MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 170 /PMK.08/2008

TENTANG

TRANSAKSI SURAT UTANG NEGARA SECARA LANGSUNG

 

MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa sesuai ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, Menteri Keuangan diberi kewenangan menyelenggarakan pengelolaan Surat Utang Negara yang meliputi penjualan Surat Utang Negara melalui lelang dan/atau tanpa lelang, dan pembelian kembali Surat Utang Negara sebelum jatuh tempo;

 

 

b.

bahwa sehubungan dengan huruf a dan dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan Surat Utang Negara, perlu disusun ketentuan yang mengatur mengenai transaksi penjualan dan pembelian kembali Surat Utang Negara secara langsung;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);

 

 

2.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 

 

3.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.08/2007 tentang Sistem Dealer Utama sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/ PMK.08/ 2008;

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TRANSAKSI SURAT UTANG NEGARA SECARA LANGSUNG.

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

 Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.

 

 

2.

Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

 

 

3.

Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.

 

 

4.

Surat Utang Negara Seri Benchmark adalah seri Surat Utang Negara yang menjadi acuan untuk pemenuhan kewajiban kuotasi dari Dealer Utama;

 

 

5.

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung adalah penjualan Surat Utang Negara di Pasar Perdana atau Pembelian Kembali Surat Utang Negara di Pasar Sekunder, yang dilakukan Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan secara langsung melalui fasilitas Dealing Room pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.

 

 

6.

Pembelian Kembali Surat Utang Negara di Pasar Sekunder adalah pembelian kembali Surat Utang Negara di Pasar Sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai.

 

 

7.

Dealing Room adalah sebuah ruangan yang digunakan untuk melakukan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung, yang dilengkapi dengan alat komunikasi, perekam dan perangkat pendukung lainnya.

 

 

8.

Dealer Utama adalah Bank atau Perusahaan Efek yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Sistem Dealer Utama.

 

 

9.

Pihak adalah orang perorangan, atau kumpulan orang dan/ atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan.

 

 

10.

Harga Setelmen adalah :

 

 

 

a.

harga yang dibayarkan oleh Dealer Utama, atau Lembaga Penjamin Simpanan kepada Pemerintah atas Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang telah disepakati (clean price) dengan memperhitungkan bunga berjalan (accrued interest), dalam hal penjualan Surat Utang Negara dengan kupon; atau

 

 

 

b.

harga yang dibayarkan oleh Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan kepada Pemerintah atas Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang telah disepakati (clean price), dalam hal penjualan Surat Utang Negara dengan pembayaran bunga secara diskonto; atau

 

 

 

c.

harga yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan atas Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang telah disepakati (clean price) dengan memperhitungkan bunga berjalan (accrued interest), dalam hal Pembelian Kembali Surat Utang Negara dengan kupon; atau

 

 

 

d.

harga yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan atas Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang telah disepakati (clean price), dalam hal Pembelian Kembali Surat Utang Negara dengan pembayaran bunga secara diskonto.

 

 

11.

Setelmen adalah penyelesaian Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan Surat Utang Negara.

 

 

12.

Seri Surat Utang Negara Yang Kurang Likuid adalah seri Surat Utang Negara yang berada dalam portofolio perdagangan dan rata-rata volume perdagangan harian seri Surat Utang Negara tersebut berada di bawah rata-rata volume perdagangan harian Surat Utang Negara Seri Benchmark.

 

 

13.

Hari Kerja adalah hari dimana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.

 

 

14.

Komite Risiko adalah komite yang dibentuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.

 

 

Pasal 2

 

 

1.

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung diselenggarakan oleh Menteri Keuangan.

 

 

2.

Penyelenggaraan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. unit Eselon II yang melaksanakan transaksi Surat Utang Negara.

 

 

BAB II

TUJUAN TRANSAKSI SURAT UTANG NEGARA SECARA LANGSUNG

 

 

Pasal 3

 

 

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dilakukan dengan tujuan antara lain sebagai berikut:

 

 

a.

melaksanakan upaya stabilisasi pasar Surat Utang Negara;

 

 

b.

melakukan pengelolaan portofolio Surat Utang Negara;

 

 

c.

memenuhi kebutuhan pencapaian jumlah Surat Berharga Negara neto dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun berjalan.

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan b dilaksanakan melalui Pembelian Kembali Surat Utang Negara di Pasar Sekunder.

 

 

(2)

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dilaksanakan melalui penjualan Surat Utang Negara di Pasar Perdana atau Pembelian Kembali Surat Utang Negara di Pasar Sekunder.

 

 

Pasal 5

 

 

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a hanya dilakukan dalam kondisi sebagai berikut:

 

 

a.

terjadi indikasi penurunan harga yang signifikan pada Surat Utang Negara seri benchmark, atau

 

 

b.

terdapat perbedaan kuotasi harga yang lebih rendah Secara signifikan dari rata-rata kuotasi harga Dealer Utama pada Surat Utang Negara seri benchmark.

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Besaran penurunan harga dan perbedaan kuotasi harga Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditentukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang setelah mempertimbangkan masukan dari Komite Risiko.

 

 

(2)

Besaran penurunan harga dan perbedaan kuotasi harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditentukan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, dilaporkan kepada Menteri Keuangan.

 

 

Pasal 7

 

 

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf b dilakukan untuk:

 

 

a.

mengurangi jumlah nominal Seri Surat Utang Negara Yang Kurang Likuid di pasar Surat Utang Negara; dan/atau

 

 

b.

restrukturisasi profil jatuh tempo Surat Utang Negara.

 

 

Pasal 8

 

 

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf c dilakukan dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pencapaian jumlah Surat Berharga Negara Neto pada tahun anggaran berjalan sebesar maksimal Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).

 

 

BAB III

KETENTUAN DAN PERSYARATAN

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Pemerintah dapat melakukan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung ke Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan.

 

 

(2)

Setiap Pihak, selain Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan, dapat melakukan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung melalui Dealer Utama.

 

 

(3)

Dalam rangka memperoleh acuan harga dalam pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. unit Eselon II yang melaksanakan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dapat:

 

 

 

a.

menggunakan kuotasi harga Surat Utang Negara seri benchmark yang disampaikan Dealer Utama melalui infrastruktur perdagangan sistem Dealer Utama; dan atau

 

 

 

b.

meminta Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/ atau Lembaga Penjamin Simpanan untuk menyampaikan penawaran harga.

 

 

(4)

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung hanya dapat dilaksanakan:

 

 

 

a.

setelah memperoleh penawaran harga sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari anggota Dealer Utama; atau

 

 

 

b.

apabila terdapat kuotasi harga Surat Utang Negara seri benchmark yang lebih rendah secara signifikan dari rata-rata kuotasi harga Dealer Utama pada infrastruktur perdagangan sistem Dealer Utama.

 

 

Pasal 10

 

 

(1)

Dealer Utama dapat melakukan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung baik untuk dan atas nama sendiri maupun untuk dan atas nama Pihak selain Bank Indonesia atau Lembaga Penjamin Simpanan.

 

 

(2)

Bank Indonesia atau Lembaga Penjamin Simpanan dapat melaksanakan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung hanya untuk dan atas nama sendiri.

 

 

(3)

Bank Indonesia dapat membeli Surat Utang Negara di Pasar Perdana melalui Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung hanya untuk Surat Perbendaharaan Negara.

 

 

(4)

Bank Indonesia dapat melakukan penjualan Surat Utang Negara di Pasar Sekunder melalui Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung.

 

 

Pasal 11

 

 

Ketentuan operasional untuk pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q unit Eselon II yang melaksanakan Transaksi Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diatur dalam prosedur operasi standar yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.

 

 

BAB IV

PENYELESAIAN PELAKSANAAN TRANSAKSI SURAT
UTANG NEGARA SECARA LANGSUNG

 

 

Pasal 12

 

 

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan menandatangani:

 

 

a.

addendum syarat dan ketentuan (term and conditions) Surat Utang Negara hasil Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung; dan

 

 

b.

surat kepada Bank Indonesia, sebagai agen penatausahaan dan agen pembayar bunga dan pokok Surat Utang Negara, mengenai hasil Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Hasil Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung adalah transaksi yang sah dan mengikat antara Pemerintah dan Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan.

 

 

(2)

Hasil Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada publik pada hari pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung, yang sekurang-kurangnya meliputi:

 

 

 

a.

Nilai Nominal;

 

 

 

b.

Seri-seri Surat Utang Negara; dan

 

 

 

c.

Rata-rata tertimbang harga (price).

 

 

Pasal 14

 

 

(1)

Surat Utang Negara yang dibeli kembali oleh Pemerintah melalui Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung, dinyatakan lunas dan tidak berlaku lagi.

 

 

(2)

Surat Utang Negara yang dinyatakan lunas dan tidak berlaku lagi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada publik.

 

 

Pasal 15

 

 

Setelmen Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dilakukan pada 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan transaksi (T+2).

 

 

Pasal 16

 

 

Perhitungan Setelmen Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dilakukan berdasarkan formula sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

 

Pasal 17

 

 

Ketentuan teknis pelaksanaan Setelmen Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

 

 

Pasal 18

 

 

(1)

Setelmen untuk Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang dilakukan untuk kepentingan Pihak selain Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan dilakukan antara Pemerintah dan Dealer Utama.

 

 

(2)

Dealer Utama bertanggung jawab melaksanakan kewajiban terkait penyelesaian Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Jika Dealer Utama tidak melaksanakan kewajiban terkait penyelesaian Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung sesuai dengan batas akhir tanggal Setelmen, maka Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung tersebut dinyatakan batal.

 

 

(2)

Dealer Utama yang tidak melaksanakan kewajiban terkait penyelesaian Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang kepada otoritas di bidang pasar modal dan/atau otoritas di bidang perbankan serta diumumkan kepada publik.

 

 

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 20

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

               

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 7 November 2008

 

 

 

 

 

 

 

MENTERI KEUANGAN

               
               

 

 

 

 

 

 

 

SRI MULYANI INDRAWATI

Lampiran ......................>