UNDANG-UNDANG REPUBI.IK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2004

 
TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985

TENTANG MAHKAMAH AGUNG

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka yang dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer. dan lingkungan  peradilan tata usaha negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;

 

 

b.

bahwa Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;

Mengingat

:

1.

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);

 

 

3.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik 1ndonesia Nomor 3316);

 

 

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG.

 

Pasal I

 

 

Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (I.embaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) diubah sebagai berikut :

 

 

1.

Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 1

 

 

 

Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

 

2.

Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 4

 

 

 

(1)

 Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris.

 

 

 

(2)

Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung.

 

 

 

(3)

Jumlah hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) Orang.

 

 

3.

Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 5

 

 

 

(1)

Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas seorang ketua, 2 (dua) wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda.

 

 

 

(2)

Wakil Ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang non-yudisial.

 

 

 

(3)

Wakil ketua bidang yudisial membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana,
ketua muda agama, ketua muda militer, dan ketua muda tata usaha negara.

 

 

 

(4)

Pada setiap pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Mahkamah Agung dapat melakukan pengkhususan bidang hukum tertentu yang diketuai oleh ketua muda.

 

 

 

(5)

Wakil ketua bidang non-yudisial membawahi ketua muda Pembinaan dan ketua muda pengawasan.

 

 

 

(6)

Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung selama 5 (lima) tuhun.

 

 

4.

Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 7

 

 

 

(1)

Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung seorang calon harus memenuhi syarat :

 

 

 

 

a.

warga negara Indonesia;

 

 

 

 

b.

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

 

 

 

 

c.

berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;

 

 

 

 

d.

berusia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun;

 

 

 

 

e.

sehat jasmani dan rohani;

 

 

 

 

f.

berpengalaman sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim termasuk sekurang-Kurangnya 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi.

 

 

 

(2)

Apabila dibutuhkan, hakim agung dapat diangkat tidak berdasarkan sistem karier dengan syarat :

 

 

 

 

a.

memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e;

 

 

 

 

b.

berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;

 

 

 

 

c.

berijazah magister dalam ilmu hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;

 

 

 

 

d.

tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

 

 

 

(3)

Pada Mahkamah Agung dapat diangkat hakim ad hoc yang diatur dalam undang-undang.

 

 

5.

Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 8

 

 

 

(1)

Hakim agung diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

 

(2)

Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.

 

 

 

(3)

Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari siding sejak nama calon diterima Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

 

(4)

Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung dan diangkat oleh Presiden.

 

 

 

(5)

Ketua Muda Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden di antara hakim agung yang diajukan oleh Kaua Mahkamah Agung.

 

 

 

(6)

Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung, Ketua dan Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) ditetapkan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan calon diterima Presiden.

 

 

6.

Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 9

 

 

 

(1)

Sebelum memangku jabatannya, hakim agung wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya.

 

 

 

(2)

Sumpah atau janji hakim agung sebagaimana di maksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :

 

 

 

 

Sumpah :

 

 

 

 

"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan -seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."

 

 

 

 

Janji :

 

 

 

 

"Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."

 

 

 

(3)

Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Presiden.

 

 

 

(4)

Hakim Anggota Mahkamah Agung diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.

 

 

7.

Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 11

 

 

 

(1)

Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung karena :

 

 

 

 

a.

meninggal dunia;

 

 

 

 

b.

telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;

 

 

 

 

c.

permintaan sendiri;

 

 

 

 

d.

sakit jasmani atau rohani secara terus menerus; atau

 

 

 

 

e.

ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

 

 

 

(2)

Dalam hal hakim agung telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun, dapat diperpanjang sampai dengan 67 (enam puluh tujuh) tahun, dengan syarat mempunyai prestasi kerja luar biasa serta sehat jasmani dan rohani berdasarkan keterangan dokter.

 

 

8.

Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 12

 

 

 

(1)

Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung dengan alasan :

 

 

 

 

a.

dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tuhun atau lebih;

 

 

 

 

b.

melakukan perbuatan tercela;

 

 

 

 

c.

terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;

 

 

 

 

d.

melanggar sumpah atau janji jabatan; atau

 

 

 

 

e.

melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

 

 

 

(2)

Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung.

 

 

 

(3)

Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Agung diatur Mahkamah Agung.

 

 

9.

Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 13

 

 

 

(1)

Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung.

 

 

 

(2)

Terhadap pengusulan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).

 

 

10.

Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 18

 

 

 

Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera yang dibantu oleh beberapa orang panitera muda dan beberapa orang panitera pengganti.

 

 

11.

Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 19

 

 

 

Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja kepaniteraan Mahkamah Agung ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Agung.

 

 

12.

Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 20

 

 

 

(1)

Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Mahkawah Agung, seorang calon harus memenuhi syarat :

 

 

 

 

a.

warga negara Indonesia;

 

 

 

 

b.

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa-,

 

 

 

 

c.

berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mcnipunyai keahlian di bidang hukum; dan

 

 

 

 

d.

berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai panitera muda pada Mahkamah Aging dan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai panitera pada pcngadilan tingkat banding.

 

 

 

(2)

Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Mahkamah Agung, seorang calon harus memenuhi syarat :

 

 

 

 

a.

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

 

 

 

 

b.

berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai panitera pengadilan tingkat banding dan 5 (lima) tahun sebagai panitera pengadilan tingkat pertama.

 

 

 

(3)

Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Mahkamah Agung, seorang calon harus memenuhi syarat :

 

 

 

 

a.

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

 

 

 

 

b.

berpengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai pegawai negeri sipil di bidang teknis perkara pada Mahkamah Agung.

 

 

13.

Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 21

 

 

 

Panitera Mahkamah Agung diangkat dan diherhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.

 

 

14.

Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 22

 

 

 

Sebelum memangku jabatannya, Panitera Mahkamah Agung diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.

 

 

15.

Di antara Pasal 24 dan Bagian Keempat disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 24A, yang berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 24A

 

 

 

(1)

Panitera, panitera muda dan panitera pengganti pada Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :

 

 

 

 

a.

meninggal dunia;

 

 

 

 

b.

mencapai usia pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

 

 

 

 

c.

permintaan sendiri;

 

 

 

 

d.

sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; atau

 

 

 

 

e.

ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

 

 

 

(2)

Panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pada Mahkamah Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :

 

 

 

 

a.

dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

 

 

 

 

b.

melakukan perbuatan tercela;

 

 

 

 

c.

terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya; atau

 

 

 

 

d.

melanggar sumpah atau janji jabatan.

 

 

16.

Bab II Bagian Keempat tentang Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung diubah menjadi tentang Sekretaris Mahkamah Agung.

 

 

17.

Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 25

 

 

 

(1)

Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Mahkamah Agung.

 

 

 

(2)

Sekretaris Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.

 

 

 

(3)

Pada Sekretariat Mahkamah Agung dibentuk beberapa direktorat jenderal dan badan yang dipimpin oleh beberapa direktur jenderal dan kepala badan.

 

 

 

(4)

Direktur jenderal dan kepala badan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.

 

 

 

(5)

Sebelum memangku jabatannya, direktur jenderal dan kepala badan diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.

 

 

 

(6)

Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja sekretariat dan badan pada Mahkamah Agung, ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Agung.

 

 

18.

Pasal 26 dan Pasal 27 dihapus.

 

 

19.

Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 30

 

 

 

(1)

Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena :

 

 

 

 

a.

tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

 

 

 

 

b.

salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

 

 

 

 

c.

lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

 

 

 

(2)

Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertu!is terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

 

 

 

(3)

Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

 

 

 

(4)

Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Mahkamah Agung.

 

 

20.

Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 31

 

 

 

(1)

Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

 

 

 

(2)

Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

 

 

 

(3)

Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung.

 

 

 

(4)

peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

 

 

(5)

Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.

 

 

21.

Diantara Pasal 31 dan Pasal 32 disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 31A yang berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 31A

 

 

 

(1)

Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung, dan dibuat secara turtulis dalam bahasa Indonesia.

 

 

 

(2)

Permohonan sekurang-kurangnya harus manuat :

 

 

 

 

a.

nama dan alamat pemohon;

 

 

 

 

b.

uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan, dan wajib menguraikan dengan jelas bahwa :

 

 

 

 

 

1)

materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau

 

 

 

 

 

2)

pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

 

 

 

 

c.

hal-hal yang diminta untuk diputus.

 

 

 

(3)

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima.

 

 

 

(4)

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

 

 

 

(5)

Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

 

 

 

(6)

Dalam hal peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.

 

 

 

(7)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diatur oleh Mahkamah Agung.

 

 

22.

Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 35

 

 

 

Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi.

 

 

23.

Diantara Pasal 45 dan Paragraf 2 tentang Peradilan Umum disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 45A yang berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 45A

 

 

 

(1)

Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya.

 

 

 

(2)

Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

 

 

 

 

a.

putusan tentang praperadilan;

 

 

 

 

b.

perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda;

 

 

 

 

c.

perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan;

 

 

 

(3)

Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung. 

 

 

 

(4)

Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan upaya hukum.

 

 

 

(5)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.

 

 

24.

Di antara Pasal 80 dan Bab VII mengenai Ketentuan Penutup disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 80A, Pasal 80B, dan Pasal 80 C yang berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 80A

 

 

 

Sebelum Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) terbentuk,  pengajuan calon hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

 

Pasal 80B

 

 

 

Jabatan kepaniteraan Mahkamah Agung yang dijabat oleh hakim harus disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.

 

Pasal 80C

 

 

 

Ketentuan mengenai pembinaan personel militer pada kepaneteraan Mahkamah Agung dilaksanakan sesuai dengan peraturar perundang-undangan yang mengatur mengenai personel militer.

 

 

25.

Dalam Bab VII Ketentuan Penutup ditambah 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 81A yang berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 81A

 

 

 

Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

Pasal II

 

 

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

Disahkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 15 Januari 2004

 

 

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

               
               
              MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

 

 

Diundangkan di Jakarta

 

 

 

pada tanggal 15 Januari 2004

 

 

 

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

 

       
       
   

BAMBANG KESOWO,

 
       
  LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 9

 

 

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR S TAHUN 2004


TENTANG


PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG

 

I.

UMUM

 

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, di samping Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu, ditentukan pula Mahkamah Agung mempunyai wewenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

 

Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting bagi Indonesia sebagai salah satu negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak manapun dan dalam bentuk apapun, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali terhadap hukum dan keadilan. Guna memperkukuh arah perubahan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang telah diletakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilakukan penyesuaian atas berbagai undang-undang yang mengatur kekuasaan kehakiman.

 

Undang-Undang ini memuat perubahan terhadap berbagai substansi Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Perubahan tersebut, di samping guna disesuaikan dengan arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga didasarkan atas Undang-undang mengenai kekuasaan kehakiman baru yang menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

 

Berbagai substansi perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain tentang penegasan kedudukan Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, serta beberapa substansi yang menyangkut hukum acara, khususnya dalam melaksanakan tugas dan kewenangan dalam memeriksa dan memutus pada tingkat kasasi serta dalam melakukan hak uji terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Dalam Undang-Undang ini diadakan pembatasan terhadap perkara yang dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung. Pembatasan ini di samping dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan setiap perkara diajukan ke Mahkamah Agung sekaligus dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat.

 

Dengan bertambahnya ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Mahkamah Agung antara lain di bidang pengaturan dan pengurusan masalah organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, maka organisasi Mahkamah Agung perlu dilakukan pula penyesuaian.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal I

 

 

Angka 1

 

 

 

Pasal 1

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 2

 

 

 

Pasal 4

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 3

 

 

 

Pasal 5

 

 

 

 

Ayat (1)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (4)

 

 

 

 

 

Pengkhususan bidang hukum tertentu disesuaikan dengan kebutuhan, ketua muda perdata misalnya dapat terdiri dari ketua muda hukum perdata umum dan ketua muda hukum adat. Ketua muda hukum pidana dapat terdiri dari ketua muda hukum pidana umum dan ketua muda hukum pidana khusus.

 

 

 

 

Ayat (5)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (6)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 4

 

 

 

Pasal 7

 

 

 

 

Ayat (1)

 

 

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "sarjana lain" dalam ketentuan ini adalah sarjana syariah dan sarjana ilmu kepolisian.

 

 

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "sarjana lain", lihat penjelasan ayat (1) huruf c.

 

 

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Hakim agung ad hoc antara lain hakim agung ad hoc hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan hakim agung ad hoc dalam perkara tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

 

Angka 5

 

 

 

Pasal 8

 

 

 

 

Ayat (1)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "hari sidang" dalam ketentuan ini tidak termasuk masa reses.

 

 

 

 

Ayat (4)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (5)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (6)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 6

 

 

 

Pasal 9

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 7

 

 

 

Pasal 11

 

 

 

 

Ayat (1)

 

 

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "sakit jasmani dan rohani secara terus menerus" dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan yang menyebabkan yang bersangkutan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya dengan baik.

 

 

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "tidak cakap dalam melaksanakan tugasnya" adalah misalnya yang bersangkutan melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya.

 

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prestasi kerja luar biasa" dalam ketentuan ini, diatur dalam ketentuan Mahkamah Agung sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

Angka 8

 

 

 

Pasal 12

 

 

 

 

Ayat (1)

 

 

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "perbuatan tercela" adalah perbuatan atau sikap, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang dapat merendahkan martabat hakim.

 

 

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Pasal 10" dalam ketentuan ini adalah Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

 

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 9

 

 

 

Pasal 13

 

 

 

 

Ayat (1)

 

 

 

 

 

Selama pemberhentian sementara, Hakim Agung yang bersangkutan tidak dapat menangani perkara.

 

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 10

 

 

 

Pasal 18

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 11

 

 

 

Pasal 19

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 12

 

 

 

Pasal 20

 

 

 

 

Ayat (1)

 

 

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

 

 

Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf c.

 

 

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 13

 

 

 

Pasal 21

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 14

 

 

 

Pasal 22

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 15

 

 

 

Pasal 24A

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 16

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 17

 

 

 

Pasal 25

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 18

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 19

 

 

 

Pasal 30

 

 

 

 

Ayat (1)

 

 

 

 

 

Dalam memeriksa perkara, Mahkamah Agung berkewajiban menggali, mengikuti, dan memahami rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

 

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (4)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 20

 

 

 

Pasal 31

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 21

 

 

 

Pasal 31A

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 22

 

 

 

Pasal 35

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 23

 

 

 

Pasal 45A

 

 

 

 

Ayat (1)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

 

 

Dalam ketentuan ini tidak termasuk keputusan pejabat tata usaha negara yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

 

 

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (4)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

 

Ayat (5)

 

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 24

 

 

 

Pasal 80A

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

Pasal 80B

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

Pasal 80C

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Angka 25

 

 

 

Pasal 81A

 

 

 

 

Cukup jelas

 

Pasal II

 

 

Cukup jelas

             
  TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4359