|
|
"Pasal 13
|
|
|
|
|
(1) |
Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya
pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: |
|
|
|
|
a. |
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar; |
|
|
|
b. |
apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; |
|
|
|
c. |
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan
selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0 % (nol persen);
|
|
|
|
d. |
apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29
tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
|
|
|
(2) |
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan
untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. |
|
|
|
(3) |
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar : |
|
|
|
|
a. |
50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu Tahun Pajak; |
|
|
|
b. |
100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong
atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan; |
|
|
|
c. |
100 % (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar. |
|
|
(4) |
Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib
Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, apabila dalam jangka waktu
sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan surat ketetapan
pajak. |
|
|
|
(5) |
Apabila jangka waktu sepuluh tahun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat
diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48 % (empat
puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,
dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu sepuluh tahun tersebut dipidana,
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap." |
|
|
11. |
Ketentuan Pasal 14 ayat (1) diubah dan ditambah dengan
ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 14 seluruh menjadi berbunyi sebagai
berikut : |
|
|
|
|
"Pasal 14
|
|
|
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan
Pajak apabila: |
|
|
|
|
a. |
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; |
|
|
|
b. |
Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran
pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; |
|
|
|
c. |
Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
|
|
|
|
d. |
Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak; |
|
|
|
e. |
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi
membuat Faktur Pajak atau Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya Faktur
Pajak. |
|
|
(2) |
Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai kekuatan yang sama dengan surat ketetapan pajak. |
|
|
|
(3) |
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk
selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak
atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Tagihan Pajak. |
|
|
|
(4) |
Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e masing-masing dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) dari Dasar Pengenaan
Pajak." |
|
|
12. |
Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut : |
|
|
|
|
"Pasal 15
|
|
|
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan
Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat
pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak,
apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. |
|
|
|
(2) |
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
|
|
|
|
(3) |
Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dikenakan
apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan itu diterbitkan berdasarkan
keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. |
|
|
|
(4) |
Apabila jangka waktu sepuluh tahun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetepan pajak Kurang Bayar Tambahan
tetap dapat diterbitkan ditambah saksi administrasi berupa bunga 48 % (empat
puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,
dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu sepuluh tahun tersebut dipidana
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap." |
|
|
13. |
Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai
berikut : |
|
|
|
|
"Pasal 16
|
|
|
|
|
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan
Wajib Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan
Pajak yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung
dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan." |
|
|
|
14. |
Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai
beriku : |
|
|
|
|
"Pasal 17
|
|
|
|
|
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan,
menerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak
atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang
atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang."
|
|
|
|
15. |
Menambah dua ketentuan baru di antara Pasal 17 dan Pasal
18 yang dijadikan Pasal 17A dan Pasal 17B, yang masing-masing berbunyi
sebagai berikut : |
|
|
|
|
"Pasal 17A
|
|
|
|
|
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan,
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau
jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran
pajak. |
|
|
|
|
Pasal 17B
|
|
|
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus menerbitkan surat
ketetapan pajak selambat-lambatnya dua belas bulan sejak surat permohonan
diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain oleh Direktur
Jenderal Pajak. |
|
|
|
(2) |
Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan dalam waktu selambat-lambatnya satu
bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. |
|
|
|
(3) |
Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kepada Wajib
Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung
sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai
dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar." |
|
|
16. |
Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut : |
|
|
|
|
"Pasal 18
|
|
|
|
|
(1) |
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak. |
|
|
|
(2) |
Tata cara pelaksanaan penagihan pajak ditetapkan oleh Menteri
Keuangan." |
|
|
17. |
Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai
berikut : |
|
|
|
|
"Pasal 20
|
|
|
|
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9, jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, ditagih seketika
dan sekaligus dalam hal : |
|
|
|
|
a. |
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
atau berniat untuk itu; |
|
|
|
b. |
Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan
kegiatan perusahaannya atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia ataupun
memindahtangankan barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimiliki
atau dikuasainya; |
|
|
|
c. |
Pembubaran badan atau niat untuk membubarkannya, pernyataan
pailit, begitu pula dalam hal terjadi penyitaan atas barang bergerak atau
barang tidak bergerak milik Penanggung Pajak." |
|
|
18. |
Ketentuan Pasal 21 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) diubah,
sehingga Pasal 21 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : |
|
|
|
|
"Pasal 21
|
|
|
|
|
(1) |
Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas
barang-barang milik Penanggung Pajak. |
|
|
|
(2) |
Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), meliputi pokok pajak, bunga, denda administrasi, kenaikan, dan
biaya penagihan. |
|
|
|
(3) |
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu
lainnya, kecuali terhadap : |
|
|
|
|
a. |
biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang
suatu barang bergerak maupun tidak bergerak; |
|
|
|
b. |
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang; |
|
|
|
c. |
biaya perkara, semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu
warisan. |
|
|
(4) |
Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun
sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kecuali apabila dalam jangka
waktu dua tahun tersebut, Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan
secara resmi, atau diberikan penundaan pembayaran. |
|
|
|
(5) |
Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara
resmi, jangka waktu dua tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dihitung
sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa, atau dalam hal diberikan penundaan
pembayaran jangka waktu dua tahun tersebut ditambah dengan jangka waktu
penundaan pembayaran. |
|
|
19. |
Ketentuan Pasal 22 diubah dan ditambah dengan ayat (2),
sehingga Pasal 22 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: |
|
|
|
|
"Pasal 22
|
|
|
|
|
(1) |
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda,
kenaikan, dan biaya penagihan, daluwarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun
terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak atau tahun Pajak yang bersangkutan. |
|
|
|
(2) |
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tertanggung apabila : |
|
|
|
|
a. |
diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; |
|
|
|
b. |
ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung. |
|
|
|
c. |
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4)." |
|
20. |
Ketentuan Pasal 23 diubah dan ditambah dengan ayat (2),
dan ayat (3), sehingga Pasal 23 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut
: |
|
|
|
|
"Pasal 23
|
|
|
|
|
(1) |
Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang
tidak dibayar Penanggung Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat
Paksa. |
|
|
|
(2) |
Sanggahan dan/atau gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan
Surat Paksa, sita atau lelang hanya dapat diajukan kepada badan peradilan
pajak. |
|
|
|
(3) |
Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa berpedoman
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku." |
|
|
21. |
Ketentuan Pasal 25 diubah dan ditambah dengan satu ayat,
sehingga Pasal 25 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: |
|
|
|
|
"Pasal 25
|
|
|
|
|
(1) |
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur
Jenderal Pajak atas suatu : |
|
|
|
|
a. |
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; |
|
|
|
b. |
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; |
|
|
|
c. |
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; |
|
|
|
d. |
Surat Ketetapan Pajak Nihil; |
|
|
|
e. |
Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. |
|
|
(2) |
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong
atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan
disertai alasan-alasan yang jelas. |
|
|
|
(3) |
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu tiga bulan
sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. |
|
|
|
(4) |
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga
tidak dipertimbangkan. |
|
|
|
(5) |
Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat
Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman
Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat
Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak. |
|
|
|
(6) |
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis
hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan
atau pemungutan pajak. |
|
|
|
(7) |
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak
dan pelaksanaan penagihan pajak." |
|
|
22. |
Ketentuan Pasal 27 diubah dan ditambah dengan tiga ayat,
sehingga Pasal 27 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: |
|
|
|
|
"Pasal 27
|
|
|
|
|
(1) |
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak. |
|
|
|
(2) |
Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibentuk, permohonan banding diajukan kepada Majelis Pertimbangan
Pajak, yang putusannya bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara. |
|
|
|
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam
waktu tiga bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat
keputusan tersebut. |
|
|
|
(4) |
Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan
bersifat tetap. |
|
|
|
(5) |
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. |
|
|
|
(6) |
Susunan, kekuasaan dan acara badan peradilan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang." |
|
|
23. |
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 27 dan Pasal 28
yang dijadikan Pasal 27A, yang berbunyi sebagai berikut : |
|
|
|
|
Pasal 27 A
|
|
|
|
|
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima
sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya
dua puluh empat bulan." |
|
|