UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 1997

TENTANG

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang
:
a.
bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat;
b.
bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air memerlukan biaya besar yang harus digali terutama dari sumber kemampuan sendiri;
c.
bahwa dalam rangka kemandirian dimaksud, peran masyarakat dalam pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan perlu terus ditingkatkan dengan mendorong kesadaran, pemahaman, dan penghayatan bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional serta merupakan salah satu kewajiban kenegaraan sehingga setiap anggota masyarakat wajib berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya;
d.
bahwa dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan sering terdapaty utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana mestinya sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa;
e.
bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850) tidak dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaan Undang-undang perpajakan yang berlaku sehubungan dengan adanya perkembangan sistem hukum nasional dan kehidupan masyarakat yang dinamis sehingga diperlukan Undang-undang penagihan pajak yang mampu memberi kepastian hukum dan keadilan serta dapat mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam mencapai kewajiban perpajakan;
f.
bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850) dipandang perlu diganti;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN 
SURAT PAKSA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1.
Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan titentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu;
3.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Pajak menurut peraturan perundang-undangan perpajakan;
4.
Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk badan usaha lainnya;
5.
Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubunga dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6.
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan;
7.
Pengadilan Negari adalah Pengadilan Negreri yang daerah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan;
8.
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan;
9.
Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak;
10.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar untuk pajak dan biaya penagihan pajak;
11.
Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
12.
Penyitaan adalah tindakan Juru Sita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
13.
Objek sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadidakan jaminan utang pajak;
14.
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli;
15.
Kantor Lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang;
16.
Risalah Lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang atau kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan lelang yang berlaku;
17.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
18.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu;
19.
Gugatan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak dan kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersngkutan;
20.
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyenderaan, menjual barang yang telah disita;
21.
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita;
22.
Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala daerah Tingkat I, Bupati atau Walikota madya Kepala daerah Tingkat II;
23.
Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan;
24.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
BAB II
PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK
Pasal 2
(1)
Menteri berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat.
(2)
Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah.
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berwenang :
a. mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak;                     
b.
menerbitkan :
1)
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
2)
Surat Paksa;                                             
3)
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
4)
Surat Perintah Penyanderaan;
5)
Surat Pencabutan Sita;
6)
Pengumuman Lelang;
7)
Pembatalan Lelang; dan
8)
surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.
Pasal 3
(1)
Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat.
(2)
Syarat-syarat, tata cara pengangkatan dan pemberhentian sebagai Jurusita pajak ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 4
Sebelum memangku jabatannya, Jurusita Pajak diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya oleh Pejabat yang berbunyi sebagai berikut :
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-undang dasar 1945, dan segala Undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjelankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Jurusita Pajak yang berbudi baik dan jujur, menegakkan hukum dan keadilan".
Pasal 5
(1)
Jurusita Pajak bertugas :
a.
melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
b.
memberitahukan Surat Paksa;
c.
melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
d.
melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
(2)
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya, harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak.
(3)
Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan obyek sita di tempat usaha dan melakukan penyitaan di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan obyek sita.
(4)
Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen Kehakiman, Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain dalam rangka melaksanakan penagihan pajak.
(5)
Jurusita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri atau Kepala Daerah.

Pasal  6 ...................