MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 245/PMK.03/2008

TENTANG


BADAN-BADAN DAN ORANG PRIBADI YANG MENJALANKAN USAHA MIKRO DAN KECIL YANG MENERIMA HARTA HIBAH, BANTUAN, ATAU SUMBANGAN
YANG TIDAK TERMASUK SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN


MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d angka. 4 dan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Badan-badan dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

 

 

3.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BADAN-BADAN DAN ORANG PRIBADI YANG MENJALANKAN USAHA MIKRO DAN KECIL YANG MENERIMA HARTA HIBAH, BANTUAN, ATAU SUMBANGAN YANG TIDAK TERMASUK SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN.

 

 

Pasal 1

 

 

Harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh:

 

 

a.

keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;

 

 

b.

badan keagamaan;

 

 

c.

badan pendidikan;

 

 

d.

badan sosial termasuk yayasan dan koperasi; atau

 

 

e.

orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,

 

 

dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a adalah orang tua dart anak kandung.

 

 

(2)

Badan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b adalah badan keagamaan yang kegiatannya semata-mata mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan, kegiatan di bidang keagamaan, yang tidak mencari keuntungan.

 

 

(3)

Badan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c adalah badan pendidikan yang kegiatannya sernata-mata menyelenggarakan pendidikan yang tidak mencari keuntungan.

 

 

(4)

Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d adalah badan sosial yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:

 

 

 

a.

pemeliharaan kesehatan;

 

 

 

b.

pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);

 

 

 

c.

pemehharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat;

 

 

 

d.

santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya;

 

 

 

e.

pemberian beasiswa;

 

 

 

f.

pelestarian lingkungan hidup; dan/atau

 

 

 

g.

kegiatan sosial lainnya,

 

 

 

yang tidak mencari keuntungan.

 

 

(5)

Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha, kecil yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

 

 

 

a.

memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

 

 

 

b.

memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

 

 

Pasal 3

 

 

(1)

Ketentuan pengecualian harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 berlaku apabila pihak pemberi hibah, bantuan, atau sumbangan tidak mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan penerima hibah, bantuan, atau sumbangan.

 

 

(2)

Harta hibah, bantuan, atau sumbangan dibukukan oleh pihak penerima, sesuai dengan nilai buku harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari pihak pemberi.

 

 

Pasal 4

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

 

 

Agar setiap, orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

               

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 31 Desember 2008

 

 

 

 

 

 

 

MENTERI KEUANGAN

               

 

 

 

 

 

 

 

ttd.

               

 

 

 

 

 

 

 

SRI MULYANI INDRAWATI