Pasal 13
|
|
|
|
|
(1) |
Bea Masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya
berbeda dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap: |
|
|
|
|
a. |
barang impor yang dikenakan tarif Bea Masuk berdasarkan perjanjian
atau kesepakatan internasional; |
|
|
|
b. |
barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas,
atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan; atau |
|
|
|
c. |
barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor
Indonesia secara diskriminatif. |
|
|
(2) |
Tata cara pengenaan dan besarnya tarif Bea Masuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. |
|
|
|
Paragraf 2
Klasifikasi Barang
Pasal 14
|
|
|
|
|
(1) |
Untuk penetapan tarif Bea Masuk, barang dikelompokkan berdasarkan
sistem klasifikasi barang. |
|
|
|
(2) |
Ketentuan tentang klasifikasi barang diatur lebih lanjut
oleh Menteri. |
|
|
|
Bagian Kedua
Nilai Pabean
Pasal 15
|
|
|
|
|
(1) |
Nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk adalah nilai
transaksi dari barang yang bersangkutan. |
|
|
|
(2) |
Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan
nilai transaksi dari barang identik. |
|
|
|
(3) |
Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan
nilai transaksi dari barang serupa. |
|
|
|
(4) |
Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan
metode deduksi. |
|
|
|
(5) |
Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan metode
komputasi. |
|
|
|
(6) |
Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5), nilai pabean untuk penghitungan
Bea Masuk dihitung dengan menggunakan tata cara yang wajar dan konsisten
dengan prinsip dan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), atau ayat (5) berdasarkan data yang tersedia di Daerah
Pabean dengan pembatasan tertentu. |
|
|
|
(7) |
Ketentuan tentang nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk
diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
|
|
|
Bagian Ketiga
Penetapan Tarif dan Nilai Pabean
Pasal 16
|
|
|
|
|
(1) |
Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan tarif atas barang
impor sebelum penyerahan Pemberitahuan Pabean atau dalam waktu tiga puluh
hari sejak tanggal Pemberitahuan Pabean. |
|
|
|
(2) |
Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan nilai pabean untuk
penghitungan Bea Masuk atas barang impor dalam waktu tiga puluh hari sejak
tanggal Pemberitahuan Pabean. |
|
|
|
(3) |
Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau ayat (2) mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk kecuali
importir mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat
(1), importir harus melunasi Bea Masuk yang kurang dibayar sesuai dengan
penetapan. |
|
|
|
(4) |
Importir yang salah memberitahukan nilai pabean untuk penghitungan
Bea Masuk sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling banyak lima ratus persen dari Bea
Masuk yang kurang dibayar atau paling sedikit seratus persen dari Bea Masuk
yang kurang dibayar. |
|
|
|
(5) |
Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau ayat (2) mengakibatkan kelebihan pembayaran Bea Masuk, pengembalian
Bea Masuk dibayar sebesar kelebihannya. |
|
|
|
(6) |
Ketentuan tentang penetapan tarif dan nilai pabean diatur
lebih lanjut oleh Menteri. |
|
|
|
Pasal 17
|
|
|
|
|
(1) |
Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai
pabean untuk penghitungan Bea Masuk dalam jangka waktu dua tahun terhitung
sejak tanggal Pemberitahuan Pabean. |
|
|
|
(2) |
Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berbeda dengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Direktur
Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada importir untuk: |
|
|
|
|
a. melunasi Bea Masuk yang kurang dibayar; atau
b. diberikan pengembalian Bea Masuk yang lebih dibayar.
|
|
|
|
(3) |
Bea masuk yang kurang dibayar atau pengembalian Bea Masuk
yang lebih dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar sesuai dengan
penetapan kembali. |
|
|
|
BAB IV
BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN
Bagian Pertama
Bea Masuk Antidumping
Pasal 18
Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal:
|
|
|
|
|
a. |
harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai
normalnya, dan |
|
|
|
b. |
impor barang tersebut: |
|
|
|
|
1. |
menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; |
|
|
|
2. |
mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi
barang sejenis dengan barang tersebut; atau |
|
|
|
3. |
menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. Pasal
19 (1) Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai
normal dengan harga ekspor dari barang tersebut. (2) Bea Masuk Antidumping
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tambahan dari Bea Masuk yang
dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1). |
|
|
Pasal 20
Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Antidumping
serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Bea Masuk Imbalan
Pasal 21
Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor dalam hal:
|
|
|
|
|
a. |
ditemukan adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor
terhadap barang tersebut, dan |
|
|
|
b. |
impor barang tersebut: |
|
|
|
|
1. |
menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; |
|
|
|
2. |
mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau |
|
|
|
3. |
menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam
negeri. |
|
|
Pasal 22
|
|
|
|
|
(1) |
Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 setinggi-tingginya sebesar selisih antara subsidi
dengan: |
|
|
|
|
a. |
biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh subsidi; dan/atau |
|
|
|
b. |
pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti subsidi yang
diberikan kepada barang ekspor tersebut. |
|
|
(2) |
Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
tambahan dari Bea Masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1). |
|
|
|
Pasal 23
Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Imbalan
serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TIDAK DIPUNGUT, PEMBEBASAN, KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN BEA
MASUK
Bagian Pertama
Tidak Dipungut Bea Masuk
Pasal 24
Barang yang dimasukkan ke Daerah Pabean untuk diangkut terus atau diangkut
lanjut ke luar Daerah Pabean tidak dipungut Bea Masuk.
Bagian Kedua
Pembebasan dan Keringanan Bea Masuk
Pasal 25
|
|
|
|
|
(1) |
Pembebasan Bea Masuk diberikan atas Impor: |
|
|
|
|
a. |
barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya
yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; |
|
|
|
b. |
barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya
yang bertugas di Indonesia; |
|
|
|
c. |
barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada
barang lain dengan tujuan untuk diekspor; |
|
|
|
d. |
buku ilmu pengetahuan; |
|
|
|
e. |
barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau
kebudayaan; |
|
|
|
f. |
barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam
itu yang terbuka untuk umum; |
|
|
|
g. |
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
|
|
|
|
h. |
barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
|
|
|
|
i. |
persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang
yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; |
|
|
|
j. |
barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara; |
|
|
|
k. |
barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan; |
|
|
|
l. |
peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; |
|
|
|
m. |
barang pindahan; |
|
|
|
n. |
barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu. |
|
|
(2) |
Perubahan atas barang impor yang diberikan pembebasan berdasarkan
tujuan pemakaian nya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
oleh Menteri |
|
|
|
(3) |
Ketentuan tentang pembebasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
|
|
|
(4) |
Barangsiapa yang tidak memenuhi ketentuan tentang pembebasan
Bea Masuk yang ditetapkan menurut undang-undang ini, jika mengakibatkan
kerugian pada penerimaan negara, dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar. |
|
|
|
Pasal 26
|
|
|
|
|
(1) |
Pembebasan atau keringanan Bea Masuk dapat diberikan atas
Impor: |
|
|
|
|
a. |
mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri; |
|
|
|
b. |
barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan
industri untuk jangka waktu tertentu; |
|
|
|
c. |
peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran
lingkungan; |
|
|
|
d. |
bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri
pertanian, peternakan, atau perikanan; |
|
|
|
e. |
hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang
telah mendapat izin; |
|
|
|
f. |
barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan,
atau pengujian; |
|
|
|
g. |
barang yang telah diekspor, kemudian diimpor kembali dalam
kualitas yang sama; |
|
|
|
h. |
barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan,
atau penyusutan volume atau berat karena alamiah antara saat diangkut ke
dalam Daerah Pabean dan saat diberikan persetujuan impor untuk dipakai;
|
|
|
|
i. |
bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan
jaringan; |
|
|
|
j. |
barang oleh Pemerintah pusat atau Pemerintah daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum; |
|
|
|
k. |
barang dengan tujuan untuk diimpor sementara. |
|
|
(2) |
Perubahan atas barang impor yang dapat diberikan pembebasan
atau keringanan berdasarkan tujuan pemakaiannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur oleh Menteri. |
|
|
|
(3) |
Ketentuan tentang pembebasan atau keringanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
|
|
|
(4) |
Barangsiapa yang tidak memenuhi ketentuan tentang pembebasan
atau keringanan Bea Masuk yang ditetapkan menurut undang-undang ini, jika
mengakibatkan kerugian pada penerimaan negara, dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pengembalian Bea Masuk
Pasal 27
|
|
|
|
|
(1) |
Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian
Bea Masuk yang telah dibayar atas: |
|
|
|
|
a. |
kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau karena kesalahan tata usaha; |
|
|
|
b. |
impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal
26; |
|
|
|
c. |
impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali
atau dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai; |
|
|
|
d. |
impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk
dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah
dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas
lebih rendah; atau |
|
|
|
e. |
kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat putusan lembaga
banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99. |
|
|
(2) |
Ketentuan tentang pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
|
|
|
BAB VI
PEMBERITAHUAN PABEAN DAN TANGGUNG JAWAB ATAS BEA MASUK
Bagian Pertama
Pemberitahuan Pabean
Pasal 28
Ketentuan dan tata cara tentang:
|
|
|
|
|
a. |
bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan buku
catatan pabean; |
|
|
|
b. |
penyerahan dan pendaftaran Pemberitahuan Pabean; |
|
|
|
c. |
penelitian, perubahan, penambahan, dan pembatalan Pemberitahuan
Pabean dan buku catatan pabean; |
|
|
|
d. |
pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean
dan buku catatan pabean; |
|
|
|
e. |
penggunaan dokumen pelengkap pabean, diatur oleh Menteri. |
|
|
|
Bagian Kedua
Pengurusan Pemberitahuan Pabean
Pasal 29
|
|
|
|
|
(1) |
Pengurusan Pemberitahuan Pabean yang diwajibkan undang-undang
ini dilakukan oleh pengangkut, importir, atau eksportir. |
|
|
|
(2) |
Dalam hal pengurusan Pemberitahuan Pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, importir atau eksportir
menguasakannya kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan. |
|
|
|
(3) |
Ketentuan tentang pengurusan Pemberitahuan Pabean diatur
lebih lanjut oleh Menteri. |
|
|
|
|
|
|
|
|