PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 29 TAHUN 2009


TENTANG


TATA CARA PENENTUAN JUMLAH, PEMBAYARAN, DAN PENYETORAN

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENENTUAN JUMLAH, PEMBAYARAN, DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG.

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 

 

 

1.

Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

2.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

3.

Instansi Pemerintah adalah Departemen dan Lembaga Non Departemen.

4.

Pimpinan Instansi Pemerintah adalah menteri atau pimpinan lembaga non departemen.

 

 

5.

Pejabat Instansi Pemerintah adalah pejabat yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan bertanggung jawab atas penentuan jumlah, pembayaran termasuk angsuran dan penundaan pembayaran, penagihan, dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.

 

 

6.

Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

7.

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang harus dibayar pada suatu saat, atau dalam suatu periode tertentu menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB II

PENENTUAN JUMLAH
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG

Pasal 2 

Penerimaan Negara Bukan Pajak menjadi terutang: 

a.

sebelum Wajib Bayar menerima manfaat atas kegiatan Instansi Pemerintah; atau

b.

sesudah Wajib Bayar menerima manfaat atas kegiatan Instansi Pemerintah. 

Pasal 3 

(1)

Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditentukan dengan cara: 

a.

ditetapkan oleh Instansi Pemerintah; atau

b.

dihitung sendiri oleh Wajib Bayar.

(2)

Dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dihitung sendiri oleh Wajib Bayar, Pimpinan Instansi Pemerintah atau Pejabat Instansi Pemerintah dapat menetapkan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

Pasal 4

(1)

Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dihitung dengan menggunakan tarif:

a.

spesifik; dan/atau

b.

advalorem.

(2)

Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang dihitung dengan menggunakan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan volume.

(3)

Selain dihitung dengan menggunakan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
PEMBAYARAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

YANG TERUTANG 

Pasal 5 

(1)

Wajib Bayar wajib membayar seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang secara tunai paling lambat pada saat jatuh tempo pembayaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Dalam hal pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang melampaui jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan, Wajib Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari bagian yang terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.

(3)

Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pasal 6

(1)

Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, Wajib Bayar wajib segera melunasi kekurangan pembayaran tersebut.

(2)

Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran kekurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kekurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.

(3)

Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pasal 7 

(1)

Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 dilakukan secepatnya ke Kas Negara.

(2)

Wajib Bayar yang menghitung sendiri Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang harus menyampaikan surat tanda bukti pembayaran yang sah kepada Menteri c.q, Direktur Jenderal Anggaran.

Pasal 8 

(1)

Dalam hal berdasarkan penghitungan Wajib Bayar terdapat kelebihan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran tersebut kepada Pimpinan Instansi Pemerintah disertai dengan dokumen pendukung yang sah dan lengkap.

(2)

Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)

Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh Pimpinan Instansi Pemerintah, kelebihan pembayaran diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dari Wajib Bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya.

(4)

Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar, Pimpinan Instansi Pemerintah menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri disertai rekomendasi tertulis.

(5)

Menteri berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menyetujui atau menolak permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6)

Dalam hal permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Menteri menerbitkan penetapan persetujuan pengembalian kelebihan pembayaran secara tunai.

(7)

Pengembalian kelebihan pembayaran secara tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Wajib Bayar dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal penetapan persetujuan oleh Menteri.

 

 

(8)

Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib Bayar ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(9)

Dalam hal permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran dikembalikan kepada Pimpinan Instansi Pemerintah.

(10)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak secara tunai diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 9 

(1)

Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan kepada Pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengangsur dan/atau menunda pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Instansi Pemerintah paling lambat 20 (dua puluh) hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang disertai alasan, data pendukung, dan dokumen lainnya secara lengkap.

(3)

Pimpinan Instansi Pemerintah menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri rekomendasi tertulis kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan Wajib Bayar diterima secara lengkap.

(4)

Menteri berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menyetujui atau menolak permohonan mengangsur dan/atau menunda pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang disampaikan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau menentukan lain pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

(5)

Menteri menerbitkan surat persetujuan atau penolakan atas permohonan mengangsur dan/ atau menunda pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan menyampaikannya kepada Pimpinan Instansi Pemerintah paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak surat permohonan Pimpinan Instansi Pemerintah diterima secara lengkap.

(6)

Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat persetujuan atau penolakan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

(7)

Dalam hal permohonan angsuran dan/ atau penundaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang disetujui, jumlah dan jangka waktu angsuran atau penundaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditetapkan dalam surat persetujuan Menteri.

(8)

Pengangsuran dan/atau penundaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari bagian yang terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.

(9)

Dalam hal permohonan angsuran dan/atau penundaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditolak, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menagih seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang kepada Wajib Bayar paling lambat 7 (tujuh) hari sejak Surat Penolakan diterima oleh Wajib Bayar.

 Pasal 10 

(1)

Wajib Bayar yang menghitung sendiri jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, dapat dilakukan pemeriksaan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, Pimpinan Instansi Pemerintah menerbitkan penetapan atas kekurangan tersebut.

(3)

Kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilunasi oleh Wajib Bayar dengan ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari kekurangan tersebut untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

Pasal 11

(1)

Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kelebihan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, Pimpinan Instansi Pemerintah menerbitkan penetapan atas kelebihan tersebut.

(2)

Kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka atas jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dari Wajib Bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya.

(3)

Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar, pengembalian kelebihan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8).

BAB IV
PENAGIHAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG

Pasal 12

(1)

Terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang jumlahnya ditetapkan oleh Instansi Pemerintah, Pimpinan Instansi Pemerintah selaku Pengguna Anggaran wajib melakukan penagihan dan/atau pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

(2)

Penagihan dan/atau pemungutan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perhitungan dengan menggunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(3)

Pimpinan Instansi Pemerintah selaku Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengangkat Bendahara Penerimaan untuk menerima pembayaran, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diterima sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan dan/atau pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 13

(1)

Terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang jumlahnya dihitung sendiri oleh Wajib Bayar, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penagihan terhadap Wajib Bayar yang sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran yang ditentukan belum melunasi kewajibannya dan/atau masih terdapat kekurangan pembayaran jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

(2)

Dalam melaksanakan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Tagihan Pertama atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

(3)

Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan Wajib Bayar belum atau tidak melunasi kewajibannya, Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Tagihan Kedua.

(4)

Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan Wajib Bayar belum atau tidak melunasi kewajibannya, Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Tagihan Ketiga.

(5)

Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan Wajib Bayar belum atau tidak melunasi kewajibannya, Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Penyerahan Tagihan kepada instansi yang berwenang mengurus Piutang Negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya.

Pasal 14 

(1)

Dalam hal tertentu, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan kepada Pimpinan Instansi Pemerintah untuk ditinjau kembali dari kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan/atau sanksi administrasi berupa denda.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Instansi Pemerintah disertai penjelasan, dokumen, dan data pendukung.

(3)

Pimpinan Instansi Pemerintah menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri dilengkapi dengan rekomendasi tertulis.

(4)

Menteri berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk sebagian atau seluruhnya.

(5)

Menteri menerbitkan surat persetujuan atau surat penolakan atas permohonan untuk ditinjau kembali pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan menyampaikannya kepada Pimpinan Instansi Pemerintah.

(6)

Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapat persetujuan atau penolakan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja.

(7)

Dalam hal permohonan untuk ditinjau kembali pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditolak, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menagih seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang kepada Wajib Bayar paling lambat 1 (satu) bulan sejak surat penolakan diterbitkan.

(8)

Penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final.

(9)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara untuk ditinjau kembali dari kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan/ atau sanksi administrasi berupa denda diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 15

(1)

Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang wajib disetor secepatnya ke Kas Negara.

(2)

Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16 

(1)

Bendahara Penerimaan wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas penerimaan dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak bulan sebelumnya kepada Pimpinan Instansi Pemerintah pada departemen/lembaga yang bersangkutan, paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

(2)

Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan kepada Menteri paling lambat tanggal 20 (dua puluh) setiap bulan.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 24 Maret 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 24 Maret 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 58

Penjelasan...........