PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 21 TAHUN 2008

TENTANG

PERBANKAN SYARIAH

 

I.

UMUM

 

Sebagaimana, diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur, berdasarkan demokrasi ekonomi, dengan mengembangkan sistem ekonomi yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan. Guna mewujudkan tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada perekonomian yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, handal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.

 

Agar tercapai tujuan pembangunan nasional dan dapat berperan aktif dalam persaingan global yang sehat, diperlukan partisipasi dan kontribusi semua elemen masyarakat untuk menggali berbagai potensi yang ada di masyarakat guna mendukung proses akselerasi ekonomi dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi masyarakat dalam perekonomian, nasional tersebut adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam (Syariah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip Syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil `alamin). Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip Syariah yang disebut Perbankan Syariah.

 

Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, Bank Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga oleh pengelola modal.

 

Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah satu sarana pendukung vital adalah adanya pengaturan yang memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan tersebut di antaranya dituangkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah. Pembentukan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi kebutuhan dan keniscayaan bagi berkembangnya lembaga tersebut. Pengaturan mengenai Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional Perbankan Syariah, dimana, di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha Bank Syariah berkembang cukup pesat.

 

Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk dan jasa  Bank Syariah, dalam Undang-Undang Perbankan Syariah ini diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional. Sementara itu, untuk memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan operasional  Perbankan Syariah selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.

 

Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai masalah kepatuhan syariah (syariah compliance) yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang hares dibentuk pada. masing-masing Bank Syariah dan UUS. Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan MUI ke dalam Peraturan Bank Indonesia, di dalam internal Bank Indonesia dibentuk komite perbankan syariah, yang keanggotaannya terdiri atas perwakilan dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat yang komposisinya berimbang.

 

Sementara itu, penyelesaian sengketa yang mungkin timbul pada perbankan syariah, akan dilakukan melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase, atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati di dalam Akad oleh para pihak.

 

Untuk menerapkan substansi undang-undang perbankan syariah ini, maka pengaturan terhadap UUS yang secara korporasi masih berada dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional, di masa depan, apabila telah berada pada kondisi dan jangka waktu tertentu diwajibkan untuk memisahkan UUS menjadi Bank Umum Syariah dengan memenuhi tata cara dan persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

 

Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan tersendiri bagi Perbankan Syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip Syariah, prinsip kesehatan Bank bagi Bank Syariah, dan yang tidak kalah penting diharapkan dapat memobilisasi dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap Bank Syariah dalam undang-undang tersendiri.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:

 

 

a.

riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi'ah);

 

 

b.

maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;

 

 

c.

gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;

 

 

d.

haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau

 

 

e.

zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

 

 

Yang dimaksud dengan "demokrasi ekonomi" adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip kehati-hatian" adalah pedoman pengelolaan Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 3

 

 

Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah).

 

Pasal 4

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "dana sosial lainnya", antara lain adalah penerimaan Bank yang berasal dari pengenaan sanksi terhadap Nasabah (ta'zir).

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 5

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia sekurang-kurangnya memuat tentang:

 

 

 

a.

susunan organisasi dan kepengurusan;

 

 

 

b.

modal kerja;

 

 

 

c.

keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan

 

 

 

d.

kelayakan usaha.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Yang diwajibkan mencantumkan kata "syariah" hanya Bank Syariah yang mendapatkan izin setelah berlakunya Undang-Undang ini.

 

 

 

Penulisan kata "syariah" ditempatkan setelah kata "bank" atau setelah nama bank.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (6)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (7)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (8)

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Ayat (9)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 6

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "kantor di bawah Kantor Cabang" adalah kantor cabang pembantu atau kantor kas yang kegiatan usahanya membantu kantor induknya.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 8

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Hal-hal yang dapat diatur dalam Peraturan Bank Indonesia antara lain:

 

 

 

a.

pemberhentian anggota direksi dan komisaris yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan;

 

 

 

b.

pengalihan kepemilikan saham pengendali bank yang harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia;

 

 

 

c.

pengalihan izin usaha dari nama lama ke nama baru, perubahan modal dasar, dan perubahan status menjadi Bank terbuka harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia;

 

 

 

d.

perubahan modal disetor Bank yang meliputi penambahan, pengurangan, dan komposisi harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia;

 

 

 

e.

pelarangan penjaminan saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali.

 

Pasal 9

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Dalam hal salah satu pihak yang akan mendirikan Bank Umum Syariah adalah badan hukum asing, yang bersangkutan terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi dari otoritas perbankan negara asal. Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan bahwa badan hukum asing yang bersangkutan mempunyai reputasi yang baik dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 10

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 11

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 12

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 13

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 15

 

 

Perubahan kepemilikan Bank Syariah yang tidak mengakibatkan perubahan pemegang saham pengendah cukup dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia.

 

Pasal 16

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pokok-pokok pengaturan dalam  Peraturan Bank Indonesia mencakup antara lain:

 

 

 

a.

minimum kecukupan modal;

 

 

 

b.

persiapan sumber daya manusia;

 

 

 

c.

susunan organisasi dan kepengurusan; dan

 

 

 

d.

kelayakan usaha.

 

Pasal 17

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 18

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 19

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad wadi'ah" adalah Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau
uang.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad mudharabah" dalam menghimpun dana adalah Akad kerja sama antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Nasabah) sebagai pemilik dana dan pihak kedua (`amil, mudharib, atau Bank Syariah) yang bertindak sebagai pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad mudharabah" dalam Pembiayaan adalah Akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (`amil, mudharib, atau Nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad musyarakah" adalah Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad murabahah" adalah Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad salam" adalah Akad Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad istishna' " adalah Akad Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni) dan penjual atau pembuat (shani).

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad qardh" adalah Akad pinjaman dana kepada Nasabah dengan ketentuan bahwa Nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad ijarah" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad ijarah muntahiya bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.

 

 

 

Huruf g

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad hawalah" adalah Akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar.

 

 

 

Huruf h

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf i

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "transaksi nyata" adalah transaksi yang dilandasi dengan aset yang berwujud.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad kafalah" adalah Akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, di mana pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).

 

 

 

Huruf j

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf k

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf 1

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf m

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf n

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf o

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Akad wakalah" adalah Akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.

 

 

 

Huruf p

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf q

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "kegiatan lain" adalah, antara lain, melakukan fungsi sosial dalam bentuk menerima dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta dana kebajikan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 20

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "penyertaan modal" adalah penanaman dana Bank Umum Syariah dalam bentuk saham pada  perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat berharga yang dapat dikonversi menjadi saham (convertible bonds) atau jenis transaksi tertentu berdasarkan Prinsip Syariah yang berakibat Bank Umum Syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan syariah.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "penyertaan modal sementara" adalah penyertaan modal Bank Umum Syariah, antara lain, berupa pembelian saham dan/atau konversi pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan Nasabah untuk mengatasi kegagalan penyaluran dana dan/atau piutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf g

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf h

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf i

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 22

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 23

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Kemauan berkaitan dengan iktikad baik dari Nasabah Penerima Fasilitas untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan/atau UUS.

 

 

 

Kemampuan berkaitan dengan keadaan dan/atau aset Nasabah Penerima Fasilitas sehingga mampu untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan/atau UUS.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Penilaian watak calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara Bank Syariah dan/atau UUS dan Nasabah atau calon Nasabah yang bersangkutan atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang dapat dipercaya sehingga Bank Syariah dan/atau UUS dapat menyimpulkan bahwa calon Nasabah Penerima Fasilitas yang bersangkutan jujur, beriktikad baik, dan tidak menyulitkan Bank Syariah dan/atau UUS di kemudian hari.

 

 

 

Penilaian kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama Bank harus meneliti tentang keahlian Nasabah Penerima Fasilitas dalam bidang usahanya dan/atau kemampuan manajemen calon Nasabah sehingga Bank Syariah dan/atau UUS merasa yakin bahwa usaha yang akan dibiayai dikelola oleh orang yang tepat.

 

 

 

Dalam melakukan penilaian terhadap Agunan, Bank Syariah dan/atau UUS harus menilai barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan yang bersangkutan dan barang lain, surat berharga atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai Agunan tambahan, apakah sudah cukup memadai sehingga apabila Nasabah Penerima Fasilitas kelak tidak dapat melunasi kewajibannya, Agunan tersebut dapat digunakan untuk menanggung pembayaran kembali Pembiayaan dari Bank Syariah dan/atau UUS yang bersangkutan.

 

 

 

Penilaian terhadap proyek usaha calon Nasabah Penerima Fasilitas, Bank Syariah terutama harus melakukan analisis mengenai keadaan pasar, baik di dalam maupun di luar negeri, baik untuk masa yang telah lalu maupun yang akan datang sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon Nasabah yang akan dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan.

 

Pasal 24

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Bank Umum Syariah dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Semua tindakan Bank Umum Syariah yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi syariah.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

UUS dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi yang melakukan kegiatan usaha berdasrkan Prinsip Syariah. Semua tindakan UUS yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi syariah.

 

Pasal 25

 

 

Huruf a

 

 

 

Usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah antara lain usaha yang dianggap riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi syariah. Semua tindakan Bank yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi syariah.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 26

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Komite perbankan syariah beranggotakan unsur-unsur dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat dengan komposisi yang berimbang, memiliki keahlian di bidang syariah dan berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 27

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pemegang saham pengendali" adalah badan hukum, orang perseorangan, dan/atau kelompok usaha yang:

      a. memiliki saham Bank Syariah sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan memperoleh hak suara; atau

 

 

 

b.

memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara, tetapi yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan atau bank, baik secara langsung maupun tidak langsung.

 

 

 

Pengendalian merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk memengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan perusahaan, termasuk bank, dengan cara apa pun, baik secara langsung maupun tidak langsung.

 

 

 

Pengendalian terhadap Bank Syariah dapat dilakukan dengan cara-cara, antara lain, sebagai berikut:

      a. memiliki secara sendiri-sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank;

 

 

 

b.

secara langsung menjalankan manajemen dan/atau memengaruhi kebijakan. Bank Syariah;

 

 

 

c.

memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila digunakan akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank;

 

 

 

d.

melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama memiliki dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank Syariah, baik langsung maupun tidak langsung dengan atau tanpa perjanjian tertulis;

 

 

 

e.

melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan menyebabkan pihak-pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank Syariah;

 

 

 

f.

mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain yang secara keseluruhan memiliki dan/atau mengendalikan secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank;

 

 

 

g.

mempunyai kewenangan untuk menyetujui dan/atau memberhentikan pengurus Bank Syariah;

 

 

 

h.

secara tidak langsung memengaruhi atau menjalankan manajemen dan/atau kebijakan Bank Syariah;

 

 

 

i.

melakukan pengendalian terhadap perusahaan induk atau perusahaan induk di bidang keuangan dari Bank Syariah; dan/atau

 

 

 

j.

melakukan pengendalian terhadap pihak yang melakukan pengendalian sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i.

 

 

 

Uji kemampuan dan kepatutan sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia untuk menilai kompetensi, integritas, dan kemampuan keuangan pemegang saham pengendali dan/atau pengurus bank. Mengingat tujuan uji kemampuan dan kepatutan adalah untuk memperoleh pemegang saham pengendali dan pengurus bank yang dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, penilaian dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan oleh Bank Indonesia tidak perlu dipertanggungjawabkan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Kewajiban menurunkan kepemilikan saham bagi Pemilik Bank yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan adalah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dinyatakan tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 28

 

 

Yang termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan adalah Peraturan Bank Indonesia.

 

 

Pokok-pokok pengaturan tugas direksi Bank Syariah dalam anggaran dasar antara lain:

 

 

a.

tugas dan tanggung jawab;

 

 

b.

pelaporan; dan

 

 

c.

perlindungan dalam pelaksanaan tugas.

 

Pasal 29

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pokok-pokok pengaturan tugas direktur adalah:

 

 

 

a.

tugas dan tanggung jawab;

 

 

 

b.

pelaporan; dan

 

 

 

c.

perlindungan dalam pelaksanaan tugas.

 

Pasal 30

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Uji kemampuan dan kepatutan bertujuan untuk menjamin kompetensi, kredibilitas, integritas, dan pelaksanaan tata kelola yang sehat (good corporate governance) dari pemilik, pengurus bank, dan pengawas syariah.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 31

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pejabat eksekutif" adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada direksi dan/atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional Bank Syariah seperti kepala divisi, pemimpin Kantor Cabang, atau kepala satuan kerja audit internal.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 32

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia sekurang-kurangnya meliputi:

 

 

 

a.

ruang lingkup, tugas, dan fungsi dewan pengawas syariah;

 

 

 

b.

jumlah anggota dewan pengawas syariah;

 

 

 

c.

masa kerja;

 

 

 

d.

komposisi keahlian;

 

 

 

e.

maksimal jabatan rangkap; dan

 

 

 

f.

pelaporan dewan pengawas syariah.

 

Pasal 33

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 34

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 35

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Dalam rangka menjamin terlaksananya pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, Bank memiliki dan menerapkan, antara lain, sistem pengawasan  intern.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum" adalah standar akuntansi syariah yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Kantor akuntan publik yang dimaksud adalah kantor akuntan publik yang memiliki akuntan dengan keahlian bidang akuntansi syariah.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Dalam memberikan pengecualian, Bank Indonesia memperhatikan kemampuan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang bersangkutan.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 36

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 37

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan Bank Syariah dan UUS. Mengingat bahwa penyaluran dana dimaksud bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada Bank Syariah dan UUS, risiko yang dihadapi Bank Syariah dan UUS dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat tersebut

 

 

 

Oleh karena itu, untuk memehhara kesehatan dan meningkatkan daya  tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada Nasabah debitur atau kelompok Nasabah debitur tertentu.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pengertian "modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia" sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan bank.

 

 

 

Batas maksimum yang dimaksud diperuntukkan bagi masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima Fasilitas termasuk perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "keluarga" adalah hubungan sampai dengan derajat kedua, baik menurut garis keturunan lurus maupun ke samping termasuk mertua, menantu, dan ipar.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Pengertian "modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia" sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan bank.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 38

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "manajemen risiko" adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.

 

 

 

Prinsip mengenal Nasabah (know your customer principle) merupakan prinsip yang harus diterapkan oleh perbankan yang sekurang-kurangnya mencakup kegiatan penerimaan dan identifikasi Nasabah serta pemantauan kegiatan transaksi Nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.

 

 

 

Perlindungan Nasabah dilakukan antara lain dengan cara adanya mekanisme pengaduan Nasabah, meningkatkan transparansi produk, dan edukasi terhadap Nasabah.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 39

 

 

Penjelasan yang diberikan kepada Nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian Nasabah dimaksudkan untuk menjamin transparansi produk dan jasa Bank.

 

 

Apabila, informasi tersebut telah disediakan, Bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini.

 

Pasal 40

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pembelian Agunan oleh Bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu Bank agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Penerima Fasilitasnya. Dalam hal bank sebagai pembeli Agunan Nasabah Penerima Fasilitasnya, status Bank adalah sama dengan pembeli bukan Bank lainnya.

Bank dimungkinkan membeli Agunan di luar pelelangan dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Penerima Fasilitasnya.

 

 

 

Batas waktu 1 (satu) tahun dengan memperhitungkan pemulihan kondisi likuiditas Bank dan batas waktu ini merupakan jangka waktu yang wajar untuk menjual aset Bank.

 

 

 

Agunan yang dapat dibeli oleh Bank adalah Agunan yang pembiayaannya telah dikategorikan macet selama jangka waktu tertentu.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Pokok-pokok ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:

 

 

 

a.

Agunan yang dapat dibeli oleh Bank Syariah dan UUS adalah Agunan yang pembiayaannya telah dikategorikan macet selama jangka waktu tertentu;

 

 

 

b.

Jangka waktu pencairan Agunan yang telah dibeli.

 

Pasal 41

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 42

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "memperlihatkan bukti tertulis", termasuk menyampaikan keterangan atau fotokopi

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 43

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pimpinan instansi yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan" adalah pimpinan departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen setingkat menteri.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 44

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 45

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 46

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 47

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 48

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 49

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 50

 

 

Pembinaan yang dilakukan  Bank Indonesia, antara lain, mengenai aspek kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan  (termasuk uji kemampuan dan kepatutan), kegiatan usaha, pelaporan, serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional Bank Syariah dan UUS.

 

 

Pengawasan bank meliputi pengawasan tidak langsung (off-site supervision) atas dasar laporan Bank dan pengawasan langsung (on-site supervision) dalam bentuk pemeriksaan di kantor bank yang bersangkutan.

 

Pasal 51

 

 

Ayat (1)

Bank Syariah dan UUS perlu menjaga tingkat kesehatannya dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 52

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "data/dokumen" adalah segala jenis data atau dokumen, baik tertulis maupun elektronis, yang terkait dengan objek pengawasan Bank Indonesia.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "setiap tempat yang terkait dengan Bank" adalah setiap bagian ruangan dari kantor bank dan tempat lain di luar bank yang terkait dengan objek pengawasan Bank Indonesia.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "data/dokumen" adalah segala jenis data atau dokumen, baik tertulis maupun elektronis yang terkait dengan objek pengawasan Bank Indonesia.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "setiap pihak" adalah orang atau badan hukum yang memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan dan operasional Bank, baik langsung maupun tidak langsung, antara lain, ultimate shareholder atau pihak tertentu yang namanya tidak tercantum sebagai pegawai, pengurus atau pemegang saham bank tetapi dapat memengaruhi kegiatan operasional bank atau keputusan manajemen bank.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "rekening Simpanan maupun rekening Pembiayaan" adalah rekening-rekening, baik yang ada pada Bank yang diawasi/diperiksa maupun pada Bank lain, yang terkait dengan objek pengawasan/pemeriksaan Bank Indonesia

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 53

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pihak lainnya" adalah pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki kompetensi untuk melaksanakan pemeriksaan.

 

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 54

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Keadaan suatu Bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha Bank semakin memburuk, antara lain, ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas, serta pengelolaan Bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat.

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "membatasi kewenangan" antara lain pembatasan keputusan pemberian bonus (tantiem), pemberian dividen kepada pemilik Bank, atau kenaikan gaji bagi pegawai dan pengurus.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf g

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf h

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pihak lain" adalah pihak di luar Bank yang bersangkutan, baik Bank lain, badan usaha lain, maupun individu yang memenuhi persyaratan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 55

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad" adalah upaya sebagai berikut:

 

 

 

a.

musyawarah;

 

 

 

b.

mediasi perbankan;

 

 

 

c.

melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau

 

 

 

d.

melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 56

 

 

Pada dasarnya sanksi administratif dikenakan terhadap anggota komisaris atau anggota direksi secara personal yang melakukan kesalahan, tetapi tidak menutup kemungkinan sanksi administratif dikenakan secara kolektif apabila kesalahan tersebut dilakukan secara kolektif.

 

Pasal 57

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 58

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 59

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 60

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 61

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 62

 

 

Cukup jelas

 

Pasal 63

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 64

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 65.

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 66

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 67

 

 

Ayat (1)

 

 

 

UUS yang telah memiliki izin usaha dalam ketentuan ini adalah UUS yang sudah ada berdasarkan izin pembukaan Kantor Cabang Syariah pada Bank Umum Konvensional.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 68

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 69

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 70

 

 

Cukup jelas.

               
   

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4867

 






















































 


.