PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 28 TAHUN 1999

TENTANG

PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH
DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

 

I

UMUM

 

1.

Penyelenggara Negara mempunyai peran penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan.

 

 

Dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, Penyelenggara Negara tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga penyelenggaraan negara tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu terjadi karena adanya pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab pada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Di samping itu, masyarakat pun belum sepenuhnya berperan serta dalam menjalankan fungsi kontrol sosial yang efektif terhadap penyelenggaraan negara.

 

 

Pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab tersebut tidak hanya berdampak negatif di bidang politik, namun juga di bidang ekonomi dan moneter, antara lain terjadinya praktek penyelenggaraan negara yang lebih menguntungkan kelompok tertentu dan memberi peluang terhadap tumbuhnya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

 

 

Tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme tersebut tidak hanya dilakukan oleh Penyelenggara Negara, antar-Penyelenggara Negara, melainkan juga Penyelenggara Negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni, dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara.

 

 

Dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sesuai tuntutan reformasi diperlukan kesamaan visi, persepsi, dan misi dari seluruh Penyelenggara Negara dan masyarakat. Kesamaan visi. persepsi, dan misi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya Penyelenggara Negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh, penuh rasa tanggung jawab, yang dilaksanakan secara efektif, efisien, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

 

2.

Undang-undang ini memuat tentang ketentuan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme yang khusus ditujukan kepada para Penyelenggara Negara dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

3.

Undang-undang ini merupakan bagian dari subsistem dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap perbuatan karupsi. kolusi, dan nepotisme. Sasaran pokok Undang-undang ini adalah para Penyelenggara Negara yang meliputi Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim, pejabat negara dan atau pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

4.

Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, dalam Undang-undang ini ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.

 

5.

Pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam Undang-undang ini dimaksud untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotism. Dengan hak dan kewajiban yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah melaksanakan kontrol sosial serara optimal terhadap penyelenggaraan negara, dengan tetap menaati rambu-rambu hukum yang berlaku.

 

6.

Agar Undang-undang ini dapat mencapai sasaran secara efektif maka diatur pembentukan Komisi Pemeriksa yang bertugas dan berwenang melakukan pemeriksaan harta kekayaan pejabat negara sebelum, selama, dan setelah menjabat, termasuk meminta keterangan baik dari mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya, maupun para pengusaha, dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia. Susunan keanggotaan Komisi Pemeriksa terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat mencerminkan independensi atau kemandirian dari lembaga ini.

 

7.

Undang-undang ini mengatur pula kewajiban para Penyelenggara Negara, antara lain mengumumkan dan melaporkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Ketentuan tentang sanksi dalam Undang-undang ini berlaku bagi Penyelenggara Negara, masyarakat, dan Komisi Pemeriksa sebagai upaya preventif dan represif serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya ketentuan tentang asas-asas umum penyelenggaraan negara, hak dan kewajiban Penyelenggara Negara, dan ketentuan lainnya sehingga dapat diharapkan memperkuat norma kelembagaan, moralitas individu, dan sosial.

II

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup Jelas

 

Pasal 2

 

 

Angka 1

 

 

 

Cukup Jelas

 

 

Angka 2

 

 

 

Cukup Jelas

 

 

Angka 3

 

 

 

Cukup Jelas

 

 

Angka 4

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Gubernur" adalah wakil Pemerintah Pusat di daerah.

 

 

Angka 5

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Hakim" dalam ketentuan ini meliputi Hakim di semua tingkatan Pengadilan.

 

 

Angka 6

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Pejabat negara yang lain" dalam ketentuan ini misalnya Kepala Perwakilan Republ ik Indonesia di iuar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Wakil Gubernur, dan Bupati/ Walikotamadya.

 

 

Angka 7

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pejabat lain yang memiliki fungsi strategis" adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang meliputi :

 

 

 

1.

Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;

 

 

 

2.

Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional;

 

 

 

3.

Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;

 

 

 

4.

Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

 

 

 

5.

Jaksa;

 

 

 

6.

Penyidik;

 

 

 

7.

Panitera Pengadilan; dan

 

    8. Pemimpin dan bendaharawan proyek.

 

Pasal 3

 

 

Angka 1

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Asas Kepastian Hukum" adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.

 

 

Angka 2

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Asas Tertib Penyelenggaraan Negara" adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.

 

 

Angka 3

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Asas Kepentingan Umum" adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

 

 

Angka 4

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Asas Keterbukaan" adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

 

 

Angka 5

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Asas Proporsionalitas" adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

 

 

Angka 6

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Asas Profesionalitas" adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Angka 7

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Asas Akuntabilitas" adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pasal 4

 

 

Pelaksanaan hak Penyelenggara Negara yang ditentukan dalam Pasal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pasal 5

 

 

Dalam hal Penyelenggara Negara dijabat oleh anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka terhadap pejabat tersebut berlaku ketentuan dalam Undang-undang ini.

 

 

Angka 1

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 2

 

 

 

 

 

 

Angka 3

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 4

 

 

 

 

 

 

Angka 5

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 6

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 7

 

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 6

 

 

Yang dimaksud dengan "hak dan kewajiban Penyelenggara Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUD 1945" adalah hak dan kewajiban yang dilaksanakan dengan memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

 

Pasal 7

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 8

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, adalah peran aktif masyarakat untuk ikut serta mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme , yang dilaksanakan dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 9

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Ketentuan dalam ayat (1) huruf d angka 2) merupakan suatu kewajiban bagi masyarakat yang oleh Undang-undang ini diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli.

 

 

 

Apabila oleh pihak yang berwenang dipanggil sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli dengan sengaja tidak hadir, maka dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pada dasarnya masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan negara, namun hak tersebut tetap harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberikan batasan untuk masalah-masalah tertentu dijamin kerahasiaannya, antara lain yang dijamin oleh Undang-undang tentang Pos dan Undang-undang tentang Perbankan.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 10

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 11

 

 

Yang dimaksud dengan "lembaga independen" dalam Pasal ini adalah lembaga yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

 

Pasal 12

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 13

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 14

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 15

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Susunan keanggotaan Komisi Pemeriksa dalam ketentuan ini, harus berjumlah ganjil. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengambil keputusan dengan suara terbanyak apabila tidak dapat dicapai pengambitan keputusan dengan musyawarah.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan, anggota sub-sub komisi harus berintegritas tinggi, memiliki keahlian, dan profesional di bidangnya.

 

 

 

Dalam hal terdapat dugaan adanya keterlibatan pihak lain seperti keluarga, kroni, dan atau pihak lain dalam praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka bagi keluarga, kroni, dan atau pihak lain tersebut dikenakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Sekretariat Jenderal bertugas membantu di bidang pelayanan administrasi untuk kelancaran pelaksanaan tugas Komisi Pemeriksa.

 

 

Ayat (6)

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Ayat (7)

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Ayat (8)

 

 

 

Pembentukan Komisi Pemeriksa di daerah dimaksudkan untuk membantu tugas Komisi Pemeriksa di daerah. Keanggotaan Komisi Pemeriksa di daerah perlu terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

 

Pasal 16

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Ketentuan ayat (2) ini pada dasarnya berlaku pula bagi Komisi Pemeriksa di daerah.

 

Pasal 17

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 18

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mempertegas atau menegaskan perbedaan yang mendasar antara tugas Komisi Pemeriksa selaku pemeriksa harta kekayaan Penyelenggara Negara dan fungsi Kepolisian dan Kejaksaan.

 

 

 

Fungsi pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemeriksa sebelum seseorang diangkat selaku pejabat negara adalah bersifat pendataan, sedangkan pemeriksaan yang dilakukan sesudah Pejabat Negara selesai menjalankan jabatannya bersifat evaluasi untuk menentukan dan atau tidaknya petunjuk tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "petunjuk" dalam Pasal ini adalah fakta-fakta atau data yang menunjukkan adanya unsur-unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme.

 

 

 

Yang dImaksud dengan "instansi yang berwenang" adalah Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian.

 

Pasal 19

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 20

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 21

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 22

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 23

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 24

 

 

Cukup jelas

           
 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3851