PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2004


TENTANG


PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN
TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

 

I.

UMUM

 

Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat dimaknai sebagai sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya dan keluarganya. Dapat juga dimaknai sebagai sarana untuk mengaktualisasikan diri sehingga seseorang merasa hidupnya menjadi lebih berharga baik bagi dirinya, keluarganya maupun lingkungannya. Oleh karena itu hak atas pekerjaan merupakan hak azasi yang melekat pada diri seseorang yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati.

 

Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun pada kenyataannya, keterbatasan akan lowongan kerja di dalam negeri menyebabkan banyaknya warga negara Indonesia/TKI mencari pekerjaan ke luar negeri. Dari tahun ke tahun jumlah mereka yang bekerja di luar negeri semakin meningkat. Besarnya animo tenaga kerja yang akan bekerja ke luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sedang bekerja di luar negeri di satu segi mempunyai sisi positif, yaitu mengatasi sebagian masalah pengangguran di dalam negeri namun mempunyai pula sisi negatif berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI. Resiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan agar resiko perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI sebagaimana disebutkan di atas dapat dihindari atau minimal dikurangi.

 

Pada hakekatnya ketentuan-ketentuan hukum yang dibutuhkan dalam masalah ini adalah ketentuan-ketentuan yang mampu mengatur pemberian pelayanan penempatan bagi tenaga kerja secara baik. Pemberian pelayanan penempatan secara baik didalamnya mengandung prinsip murah, cepat, tidak berbelit-belit dan aman. Pengaturan yang bertentangan dengan prinsip tersebut memicu terjadinya penempatan tenaga kerja ilegal yang tentunya berdampak pada minimnya perlindungan bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

 

Sejalan dengan semakin meningkatnya tenaga kerja yang ingin bekerja di luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sekarang ini bekerja di luar negeri, meningkat pula kasus perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI baik di dalam maupun di luar negeri. Kasus yang berkaitan dengan nasib TKI semakin beragam dan bahkan berkembang ke arah perdagangan manusia yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

 

Selama ini, secara yuridis peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar acuan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri adalah Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8) dan Keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaannya. Ketentuan dalam ordonansi sangat sederhana/sumir sehingga secara praktis tidak memenuhi kebutuhan yang berkembang. Kelemahan ordonansi itu dan tidak adanya undang-undang yang mengatur penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri selama ini diatasi melalui pengaturan dalam Keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaannya.

 

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku lagi dan diamanatkan penempatan tenaga kerja ke luar negeri diatur dalam undang-undang tersendiri. Pengaturan melalui undang-undang tersendiri, diharapkan mampu merumuskan norma-norma hukum yang melindungi TKI dari berbagai upaya dan perlakuan eksploitatif dari siapapun.

 

Dengan mengacu kepada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka Undang-Undang ini intinya harus memberi perlindungan warga negara yang akan menggunakan haknya untuk mendapat pekerjaan, khususnya pekerjaan di luar negeri, agar mereka dapat memperoleh pelayanan penempatan tenaga kerja secara cepat dan mudah dengan tetap mengutamakan keselamatan tenaga kerja baik fisik, moral maupun martabatnya.

 

Dikaitkan dengan praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masalah penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri, menyangkut juga hubungan antar negara, maka sudah sewajarnya apabila kewenangan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri merupakan kewenangan Pemerintah. Namun Pemerintah tidak dapat bertindak sendiri, karena itu perlu melibatkan Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta institusi swasta. Di lain pihak karena masalah penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia langsung berhubungan dengan masalah nyawa dan kehormatan yang sangat azasi bagi manusia, maka institusi swasta yang terkait tentunya haruslah mereka yang mampu, baik dari aspek komitmen, profesinalisme maupun secara ekonomis, dapat menjamin hak-hak azasi warga negara yang bekerja di luar negeri agar tetap terlindungi.

 

Setiap tenaga kerja yang bekerja di luar wilayah negaranya merupakan orang pendatang atau orang asing di negara tempat ia bekerja. Mereka dapat dipekerjakan di wilayah manapun di negara tersebut, pada kondisi yang mungkin di luar dugaan atau harapan ketika mereka masih berada di tanah airnya. Berdasarkan pemahaman tersebut kita harus mengakui bahwa pada kesempatan pertama perlindungan yang terbaik harus muncul dari diri tenaga kerja itu sendiri, sehingga kita tidak dapat menghindari perlunya diberikan batasan-batasan tertentu bagi tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri. Pembatasan yang utama adalah keterampilan atau pendidikan dan usia minimum yang boleh bekerja di luar negeri. Dengan adanya pembatasan tersebut diharapkan dapat diminimalisasi kemungkinan eksploitasi terhadap tenaga kerja Indonesia.

 

Pemenuhan hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat dilakukan oleh setiap warga negara secara perseorangan. Terlebih lagi dengan mudahnya memperoleh informasi yang berkaitan dengan kesempatan kerja yang ada di luar negeri. Kelompok masyarakat yang dapat memanfaatkan teknologi informasi tentunya mereka yang mempunyai pendidikan atau keterampilan yang relatif tinggi. Sementara bagi mereka yang mempunyai pendidikan dan keterampilan yang relatif rendah yang dampaknya mereka biasanya dipekerjakan pada jabatan atau pekerjaan-pekerjaan "kasar", tentunya memerlukan pengaturan berbeda dari pada mereka yang memiliki keterampilan dan pendidikan yang lebih tinggi. Bagi mereka lebih diperlukan campur tangan Pemerintah untuk memberikan pelayanan dan perlindungan yang maksimal.

 

Perbedaan pelayanan atau perlakuan bukan untuk mendiskriminasikan suatu kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya, namun justru untuk menegakkan hak-hak warga negara dalam memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu dalam Undang-Undang ini, prinsip pelayanan penempatan dan perlindungan TKI adalah persamaan hak, berkeadilan, kesetaraan gender serta tanpa diskriminasi.

 

Telah dikemukakan di atas bahwa pada umumnya masalah yang timbul dalam penempatan adalah berkaitan dengan hak azasi manusia, maka sanksi-sanksi yang dicantumkan dalam Undang-Undang ini, cukup banyak berupa sanksi pidana. Bahkan tidak dipenuhinya persyaratan salah satu dokumen perjalanan, sudah merupakan tindakan pidana. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa dokumen merupakan bukti utama bahwa tenaga kerja yang bersangkutan sudah memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri.

 

Tidak adanya satu saja dokumen, sudah beresiko tenaga kerja tersebut tidak memenuhi syarat atau illegal untuk bekerja di negara penempatan. Kondisi ini membuat tenaga kerja yang bersangkutan rentan terhadap perlakuan yang tidak manusiawi atau perlakuan yang eksploitatif lainnya di negara tujuan penempatan.

 

Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada serta peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Misi Khusus (Special Missions) Tahun 1969, dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Undang-undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dirumuskan dengan semangat untuk menempatkan TKI pada jabatan yang tepat sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya, dengan tetap melindungi hak-hak TKI. Dengan demikian Undang-Undang ini diharapkan disamping dapat menjadi instrumen perlindungan bagi TKI baik selama masa pra penempatan, selama masa bekerja di luar negeri maupun selama masa kepulangan ke daerah asal di Indonesia juga dapat menjadi instrumen pcningkatan kesejahteraan TKI beserta keluarganya.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 3

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 4

 

 

Menempatkan warga negara Indonesia dalam Pasal ini mencakup perbuatan dengan sengaja memfasilitasi atau mengangkut atau memberangkatkan warga negara Indonesia untuk bekerja pada Pengguna di luar negeri baik dengan memungut biaya maupun tidak dari yang bersangkutan.

 

Pasal 5

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dilakukan secara seimbang oleh Pemerintah dan masyarakat. Agar penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri tersebut dapat berhasil guna dan berdaya guna, Pemerintah perlu mengatur, membina, dan mengawasi pelaksanaannya.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 6

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 8

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 9

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 10

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Pelaksana penempatan TKI swasta sebelum berlakunya Undang-Undang ini disebut dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).

 

Pasal 11

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 12

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 13

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Jaminan bank dalam bentuk deposito atas nama Pemerintah dimaksudkan agar ada jaminan untuk biaya keperluan penyclesaian perselisihan atau sengketa calon TKI di dalam negeri dan/atau TKI dengan Pengguna dan/atau pelaksana penempatan TKI swasta atau menyelesaikan kewajiban dan tanggung jawab pelaksana penempatan TKI swasta yang masih ada karena izin dicabut atau izin udak diperpanjang atau TKI tersebut tidak diikutkan dalam program asuransi.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan sarana prasarana pelayanan penempatan TKI antara lain tempat penampungan yang layak, tempat pelatihan kerja, dan kantor.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 15

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 17

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 18

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 19

 

 

Yang dimaksud dengan mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI adalah yang dalam praktek sering disebut dengan istilah "jual bendera" atau "numpang proses". Apabila hal ini ditolerir, akan membuat kesulitan untuk mencari pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal terjadi permasalahan terhadap TKI.

 

Pasal 20

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pembentukan perwakilan dapat dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa pelaksana penempatan TKI swasta.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Kantor cabang dapat dibentuk di Provinsi atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 22

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 23

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 24

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pengguna perseorangan dalam Pasal ini adalah orang perseorangan yang mempekerjakan TKI pada pekerjaan-pekerjaan antara lain sebagai penata laksana rumah tangga, pengasuh bayi atau perawat manusia lanjut usia, pengemudi, tukang kebun/taman. Pekerjaan-pekerjaan tersebut biasa disebut sebagai pekerjaan di sektor informal.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 25

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Persetujuan Perwakilan Republik Indonesia meliputi dokumen perjanjian kerja sama penempatan, surat permintaan TKl, dan perjanjian kerja.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 26

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Perlindungan asuransi yang dimaksud dalam huruf ini sedikit-dikitnya sama dengan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 27

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan pertimbangan keamanan pada ayat ini antara lain negara tujuan dalam keadaan perang, bencana alam, atau terjangkit wabah penyakit menular.

 

Pasal 28

 

 

Yang dimaksud dengan pekerjaan atau jabatan tertentu dalam Pasal ini antara lain pekerjaan sebagai pelaut.

 

Pasal 29

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 30

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 31

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Pelatihan kerja bagi calon TKI dapat dilakukan oleh lembaga pelatihan maupun unit pelayanan yang dimiliki pelaksana penempatan TKI swasta.

 

 

Huruf d

 

 

 

Pemeriksaan psikologis dimaksudkan agar TKI tidak mempunyai hambatan psikologis dalam melaksanakan pekerjaannya di negara tujuan.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf g

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf h

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 32

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Surat permintaan TKI dari Pengguna dalam huruf ini dikenal dengan sebutan job order, demand letter atau wakalah

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 33

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 34

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Agar informasi dapat diterima secara benar oleh masyarakat, harus digunakan bahasa yang mudah dipahami.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 35

 

 

Huruf a

 

 

 

Dalam prakteknya TKI yang bekerja pada Pengguna perseorangan selalu mempunyai hubungan personal yang intens dengan Pengguna, yang dapat mendorong TKI yang bersangkutan berada pada keadaan yang rentan dengan pelecehan seksual. Mengingat hal itu, maka pada pekerjaan tersebut diperlukan orang yang betul-betul matang dari aspek kepribadian dan emosi. Dengan demikian resiko terjadinya pelecehan seksual dapat diminimalisasi.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 36

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 37

 

 

Ketentuan dalam Pasal ini berarti bahwa pelaksana penempatan TKI swasta tidak dibenarkan melakukan perekrutan melalui calo atau sponsor baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing.

 

Pasal 38

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 39

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 40

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 41

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 42

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan mampu berkomunikasi dengan bahasa asing adalah mampu menggunakan bahasa sehari-hari yang digunakan di negara tujuan.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 43

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 44

 

 

Yang dimaksud dengan sertifikasi kompetensi kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi nasional dan/atau internasional.

 

Pasal 45

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 46

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 47

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 48

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 49

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan dan psikologi dalam ketentuan ini dapat merupakan milik Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dan/atau masyarakat yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan ```````````````````````````````````````````````````````sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 50

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 51

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Paspor diterbitkan setelah mendapat rekomendasi dari dinas yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota setempat.

 

 

Huruf g

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf h

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf i

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf j

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 52

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Jaminan yang dimaksudkan dalam huruf ini adalah pernyataan kesanggupan dari pelaksana penempatan TKI swasta untuk memenuhi janjinya terhadap calon TKI yang ditempatkannya.

 

 

 

 

Misalnya, apabila dalam perjanjian penempatan pelaksana penempatan TKI swasta menjanjikan bahwa calon TKI yang bersangkutan akan dibayar sejumlah tertentu oleh Pengguna, dan ternyata dikemudian hari Pengguna tidak memenuhi sejumlah itu (yang tentunya dicantumkan dalam perjanjian kerja), maka pelaksana penempatan TKI swasta harus membayar kekurangannya.

 

 

 

 

Demikian pula apabila calon TKI dijanjikan akan diberangkatkan pada tanggal tertentu namun ternyata sampai pada waktunya tidak diberangkatkan, maka pelaksana penempatan TKI swasta wajib mengganti kerugian calon TKI karena keterlambatan pemberangkatan tersebut.

 

 

 

 

Dengan dimuatnya klausul perjanjian penempatan seperti ini, maka pelaksana penempatan TKI swasta didorong untuk mencari dan menempatkan calon TKI pada Pengguna yang tepat.

 

 

 

Huruf g

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf h

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf i

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf j

 

 

 

 

Dalam perjanjian penempatan dapat diperjanjikan bahwa apabila TKI setelah ditempatkan ternyata mengingkari janjinya dalam perjanjian kerja dengan Pengguna yang akibatnya pelaksana penempatan TKI swasta menanggung kerugian karena dituntut oleh Pengguna akibat perbuatan TKI
tersebut, maka dalam perjanjian penempatan dapat diatur bahwa TKI yang melanggar perjanjian kerja harus membayar ganti rugi kepada pelaksana penempatan TKI swasta.

 

 

 

 

Demikian pula dapat diatur sebaliknya bahwa apabila pelaksana penempatan TKI swasta mengingkari janjinya kepada TKI, maka dapat diperjanjikan bahwa pelaksana penempatan TKI swasta harus membayar ganti rugi kepada TKI.

 

 

 

Huruf k

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 53

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 54

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 55

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 56

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 57

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 58

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 59

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 60

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 61

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 62

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 63

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 64

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 65

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 66

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 67

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 68

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 69

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 70

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Oleh karena proses pengurusan dokumen atau pemeriksaan kesehatan calon TKI membutuhkan waktu yang relatif lama, dan mengingat pelaksanaan pelatihan kerja pada umumnya dipusatkan pada lokasi tertentu sehingga untuk kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pelatihan mereka dapat tinggal di penampungan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 71

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pada dasarnya kewajiban untuk melaporkan diri sebagai seorang warga negara yang berada di negara asing merupakan tanggung jawah orang yang bersangkutan. Namun, mengingat lokasi penempatan yang tersebar, pelaksanaan kewajiban melaporkan diri dapat dilakukan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 72

 

 

Penempatan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan dalam ketentuan perjanjian kerja, misalnya di dalam perjanjian kerja TKI tersebut dipekerjakan dalam jabatan baby sitter (pengasuh bayi), maka pelaksana penempatan TKI swasta tersebut dilarang menempatkan pada jabatan selain jabatan yang tercantum dalam perjanjian kerja dimaksud.

 

Pasal 73

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 74

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 75

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 76

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Setiap negara tujuan atau Pengguna dapat menetapkan kondisi untuk mempekerjakan tenaga kerja asing di negaranya. Oleh karena itu terdapat kemungkinan adanya tambahan biaya lainnya yang menjadi beban calon TKI. Agar calon TKI tidak dibebani biaya yang berlebihan, maka komponen biaya yang dapat ditambahkan serta besarnya biaya untuk dibebankan kepada calon TKI.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 77

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 78

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Penetapan jabatan Atase Ketenagakerjaan pada perwakilan Republik Indonesia tertentu, dibahas dan dilakukan bersama oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang hubungan luar negeri, Menteri yang bertanggung jawab di bidang keuangan, Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 79

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 80

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 81

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 82

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 83

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 84

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 85

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan Pemerintah termasuk di dalamnya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI dan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI.

 

Pasal 86

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 87

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 88

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 89

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 90

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 91

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 92

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 93

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 94

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 95

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 96

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 97

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 98

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 99

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 100

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 101

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 102

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 103

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 104

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 105

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 106

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 107

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 108

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 109

 

 

Cukup jelas.

         

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4445