MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 134 /PMK.06/ 2005

 

TENTANG

 

PEDOMAN PEMBAYARAN DALAM PELAKSANAAN

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengatur penyediaan dan penyaluran dana untuk membiayai anggaran belanja negara dalam melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

 

b.

bahwa mekanisme pembayaran dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 217/KMK.03/1990 tentang Mekanisme Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 531/KMK.03/2000 dipandang perlu untuk diubah dalam rangka peningkatan efisiensi dan penghematan Keuangan Negara;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

 

 

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);

 

 

6.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 

 

7.

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212), sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);

 

 

8.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan tata Kerja Departemen Keuangan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.01/2004;

 

 

9.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2005 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2006.

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PEMBAYARAN DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA.

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.

 

 

2.

Dokumen pelaksanaan anggaran lainnya adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dipersamakan dengan DIPA dan disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara

 

 

3.

Penerimaan negara secara giral adalah proses penerimaan negara dari sumber-sumber penerimaan ke dalam rekening kas umum negara yang dilakukan dengan memindahbukukan dana tersebut antar rekening bank. 

 

 

4.

Pengeluaran negara secara giral adalah proses pembiayaan suatu kegiatan dengan sumber dana dari APBN yang dilakukan dengan memindahbukukan dana tersebut antar rekening bank. 

 

 

5.

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran adalah Menteri/Pimpinan Lembaga atau kuasanya yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

 

 

6.

Bagian anggaran adalah bentuk pengalokasian anggaran negara yang didasarkan atas unit organisasi pemerintahan (Kementerian Negara/Lembaga) atau fungsi tertentu.

 

 

7.

Surat Perintah Membayar (SPM) adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk mencairkan alokasi dana yang sumber dananya dari DIPA.

 

 

8.

Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) adalah surat perintah membayar yang dikeluarkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran kepada:

 

 

 

a.

Pihak Ketiga atas dasar perikatan atau surat keputusan;

 

 

 

b.

Bendahara Pengeluaran untuk Belanja Pegawai/Perjalanan.

 

 

9.

Uang Persediaan adalah sejumlah uang yang disediakan untuk Satuan Kerja dalam melaksanakan kegiatan operasional kantor sehari-hari.

 

 

10.

Surat Perintah Membayar Uang Persediaan (SPM-UP) adalah surat perintah membayar yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, yang dananya dipergunakan sebagai uang Persediaan untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari.

 

 

11.

Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan (SPM-GU) adalah surat perintah membayar yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan Uang Persediaan yang telah dipakai.

 

 

12.

Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan (SPM-TU) adalah surat perintah membayar yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran karena kebutuhan dananya melebihi dari pagu Uang Persediaan yang ditetapkan.

 

Pasal 2

 

 

(1)

Tahun anggaran berlaku sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

 

(2)

Penerimaan dan pengeluaran negara melalui Rekening Kas Umum Negara.

 

 

(3)

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran.

 

 

(4)

Dalam rangka pelaksanaan APBN, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara secara giral.

 

 

(5)

Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

Pasal 3

 

 

(1)

Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN dilakukan berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

 

 

(2)

Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara.

 

Pasal 4

 

 

(1)

Menteri/Pimpinan Lembaga yang menguasai bagian anggaran mempunyai kewenangan atas penggunaan anggaran di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya.

 

 

(2)

Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan para pejabat yang ditunjuk sebagai:

 

 

 

a.

Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;

 

 

 

b.

Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;

 

 

 

c.

Pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;

 

 

 

d.

Pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah membayar;

 

 

 

e.

Bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan;

 

 

 

f.

Bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja.

 

 

(3)

Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c tidak boleh merangkap sebagai pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, e, dan f.

 

 

(4)

Menteri/Pimpinan Lembaga harus menetapkan kembali pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani surat keputusan kepegawaian, yang mengakibatkan pembebanan pada anggaran belanja negara, pada awal tahun anggaran yang bersangkutan.

 

 

(5)

Tembusan penetapan para pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (4) wajib disampaikan kepada KPPN.

 

Pasal 5

 

 

(1)

Menteri Keuangan mempunyai kewenangan pengelolaan atas bagian anggaran di luar bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

 

 

(2)

Tata cara pengelolaan bagian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. 

 

Pasal 6

 

 

Pendapatan negara pada Kementerian Negara/Lembaga wajib disetor sepenuhnya dan pada waktunya ke Rekening Kas Umum Negara.

 

Pasal 7

 

 

(1)

Jumlah dana yang dimuat dalam anggaran belanja negara merupakan batas tertinggi untuk tiap-tiap pengeluaran.

 

 

(2)

Pengeluaran atas beban APBN dilakukan berdasarkan atas hak dan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran.

 

Pasal 8

 

 

(1)

DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA berlaku sebagai dasar pelaksanaan pengeluaran negara setelah mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.

 

 

(2)

DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA yang telah mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan disampaikan kepada :

 

 

 

a.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

 

 

 

b.

Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan;

 

 

 

c.

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

 

 

 

d.

Direktur     Informasi    dan    Akuntansi   Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

 

e.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

 

f.

Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

 

 

(3)

Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA yang telah mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan kepada :

 

 

 

a.

Direktur Jenderal/Unit Eselon I dan Kantor/Satuan Kerja;

 

 

 

b.

Inspektorat Jenderal Kementerian Negara/Unit Pengawasan pada lembaga yang bersangkutan;

 

 

 

c.

Gubernur Propinsi yang bersangkutan.

 

Pasal 9

 

 

(1)

Penerbitan SPM oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran didasarkan pada alokasi dana yang tersedia dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA.

 

 

(2)

Pembayaran belanja pegawai untuk PNS dan anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian RI serta pensiunan termasuk tunjangan-tunjangan yang melekat di dalamnya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

 

 

(3)

Pelaksanaan pembayaran tagihan atas beban belanja negara melalui SPM-LS yang disampaikan ke KPPN, harus dilengkapi dengan :

 

 

 

a.

Untuk belanja pegawai dilengkapi dengan bukti asli :

 

 

 

 

1)

Daftar Gaji/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/Lembur/Honor dan Vakasi;

 

 

 

 

2)

Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

 

 

 

b.

Untuk belanja lainnya selain belanja pegawai dilengkapi dengan :

 

 

 

 

1)

Resume kontrak/SPK pengadaan barang dan jasa yang ditandatangani oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

 

 

 

 

2)

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB);

 

 

 

 

3)

Faktur Pajak beserta SSP-nya

 

Pasal 10

 

 

(1)

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat mengajukan permintaan Uang Persediaan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Uang Persediaan (SPM-UP) untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari.

 

 

(2)

Besaran Uang Persediaan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(3)

Untuk memperoleh penggantian Uang Persediaan yang telah digunakan, Satuan Kerja yang bersangkutan menerbitkan Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan (SPM-GU).

 

 

(4)

Dalam hal Uang Persediaan tidak mencukupi kebutuhan, Satuan Kerja dapat mengajukan tambahan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan (SPM-TU).

 

 

(5)

Pengajuan Tambahan Uang Persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(6)

Pembayaran dengan menggunakan Uang Persediaan selain untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari sebagaimana diatur pada ayat (1) dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

Pasal 11

 

 

(1)

Pelaksanaan pembayaran dengan Uang Persediaan dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sepanjang pembayaran dimaksud tidak dapat dilakukan melalui pembayaran langsung (SPM-LS).

 

 

(2)

Pembayaran yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran tidak boleh melebihi Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) kepada satu rekanan.

 

 

(3)

Pengecualian terhadap pembayaran sebagaimana diatur ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(4)

Pembayaran kepada rekanan harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

 

(5)

Bukti asli pembayaran yang dilampirkan dalam SPP yang diajukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen merupakan bukti pengeluaran dalam pelaksanaan anggaran belanja negara. 

 

 

(6)

Bukti asli pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan arsip dan disimpan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran c.q. Pejabat Penanda tangan SPM.

 

 

(7)

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat mengajukan penggantian Uang Persediaan yang telah digunakan kepada KPPN dengan menyampaikan SPM-GU yang dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) sesuai ketentuan yang berlaku.

 

 

(8)

Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

 

Pasal 12

 

 

(1)

Berdasarkan SPM yang disampaikan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, KPPN menerbitkan SP2D yang ditujukan kepada Bank Operasional mitra kerjanya.

 

 

(2)

KPPN menolak permintaan pembayaran yang diajukan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dalam hal :

 

 

 

a.

Pengeluaran untuk MAK yang melampaui Pagu; dan/atau

 

 

 

b.

Tidak didukung oleh bukti pengeluaran yang sah sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 9 ayat (3).

 

 

(3)

Penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penolakan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai berikut :

 

 

 

a.

Penerbitan SP2D Uang Persediaan/ Tambahan Uang Persediaan/ Penggantian Uang Persediaan (SPM-UP/SPM-TU/SPM-GU) dan SPM Pembayaran Langsung (SPM-LS) paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya SPM secara lengkap.

 

 

 

b.

Untuk pembayaran Gaji Induk (gaji bulanan) PNS Pusat :

 

 

 

 

1)

SPM sudah harus diterima paling lambat tanggal 15 bulan sebelumnya;

 

 

 

 

2)

SP2D diterbitkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum awal bulan pembayaran gaji.

 

 

 

c.

Untuk pembayaran non gaji induk (non gaji bulanan) SP2D diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya SPM. 

 

 

 

d.

Pengembalian SPM dilakukan paling lambat hari kerja berikutnya sejak diterimanya SPM berkenaan.

 

Pasal 13

 

 

Bentuk formulir SPM/SP2D clan SPTB akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

Pasal 14

 

 

  (1)

Penyaluran dana perimbangan untuk masing-masing daerah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

(2)

Kewajiban pembayaran kepada Pemerintah Pusat yang belum dipenuhi oleh Pemerintah Daerah dapat diperhitungkan/dipotong secara langsung dari dana perimbangan yang akan disalurkan kepada Pemerintah Daerah.

 

 

(3)

Potongan terhadap dana perimbangan tersebut pada ayat (2) dibukukan dalam Rekening Kas Umum Negara.

 

 

 

(4)

Tata cara perhitungan, pemotongan dan pembukuan ke dalam Rekening Kas Umum Negara diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

Pasal 15

 

 

Pembayaran kegiatan yang dananya berasal dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri tersebut.

 

Pasal 16

 

 

(1)

Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Kepala Satuan Kerja yang menggunakan dana bagian anggaran yang dikuasai Menteri Keuangan wajib menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada Menteri Keuangan.

 

 

(2)

Pertanggungjawaban penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

Pasal 17

 

 

Pengawasan terhadap pelaksanaan pembayaran melalui dana APBN dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

 

Pasal 18

 

 

(1)

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 606/PMK.06/2004 tentang Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN Tahun 2005 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

 

Pasal 19

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2006.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 27 Desember 2005

MENTERI KEUANGAN,

 

 

SRI MULYANI INDRAWATI