PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2008
TENTANG
JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

I.

UMUM

 

Dalam rangka menghadapi ancaman Krisis keuangan global yang dapat membahayakan stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional, perlu dibuat suatu landasan hukum yang kuat sehingga mekanisme koordinasi antar lembaga yang terkait dalam pembinaan sistem keuangan nasional, serta mekanisme pengambilan keputusan dalam tindakan pencegahan dan penanganan krisis dapat dilakukan secara terpadu, efisien dan efektif.

 

Landasan hukum dimaksud ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Adapun tujuan Jaring Pengaman Sistem Keuangan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan.

 

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini diatur mengenai ruang lingkup Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang meliputi pencegahan dan penanganan Krisis. Pencegahan krisis dilakukan melalui penanganan kesulitan likuiditas dan penanganan masalah solvabilitas dari bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang berdampak sistemik, yaitu antara lain dengan memberikan Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) bagi bank atau bantuan likuiditas bagi LKBB yang mengalami kesulitan likuiditas. Selain itu, pencegahan krisis dapat pula dilakukan dengan menambah modal berupa penyertaan modal sementara terhadap bank dan LKBB yang mengalami masalah solvabilitas.

 

Penanganan Krisis pada dasarnya dilakukan dengan cara yang sama seperti pencegahan Krisis, namun penanganan Krisis dilakukan pada saat kondisi sistem keuangan dalam keadaan Krisis yang membahayakan stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional.

 

Dalam rangka pelaksanaan Jaring Pengaman Sistem Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. KSSK berfungsi menetapkan kebijakan dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis di sistem keuangan.

 

Sumber pendanaan untuk pencegahan dan penanganan krisis berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diberikan Pemerintah melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau secara tunai. Untuk memberikan fleksibilitas agar Krisis dapat dicegah atau ditangani segera, penerbitan SBN dikecualikan dari ketentuan tujuan penerbitan SBN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara dan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara. Bertindak sebagai pembeli SBN di pasar primer adalah Bank Indonesia. Dalam rangka akuntabilitas, Menteri Keuangan melaporkan penerbitan SBN tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penggunaan dana APBN untuk pencegahan dan penanganan krisis harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Jaring Pengaman Sistem Keuangan secara umum ditujukan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan melalui pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan dan sistem pembayaran, penyediaan fasilitas lender of last resort, program penjaminan simpanan, serta pencegahan dan penanganan Krisis. Namun demikian, mengingat pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan dan sistem pembayaran, penyediaan fasilitas lender of last resort, serta program penjaminan simpanan telah diatur dalam Undang-Undang tersendiri maka Undang-Undang ini hanya mengatur masalah pencegahan dan penanganan Krisis.

 

Pasal 3

 

 

Pencegahan dan penanganan Krisis meliputi penanganan kesulitan likuiditas dan masalah solvabilitas bank dan LKBB yang Berdampak Sistemik.

 

Pasal 4

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 5

 

 

Keanggotaan Menteri Keuangan dalam KSSK adalah dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai otoritas fiskal dan menjaga stabilitas ekonomi. Sedangkan keanggotaan Gubernur Bank Indonesia dalam KSSK adalah dalam rangka menjalankan fungsinya menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan.

 

Pasal 6

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Yang dimaksud dengan langkah-langkah dalam rangka pencegahan krisis antara lain melonggarkan peraturan sistem keuangan seperti penurunan giro wajib minimum dan ketentuan pelaksanaan buyback oleh perusahaan go public.

 

 

Yang dimaksud dengan langkah-langkah dalam rangka penanganan krisis antara lain melakukan komunikasi mengenai langkah yang telah dan akan diambil oleh Pemerintah dan Bank Indonesia, koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, dan perumusan regulasi yang diperlukan untuk penanganan Krisis.

 

Pasal 8

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Dalam keputusan KSSK diatur juga mengenai keanggotaan sekretariat yang berasal dari Departemen Keuangan, Bank Indonesia, LPS, dan kalangan profesional sesuai kebutuhan.

 

Pasal 9

 

 

Laporan oleh KSSK antara lain meliputi kondisi stabilitas sistem keuangan dan tindakan yang dilakukan dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis.

 

Pasal 10

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Rapat KSSK diselenggarakan secara rutin untuk melakukan pembahasan perkembangan kondisi stabilitas sistem keuangan. Dalam kondisi tertentu, rapat dapat diselenggarakan sewaktu-waktu atas permintaan dari Menteri Keuangan atau Gubernur Bank Indonesia.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 11

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Dalam rapat KSSK untuk memutuskan kondisi bank Berdampak Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik, Bank Indonesia menyampaikan informasi mengenai permasalahan likuiditas bank dan tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan kesulitan likuiditas tersebut oleh bank sebagaimana diminta oleh Bank Indonesia sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang tentang Perbankan dan Undang-Undang tentang Perbankan Syariah.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pagu FPD tidak harus didasarkan pada nilai taksasi agunan yang diajukan oleh bank, mengingat FPD diberikan untuk mengatasi dampak sistemik sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai normal lending. Suku bunga FPD ditetapkan sebesar BI Rate ditambah dengan margin tertentu yang ditetapkan oleh KSSK.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 12

 

 

Huruf a

 

 

 

Pengambilalihan hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dimaksudkan untuk mengambil alih kepemilikan bank namun hanya untuk RUPS penggantian direksi dan komisaris saja.

 

 

Huruf b

 

 

 

Bank Indonesia dapat menunjuk pihak lain seperti profesional yang memiliki kompetensi pengelolaan bank penerima FPD dimaksud.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 13

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Perjanjian pemberian FPD adalah perjanjian utang piutang antara bank dengan Bank Indonesia yang mengatur syarat dan ketentuan pemberian dan pelunasan FPD.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 15

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Nilai jaminan Pemerintah terhadap FPD yang diberikan oleh Bank Indonesia sebesar adalah pokok dan bunga FPD.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 17

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 18

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 19

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 20

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Penyampaian rencana kerja dapat dilakukan setelah pemberian FPD agar penanganan masalah bank segera teratasi.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Pengikatan agunan dapat dilakukan terhadap sebagian aset yang sudah lengkap dokumennya tanpa harus menunggu kelengkapan dokumen seluruh agunan.

 

Pasal 22

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 23

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 24

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 25

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 26

 

 

Yang dimaksud dengan penyelesaian oleh sektor privat (private sector solution) adalah penanganan penyelesaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait atau tidak terkait dengan usaha kegiatan bank/LKBB dimaksud termasuk antara lain badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta.

 

 

Insentif yang dimaksud pada ayat ini antara lain insentif fiskal dan fasilitas relaksasi peraturan perundangan.

 

Pasal 27

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Pembelian SBN di pasar primer oleh Bank Indonesia adalah ditujukan untuk membiayai kebijakan pencegahan dan penanganan Krisis melalui:

 

 

 

a.

Pemberian FPD;

 

 

 

b.

Pemberian pinjaman Pemerintah kepada LPS; dan/atau

 

 

 

c.

Pemberian pinjaman atau penyertaan modal sementara Pemerintah kepada LKBB.

 

 

Ayat (6)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (7)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 28

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 29

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 30

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 31

 

 

Cukup jelas.

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4907