LAMPIRAN I
  PERATURAN     MENTERI      KEUANGAN
  NOMOR 24 /PMK.04/2011 TENTANG
  TATA   CARA   PENAGIHAN   DI BIDANG
     CUKAI

 

 

PETUNJUK PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG CUKAI YANG TIDAK DIBAYAR

PADA WAKTUNYA, KEKURANGAN CUKAI, SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA,

DAN/ATAU BUNGA

 

I.

PENERBITAN STCK-I

A.

Kegiatan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:

1.

Kepala Seksi Penagihan menyiapkan STCK-1 dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukkan:

-

lembar ke-1 untuk Penanggung Cukai;

-

lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai; dan

-

lembar ke-4 untuk arsip Kantor.

2.

Kepala Bidang Perbendaharaan meneliti dan meneruskan STCK-1 kepada kepala Kantor untuk disetujui.

 

 

3.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani STCK-1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan.

4.

Kepala seksi penagihan:

a.

membukukan STCK-1 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai;

b.

mengirimkan STCK-1 lembar ke-1 kepada Penanggung Cukai melalui kurir atau pos tercatat; dan

c.

mendistribusikan STCK-1 lembar lainnya sesuai peruntukkannya.

B.

Kegiatan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai:

1.

Kepala Seksi Perbendaharaan menyiapkan STCK-1 dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan:

-

lembar ke-1 untuk Penanggung Cukai;

-

lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai; dan

-

lembar ke-4 untuk Kepala Kantor Wilayah DJBC; dan

-

lembar ke-5 untuk arsip Kantor.

 

 

2.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani STCK-1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.

3.

Kepala Seksi Perbendaharaan:

a.

membukukan STCK-1 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai;

b.

mengirimkan STCK-1 lembar ke-1 kepada Penanggung Cukai melalui kurir atau pos tercatat; dan

c.

mendistribusikan STCK-1 lembar lainnya sesuai peruntukkannya.

C.

Penanggung Cukai melakukan kegiatan:

Menerima STCK-1 lembar ke-1 dan menandatangani tanda terima yang dibawa oleh kurir atau pos tercatat.

II.

PELUNASAN STCK-1/STCK-2

 

Pelunasan STCK-1/STCK-2 dilakukan melalui Bank Persepsi yang sekota/sewilayah Kantor yang mengawasi atau PT Pos Indonesia yang sekota/sewilayah dengan Kantor yang mengawasi dalam hal tidak terdapat Bank Persepsi.

A.

Penanggung Cukai melakukan kegiatan sebagai berikut:

1.

Mengisi formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dalam rangkap 4 (empat).

 

 

2.

Menyerahkan formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) yang telah diisi secara lengkap dan benar dengan dilampiri STCK-1/STCK-2 kepada petugas Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia beserta uang setoran yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal yang tertulis dalam Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) yang bersangkutan.

 

 

3.

Dalam hal terdapat kesalahan pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) setelah diteliti oleh petugas Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia, memperbaiki kesalahan pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP).

 

 

4.

Menyerahkan kembali Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) yang telah diperbaiki kepada petugas Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.

5.

Menerima kembali dokumen dari Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia:

a.

STCK-1/STCK-2;

b.

Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke – 1a dan ke – 1b.

 

 

6.

Menyerahkan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke-1a yang telah ditandasahkan oleh Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia kepada:

a.

Kepala Seksi Penagihan, dalam hal STCK-1 diterima dari Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; atau

 

 

 

b.

Kepala Seksi Perbendaharaan, dalam hal STCK-1 diterima dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.

 

 

7.

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Kepala Seksi Penagihan atau Kepala Seksi Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada angka 6 terdapat selisih kurang antara Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dan STCK-1/STCK-2, melunasi kekurangan pembayaran STCK-1/STCK-2.

B.

Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia melakukan kegiatan sebagai berikut:

1.

Menerima dan meneliti kebenaran pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP).

 

 

2.

Mencocokkan jumlah tagihan utang yang tertulis pada Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dengan STCK-1/STCK-2.

 

 

3.

Mengembalikan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) jika terjadi kesalahan pengisian dan menerima kembali Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) yang telah diperbaiki.

4.

Menerima uang setoran.

5.

Membubuhkan tanda terima pada Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) berupa:

-

tanggal penerimaan setoran;

-

nama dan tanda tangan penerima setoran; dan

-

stempel Bank atau PT Pos Indonesia yang bersangkutan.

6.

Menyerahkan kembali dokumen kepada Penanggung Cukai:

-

STCK-1/STCK-2; dan

 

 

 

-

Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke-1a dan ke-1b yang telah ditandasahkan oleh Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.

 

C.

Kepala Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Seksi Perbendaharaan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan kegiatan sebagai berikut:

 

 

1.

Menerima Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke-1a yang telah ditandasahkan oleh Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia dari Penanggung Cukai.

 

 

2.

Meneliti kebenaran jumlah pelunasan tagihan yang tercantum dalam Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dengan jumlah tagihan yang tercantum dalam STCK-1/STCK-2.

 

 

3.

Dalam hal hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran, memberitahukan dan mengembalikan dokumen Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke-1a kepada Penanggung Cukai untuk melakukan pelunasan kekurangan pembayarannya.

4.

Menatausahakan dan membukukan penerimaan negara atas pelunasan STCK-1/STCK-2 tersebut.

III.

PENERBITAN STCK-2

 

Kepala Kantor menerbitkan STCK-2 paling singkat 7 (tujuh) hari setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Menteri ini, apabila Penanggung Cukai belum melunasi kewajibannya.

A.

Kegiatan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:

1.

Kepala Seksi Penagihan menyiapkan STCK-2 dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukkan:

-

lembar ke-1 untuk Penanggung Cukai;

-

lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai; dan

-

lembar ke-4 untuk arsip kantor.

2.

Kepala Bidang Perbendaharaan meneliti dan meneruskan STCK-2 kepada Kepala Kantor untuk disetujui.

 

 

3.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani STCK-2 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan.

4.

Kepala Seksi Penagihan:

a.

membukukan STCK-2 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai;

b.

mengirimkan STCK-2 lembar ke-1 kepada Penanggung Cukai melalui kurir atau pos tercatat; dan

c.

mendistribusikan STCK-2 lembar lainnya sesuai peruntukkannya.

B.

Kegiatan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai:

1.

Kepala Seksi Perbendaharaan menyiapkan STCK-2 dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan :

-

lembar ke-1 untuk Penanggung Cukai;

-

lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai;

-

lembar ke-4 untuk Kepala Kantor Wilayah DJBC; dan

-

lembar ke-5 untuk arsip Kantor.

 

 

2.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani STCK-2 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.

3.

Kepala Seksi Perbendaharaan:

a.

membukukan STCK-2 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai;

b.

mengirimkan STCK-2 lembar ke-1 kepada Penanggung Cukai melalui kurir atau Pos tercatat; dan

c.

mendistribusikan STCK-2 lembar lainnya sesuai peruntukkannya.

C.

Penanggung Cukai melakukan kegiatan sebagai berikut:

1.

Menerima STCK-2 dan menandatangani tanda terima yang dibawa oleh kurir atau pos tercatat.

 

 

2.

Melunasi utang cukai ke Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia, dengan tata cara pelunasannya berpedoman pada angka II.

IV.

PENERBITAN SURAT PERINTAH PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS.

A.

Kegiatan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:

 

 

1.

Kepala Seksi Penagihan menyiapkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus (SPPSS) dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukkan:

-

lembar ke-1 untuk Penanggung Cukai;

-

lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai; dan

-

lembar ke-4 untuk arsip Kantor.

2.

Kepala Bidang Perbendaharaan meneliti dan meneruskan SPPSS kepada Kepala Kantor untuk disetujui.

 

 

3.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani SPPSS dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan.

4.

Kepala Seksi Penagihan:

a.

membukukan SPPSS ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai;

b.

mengirimkan SPPSS lembar ke-1 kepada Penanggung Cukai melalui Jurusita Bea dan Cukai; dan

c.

mendistribusikan SPPSS lembar lainnya sesuai peruntukkannya.

B.

Kegiatan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai:

1.

Kepala Seksi Perbendaharaan menyiapkan SPPSS dalam rangkap 5 (lima), dengan peruntukkan:

-

lembar ke-1 untuk Penanggung Cukai;

-

lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai;

-

lembar ke-4 untuk Kepala Kantor Wilayah DJBC; dan

-

lembar ke-5 untuk arsip Kantor.

 

 

2.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani SPPSS dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.

3.

Kepala Seksi Perbendaharaan:

a.

membukukan SPPSS ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai;

b.

mengirimkan SPPSS lembar ke-1 kepada Penanggung Cukai melalui Jurusita Bea dan Cukai; dan

c.

mendistribusikan SPPSS lembar lainnya sesuai peruntukkannya.

C.

Penanggung Cukai melakukan kegiatan sebagai berikut:

1.

Menerima SPPSS dan menandatangani tanda terima yang dibawa Jurusita Bea dan Cukai.

 

 

2.

Melunasi utang cukai ke Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia, dengan tata cara pelunasannya berpedoman pada angka II.

V.

PENERBITAN STCK-3

Kepala Kantor menerbitkan STCK-3 apabila dalam jangka waktu 21 (duapuluh satu) hari setelah dikeluarkannya STCK-2 setelah diberitahukan SPPSS, Penanggung Cukai belum melunasi kewajibannya.

A.

Dalam hal STCK-3 diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:

1.

Kepala Seksi Penagihan menyiapkan STCK-3 dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukkan:

-

lembar ke-1 untuk Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana Penanggung Cukai berdomisili;

-

lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai; dan

-

lembar ke-4 untuk arsip Kantor.

2.

Kepala Bidang Perbendaharaan meneliti dan meneruskan STCK-3 kepada Kepala Kantor untuk disetujui.

3.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani STCK-3 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan.

4.

Kepala Seksi Penagihan:

a.

membukukan STCK-3 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai;

b.

mengirimkan STCK-3 lembar ke-1 kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana Penanggung Cukai berdomisili; dan

c.

mendistribusikan STCK-3 lembar lainnya sesuai peruntukkannya.

B.

Dalam hal STCK-3 diterbitkan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai:

1.

Kepala Seksi Perbendaharaan menyiapkan STCK-3 dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan:

-

lembar ke-1 untuk Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana Penanggung Cukai berdomisili;

-

lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai;

-

lembar ke-4 untuk Kepala Kantor Wilayah DJBC; dan

-

lembar ke-5 untuk arsip Kantor.

2.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani STCK-3 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.

3.

Kepala Seksi Perbendaharaan:

a.

membukukan STCK-3 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai;

b.

mengirimkan STCK-3 lembar ke-1 kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana Penanggung Cukai berdomisili; dan

c.

mendistribusikan STCK-3 lembar lainnya sesuai peruntukkannya.

VI.

PELAKSANAAN SURAT PAKSA

A.

Penerbitan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:

1.

Kepala Seksi Penagihan meneliti Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai terhadap Penanggung Cukai yang belum melunasi tagihan dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan STCK-2.

2.

Kepala Seksi Penagihan menyiapkan Surat Paksa dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukkan:

-

lembar ke-1 untuk dibacakan Jurusita Bea dan Cukai pada saat memberitahukan kepada Penanggung Cukai, yang selanjutnya disimpan di kantor pejabat;

-

lembar ke-2 untuk Dirjen Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai;

-

lembar ke-4 untuk arsip Kantor.

3.

Kepala Bidang Perbendaharaan meneliti dan meneruskan Surat Paksa kepada Kepala Kantor untuk disetujui.

4.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani Surat Paksa dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan.

5.

Kepala Seksi Penagihan:

a.

membuat dan menandasahkan satu salinan dari lembar asli Surat Paksa tersebut untuk Penanggung Cukai; dan

b.

mencatat nomor dan tanggal Surat Paksa dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai.

6.

Jurusita Bea dan Cukai menyiapkan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa.

B.

Penerbitan Surat Paksa pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai:

1.

Kepala Seksi Perbendaharaan meneliti Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai terhadap Penanggung Cukai yang belum melunasi tagihan dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan STCK-2.

2.

Kepala Seksi Perbendaharaan menyiapkan Surat Paksa dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan:

-

lembar ke-1 untuk dibacakan Jurusita Bea dan Cukai pada saat memberitahukan kepada Penanggung Cukai, yang selanjutnya disimpan di Kantor Pejabat;

-

lembar ke-2 untuk Dirjen Bea dan Cukai u.p. Direktur Cukai;

-

lembar ke-3 untuk Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai;

-

lembar ke-4 untuk Kepala Kantor Wilayah; dan

-

lembar ke-5 untuk arsip Kantor.

3.

Kepala Kantor meneliti dan menandatangani Surat Paksa dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.

4.

Kepala Seksi Perbendaharaan:

a.

membuat dan menandasahkan satu salinan dari lembar asli Surat Paksa tersebut untuk Penanggung Cukai; dan

b.

mencatat nomor dan tanggal Surat Paksa dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai.

5.

Jurusita Bea dan Cukai menyiapkan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa.

C.

Pemberitahuan Surat Paksa

1.

Dalam hal Jurusita Bea dan Cukai bertemu langsung dengan Penanggung Cukai:

a.

Jurusita Bea dan Cukai yang mendatangi tempat tinggal/tempat kedudukan Penanggung Cukai harus memperlihatkan tanda pengenal diri;

b.

Jurusita Bea dan Cukai mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut;

c.

memberikan kesempatan kepada Penanggung Cukai untuk memperlihatkan surat-surat keterangan yang berkaitan dengan utang cukai guna meneliti jumlah tunggakan yang tercantum dalam STCK-1 dengan jumlah tunggakan yang tercantum pada Surat Paksa;

d.

Jurusita Bea dan Cukai dan Penanggung Cukai menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa.

2.

Dalam hal Jurusita Bea dan Cukai tidak menjumpai Penanggung Cukai, maka Jurusita Bea dan Cukai memperlihatkan tanda pengenal dan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada:

a.

keluarga Penanggung Cukai atau orang yang akil baligh (dewasa dan sehat mental) dan bertempat tinggal bersama Penanggung Cukai;

b.

anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha yang bersangkutan; atau

c.

pejabat pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah/Sekretaris Kelurahan), dalam hal mereka tersebut pada huruf a dan huruf b di atas tidak dapat dijumpai.

Pihak yang menerima salinan Surat Paksa membubuhkan tanda tangannya pada Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan salinannya sebagai tanda terima, dan menyampaikan salinan Surat Paksa kepada Penanggung Cukai yang bersangkutan.

3.

Dalam hal Penanggung Cukai tidak ditemukan di kantor atau tempat usaha atau tempat tinggal maka Jurusita Bea dan Cukai dapat menyerahkan salinan Surat Paksa kepada:

-

seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai);

-

seseorang yang ada di tempat tinggalnya (misalnya: istri, anak yang sudah berumur 14 tahun ke atas, atau pembantu rumahnya), kecuali tamu.

4.

Dalam hal terjadi perbedaan antara STCK-1 dengan Surat Paksa:

a.

Jurusita Bea dan Cukai segera mengembalikan Surat Paksa tersebut kepada Kepala Seksi Penagihan atau Kepala Seksi Perbendaharaan;

b.

Kepala Seksi Penagihan atau Kepala Seksi Perbendaharaan menyiapkan Surat Paksa yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama untuk ditandatangani Kepala Kantor sebagai pengganti Surat Paksa sebelumnya sesuai dengan data yang sebenarnya.

5.

Dalam hal Surat Paksa ditolak oleh Penanggung Cukai:

a.

karena alasan yang tidak jelas, Jurusita Bea dan Cukai setelah memberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan Surat Paksa tersebut dengan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada yang bersangkutan;

b.

apabila Penanggung Cukai atau wakilnya tetap menolak, maka salinan Surat Paksa tersebut dapat ditinggalkan pada tempat kediaman/tempat kedudukan Penanggung Cukai atau wakilnya, dengan demikian Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.

6.

Surat Paksa tidak dapat disampaikan karena:

a.

Penanggung Cukai pada alamat yang sama:

1)

Jurusita Bea dan Cukai terlebih dahulu menghubungi Pemerintah Daerah/Desa sekurang-kurangnya Sekretaris Kelurahan/Sekretaris Desa setempat untuk meminta keterangan mengenai Penanggung Cukai yang bersangkutan;

2)

Jurusita Bea dan Cukai membuat laporan tertulis mengenai sebab-sebab tidak dapat disampaikannya Surat Paksa tersebut dan usaha yang telah dilakukannya;

3)

Surat Paksa harus diserahkan kepada Pemerintah Daerah/Desa sekurang-kurangnya Sekretaris Kelurahan/Sekretaris Desa yang bersangkutan;

 

 

 

 

4)

jika Penanggung Cukai sudah pindah dan tidak diketahui alamat yang baru, maka Surat Paksa dapat ditempelkan pada papan pengumuman Kantor yang mengawasi;

b.

Penanggung Cukai berpindah alamat:

1)

jika dalam satu kota namun berbeda Kantor:

a)

Jurusita Bea dan Cukai melapor kepada Kepala Kantor dimana Penanggung Cukai tersebut bertempat tinggal/berkedudukan;

b)

Jurusita Bea dan Cukai menyampaikan salinan Surat Paksa tersebut kepada Penanggung Cukai;

2)

jika berlainan kota dan berbeda Kantor:

a)

Kepala Kantor yang berwenang mengeluarkan Surat Paksa meminta bantuan kepada Kepala Kantor tempat Penanggung Cukai tinggal/ berkedudukan;

b)

Kepala Kantor dimana Penanggung Cukai bertempat tinggal memerintahkan Jurusita Bea dan Cukai untuk melaksanakan penyampaian Surat Paksa tersebut;

c)

selanjutnya Kepala Kantor tempat Penanggung Cukai tinggal memberitahukan apa yang telah dilakukannya kepada Kepala Kantor yang mengeluarkan Surat Paksa;

d)

dalam hal Penanggung Cukai akan melunasi utang cukainya, maka pelunasannya dapat dilakukan di kota tempat Penanggung Cukai tinggal/berkedudukan atau di kota tempat Kantor yang menerbitkan Surat Paksa;

e)

apabila pelunasan dilaksanakan di kota tempat Penanggung Cukai tinggal/berkedudukan, Kantor yang mengawasi mengirimkan bukti pelunasan tersebut kepada Kantor yang menerbitkan Surat Paksa;

c.

Penanggung Cukai meninggal dunia:

1)

dalam hal harta warisannya belum dibagi:

a)

Pemberitahuan Surat Paksa diserahkan kepada :

-

salah seorang dari ahli waris Penanggung Cukai;

-

pelaksana surat wasiat; atau

-

seseorang yang diberi kuasa untuk mengurus harta/peninggalan Penanggung Cukai tersebut;

b)

apabila salinan Surat Paksa tidak dapat diserahkan kepada salah seorang sebagaimana disebut di atas maka penyerahan salinan Surat Paksa dapat dilakukan seperti pada angka 6 huruf a dan b;

2)

dalam hal harta warisannya telah dibagi :

a)

Jurusita Bea dan Cukai menyampaikan Surat Paksa atas nama para ahli waris;

b)

setiap ahli waris dikenakan Surat Paksa sendiri-sendiri dan besarnya menurut perbandingan bagian warisannya masing-masing;

c)

apabila salinan Surat Paksa tidak dapat diserahkan kepada salah seorang sebagaimana disebut di atas maka penyerahan salinan Surat Paksa dapat dilakukan seperti pada angka 6 huruf a dan huruf b.

D.

Biaya Penyampaian Surat Paksa

1.

Biaya penyampaian Surat Paksa terdiri dari biaya harian Jurusita Bea dan Cukai dan biaya perjalanan yang besarnya sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang Tatalaksana Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

2.

Apabila seorang Jurusita Bea dan Cukai telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah utang cukai dan biaya penagihannya telah dilunasi oleh Penanggung Cukai atau belum, sebaliknya dalam hal ketentuan-ketentuan tersebut tidak sepenuhnya diikuti, maka biaya penagihan tersebut tidak dapat diberikan.

3.

Setelah menerima biaya penagihan, Jurusita Bea dan Cukai masih berkewajiban untuk memantau pelaksanaan pelunasan utang cukai oleh Penanggung Cukai. Apabila Jurusita Bea dan Cukai yakin bahwa Penanggung Cukai tersebut masih aktif dan potensial maka Jurusita Bea dan Cukai harus segera mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjut.

E.

Penatausahaan Surat Paksa

1.

Surat Paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kepala Seksi Penagihan atau Kepala Seksi Perbendaharaan, disertai Laporan Pelaksanaan Surat Paksa untuk penyelesaian administrasi.

2.

Tanggal pelaksanaan Surat Paksa dicatat dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai.

3.

Surat Paksa yang telah dilaksanakan, disatukan dalam berkas penagihan Penanggung Cukai yang bersangkutan.

F.

Laporan Pelaksanaan Surat Paksa

1.

Jurusita Bea dan Cukai yang melaksanakan penagihan utang cukai dengan Surat Paksa membuat laporan atas pelaksanaan Surat Paksa.

2.

Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan:

a.

pengajuan keberatan/banding, agar diuraikan secara jelas mengenai jumlah utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi yang belum dilunasi;

b.

jenis, letak, dan taksiran harga dari objek sita dengan memperhitungkan jumlah utang cukai dan biaya pelaksanaan yang mungkin akan dikeluarkan;

c.

kesan terhadap Penanggung Cukai dan usulan yang dilaporkan mengenai keadaan Penanggung Cukai yang sebenarnya, antara lain: kemampuan bayar, itikad mau membayar, dan pandangannya terhadap penagihan utang cukai dan sebagainya sehingga Jurusita Bea dan Cukai dapat mengajukan pendapat untuk tindakan penagihan selanjutnya.

3.

Apabila Jurusita Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung, maka harus membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam upaya melaksanakan Surat Paksa tersebut, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah Daerah/Desa sekurang-kurangnya Sekretaris Kelurahan/Sekretaris Desa setempat.

VII.

BUKU CATATAN KHUSUS PENAGIHAN UTANG CUKAI

Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai minimal harus mempunyai kolom-kolom sebagai berikut:

-

nomor urut;

-

nama dan alamat Penanggung Cukai;

-

NPWP dan NPPBKC;

-

jumlah tagihan utang (utang cukai, sanksi administrasi, dan PPN);

-

nomor dan tanggal CK-1;

-

nomor dan tanggal STCK-1;

-

nomor dan tanggal STCK-2;

-

nomor dan tanggal Surat Paksa;

-

nomor dan tanggal STCK-3;

-

nomor dan tanggal Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;

-

nomor dan tanggal Laporan Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa;

-

penyelesaian (dilunasi, dilakukan penyitaan, pengumuman lelang, penjualan lelang); dan

-

keterangan.

MENTERI KEUANGAN,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO