PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 21 TAHUN 2004


TENTANG


PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

 

I

UMUM

1.

Latar BelakanL,

 

 

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penganggaran. Peruhahan-perubahan ini didorong oleh beberapa faktor termasuk diantaranya perubahan yang berlangsung begitu cepat di bidang politik, desentralisasi, dan berbagai perkembangan tantangan pembangunan yang dihadapi pemerintah. Berbagai perubahan ini membutuhkan dukungan sistem penganggaran yang lebih responsif, yang dapat memfasilitasi upaya memenuhi tuntutan peningkatan kinerja dalam artian dampak pembangunan, kualitas layanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya.

 

 

Penganggaran memiliki tiga tujuan utama: stabilitas fiskal makro, alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disusun berdasarkan pemahaman bahwa ketiga tujuan penganggaran tersebut terkait erat satu sama lain. Berbagai inisiatif yang terkandung dalam undang-undang ini: penerapan prinsip perencanaan dan penganggaran dengan perspektif jangka menengah, penganggaran terpadu, dan penganggaran berbasis kinerja ditujukan untuk mendukung upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berbagai elemen tujuan penganggaran ini perlu dikelola dengan baik agar ketiganya saling mendukung.

 

 

Kebijakan fiskal yang baik dan penerapan sistem perencanaan dan penganggaran dengan perspektif jangka menengah merupakan kunci bagi kepastian pendanaan kegiatan pemerintah, dalam keadaan dimana dana yang tersedia sangat terbatas sedangkan kebutuhan begitu besar.

 

 

Alokasi sumber daya secara strategis perlu dibatasi dengan pagu yang realistis agar tekanan pengeluaran/pembelanjaan tidak merongrong pencapaian tujuan-tujuan fiskal. Dengan penetapan pagu indikatif dan pagu semcntara pada tahap awal sebeum dimulai penganggaran secara rinci, para pelaku anggaran (Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah) harus menentukan kebijakan dan prioritas anggaran, termasuk keputusan mengenai "trade-off" antara keputusan yang telah diambil masa lalu dan yang akan diambil pada masa yang akan datang.

2.

Lingkungan yang Mendukung.

 

 

Untuk mcncapai hasil yang dimaksudkan, sistem penganggaran harus menciptakan lingkungan yang mendukung (enabling environment), dengan karakteristik :

1

Mengaitkan kebijakan, Perencanaan, dan Penganggaran;

 

 

1

Mengendalikan pengambilan keputusan pada hal-hal yang dalam kendala anggaran;

1

Memastikan bahwa biaya sesuai dengan hasil yang diharapkan;

 

 

1

Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi hasil dan review kebijakan;

 

 

1

Memberikan media/forum bagi alternatif kebijakan berkompetisi satu sama lain, suatu yang sangat penting bagi tumbuhnya dukungan pada tahap pelaksanaan nantinya;

 

 

1

Meningkatkan kapasitas dan kesediaan untuk melakukan penyesuaian prioritas kembali alokasi sumber daya.

 

 

Lingkungan yang mendukung semacam ini memungkinkan sistem penganggaran untuk memfasilitasi review kebijakan dan program, sejalan dengan prioritas-prioritas yang mengalami perubahan, yang pada gilirannya mencerminkan tekanan dari berbagai sumber, yang utama berasal dari perkembangan politik, fluktuasi ketersediaan sumber daya, dan informasi baru mengenai efisiensi dan efektivitas program yang didukung oleh anggaran.

 

 

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menciptakan lingkungan pendukung dengan menciptakan landasan bagi tatanan kontraktual kinerja antara lembaga-lembaga Pusat (central agency) seperti Kementerian Keuangan dengan Kementerian Negara/Lembaga teknis. Kesepakatan-kesepakatan ini mencerminkan platform politik Pemerintah. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara secara eksplisit menguraikan hubungan antara Presiden. Kementerian Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO), dan Kementerian Negara/Lembaga yang menjalankan fungsi Chief Operational Officer (COO).

 

 

Lembaga pusat (central agency) mcngkoordinasikan penyusunan prioritas pembangunan dan prioritas anggaran, menelaah rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kewenangan masing-masing, dan menetapkan prosedur perencanaan dan penganggaran, CFO memberikan kepastian pendanaan dalam kerangka keberlanjutan fiskal, dan menetapkan aturan main dan praktek-praktek yang mendukung dan menuntut pemanfaatan sumber daya secara efisien. Sebagai imbalan dari penerapan kerangka penganggaran yang disiplin, COO sebagai pengguna anggaran mendapatkan keweangan yang memadai dalam penyediaan layanan umum. Kemudian, tanggung jawab COO meliputi : merumuskan strategi Kementerian Negara/Lembaga yang jelas, menyusun rencana kerja dan anggaran, menggunakan sumber daya secara efisien dan efektif, melaporkan kinerja dan penggunaan sumber daya yang tersedia, serta melakukan evaluasi atas hasil kinerja.

3.

Prinsip-prinsip Perubahan.

 

 

Perubahan-perubahan kunci yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara  meliputi aspek-aspek  penting sebagai berikut :

a.

Penerapan Pendekatan Penganggaran dengan Perspektif Jangka Menengah.

 

 

 

Pendekatan dengan Perspektif jangka menengah memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin Fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah dengan Pembcrian Pelayanan yang optimal dan lebih efisien.

 

 

 

Dengan melakukan proyeksi jangka menengah, dapat dikurangi ketidakpastian di masa yang akan datang, dalam penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatit kebijakan baru dalam penganggaran tahunan tetap dimungkinkan, tetapi pada saat yang sama harus pula dihitung implikasi kebijakan baru tersebut dalam konteks keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah (medium term fiscal sustainability). Cara ini juga memberikan peluang kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Kementerian Keuangan untuk melakukan analisis apakah perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan yang ada, termasuk menghentikan program-program yang tidak efektil, agar kebijakan-kebijakan baru dapat diakomodasikan.

 

 

 

Dengan memusatkan perhatian pada kebijakan-kebijakan yang dapat dibiayai, diharapkan dapat tercapai disiplin fiskal, yang merupakan kunci bagi tingkat kepastian ketersediaan sumber daya untuk membiayai kebijakan-kebijakan prioritas. Sebagai konsekuensi dari menempuh proses penganggaran dengan perspektif jangka menengah secara disiplin, manajemen mendapatkan imbalan dalam bentuk keleluasaan pada tahap implementasi dalam kerangka kinerja yang dijaga dengan ketat.

b.

Penerapan Penganggaran Secara Terpadu.

 

 

 

Memuat semua kegiatan instansi pemerintahan dalam APBN yang, disusun secara terpadu, termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan merupakan tahapan yang diperlukan sebagai bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran yang berorientasi kinerja. Dalam kaitan dengan menghitung biaya input dan menaksir kinerja program sangat penting untuk melihat secara bersama-sama biaya secara keseluruhan, baik yang bersitat investasi maupun biaya yang bersifat operasional. Dualisme/perbedaan yang ada saat ini antara anggaran rutin dan anggaran pembangunan mengalihkan fokus dari kinerja secara keseluruhan. Memadukan (unifying) angggaran sangat penting untuk memastikan bahwa investasi dan biaya operasional yang berulang (recurrent) dipertimbangkan secara simultan pada saat-saat kunci pengambilan keputusan dalam siklus penganggaran.

c.

Penerapan Penganggaran Berdasarkan Kinerja

 

 

 

Memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja akan mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka menengah.

 

 

 

Sesuai amanat Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam rangka penyusunan Rancangan APBN. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya. Selanjutnya pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan bahwa rencana kerja dan anggaran yang disusun harus berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

 

 

 

Berdasarkan ketentuan tersebut penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) merupakan tindak lanjut dari Rencana Kerja Pemerintah yang telah ditetapkan dalam rangka penyusunan Rancangan APBN. RKA yang disusun berdasarkan prestasi kerja dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, program dan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah. Selain itu, penyusunan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan harus didasarkan atas harga per unit satuan atas keluaran atau kegiatan guna mencapai efisiensi.

4.

Tahapan Pelaksanaan Perubahan

 

 

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memungkinkan implementasi proses reformasi dalam jangka waktu lima tahun. Untuk itu, tahapan implementasi yang tepat sangat dibutuhkan.

 

 

Pertama-tama, perlu menerapkan penganggaran yang disiplin, yang diberlakukan untuk seluruh Kementerian Negara/Lembaga. Ini meliputi penerapan pendekatan penganggaran jangka menengah, dengan pagu anggaran yang tegas (hard budget constraint) untuk mendisiplinkan proses penganggaran dan memastikan bahwa, paling tidak, keberlanjutan tiskal dan kepastian ketersediaan sumber daya benar-benar terjaga.

 

 

Bersamaan dengan itu, perlu diterapkan penganggaran secara terpadu, Kementerian Negara/Lembaga juga melakukan review terhadap prioritas pembangunan dan prioritas anggaran, yang ditetapkan berdasarkan landasan program yang diajukan oleh presiden terpilih. Di samping itu, harus dilakukan evaluasi terhadap program dan kegiatan untuk menghilangkan program-program dan kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih, dan untuk membuat sasaran program lebih transparan dan dapat diukur.

 

 

Tahapan paling lanjut dalam rangkaian penyempurnaan penganggaran adalah menerapkan penganggaran berbasis kinerja dengan penekanan pertama-tama pada ketersediaan rencana kerja, yang benar-benar mencerminkan komitmen Kementerian Negara/Lembaga sebagai bagian dari proses penganggaran. Kementerian Negara/Lembaga dituntut memperkuat diri dengan kapasitas dalam mengembangkan indikator kinerja dan sistem pengukuran kinerja mereka sendiri dan dalam meningkatkan kualitas penyusunan kebutuhan biaya, sebagai persyaratan untuk mendapatkan anggaran. Sejalan dengan tumbuhnya orientasi kinerja dan perbaikan informasi indikator kinerja, pendekatan yang lebih sistematik terhadap penganggaran berbasis kinerja akan terbentuk. Sebagai langkah antara sejumlah uji coba dapat dilakukan pada beberapa Kementerian Negara/Lembaga, khususnya yang berkaitan langsung dengan Pelayanan masyarakat.

II

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

 

 

 

Rencana kerja yang dituangkan dalam RKA-KL juga merupakan Penjabaran Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga.

 

 

 

Rencana Kerja Pemerintah adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun.

 

 

 

Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga adalah dokumen perencanaan Kementerian Negara/Lembaga untuk Periode 5 (lima) tahun.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

 

 

 

Dalam RKA-KL termasuk juga rencana kerja dan anggaran untuk badan layanan umum yang ada pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud dengan tahun anggaran yang sedang disusun adalah tahun anggaran yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

 

 

 

Koordinasi dimaksud menyangkut implikasi pembiayaan serta pemberian kode program dan kode kegiatan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

 

 

 

Perubahan klasifikasi menurut organisasi didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perubahan organisasi Kementerian Negara/Lembaga.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

 

 

 

Standar biaya yang ditetapkan dapat berupa standar biaya masukan pada awal tahap penerapan anggaran berbasis kinerja, dan nantinya menjadi standar biaya keluaran.

Pasal 8

Ayat (1)

 

 

 

Dalam rangka pelaksanaan pengukuran kinerja ditetapkan sasaran dan/atau standar kinerja program dan kegiatan di lingkungan Kementerian Negara/ Lembaga.

Ayat (2)

 

 

 

Evaluasi dalam ayat ini diartikan sebagai penilaian atas relevansi dan efektifitas, serta konsistensi program dan/atau kegiatan terhadap tujuan kebijakan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

 

 

 

Koordinasi dengan Kementerian Keuangan berkaitan dengan pendanaan dan pengkodean.

Ayat (4)

 

 

 

Koordinasi dengan Kementerian Keuangan berkaitan dengan pendanaan dan pengkodean.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

SE Menteri Keuangan tentang pagu sementara berasal dari Kebijakan umum dan prioritas anggaran yang telah disepakati oleh Pemerintah bersama DPR.

Dalam SE Menteri Keuangan dimaksud sudah termasuk pagu sementara untuk masing-masing Pemerintah Daerah.

Pagu anggaran sementara disampaikan juga oleh Panitia Anggaran DPR kepada komisi-komisi di DPR yang menjadi mitra kerja Kementerian Negara/Lembaga terkait sebagai bahan dalam pembahasan RKA-KL.

Penyesuaian rencana kerja Kementerian Negara/Lembaga dimaksud termasuk alokasi sementara untuk program dan kegiatan dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan Rencana Kerja Pemerintah adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode I (satu) tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.

Ayat (5)

 

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Nota keuangan adalah ringkasan kebijakan umum dan prioritas anggaran dalam rangka mengantarkan Rancangan Undang-undang APBN dengan lampiran RKA-KL.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Keputusan Presiden tentang Rincian APBN disusun menurut Kementerian Negara/Lembaga dan unit organisasi yang memuat antara lain :

a.

fungsi, sub fungsi, program, dan kegiatan;

b.

pagu anggaran yang dirinci menurut fungsi, belanja dan sumber dana;

c.

alokasi pagu anggaran untuk pusat dan daerah;

d.

prakiraan maju.

Ayat (2)

Konsep dokumen pelaksanaan anggaran disusun untuk setiap satuan kerja/unit pelaksana teknis Kementerian Negara/Lembaga yang memuat antara lain :

a.

program dan hasil yang diharapkan;

b.

kegiatan dan keluaran yang diharapkan;

c.

lokasi kegiatan;

d.

pagu anggaran belanja yang dirinci menurut fungsi jenis belanja dan sumber dana untuk masing-masing kegiatan pada satuan kerja/unit pelaksana teknis Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah;

e.

pendapatan yang diperkirakan pada masing-masing satuan kerja/unit pelaksana teknis Kementerian Negara/Lembaga;

f.

rencana penarikan dana pada masing-masing satuan kerja/unit pelaksana teknis Kementerian Negara/Lembaga/ Pemerintah Daerah;

g.

pimpinan satuan kerja/unit pelaksana teknis Kementerian Negara/ Lembaga dan penanggungjawab pelaksanaan kegiatan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan disampaikan antara lain kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, kuasa Bendahara Umum Negara, Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas