PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2003
TENTANG
PENGENDALIAN JUMLAH KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, DAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, SERTA JUMLAH
KUMULATIF PINJAMAN PEMERINTAH PUSAT
DAN PEMERINTAH DAERAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka mencapai dan menjaga kestabilan ekonomi makro diperlukan kinerja fiskal yang sehat dan berkesinambungan; |
||
|
|
b. |
bahwa dalam rangka mewujudkan kinerja fiskal yang sehat dan berkesinambungan perlu dilakukan pengendalian jumlah kumulatif defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; |
||
|
|
c. |
bahwa untuk menjaga agar penyusunan APBN dan APBD dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 12 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; |
||
Mengingat |
: |
1. |
|||
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); |
||
|
|
3. |
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4286); |
||
|
|
MEMUTUSKAN: |
|||
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENGENDALIAN JUMLAH KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
NEGARA, DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, SERTA JUMLAH KUMULATIF
PINJAMAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH. |
|||
|
|
BAB I KETENTUAN UMUM |
|||
|
|
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: |
|||
|
|
1. |
Pemerintah Pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menterinya. |
||
|
|
2. |
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah yang terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota. |
||
|
|
3. |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. |
||
|
|
4. |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
||
|
|
5. |
Pinjaman Pemerintah Pusat adalah pinjaman Pemerintah Pusat dari dalam negeri dan luar negeri dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. |
||
|
|
6. |
Pinjaman Pemerintah Daerah adalah pinjaman Pemerintah Daerah dalam negeri dan luar negeri dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. |
||
|
|
7. |
Defisit APBN adalah selisih kurang antara pendapatan negara dan belanja negara dalam tahun anggaran yang sama. |
||
|
|
8. |
Defisit APBD adalah selisih kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah dalam tahun anggaran yang sama. |
||
|
|
9. |
Produk
Domestik Bruto, selanjutnya disebut PDB, adalah total nilai akhir seluruh
barang dan jasa yang dihasilkan di Indonesia dalam tahun tertentu yang
dihitung menurut harga pasar oleh Badan Pusat Statistik. |
||
|
|
BAB II BATAS PALING
TINGGI JUMLAH KUMULATIF DEFISIT |
|||
|
|
(1) |
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. |
||
|
|
(2) |
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan kemampuan pendapatan daerah. |
||
|
|
(3) |
Dalam
rangka pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas menyusun
kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro. |
||
|
|
Pasal 3 |
|||
|
|
(1) |
Dalam hal APBN diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN. |
||
|
|
(2) |
Dalam
hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk
menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. |
||
|
|
Pasal 4 |
|||
|
|
(1) |
Jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB tahun bersangkutan. |
||
|
|
(2) |
Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibatasi tidak melebihi 60% (enam pu-luh persen) dari PDB tahun bersangkutan. |
||
|
|
(3) |
Jumlah
kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) adalah total pinjaman Pemerintah Pusat setelah
dikurangi pinjaman yang diberikan kepada Pemerintah Daerah ditambah total
pinjaman seluruh Pemerintah Daerah setelah dikurangi pinjaman yang diberikan
kepada Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah lain. |
||
|
|
Pasal 5 |
|||
|
|
(1) |
Dalam
hal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD tidak melebihi 3% (tiga persen)
dari PDB dan/atau jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari PDB: |
||
|
|
|
a. |
Pemerintah Pusat dapat melakukan pinjaman baik dalam negeri maupun luar negeri. |
|
|
|
|
b. |
Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman baik dari Pemerintah Pusat maupun dari sumber lainnya. |
|
|
|
|
c. |
Pinjaman Daerah yang bersumber dari luar negeri, dilakukan melalui mekanisme
penerusan pinjaman. |
|
|
|
(2) |
Pelaksanaan pinjaman Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat maupun dari
sumber lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
||
|
|
BAB III |
|||
|
|
(1) |
Menteri Keuangan memantau perkembangan defisit APBD dan pinjaman Pemerintah Daerah agar tidak melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. |
||
|
|
(2) |
Pedoman
pelaksanaan dan mekanisme pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
||
|
|
Pasal 7 |
|||
|
|
Dengan
memperhatikan keadaan dan perkiraan perkembangan perekonomian nasional,
Menteri Keuangan setiap bulan Agustus menetapkan batas maksimal pinjaman
Pemerintah Daerah secara keseluruhan untuk tahun anggaran berikutnya. |
|||
|
|
Pasal 8 |
|||
|
|
(1) |
Dalam
hal melakukan pinjaman, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut: |
||
|
|
|
a. |
Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; |
|
|
|
|
b. |
Debt Service Coverage Ratio (DSCR) paling sedikit 2,5; |
|
|
|
|
c. |
Laporan keuangan dua tahun anggaran sebelumnya telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan; |
|
|
|
|
d. |
Tidak
memiliki tunggakan pinjaman kepada Pemerintah Pusat dan/atau pemberi
pinjaman luar negeri. |
|
|
|
(2) |
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d tidak diberlakukan
apabila pinjaman daerah dimaksud dilakukan untuk memperbaiki profil pinjaman. |
||
|
|
BAB IV |
|||
|
|
(1) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sudah harus dipenuhi paling lambat 2 (dua) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan. |
||
|
|
(2) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c diberlakukan 2
(dua) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan. |
||
|
|
BAB V
KETENTUAN PENUTUP |
|||
|
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. |
|||
|
|
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
|||
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 April 2003 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI |
|||||
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 April 2003 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO |
|||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003
NOMOR 48 |