PENJELASAN


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 13 TAHUN 2006


TENTANG


PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
 

U M U M

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan Saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya Saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya Saksi dan Korban merupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana. Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan banyak disebabkan oleh Saksi dan Korban takut memberikan kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dan pihak tertentu.

Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum.

Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya, sehingga ia tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak lagi merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya kepada penegak hukum, karena khawatir atau takut jiwanya terancam oleh pihak tertentu.

Perlindungan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana di Indonesia belum diatur secara khusus. Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa untuk mendapat perlindungan dari berbagai kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, sudah saatnya perlindungan Saksi dan Korban diatur dengan undang-undang tersendiri.

Berdasarkan asas kesamaan di depan hukurn (equality before the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum; Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana harus diberi jaminan perlindungan hukum. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban meliputi:

1.

Perlindungan dan hak Saksi dan Korban;

2.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban;

3.

Syarat dan tata cara pemberian perlindungan dan bantuan; dan

4.

Ketentuan pidana.

   

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1 s/d Pasal 4

 

 

Cukup jelas.

Pasal 5

 

Ayat (1)

 

 

Huruf a

Perlindungan semacam ini merupakan perlindungan utama yang diperlukan Saksi dan Korban. Apabila perlu, Saksi dan Korban harus ditempatkan dalam suatu lokasi yang dirahasiakan dan siapa pun untuk menjamin agar Saksi dan Korban aman.

Huruf b dan Huruf c

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

Hak ini diberikan kepada Saksi clan Korban yang tidak lancar berbahasa Indonesia untuk memperiancar persidangan.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Seringkali Saksi dan Korban hanya berperan dalam pemberian kesaksian di pengadilan, tetapi Saksi dan Korban tidak mengetahui perkembangan kasus yang bersangkutan. Oleh karena itu, sudah seharusnya informasi mengenai perkembangan kasus diberikan kepada Saksi dan Korban.

 

 

Huruf g

 

 

 

Informasi ini penting untuk diketahui Saksi dan Korban sebagai tanda penghargaan atas kesediaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan tersebut.

 

 

Huruf h

 

 

 

Ketakutan Saksi dan Korban akan adanya balas dendam dari terdakwa cukup beralasan dan ia berhak diberi tahu apabila seorang terpidana yang dihukum penjara akan dibebaskan.

 

 

Huruf i

 

 

 

Dalam berbagai kasus, terutama yang menyangkut kejahatan terorganisasi, Saksi dan Korban dapat terancam walaupun terdakwa sudah dihukum. Dalam kasus-kasus tertentu, Saksi dan Korban dapat diberi identitas baru.

 

 

Huruf j

 

 

-

Apabila keamanan Saksi dan Korban sudah sangat mengkhawatirkan, pemberian tempat baru pada Saksi dan Korban harus dipertimbangkan agar Saksi dan Korban dapat meneruskan kehidupannya tanpa ketakutan.

 

 

-

Yang dimaksud dengan "tempat kediaman baru" adalah tempat tertentu yang bersifat sementara dan dianggap aman.

 

 

Huruf k

 

 

 

Saksi dan Korban yang tidak mampu membiayai dirinya untuk mendatangi lokasi, perlu mendapat bantuan biaya dari negara.

 

 

Huruf l

 

 

 

Yang dimaksud dengan "nasihat hukum" adalah nasihat hukum yang dibutuhkan oleh Saksi dan Korban apabila diperlukan.

 

 

Huruf m

 

 

 

Yang dimaksud dengan "biaya hidup sementara" adalah biaya hidup yang sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu itu, misalnya biaya untuk makan sehari-hari.

 

Ayat (2)

 

 

Yang dimaksud dengan "kasus-kasus tertentu" antara lain, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya.

Pasal 6

 

Huruf a

 

 

Cukup jelas.

 

Huruf b

 

 

Yang dimaksud dengan "bantuan rehabilitasi psikososial" adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada Korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan Korban.

Pasal 7 dan Pasal 8

 

Cukup Jelas.

Pasal 9

 

Ayat (1)

 

 

Yang dimaksud dengan "ancaman sangat besar" adalah ancaman yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban tidak dapat memberikan kesaksiannya.

 

Ayat (2)

 

 

Yang dimaksud dengan "pejabat yang berwenang" adalah penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Ayat (3)

 

 

Kehadiran pejabat ini untuk memastikan bahwa Saksi dan/atau Korban tidak dalam paksaan atau tekanan ketika Saksi dan/atau Korban memberikan keterangan.

Pasal 10

 

Ayat (1)

 

 

Yang dimaksud dengan "pelapor" adalah orang yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana.

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas.

 

Ayat (3) 

 

 

Yang dimaksud dengan "memberikan keterangan tidak dengan itikad baik" dalam ketentuan ini antara lain memberikan keterangan palsu, sumpah palsu, dan permufakatan jahat.

Pasal 11

 

Ayat (1)

 

 

Yang dimaksud dengan "lembaga yang mandiri" adalah lembaga yang independen, tanpa campur tangan dari pihak mana pun.

 

Ayat (2) dan Ayat (3)

 

 

Cukup jelas.

Pasal 12 s/d Pasal 29

 

Cukup jelas.

Pasal 30 

 

Ayat (1)

 

 

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

 

 

Huruf a dan Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Ketentuan ini ditujukan untuk melindungi Saksi dan/atau Korban dari berbagai kemungkinan yang akan melemahkan perlindungan pada dirinya.

 

 

Huruf d dan Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

Pasal 31 s/d Pasal 35

 

Cukup jelas.

Pasal 36 

 

Ayat (1)

 

 

Yang dimaksud dengan "instansi terkait yang berwenang" adalah lembaga pemerintah dan non-pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kapasitas dan hak untuk memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mendukung kerja LPSK, yang diperlukan dan disetujui keberadaannya oleh Saksi dan/atau Korban.

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

Pasal 37 s/d Pasal 41

 

 

Cukup jelas.

Pasal 42

 

Yang dimaksud dengan "pejabat publik" adalah pejabat negara dan penyelenggara negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 43 s/d Pasal 46

 

Cukup jelas

 

 

 

 

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4635