PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB
KEUANGAN NEGARA
I. UMUM
A. |
Dasar Pemikiran |
|
|
Untuk mewujudkan pengelolaan
keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu
badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan
dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
sampai saat ini, BPK masih berpedoman kepada Instructie en Verdere
Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898
Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor
320). Sampai saat ini BPK, yang
diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,
masih belum memiliki landasan operasional yang memadai dalam pelaksanaan
tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, selain berpedoman pada IAR, dalam pelaksanaan pemeriksaan BPK juga
berpedoman pada Indische Comptabiliteitswet atau ICW (Staatsblad 1925
Nomor 448 Jo. Lembaran Negara 1968 Nomor 53). Agar BPK dapat mewujudkan
fungsinya secara efektif, dalam Undang-undang ini diatur hal-hal pokok yang berkaitan
dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagai
berikut: |
|
|
1. |
Pengertian pemeriksaan dan
pemeriksa; |
|
2. |
Lingkup pemeriksaan; |
|
3. |
Standar pemeriksaan; |
|
4. |
Kebebasan dan kemandirian
dalam pelaksanaan pemeriksaan; |
|
5. |
Akses pemeriksa terhadap
informasi; |
|
6. |
Kewenangan untuk
mengevaluasi pengendalian intern; |
|
7. |
Hasil pemeriksaan dan tindak
lanjut; |
|
8. |
Pengenaan ganti kerugian
negara; |
|
9. |
Sanksi pidana. |
B. |
Lingkup Pemeriksaan BPK Sebagaimana telah ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemeriksaan
yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur
keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17
tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sehubungan dengan itu,
kepada BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan,
yakni: |
|
|
1. |
Pemeriksaan keuangan, adalah
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan
pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan pemerintah. |
|
2. |
Pemeriksaan kinerja, adalah
pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek
efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat
pengawasan intern pemerintah. Pasal 23E Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan
pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini
adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga
perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar
kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis
dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif. |
|
3. |
Pemeriksaan dengan tujuan
tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu
ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan
pemeriksaan investigatif. Pelaksanaan pemeriksaan
sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun
oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional.
Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK perlu mengkonsultasikannya dengan
pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang pemeriksaan. |
C. |
Pelaksanaan Pemeriksaan BPK memiliki kebebasan dan
kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup
kebebasandalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang
obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang-undang, atau pemeriksaan
berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan. Untuk mewujudkan perencanaan
yang komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan
intern pemerintah, memperhatikan masukan dari pihak lembaga perwakilan, serta
informasi dari berbagai pihak. Sementara itu kebebasan dalam penyelenggaraan
kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu
pelaksanaan dan metode pemeriksaan, termasuk metode pemeriksaan yang bersifat
investigatif. Selain itu, kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara
mencakup ketersediaan sumber daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung
lainnya yang memadai. BPK dapat memanfaatkan hasil
pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Dengan demikian, luas
pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan difokuskan pada
bidangbidang yang secara potensial berdampak pada kewajaran laporan keuangan
serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Untuk
itu, aparat pengawasan intern pemerintah wajib menyampaikan hasil
pemeriksaannya kepada BPK. BPK diberi kewenangan untuk
mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari pihak yang diperiksa, kesempatan
untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan pejabat
instansi yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan
uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat
pemeriksaan berlangsung. |
|
D. |
Hasil Pemeriksaan dan Tindak
Lanjut Hasil setiap pemeriksaan
yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan
(LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai. Pemeriksaan keuangan akan
menghasilkan opini. Pemeriksaan kinerja akan
menghasilkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu akan menghasilkan kesimpulan. Setiap laporan hasil
pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya
ditindaklanjuti, antara lain dengan membahasnya bersama pihak terkait. Selain disampaikan kepada
lembaga perwakilan, laporan hasil pemeriksaan juga disampaikan oleh BPK kepada
pemerintah. Dalam hal laporan hasil pemeriksaan keuangan, hasil pemeriksaan
BPK digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang
diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited
financial statements) memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD.
Pemerintah diberi kesempatan untuk menanggapi temuan dan kesimpulan yang
dikemukakan dalam laporan hasil pemeriksaan. Tanggapan dimaksud disertakan
dalam laporan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR/DPRD. Apabila
pemeriksa menemukan unsur pidana, Undang-undang ini mewajibkan BPK
melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangundangan. BPK diharuskan menyusun
ikhtisar hasil pemeriksaan yang dilakukan selama 1 (satu) semester. Ikhtisar dimaksud
disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya, dan kepada
Presiden serta gubernur/ bupati/walikota yang bersangkutan agar memperoleh
informasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan. Dalam rangka transparansi
dan peningkatan partisipasi publik, Undang-undang ini menetapkan bahwa setiap
laporan hasil pemeriksaan yang sudah disampaikan kepada lembaga perwakilan
dinyatakan terbuka untuk umum. Dengan demikian, masyarakat dapat memperoleh
kesempatan untuk mengetahui hasil pemeriksaan, antara lain melalui publikasi
dan situs web BPK. Undang-undang ini
mengamanatkan pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK. Sehubungan dengan
itu, BPK perlu memantau dan menginformasikan hasil pemantauan atas tindak
lanjut tersebut kepada DPR/DPD/DPRD. |
|
E. |
Pengenaan Ganti Kerugian
Negara |
|
|
Sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 62 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Undang-undang ini mengatur lebih lanjut tentang pengenaan ganti
kerugian negara/daerah terhadap bendahara. BPK menerbitkan surat keputusan
penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang
yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan
yang merugikan keuangan negara/daerah. Bendahara tersebut dapat mengajukan
keberatan terhadap putusan BPK. Pengaturan tata cara penyelesaian ganti
kerugian negara/daerah ini ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan
pemerintah. |
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyampaian
laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
ini diperlukan agar BPK dapat melakukan evaluasi pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik. Hasil pemeriksaan akuntan publik dan evaluasi
tersebut selanjutnya disampaikan oleh BPK kepada lembaga perwakilan, sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara
lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan
investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam penyusunan standar
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, BPK menetapkan proses penyiapan
standar dan berkonsultasi mengenai substansi standar kepada Pemerintah.
Proses penyiapan standar dimaksud mencakup langkah-langkah
yang perlu ditempuh secara cermat (due process) dengan melibatkan
organisasi terkait dan mempertimbangkan standar pemeriksaan internasional agar
dihasilkan standar yang diterima secara umum.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Permintaan dimaksud dapat berupa hasil keputusan
rapat paripurna, rapat kerja, dan alat kelengkapan lembaga perwakilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Informasi dari pemerintah termasuk dari lembaga
independen yang dibentuk dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme,
seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, dan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Informasi dari masyarakat termasuk hasil penelitian
dan pengembangan, kajian, pendapat dan keterangan organisasi profesi terkait,
berita media massa, pengaduan langsung dari masyarakat.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penggunaan
pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari
luar BPK dilakukan apabila BPK tidak memiliki/tidak cukup memiliki pemeriksa dan/atau tenaga ahli yang diperlukan dalam suatu pemeriksaan.
Pemeriksa dan/atau tenaga ahli dalam
bidang tertentu dari luar BPK dimaksud
adalah pemeriksa di lingkungan aparat
pengawasan intern pemerintah,
pemeriksa, dan/atau tenaga ahli lain yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh BPK.
Penggunaan pemeriksa yang berasal dari aparat
pengawasan intern pemerintah merupakan penugasan pimpinan instansi yang
bersangkutan.
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Penyegelan adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh pemeriksa sebagai salah satu bagian dari prosedur pemeriksaan paling lama
2 x 24 jam dengan memperhatikan kelancaran pelaksanaan pekerjaan/ pelayanan di
tempat yang diperiksa. Penyegelan hanya dilakukan apabila pemeriksaan atas
persediaan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara terpaksa
ditunda karena sesuatu hal. Penyegelan dilakukan untuk mengamankan uang,
barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara dari kemungkinan usaha
pemalsuan, perubahan, pemusnahan, atau penggantian pada saat pemeriksaan
berlangsung.
Huruf d
Permintaan keterangan
sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan oleh pemeriksa untuk memperoleh,
melengkapi, dan/atau meyakini informasi yang dibutuhkan dalam kaitan dengan pemeriksaan.
Yang dimaksud dengan seseorang adalah perseorangan
atau badan hukum.
Huruf e
Kegiatan pemotretan, perekaman, dan/atau
pengambilan sampel (contoh) fisik obyek yang dilakukan oleh pemeriksa bertujuan
untuk memperkuat dan/atau melengkapi informasi yang berkaitan dengan pemeriksaan.
Pasal 11
Tata cara pemanggilan dimaksud ditetapkan oleh BPK
setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.
Pasal 12
Pengujian dan penilaian
dimaksud termasuk atas pelaksanaan sistem kendali mutu dan hasil pemeriksaan aparat
pemeriksa intern pemerintah.
Dengan pengujian dan penilaian
dimaksud BPK dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pemeriksaan.
Hasil pengujian dan penilaian tersebut menjadi
masukan bagi pemerintah untuk memperbaiki pelaksanaan sistem pengendalian dan
kinerja pemeriksaan intern.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Laporan interim pemeriksaan dimaksud, diterbitkan sebelum suatu pemeriksaan selesai secara keseluruhan dengan tujuan untuk segera
dilakukan tindakan pengamanan dan/atau pencegahan bertambahnya kerugian.
Pasal 16
Ayat (1)
Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa
mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan
yang didasarkan pada kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi
pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii)
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem
pengendalian intern. Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh
pemeriksa, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion),
(ii) opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), (iii) opini
tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan
opini (disclaimer of opinion).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan laporan keuangan pemerintah
pusat pada ayat ini adalah laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan laporan keuangan pemerintah
daerah pada ayat ini adalah laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Laporan hasil pemeriksaan yang terbuka untuk umum
berarti dapat diperoleh dan/atau diakses oleh masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Tindak lanjut atas rekomendasi
dapat berupa pelaksanaan seluruh atau sebagian dari
rekomendasi.
Dalam hal sebagian atau seluruh rekomendasi tidak
dapat dilaksanakan, pejabat wajib memberikan alasan yang sah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Dalam rangka pemantauan sebagaimana dimaksud pada
ayat ini, BPK menatausahakan laporan hasil pemeriksaan dan menginventarisasi
permasalahan, temuan, rekomendasi, dan/atau tindak lanjut atas rekomendasi
dalam laporan hasil pemeriksaan. Selanjutnya BPK menelaah jawaban atau
penjelasan yang diterima dari pejabat yang diperiksa dan/atau atasannya untuk
menentukan apakah tindak lanjut telah dilakukan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat
ini dapat berupa pemeriksaan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan,
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pembelaan diri ditolak oleh BPK apabila bendahara
tidak dapat membuktikan bahwa dirinya bebas dari kesalahan, kelalaian, atau kealpaan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK