
20 % (20%) 50 % (30%) 75 % (25%) 100 % (25%) 100 % (0%) |
Uang muka
I. 20 % II. 30 % III. 25 % IV. 20 % V. 5 % |
20 % x 100 % =
20 %
20 % - 20 % x 20 % = 20 % - 4 % = 16 % 30 % - 30 % x 20 % = 30 % - 6 % = 24 % 25 % - 25 % x 20 % = 25 % - 5 % = 20 % 20 % - 25 % x 20 % = 20 % - 5 % = 15 % 5 % - 0 % = 5 % - 0 % = 5 % |
|
100 % |
100 % |
100 % |
Rekanan tersebut dapat memepercepat pelunasan uang muka yang diterimanya, misalnya sekaligus pada tahap pertama.
Ayat (6)
Dalam pengertian bank umum tidak termasuk bank perkreditan rakyat.
Ayat (7)
"Cost-Plus Fee" adalah biaya pemborongan yang jumlahnya tidak dinyatakan dengan pasti lebih dahulu, tetapi baru akan ditetapkan kemudian dengan menghitung biaya ditambah upahnya (keuntungnnnya). Hal ini dilarang. jadi dalam surat perjanjian harus dinyatakan dengan tetap dan pasti jumlah biaya yang diperlukan. Ketentuan dalam ayat ini berlaku pula untuk kontrak dengan badan usaha milik negara.
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pengadaan batang/jasa yang bersifat operasional eksploitasi mencakup baik pengadaan barang/jasa yang termasuk dalam kategori biaya maupun non biaya (aktiva).
Pengadaan barang dan jasa yang bersifat operasional eksploitasi yang termasuk dalam kategori biaya adalah biaya yang secara langsung atau tidak langsung dimanfaatkan di dalam usaha menghasilkan pendapatan dalam satu periode atau yang sudah tidak memberikan manfaat ekonomis untuk kegiatan berikutnya.
Pengadaan barang dan jasa yang bersifal operasional/eksploitasi yang termasuk dalam kategori non-biaya (aktiva) adalah pengadaan barang dan jasa yang tujuannya tidak untuk dimiliki secara terus-menerus oleh badan usaha yang bersangkutan, tetapi untuk digunakan (dipakai habis) dalam proses produksi untuk dijual lagi atau untuk disewakan dengan pilihan (opsi) membeli dari penyewanya dan lain-lain penggunaan yang mengakibatkan bahwa dalam Laporan keuangan badan usaha yang bersangkutan barang tersebut tidak dicantumkan sebagai aktiva tetap.
Pengaturan mengenai pengadaan barang/jasa untuk keperluan operasional/eksploitasi perusahaan tersebut harus dibuat secara tertulis.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Rekanan yang semula tercatat sebagai golongan ekonomi lemah, dalam perkembangannya tumbuh menjadi rekanan bukan golongan ekonomi lemah, harus dicoret dari daftar rekanan golongan ekonomi lemah.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan perundang-undangan yang berlaku antara lain ialah Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Dikecualikan dari ketentuan dalam Pasal ini adalah :
a. kontrak yang dibiayai dana bukan APBN, misalnya dana BUMN/BUMD sendiri;
b. kontrak yang sebagian dananya disediakan melalui bantuan/pinjaman luar negeri.
Pasal 31
Ayat (1)
Buku kas ditutup pada tiap akhir bulan, dan bendaharawan rutin harus membuat laporan keadaan kas rutin (LKKR) dan bendaharawan proyek harus membuat laporan keadaan kas pembangunan (LKKP). LKKR/LKKP harus sudah diterima KPN selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya, walaupun keadaan kas tidak mengalami perubahan..
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila rapat dinas/rapat kerja departemen/instansi tidak dapat dihindarkan, rapat itu supaya dibatasi sebanyak-banyaknya sekali dalam setahun.
Ayat (3)
Untuk pembentukan panitia atau tim yang tidak tercantum dalam DIK/DIP tetapi akan membebani anggaran belanja negara diperlukan persetujuan Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran. Tim atau panitia yang akan menyelenggarakan ujian sekolah dan perguruan tinggi dalam lingkungan lembaga pendidikan tidak termasuk dalam pengertian tim atau panitia yang harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan, melainkan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bahan-bahan untuk mengadakan taur bulu/penatausahaan anggaran bagi masing-masing departemen/lembaga ialah :
a. SKO/dokumen yang disamakan;
b. DIK/DIP/dokumen yang disamakan;
c. daftat P 6 mengenai penerimaan yang diperoleh oleh KPKN;
d. daftar P 8 mengenai SPM yang telah diterbitkan;
e. daftar P 7 mengenai SPM yang telah ditunaikan;
f. LKKR/LKKP dari Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek dalam lingkungannya.
g. surat perhitungan antar departemen/lembaga.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pembukuan ialah mengadakan pencatatan berdasarkan dokumen barang. Menteri/ketua lembaga menunjuk pejabat yang diserahi tugas pembukuan barang milik negara.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud Menteri Keuangan ialah Direktur Jenderal Anggaran dan Kepala Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN). Pedoman/petunjuk mengenai pembukuan antara lain termuat dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 330/M/V/9/1968 tanggal 29 September 1968 dan Nomor 33/M/V/9/1968 tanggal 26 September 1968, sedang petunjuk untuk inventarisasi barang milik negara antara lain termuat dalam surat keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-225/MK/V/4/1971 tanggal 13 April 1971.
Pasal 35
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bahan untuk tata buku anggaran dan perhitungan anggaran ialah sebagimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 34 ayat (2) serta dokumen lain yang bersifat khusus (kontrak luar negeri dan sebagainya). Instansi yang bersangkutan segera menyampaikan bahan-bahan tersebut kepada biro keuangan dan departemen/lembaga bersangkutan secara tertib dan cepat. Biro keuangan pada departemen/lembaga mengadakan pemeriksaan (verifikasi) atas bahan yang diterimanya dan segera memberitahukan kepada kantor pemberi bahan apabila dijumpai kesalahan/kekurangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Daftar inventaris beserta rekapitulasinya disampaikan pada tiap permulaan tahun dan perubahannya disampaikan pada tiap akhir triwulan. Barang inventaris yang harus dilaporkan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pembukuan ialah mengadakan pencatatan berdasarkan dokumen barang. Menteri/ketua lembaga menunjuk pejabat yang diserahi tugas pembukuan barang milik negara.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan Departcmen Keuangan ialah Direktur lenderal Anggaran dan Badan Akutansi Keuangan Negara. Contoh mengenai departemen/lembaga tersebut pada huruf b adalah antara lain Departemen Pendidikan dan Kebudaryaan untuk atase kebudayaan, Departemen Perhubungan untuk atase perhubungan. Departemen Pertahanan Keamanan untuk atase pertahanan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal .38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tiap pejabat/orang yang menandatangani atau mengesahkan suatu tanda bukti bertanggung jawab berdasarkan Pasal 74 atau Pasal 84 Indische Comptabititeitswet dan terhadapnya dapat pula dituntut berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Oleh karena itu, pejabat yang bersangkuran harus mencantumkan nama terang, tanda tangan, dan jabatannya pada tanda bukti tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan jenis pengeluaran ialah belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, dan subsidi/bantuan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Tanggung jawab kepala kantor/satuan kerja bukan saja mengenai pelaksanaan kegiatan yang telah ditugaskan kepadanya, melainkan juga meliputi segi keuangan sebagaimana tercantum dalam DIK yang bersangkutan.
Ayat (2)
Periksa penjelasan Pasal 2 ayat (l).
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran ialah kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggaran.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bahan-bahan lengkap ialah :
a. usul perubahan/pergeseran DIK yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, yaitu kepala kantor/satuan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b;
b. perhitungan terperinci berdasarkan volume pekerjaan atau sarana pekerjaan beserta norma biaya yang digunakan yang menjelaskan bahwa kantor/satuan kerja atau kegiatan yang bersangkutan terdapat kelebihan biaya yang dapat digeser, sedangkan pada kantor/satuan kerja atau kegiatan lainnya terdapal kekurangan biaya yang perlu mendapat penambahan,
contoh :
1). Penyediaan biaya lauk pauk pada suatu lembaga pemasyarakatan atau rumah sakit didasarkan kepada jumlah narapidana di lembaga pemasyasarakatan atau pasien pada rumah sakit yang bersangkutan, Demikian juga halnya dengan penyediaan biaya untuk pemeliharaan kendaraan bermotor pada masing-masing satuan kerja. Jika ternyata jumlah narapidana atau pasien pada rumah sakit atau kendaraan bermotor berubah, diperlukan revisi DIK untuk penyesuaian;
2) Perubahan norma biaya (indeks) yang digunakan pada saat penyusunan DIK seperti naiknya biaya lauk pauk, berubahnya perhitungan biaya perjalanan dinas atau objek pemeriksaan;
3) Hal-hal lain seperti timbulny/diintegrasikannya suatu/beberapa kantor/satuan kerja, berubahnya jumlah objek subsidi (seperti sekolah/panti asuhan) yang akan mendapat subsidi/bantuan.
c. Hal-ahal lain yang menjelaskan perlunya dilakukan revisi DIK yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan formasi pegawai di luar negeri termasuk pula tenaga setempat ("Local Staff").
Ayat (2)
Pengesahan formasi tersebut merupakan persyaratan untuk pengangkatan pegawai, disamping syarat-syarat lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Departemen/lembaga wajib menerbitkan surat keputusan kenaikan pangkal bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya persetujuan BAKN. Persetujuan BAKN menrpakan alat penguji bagi KPKN untuk mengadakan pemeriksaan SPPR gaji, Untuk kenaikan pangkat ke golongan IV/b ke atas surat keputusan presiden mengenai pengangkatan pegawai yang bersangkutan sekaligus merupakan alat penguji bagi KPKN.
Ayat (6)
Wewenang uniuk menandatangani surat keputusan kepegawaian pada dasarnya berada pada menteri/ketua lembaga. Namun, untuk mcmperlancar proses penetapan surat keputusan tersebut, Menteri/ketua lembaga dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada pejabat lain. Pelimpahan wewenang tersebut diatur dalam surat keputusan menteri/ketua lembaga bersangkutan.
Ayat (7)
Cukup jclas
Ayat (8)
Tembusan surat keputusan/sifat Perbantuan bersangkutan disampaikan oleh Departemen/Lembaga kepada KPKN. Apabila pegawai negeri sipil pusat diperbantukan sampai pensiun, biaya pemulangan ke tempat ia menetap ditanggung oleh insiansi/badan yang menerima bantuan tersebut.
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (1O)
Untuk kepentingan jabatan/tugas negara, sering terjadi perbantuan pegawai negeri pada pemerintah daerah otonom/perusahaan/badan. Agar pegawai tcrsebut jangan sampai dirugikan/mengalami kesulitan, apabila perbantuan tersebut telah selesai, lowongan formasi yang disebabkan oleh perbantuan tersebut tidak boleh diisi agar penempatannya kembali dapat berjalan dengan baik.
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Yang dimaksud dengan penghasilan pegawai di luar negeri ialah antara lain a. tunjangan penghidupan luar negeri; dan b. tunjangan sewa rumah.
Pasal 51
Ayat (1)
Surai pemberitahuan pemberian kenaikan gaji berkala diterbitkan 2 (dua) bulan sebelum kenaikan gaji tersebut berlaku dengan memperhatikan syarat-syarat yang mendasarinya. Surat pemberitahuan tersebut diperlakukan sebagai surat kcputusan pemberian kenaikan gaji berkala.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keluarga ialah istri, suami, anak pegawai yang berhak mendapat tunjangan keluarga.
Ayat (2)
Apabila suami istri kedua-duanya bekerja sebagai pegawai negeri, tunjangan beras diberikan untuk masing-masing suami dan istri menurut haknya sebagai pegawai negeri. Di samping itu, tunjangan juga diberikan kepada istri atau suami sebagai anggota keluarga. Anak-anak yang berhak mendapat tunjangan beras hanya dibebankan kepada salah satu pihak, yaitu dari suami atau istri, dan tidak diberikan secara rangkap.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4) dan Ayat (5)
Ketentuan dalam ayat ini sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun I982 mengenai Tunjangan Bagi Pegawai Negeri/Pensiun.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pada dasarnya surat keputusan pensiun bagi pegawai negeri sipil yang mencapai batas usia pensiun ditetapkan oleh BAKN, sedangkan bagi yang pensiun sebelum mencapai batas usia pensiun. surat kcputusan pensiun ditetapkan oleh menteri/ketua lembaga yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jeias
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud Perwakilan Republik Indonesia ialah kedutaan besar, perwakilan tetap Republik Indonesia, konsulat jenderal, konsulat, konsulat honorer dan semacamnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasa1 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam pengeluaran daerah otonom tersebut antara lain termasuk gaji pegawai negeri sipil daerah otonom dan pusat yang diperbantukan kepada daerah otonom serta sumbangan/bantuan pembiayaan rutin kepada daerah baik untuk membiayai kegiatan desentralisasi, dekosenrtrasi ataupun pembantuan ("medebewind").
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 70
Ayal (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tembusan laporan triwulanan untuk Menteri Keuangan disampaikan untuk perhatian Direktur Jenderal Anggaran (dalam rangkap 2).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Dalam mengadakan pertemuan diikutsertakan pula kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggaran atau kepala KPKN dalam hal di ibukota propinsi tidak terdapat kantor wilayah direktorat jenderal anggaran.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan bahan-bahan yang lengkap ialah:
1) usul revisi DIP dengan disertai alasannya yang ditandatangani oleh pemimpin proyek.
2) bahan/keterangan teknis yang memperkuat alasan perlunya diadakan revisi, apabila diperlukan, keterangan tersebut dapat diperoleh dari pihak ketiga misalnya dari pemerintah daerah, perencana pembangunan, dinas geologi/meteorologi, dan lain-lain.
3) bahan/keterangan lain yang dapat memperkuat alasan perlunya diadakan revisi, misalnya barang-barang dalam rangka bantuan luar negeri yang terlambat datang sehingga untuk sementara proyejk harus menyewa barang serupa, standarisasi harga dan lain-lain.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 75
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bahan-bahan yang lengkap ialah bahan-bahan tersebut dalam penjelasan Pasal 74 ayat (6). Usul perubahan/pergeseran yang diajukan oleh pemimpin proyek kepada menteri/ketua lembaga harus telah dinilai dan disampaiknan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya usul tersebut oleh atasan langsung pemimpin proyek yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jela
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Dalam proyek bantuan ini antara lain termasuk :
a. Proyek Bantuan Pembangunan Desa;
b. Proyek Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II;
c. Proyek Bantuan Pembangunan Dacrah Tingkat I;
d. Proyek Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar;
e. Proyek Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan dan Sanitasi;
f. Proyek Bantuan Pembangunan Desa Tertinggal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang termasuk dalam biaya rupiah ialah biaya lokal ("local cost") termasuk biaya pengurusan ("handling cost") terdiri antara lain atas:
a. biaya untuk persiapan, pekerjaan dasar, dan pembebasan/persiapan tanah;
b. biaya pembukaan L/C, biaya bank, jasa importir;
c. biaya barang di pelabuhan;
d. biaya pengangkutan barang ke tempat proyek;
e. biaya rupiah lainnya hingga proyek selesai;
Biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d adalah handling cost.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1)
Persetujuan mengenai besarnya honorarium yang dimaksud dalam ayat ii tercakup dalam persetujuan atas DIP yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Pemimpin bagian proyek menyerahkan bagian proyek yang telah selesai kepada pemimpin proyek yang selanjutnya menyerahkannya kepada departemen/lembaga, kantor, satuan kerja. Dalam kekayaan termasuk seluruh barang-barang bergerak. Yang dimaksud dengan selesai adalah apabila proyek tersebut seluruhnya atau sebagian lelah dapat berfungsi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam penentuan status sementara proyek dan kckayaan tersebut, antara lain ditetapkan mengenai departemen lembaga/kantor/satuan kerja mana yang selanjutnya akan mengelola kendaraan bermotor, gedung perumahan karyawan/pekerja dan lain-lainnya yang pengadaannya dibiayai dari anggaran proyek sebagai inventarisnya.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 84
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 86
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Laporan kepada Menteri Keuangan untuk perhatian Direktur Jenderal Anggaran dibuat dalam 3 rangkap.
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasa1 92
Cukup jelas
Lampiran ..............