PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 18 TAHUN 2004


TENTANG


PERKEBUNAN

 

I.

UMUM

 

Sebagai negara yang bercorak agraris; bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan potensi yang sangat besar untuk pengembangan perkebunan dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, perkebunan harus diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan.

 

Perkebunan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penerimaan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

 

Pengembangan perkebunan dilaksanakan berdasarkan kultur teknis perkebunan dalam kerangka pengelolaan yang mempunyai manfaat ekonomi terhadap sumber daya alam yang berkesinambungan. Pengembangan perkebunan yang berkesinambungan tersebut akan memberikan manfaat peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara optimal, melalui kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya alam, modal, informasi, teknologi, dan manajemen.

 

Akses tersebut harus terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, akan tercipta hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara pelaku usaha perkebunan, masyarakat sekitar, dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya serta terciptanya integrasi pengelolaan perkebunan sisi hulu dan sisi hilir. Penyelenggaraan perkebunan yang demikian sejalan dengan amanat dan jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Usaha perkebunan terbukti cukup tangguh bertahan dari terpaan badai resesi dan krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia. Untuk itu, perkebunan perlu diselenggarakan, dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara terencana, terbuka, terpadu, profesional dan bertanggung jawab demi meningkatkan perekonomian rakyat, bangsa dan negara.

 

Untuk mencapai tujuan pembangunan perkebunan dan memberikan arah, pedoman dan alat pengendali, perlu disusun perencanaan perkebunan yang didasarkan pada rencana pembangunan nasional, rencana tata ruang wilayah, potensi dan kinerja pembangunan perkebunan serta perkembangan lingkungan strategis internal dan eksternal, ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial budaya, lingkungan hidup, pasar, dan aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa.

 

Pemberian hak atas tanah untuk usaha perkebunan harus tetap memperhatikan hak ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi serta kepentingan nasional. Guna menjamin pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara berkeadilan, maka perlu ditetapkan pengaturan batas luas maksimum dan minimum penggunaan tanah untuk usaha perkebunan. Dalam rangka mempertahankan efisiensi pengusahaan perkebunan, pemindahan hak atas tanah yang dapat mengakibatkan fragmentasi dilarang. Berkat inovasi teknologi, pengelolaan perkebunan seperti usaha pembenihan dapat memanfaatkan media tumbuh selain tanah, antara lain hidroponik dan media kultur jaringan.

 

Usaha perkebunan dilakukan baik oleh perorangan maupun badan hukum yang meliputi koperasi dan perseroan terbatas baik milik negara maupun swasta. Badan hukum yang melakukan usaha budi daya tanaman perkebunan dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan wajib memiliki izin usaha perkebunan. Dalam penyelenggaraannya, badan hukum perkebunan harus mampu bersinergi dengan masyarakat baik masyarakat sekitar perkebunan maupun masyarakat pada umumnya dalam kepemilikan dan/atau pengelolaan usaha yang saling menguntungkan, menghargai, memperkuat, dan ketergantungan. Pekebun tidak disyaratkan memiliki izin usaha, tetapi harus didaftar oleh Bupati/Walikota dan surat keterangan pendaftaran tersebut diperlakukan seperti izin usaha perkeb unan.

 

Untuk mendorong dan memberdayakan usaha perkebunan, pemerintah memfasilitasi kemudahan di bidang pembiayaan, pengurangan beban fiskal, kemudahan ekspor, pengutamaan penggunaan produksi dalam negeri, pengaturan pemasukan dan pengeluaran hasil perkebunan, memfasilitasi aksesibilitas ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi, mendorong terbentuknya kelompok asosiasi pekebun dan dewan komoditas berdasarkan jenis tanaman yang dibudidayakan.

 

Untuk menjamin kelangsungan usaha perkebunan, dilakukan upaya pengamanan perkebunan yang dikoordinasikan oleh aparat keamanan dan dapat melibatkan bantuan masyarakat di sekitarnya. Pengaturan tentang pemberdayaan pekebun sebagai bentuk keberpihakan Undang-undang ini kepada pekebun, termuat dalam beberapa bab terutama pada bab tcntang Pemberdayaan dan Pengelolaan Usaha Perkebunan, Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Pengembangan Sumbcr Daya Manusia Perkebunan, Pembiayaan Usaha Perkebunan, serta Pembinaan dan Pengawasan Usaha Perkebunan.

 

Guna peningkatan efisiensi dan nilai tambah, maka usaha perkebunan dilakukan dengan pendekatan sistem dan usaha agribisnis perkebunan dalam kawasan pengembangan perkebunan dengan memperhatikan kelayakan teknis, ekonomi, sosial, budaya, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

 

Wilayah geografis yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik, dilindungi kelestariannya dengan indikasi geografis. Wilayah tersebut dilarang dialihfungsikan untuk kepentingan lain.

 

Dalam upaya mencegah timbulnya gangguan dan kerusakan fungsi lingkungan hidup, maka setiap perusahaan perkebunan wajib membuat dan menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan/atau analisis dan manajemen risiko lingkungan hidup. Usaha perkebunan yang ramah lingkungan dapat terlaksana bila didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai serta sumber daya manusia yang terampil dan profesional.

 

Penelitian dan pengembangan perkebunan dilakukan oleh perorangan, lembaga penelitian pemerintah dan/atau swasta. Lembaga penelitian tersebut dapat bekerja sama antar pelaku usaha, dengan asosiasi komoditas perkebunan dan/atau peneliti asing. Pemerintah, provinsi, kabupaten/kota, dan pelaku usaha perkebunan dapat menyediakan fasilitas untuk mendukung peningkatan kemampuan lembaga penelitian.

 

Peningkatan kemampuan sumber daya manusia perkebunan dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan/atau metode pengembangan lainnya dengan memperhatikan kebutuhan usaha perkebunan dan budaya masyarakat serta disesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

Pembiayaan diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan usaha perkebunan. Sumber pembiayaan dapat berasal dari lembaga pendanaan dalam dan luar negeri, masyarakat, pelaku usaha dan Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota. Untuk itu, Pemerintah mendorong dan memfasilitasi terbentuknya lembaga keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik usaha perkebunan.

 

Pembinaan dan pengawasan perkebunan diperlukan untuk mewujudkan penyelenggaraan usaha perkebunan yang optimal, berdaya saing, dan berkelanjutan sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

 

Selanjutnya sanksi administrasi dan pidana dikenakan terhadap setiap orang yang melanggar kewajiban dan melakukan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan-ketentuan di bidang perkebunan. Dengan sanksi pidana yang berat diharapkan akan menimbulkan efek jera bagi pelanggar hukum di bidang perkebunan. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perkebunan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

Dengan pokok-pokok materi seperti yang dikemukakan di atas, maka disusunlah Undang-undang ini dengan tujuan untuk memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan perkebunan.

II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

 

 

Yang dimaksud dengan asas manfaat dan berkelanjutan adalah bahwa penyelenggaraan perkebunan harus dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi sosial budaya.

 

 

Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah bahwa penyelenggaraan perkebunan harus dilakukan dengan memadukan subsistem produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil perkebunan.

 

 

Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah bahwa agar dalam setiap penyelenggaraan perkebunan menerapkan kemitraan secara terbuka sehingga terjalin saling keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antar pelaku usaha perkebunan.

 

 

Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa penyelenggaraan perkebunan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat.

Yang dimaksud dengan asas berkeadilan adalah bahwa agar dalam setiap penyelenggaraan perkebunan harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional kepada semua warga negara sesuai dengan kemampuannya. Bahwa penyelenggaraan perkebunan harus dilakukan dengan memperhatikan kepentingan nasional, antardaerah, antarwilayah, antarsektor, dan antar pelaku usaha perkebunan.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Penyelenguaraan perkebunan berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa dimaksudkan bahwa penerapan kemitraan usaha perkebunan serta kesamaan budaya agraris mampu menciptakan kondisi saling ketergantungan, keterkaitan secara sinergis antarpelaku usaha maupun antarwilayah.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan perencanaan perkebunan adalah perencanaan makro baik nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, bukan perencanaan usaha/perencanaan mikro yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Wilayah mencakup, antara lain, ketersediaan hamparan lahan yang menurut agroklimat sesuai untuk usaha perkebunan, perlindungan wilayah geografis bagi komoditas perkebunan spesifik lokasi, dan kawasan pengembangan industri masyarakat perkebunan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Sumber daya manusia perkebunan mencakup pelaku usaha perkebunan, tenaga kerja perkebunan, serta aparat Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota yang terkait di bidang perkebunan.

Huruf d

Kelembagaan perkebunan mencakup, antara lain, kelembagaan pelaku usaha perkebunan dan kelembagaan layanan Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota.

Huruf e

Keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir maksudnya seluruh kegiatan perencanaan diselenggarakan dengan memperhatikan pendekatan sistem dan usaha agribisnis untuk membangun sinergi.

Huruf f

Sarana perkebunan meliputi, antara lain, bibit, pupuk, pestisida, alat dan mesin, sedangkan prasarana meliputi, antara lain, jalan, jembatan, dan saluran irigasi.

Huruf g

Pembiayaan mencakup sumber dan komponen pembiayaan yang diperlukan dalam penyelenggaraan usaha perkebunan.

Pasal 8

Yang dimaksud dengan partisipatif adalah proses penyusunan rencana yang melibatkan partisipasi masyarakat dan pihak terkait.

Yang dimaksud dengan terpadu adalah bahwa rencana nasional, profinsi dan kabupaten/kota disusun secara terkoordinasi, terintegrasi, dan tersinkronisasi.

Yang dimaksud dengan terbuka adalah bahwa informasi mengenai Perencanaan dapat diakses oleh masyarakat.

Yang dimaksud dengan akuntabel adalah bahwa perencanaan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Pasal 9

Ayat (1)

Pemberian hak milik dilakukan oleh Pejabat yang berwenang atas permohonan pekebun.

Pemberian hak guna usaha dilakukan oleh pejabat yang berwenang atas tanah negara berdasarkan permohonan perusahaan perkebunan.

Pemberian hak guna bangunan dilakukan oleh pejabat yang berwenang atas permohonan pelaku usaha perkebunan apabila diperlukan dalam area perkebunannya.

Pemberian hak pakai dilakukan oleh pejabat yang berwenang atas tanah negara sesuai dengan peruntukannya.

Ayat (2)

Masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada, jika memenuhi unsur :

a.

masyarakat masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeinschaft);

b.

ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adat;

c.

ada wilayah hukum adat yang jelas;

d.

ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati; dan

e.

ada pengukuhan dengan peraturan daerah.

Musyawarah dengan masyarakat hukurn adat pemegang hak ulayat dan para warga pemegang hak atas tanah tidak selamanya diikuti dengan pemberian hak atas tanah.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Larangan pemindahan hak tersebut bertujuan agar tanah perkebunan dengan batas minimum tidak terjadi pemecahan yang dapat mengubah peruntukan dan penggunaan tanahnya, sehingga tidak memenuhi skala usaha yang, dipersyaratkan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pengaturan mengenai penilaian oleh Menteri dimaksudkan untuk memberikan kepastian usaha bagi perusahaan perkebunan yang secara nyata dan beriktikad baik dalam mengelola usaha perkebunan, sehingga memberikan keuntungan bagi pelaku usaha, masyarakat sekitar, dan negara.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 12

Di samping tidak melaksanakan syarat-syarat dalam rangka pemberian hak dan ditelantarkannya tanah tersebut selama 3 (tiqa) tahun berturut-turut, hak guna usaha juga dapat dihapuskan karena sebab-sebab lain, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan, antara lain,

1.

berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan haknya;

2.

dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

3.

dicabut haknya;

4.

tanahnya musnah;

5.

dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena :

(a)

tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan/syarat dalam surat keputusan pemberian/perpanjangan haknya; dan

(b)

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

6.

subjek haknya tidak memenuhi syarat lagi.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Pengaturan perlunya mendapat saran dan pertimbangan dari Menteri dimaksudkan agar usaha perkebunan yang telah mendapat fasilitas dari negara tidak dialihkan kepemilikannya kepada pihak asing dengan iktikad tidak baik, dan tidak mendatangkan peningkatan pendapatan masyarakat.

Ayat (2)

Yang dirnaksud dengan kepentingan nasional adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjaga stabilitas politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan sortasi adalah kegiatan pemilihan dan pemilahan hasil perkebunan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Dalam rangka mengikuti perkembangan di bidang teknik budi daya, teknologi pengolahan, dan transportasi, jenis-jenis komoditas dimaksud pada ayat (4) dapat ditambah atau dikurangi yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah setelah berkoordinasi dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang industri.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Kewajiban melakukan kemitraan dimaksudkan untuk menjamin pasar bagi pekebun dengan prioritas yang berada di lingkungan usaha industri pengolahan hasil perkebunan yang bersangkutan pada tingkat harga yang wajar.

Di samping itu, ketentuan ini juga dimaksudkan untuk memberikan nilai tambah yang lebih besar kepada pekebun sebagai salah satu upaya pemberdayaan pekebun.

Ayat (5)

Apabila lahan usaha perkebunan melintas lebih dari satu wilayah Provinsi, maka izin diberikan oleh masing-masing provinsi yang bersangkutan. Pemberian izin usaha pada wilayah khusus seperti Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disesuaikan dengan Undang-undang yang berlaku.

Ayat (6)

Laporan perkembangan usaha meliputi, antara lain, perkembangan pelaksanaan perizinan, pelaksanaan kemitraan, kegiatan lapangan, pabrik pengolahan, pemasaran, dan pengelolaan lingkungan.

Ayat (7)

Hal-hal pokok yang diatur dalam keputusan Menteri meliputi persetujuan prinsip, pemenuhan persyaratan, antara lain, kemitraan, tata cara. pemberian, penolakan, dan pencabutan izin usaha perkebunan, serta kewajiban penyampaian laporan.

Pasal 18

Ayat (1)

Pemberdayaan usaha perkebunan dilaksanakan melalui fasilitasi kepada pelaku usaha perkebunan diutamakan kepada pekebun agar mampu mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraannya.

Yang dimaksud dengan lembaga terkait, antara lain, lembaga keuangan baik bank maupun nonbank, asosiasi komoditas, asosiasi pemasaran, asosiasi penelitian perkebunan, penyedia jasa sarana, dan prasarana produksi perkebunan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan dewan komoditas adalah suatu wadah berhimpunnya semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang mengusahakan komoditas strategis perkebunan yang sejenis untuk meningkatkan kerja sama, koordinasi, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas perkebunan.

Yang dimaksud dengan komoditas strategis perkebunan adalah komoditas perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan, antara lain, kelapa sawit, karet, kakao, kopi, tebu, dan tembakau.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Yang dimaksud dengan tindakan yang mengakibatkan pada kerusakan kebun adalah suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan pada tanaman, antara lain, penebangan pohon, panen paksa, atau pembakaran sehingga kebun tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Yang dimaksud dengan penggunaan tanah perkebunan tanpa izin adalah tindakan okupasi tanah tanpa seizin pemilik hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan tindakan lain yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan adalah, antara lain, tindakan yang mengganggu pekerja sehingga tidak dapat melakukan panen atau pemeliharaan kebun sebagaimana mestinya.

Pasal 22

Ayat (1)

Ketentuan kemitraan dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan karyawan, pekebun dan masyarakat sekitar serta untuk menjaga keamanan, kesinambungan, dan keutuhan usaha perkebunan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 23

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kawasan pengembangan perkebunan adalah wilayah pembangunan perkebunan sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan sistem dan usaha agribisnis perkebunan yang berkelanjutan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pengaturan kawasan pengembangan perkebunan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang berisi, antara lain, potensi. rancang bangun, pengusulan dan penetapan pengembangan kawasan agribisnis masyarakat perkebunan, pengembangan jejaring (networking), dan ketentuan lain yang menunjang pengembangan kawasan perkebunan.

Pasal 24

Ayat (1)

Pengaturan perlindungan wilayah geografis dimaksudkan untuk menunjukkan daerah asal suatu komoditas perkebunan yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri khas dan kualitas tertentu pada komoditas perkebunan yang dihasilkan dan tidak dapat diperoleh pada wilayah lainnya.

Sebagai contoh, tembakau Deli tumbuh optimal dengan cita rasa spesifik apabila ditanam pada wilayah sekitar Sungai Wampu dan Sungai Ular. Apabila ditanam di daerah lain walaupun agroekosistemnya mirip dan menggunakun teknologi yang sama, cita rasa spesifiknya tidak muncul.

Ayat (2)

Perubahan fungsi tanah dari wilayah yang dilindungi dengan indikasi geografis menjadi fungsi yang lain, misalnya perubahan jenis komoditas, atau bahkan untuk kepentingan permukiman dan/atau industri dilarang.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 25

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup di dalamnya termasuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha dari pelaku usaha perkebunan. Dalam hal ini; Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota berkewajiban membina dan memfasilitasi pemeliharaan kelestarian fungsi lingkungan hidup tersebut, khususnya kepada pekebun.

Ayat (2)

Huruf a

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha perkebunan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Sedangkan bagi pelaku usaha yang usaha atau kegiatannya kemungkinan tidak menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup diwajibkan memiliki upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.

Pekebun tidak diwajibkan membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup. Namun demikian, dalam hal kegiatan pekebun secara bersama-sama pada satu hamparan yang secara luasan berdampak terhadap kerusakan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah, provinsi, dan/atau kabupaten/kota membina dan memfasilitasi pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup kawasan perkebunan.

Adapun kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup mengacu kepada peraturan perundang-undangan di bidang  lingkungan hidup yaitu, antara lain :

a.

jumlah manusia yang akan terkena dampak;

b.

luas wilayah persebaran dampak:

c.

intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

d.

banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;

e.

sifat kumulatif dampak;

f.

berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

Huruf b

Kewajiban analisis dan manajemen risiko dibebankan kepada perusahaan yang memproduksi dan/atau memasarkan benih hasil rekayasa genetik agar memenuhi kaidah-kaidah keamanan hayati dan keamanan pangan/pakan.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 26

Kriteria pencemaran dan kerusakan fungsi lingkugan hidup mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Pasal 27

Ayat (1)

Nilai tambah dari kegiatan usaha indusuri pengolahan hasil perkebunan harus dinikmati secara berkeadilan oleh semua pihak yang terlibat dalam usaha perkebunan, termasuk pekebun yang bergerak di bidang budi daya tanaman perkebunan melalui berbagai pola kemitraan dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pembinaan adalah memfasilitasi, memberikan pedoman, kriteria, standar dan pelayanan informasi yang meliputi, antara lain, sumber dan potensi bahan baku, teknologi pengolahan, sarana dan prasarana, serta permodalan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Hal-hal pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pembinaan dan keterpaduan usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan usaha budi daya tanaman perkebunan meliputi, antara lain, jaminan ketersediaan bahan baku dalam kaitannya dengan kapasitas industri pengolahan hasil perkebunan, peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan pekebun, jenis dan kualitas hasil usaha industri pengolahan hasil perkebunan, dan sanksi administrasi bagi perusahaan perkebunan yang tidak melaksanakan kewajiban.

Pasal 28

Ayat (1)

Penetapan pedoman industri pengolahan hasil perkebunan yang baik dan benar (good processing practices) didasarkan pada sifat pengolahan hasil perkebunan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Ketentuan menghargai kearifan tradisional dan budaya lokal dimaksudkan agar penerapan teknologi untuk pengembangan usaha perkebunan di suatu wilayah dapat bersinergi dengan kebiasaan, tradisi, adat, agama, dan budaya setempat sehingga dapat diterima oleh masyarakat agar mencapai hasil yang optimal.

Pasal 36

Ayat (1)

Lembaga penelitian dan pengembangan lainnya di antaranya adalah Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), sebagai lembaga yang berbadan hukum.

Ayat (2)

Kerja sama di sini dimaksudkan untuk mengembangkan sistem informasi manajemen penelitian dan pengembangan.

Organisasi profesi, antara lain, Persatuan Agronomi Indonesia (PERAGI), Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERNEPI), Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI), dan lain-lain.

Ayat (3)

Penyediaan fasilitas dalam hal tertentu untuk mendukung peningkatan kemampuan lembaga penelitian, antara lain, berupa kemudahan perizinan penelitian, kemudahan pemasukan sarana/prasarana penelitian dari luar negeri, akses penggunaan sarana/prasarana penelitian di dalam negeri.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Alih teknologi dari pelaku usaha perkebunan asing dilakukan antara lain melalui pendampingan, pelatihan, dan pemagangan.

Pasal 37

Ayat (1)

Publikasi hasil penelitian dan pengembangan dilakukan, antara lain, melalui :

a.

media cctak seperti buletin, jurnal, majalah ilmiah, poster, dan bentuk sarana penyuluhan lainnya;

b.

media elektronik seperti radio, televisi, dan internet;

c.

seminar, gelar teknologi, pameran teknologi, dan diseminasi teknologi.

Yang dimaksud dengan pengembangan sistem pelayanan informasi hasil penelitian dan pengembangan, antara lain, website, networking, perpustakaan, dan internet.

Fasilitasi publikasi dan pengembangan sistem pelayanan informasi hasil penelitian dan pengembangan bagi pelaku usaha perkebunan terutama ditujukan untuk kepentingan pekebun melalui kegiatan penyuluhan.

Ayat (2)

Perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang perkebunan mengacu pada peraturan perundang-undangan di bidang hak cipta, paten, disain industri, hak perlindungan varietas tanaman, merek dagang, rahasia dagang, dan indikasi geografis.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 38

Ayat (1)

Penyelenggaraan pengembangan pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan metode pengembangan lainnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebutuhan, budaya masyarakat, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan aparatur adalah pegawai negeri baik struktural maupun fungsional, pusat maupun daerah termasuk penyuluh perkebunan.

Pasal 39

Selain dilakukan oleh Pemerintah, provinsi, kabupaten/kota, dan pelaku usaha perkebunan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dapat juga dilakukan oleh perguruan tinggi, lembaga pendidikan khusus perkebunan, lembaga swadaya masyarakat, perorangan, dan lain-lain.

Pasal 40

Yang dimaksud dengan penyuluhan perkebunan adalah salah satu upaya pemberdayaan pekebun yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan mengubah sikap serta perilakunya, yang dilaksanakan antara lain melalui pendidikan nonformal.

Penyuluhan perkebunan merupakan urusan rumah tangga kabupaten/kota.

Pasal 41

Pedoman pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, dan metode pengembangan lainnya meliputi :

a.

standar;

b.

kurikulum dan silabus; dan

c.

syarat dan prosedur penetapan sertifikasi dan akreditasi.

Pasal 42

Ayat (1)

Pembiayaan dari lembaga pendanaan dalam dan luar negeri diutamakan bagi pekebun diberikan, antara lain, dengan kemudahan prosedur dan tingkat bunga yang layak.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan lembaga keuangan perkebunan, antara lain, lembaga perbankan, lembaga keuangan bukan bank serta lembaga asuransi.

Yang dimaksud dengan karakteristik usaha perkebunan yaitu bahwa usaha perkebunan memiliki siklus waktu usaha yang relatif panjang terkait dengan sumber daya alam, iklim dan musim, mengandung risiko yang tinggi, sehingga memerlukan investasi jangka panjang, dengan tingkat suku bunga yang layak bagi pengembangan usaha perkebunan.

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih mengutamakan pemberdayaan pekehun agar dapat mengembangkan usahanya dengan skim pendanaan yang sesuai, antara lain, subsidi bunga, kemudahan prosedur, dan bantuan penjaminan.

Pasal 43

Ayat (1)

Ketentuan ini mengatur mengenai penghimpunan dana dari Sumber Pemerintah, provinsi, kabupaten/kota, dan pelaku usaha perkebunan. Dana dari pelaku usaha perkebunan berupa iuran pelaku usaha perkebunan dihimpun dalam suatu badan yang dibentuk oleh pelaku usaha perkebunan itu sendiri dengan tujuan untuk membiayai pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan, serta promosi perkebunan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 44

Ayat (1)

Pembinaan terhadap usaha perkebunan dilakukan dengan pendekatan sistem dan usaha agribisnis yang memadukan keterkaitan berbagai subsistem dimulai dari penyediaan sarana produksi, subsistem produksi, subsistem pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan serta subsistem jasa penunjang lainnya untuk meningkatkan pendapatan pelaku usaha perkebunan.

Pengawasan usaha perkebunan dimaksudkan agar pelaku usaha perkebunan mematuhi peraturan perundang-undangan perkebunan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4411