PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1998
TENTANG
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan persaingan yang semakin tajam sehingga perlu mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan efisiensi, daya saing dan pengembangan usaha Perusahaan Perseroan (PERSERO);

 

 

b.

bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi, daya saing dan pengembangan Perusahaan Perseroan (PERSERO), maka dipandang perlu untuk menegaskan mekanisme kerja organ Perusahaan Perseroan (PERSERO) sesuai dengan prinsip Perseroan Terbatas;

 

 

c.

bahwa untuk maksud tersebut, maka perlu untuk menyempurnakan pengaturan yang berkaitan dengan Perusahaan Perseroan (PERSERO) dengan Peraturan Pemerintah.

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

 

 

2.

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904);

 

 

3.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587).

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Menteri Keuangan adalah Menteri yang mewakili Pemerintah selaku pemegang saham Negara pada Perusahaan Perseroan.

 

 

2.

Perusahaan Perseroan, untuk selanjutnya disebut PERSERO, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 yang berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan modal secara langsung.

 

 

3.

PERSERO Terbuka adalah PERSERO yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau PERSERO yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Setiap penyertaan modal Negara ke dalam modal saham Perseroan Terbatas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya kekayaan Negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut.

 

 

(2)

Setiap perubahan penyertaan modal Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang meliputi penambahan dan pengurangan penyertaan modal Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

 

 

(3)

Pelaksanaan penyertaan modal Negara dan perubahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

 

 

Pasal 3

 

 

Terhadap PERSERO berlaku prinsip-prinsip Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Maksud dan tujuan pendirian PERSERO adalah:

 

 

 

a.

menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri ataupun internasional; dan

 

 

 

b.

memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

 

 

(2)

PERSERO dengan sifat usaha tertentu dapat melaksanakan penugasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

 

 

BAB II
ORGAN PERSERO

Bagian Kesatu
Rapat Umum Pemegang Saham

Pasal 5

 

 

(1)

Menteri Keuangan dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada Direktur Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara, perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam Rapat Umum Pemegang Saham PERSERO.

 

 

(2)

Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan untuk mengambil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, mengenai:

 

 

 

a.

Perubahan jumlah modal;

 

 

 

b.

Perubahan Anggaran Dasar;

 

 

 

c.

Rencana pembagian dan penggunaan laba;

 

 

 

d.

Penggabungan, peleburan dan pemecahan PERSERO;

 

 

 

e.

Investasi dan pembiayaan jangka panjang;

 

 

 

f.

Kerja sama PERSERO;

 

 

 

g.

Pembentukan anak perusahaan dan penyertaan;

 

 

 

h.

Pengalihan aktiva.

 

 

Bagian Kedua
Direksi

Pasal 6

 

 

Direksi adalah organ PERSERO yang bertugas melaksanakan pengurusan PERSERO untuk kepentingan dan tujuan PERSERO, serta mewakili PERSERO baik di dalam maupun di luar pengadilan.

 

 

Pasal 7

 

 

Direksi bertanggung jawab atas pengurusan PERSERO sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Pengangkatan dan pemberhentian Direksi PERSERO dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham.

 

 

(2)

Dalam hal Menteri Keuangan bertindak sebagai Rapat Umum Pemegang Saham, pengangkatan Direksi ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 

 

(3)

Direksi PERSERO diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman dan perilaku serta dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemajuan PERSERO.

 

 

(4)

Dalam pengangkatan dan pemberhentian Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) Rapat Umum Pemegang Saham meminta pendapat Komisaris atau pihak lain yang dipandang perlu.

 

 

(5)

Jumlah anggota Direksi PERSERO disesuaikan dengan kebutuhan dan salah seorang anggota Direksi diangkat sebagai Direktur Utama.

 

 

(6)

Masa Jabatan Direksi PERSERO adalah 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali.

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Dalam melaksanakan tugasnya Direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh waktu pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan PERSERO.

 

 

(2)

Anggota Direksi PERSERO dilarang memangku jabatan rangkap sebagaimana tersebut di bawah ini:

 

 

 

a.

Direktur Utama atau Direktur pada Badan Usaha Milik Negara, daerah dan swasta, atau jabatan lain yang berhubungan dengan pengelolaan perusahaan;

 

 

 

b.

jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah;

 

 

 

c.

jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Pasal 10

 

 

Rapat Umum Pemegang Saham dapat memberhentikan anggota Direksi sebelum habis masa jabatannya apabila anggota Direksi:

 

 

a.

tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;

 

 

b.

tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan atau Anggaran Dasar;

 

 

c.

melakukan tindakan yang merugikan PERSERO atau terlibat dalam tindakan lain yang merugikan PERSERO; atau

 

 

d.

dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan yang bersangkutan dengan kepengurusan perusahaan.

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Direksi wajib menyiapkan Rencana Jangka Panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan PERSERO yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.

 

 

(2)

Rencana Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang- kurangnya memuat:

 

 

 

a.

evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang sebelumnya;

 

 

 

b.

posisi perusahaan saat ini;

 

 

 

c.

asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang;

 

 

 

d.

penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan dan program kerja Rencana Jangka Panjang.

 

 

(3)

Rancangan Rencana Jangka Panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Komisaris, disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham untuk mendapat pengesahan.

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Direksi wajib menyiapkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari Rencana Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

 

 

(2)

Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:

 

 

 

a.

rencana kerja yang dirinci atas misi PERSERO, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan perusahaan dan program kerja/kegiatan;

 

 

 

b.

anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kegiatan;

 

 

 

c.

proyeksi keuangan PERSERO dan anak perusahaannya;

 

 

 

d.

hal-hal lain yang memerlukan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Direksi wajib menyampaikan Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan kepada Rapat Umum Pemegang Saham paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum memasuki tahun anggaran perusahaan.

 

 

(2)

Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tahun anggaran berjalan.

 

 

(3)

Dalam hal Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tidak disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud ayat (2), maka Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tsb. dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan mengenai bentuk, isi dan tata cara penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.

 

 

(4)

Rapat Umum Pemegang Saham melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Komisaris dalam hal PERSERO selama 2 (dua) tahun berturut turut dinyatakan sehat.

 

 

Pasal 14

 

 

Bentuk, isi dan tata cara penyusunan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham.

 

 

Pasal 15

 

 

Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan PERSERO kepada akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagaimana ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham.

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Tingkat kesehatan PERSERO ditetapkan setiap tahun.

 

 

(2)

Tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan atas Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.

 

 

(3)

Pembedaan tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sesuai dengan kondisi keuangan dan sifat penugasan PERSERO.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut tentang penetapan tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri Keuangan.

 

 

Pasal 17

 

 

PERSERO yang Sehat selama 2 (dua) tahun berturut turut dapat mempersiapkan diri dan mengambil langkah-langkah untuk menjadi PERSERO Terbuka.

 

 

Bagian Ketiga
Komisaris

Pasal 18

 

 

(1)

Komisaris adalah organ PERSERO yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan PERSERO termasuk pelaksanaan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan, ketentuan Anggaran Dasar serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

(2)

Komisaris melakukan tugas dan kewenangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Dalam Anggaran Dasar tetap dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.

 

 

(2)

Berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris dapat melakukan tindakan kepengurusan PERSERO dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

 

 

Pasal 20

 

 

Komisaris dalam melakukan tugasnya berkewajiban:

 

 

a.

memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang diusulkan Direksi;

 

 

b.

mengikuti perkembangan kegiatan PERSERO, memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi kepengurusan PERSERO;

 

 

c.

melaporkan dengan segera kepada Rapat Umum Pemegang Saham apabila terjadi gejala menurunnya kinerja PERSERO;

 

 

d.

memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan kepengurusan PERSERO;

 

 

e.

melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar PERSERO;

 

 

Pasal 21

 

 

Pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham.

 

 

Pasal 22

 

 

Komisaris diangkat dari tenaga yang memiliki integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen dan memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha PERSERO tersebut serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Jumlah Komisaris disesuaikan dengan kebutuhan PERSERO dan paling sedikit 2 (dua) orang, serta salah satu di antaranya diangkat sebagai Komisaris Utama.

 

 

(2)

Komisaris diangkat untuk jangka waktu yang sama dengan Direksi dan dapat diangkat kembali.

 

 

(3)

Pengangkatan anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi.

 

 

Pasal 24

 

 

Rapat Umum Pemegang Saham dapat memberhentikan Komisaris sebelum habis masa jabatannya, apabila Komisaris:

 

 

a.

tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;

 

 

b.

tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan atau Anggaran Dasar;

 

 

c.

melakukan perbuatan yang merugikan PERSERO atau terlibat dalam tindakan lain yang merugikan PERSERO; atau

 

 

d.

dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan dalam perusahaan.

 

 

Pasal 25

 

 

(1)

Komisaris mengadakan rapat 1 (satu) bulan sekali dan sewaktu waktu apabila dianggap perlu.

 

 

(2)

Dalam hal dianggap perlu, Komisaris dapat meminta Direksi untuk menghadiri rapat Komisaris.

 

 

Pasal 26

 

 

Komisaris PERSERO dilarang untuk memangku jabatan rangkap yang dapat menimbulkan benturan kepentingan yang merugikan PERSERO sebagaimana tersebut di bawah ini:

 

 

a.

Direktur Utama atau Direktur pada Badan Usaha Milik Negara, daerah dan swasta, atau jabatan lain yang berhubungan dengan pengurusan perusahaan;

 

 

b.

jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Pasal 27

 

 

(1)

Untuk membantu pelaksanaan tugasnya, Komisaris dapat mengangkat Sekretaris atas beban PERSERO.

 

 

(2)

Jika dianggap perlu Komisaris dalam melaksanakan tugasnya dapat mempekerjakan tenaga ahli dalam waktu tertentu atas beban PERSERO.

 

 

(3)

Segala biaya yang diperlukan oleh Komisaris untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya menjadi beban PERSERO dan secara jelas dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.

 

 

BAB III
SATUAN PENGAWASAN INTERN

Pasal 28

 

 

(1)

Pada setiap PERSERO dibentuk Satuan Pengawasan Intern yang merupakan aparat pengawasan intern perusahaan.

 

 

(2)

Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama.

 

 

Pasal 29

 

 

(1)

Satuan Pengawasan Intern bertugas membantu Direktur Utama dalam melaksanakan pemeriksaan intern keuangan dan pemeriksaan operasional PERSERO serta menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaannya pada PERSERO yang bersangkutan serta memberikan saran-saran perbaikannya.

 

 

(2)

Atas permintaan tertulis Komisaris, Direksi memberikan keterangan mengenai hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

 

 

Pasal 30

 

 

Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern.

 

 

BAB IV
PERSERO TERBUKA

Pasal 31

 

 

Terhadap PERSERO Terbuka berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

 

 

Pasal 32

 

 

Penatausahaan kekayaan Negara yang tertanam dalam PERSERO Terbuka dilakukan oleh Menteri Keuangan yang mewakili Pemerintah selaku pemegang saham Negara pada PERSERO Terbuka.

 

 

Pasal 33

 

 

(1)

Menteri Keuangan sebagai pemegang saham PERSERO Terbuka dapat memberikan kuasa kepada Direktur Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara, perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam Rapat Umum Pemegang Saham PERSERO.

 

 

(2)

Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan untuk mengambil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, mengenai:

 

 

 

a.

Perubahan jumlah modal;

 

 

 

b.

Perubahan Anggaran Dasar;

 

 

 

c.

Rencana pembagian dan penggunaan laba;

 

 

 

d.

Penggabungan, peleburan dan pemecahan PERSERO;

 

 

 

e.

Investasi dan pembiayaan jangka panjang;

 

 

 

f.

Kerja sama PERSERO;

 

 

 

g.

Pembentukan anak perusahaan dan penyertaan;

 

 

 

h.

Pengalihan aktiva;

 

 

BAB V
PENATAUSAHAAN PENYERTAAN MODAL

NEGARA DALAM PERSERO
Pasal 34

 

 

(1)

Menteri Keuangan menyelenggarakan penatausahaan setiap penyertaan modal Negara berikut perubahannya ke dalam modal saham Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan penyertaan-penyertaan yang dilakukan oleh PERSERO.

 

 

(2)

Pelaksanaan sehari hari dari kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara.

 

 

BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 35

 

 

Dividen yang menjadi hak Negara wajib disetorkan kepada Bendahara Umum Negara segera setelah ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham.

 

 

Pasal 36

 

 

(1)

Badan Usaha yang bukan PERSERO dapat dialihkan bentuknya menjadi PERSERO.

 

 

(2)

Pengalihan bentuk badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjadi PERSERO harus memenuhi persyaratan sbb:

 

 

 

a.

telah melakukan penyehatan baik di bidang keuangan maupun operasional sehingga mampu untuk berkembang secara mandiri;

 

 

 

b.

telah menyusun neraca penutup dan neraca likuidasi yang diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau akuntan publik yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan;

 

 

 

c.

 telah menyusun neraca pembukaan untuk disahkan oleh Menteri Keuangan.

 

 

Pasal 37

 

 

Bagi PERSERO tidak berlaku:

 

 

a.

Keputusan Presiden No.16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1995;

 

 

b.

Instruksi Presiden No.9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindahtanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai Negara;

 

 

c.

segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagi pegawai negeri.

 

 

Pasal 38

 

 

Pegawai PERSERO merupakan pekerja PERSERO yang pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

 

 

Pasal 39

 

 

Selain organ PERSERO, pihak lain manapun dilarang turut melakukan atau campur tangan dalam pengurusan PERSERO.

 

 

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 40

 

 

Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, seluruh dokumen yang berkenaan dengan kegiatan PERSERO yang selama ini dikelola oleh Menteri yang membawahi dan bertanggung jawab atas bidang teknis PERSERO berdasarkan kewenangan yang diperoleh berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO) dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Perseroan (PERSERO), telah diselesaikan kepada Menteri Keuangan dan untuk selanjutnya dikelola sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

 

 

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 41

 

 

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka:

 

 

a.

Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO) (LN Tahun 1969 No. 21, TLN No. 2894) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1972 (LN Tahun 1972 No. 32, TLN No. 2987);

 

 

b.

ketentuan tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO) dalam Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Perseroan (PERSERO) (LN Tahun 1983 No. 3, TLN No. 3246) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1983 (LN Tahun 1983 No. 37);

 

 

c.

Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1990 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO) Yang Menjual Sahamnya Kepada Masyarakat Melalui Pasar Modal (LN Tahun 1990 No. 79, TLN No. 3428) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1996 (LN Tahun 1996 No. 89, TLN No. 3654); dan

 

 

d.

ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini;


dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

 

 

Pasal 42

 

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

          Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 17 Januari 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 


SOEHARTO