PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 56 TAHUN 2011


TENTANG


PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005
TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA
DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur melalui kerjasama pemerintah dengan badan usaha untuk mendorong perluasan pembangunan nasional, dipandang perlu mengubah Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010;

 

 

b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;

Mengingat

:

1.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

 

 

3.

Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010;

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR.

 

 

Pasal I

 

 

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, diubah sebagai berikut:

 

 

1.

Ketentuan Pasal 9 ayat (2) diubah dan Pasal 9 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

 

 

 

Pasal 9

 

 

 

(1)

Berdasarkan hasil identifikasi proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan hasil konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan prioritas proyek-proyek yang akan dikerjasamakan dalam Daftar Prioritas Proyek.

 

 

 

(2)

Daftar Prioritas Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimasukkan ke dalam Daftar Rencana Proyek Infrastruktur yang disusun oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional berdasarkan tingkat kesiapannya, dinyatakan terbuka untuk umum dan disebarluaskan kepada masyarakat. 

 

 

 

(3)

Proyek-proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang siap ditawarkan, disusun dalam suatu daftar proyek dan apabila diperlukan, mendapatkan persetujuan prinsip dukungan dari Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan/atau persetujuan prinsip atas penjaminan dari Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

 

 

2.

Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

 

 

 

 Pasal 10

 

 

 

Badan Usaha dan Badan Hukum Asing dapat mengajukan prakarsa Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan kriteria sebagai berikut:

 

 

 

a.

tidak termasuk dalam rencana induk pada sektor yang bersangkutan;

 

 

 

b.

terintegrasikan secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan;

 

 

 

c.

layak secara ekonomi dan finansial; dan

 

 

 

d.

tidak memerlukan Dukungan Pemerintah yang berupa kontribusi fiskal dalam bentuk finansial.

 

 

3.

Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

 

 

 

Pasal 11

 

 

 

(1)

Proyek atas prakarsa Badan Usaha atau Badan Hukum Asing wajib dilengkapi dengan:

 

 

 

 

a.

studi kelayakan;

 

 

 

 

b.

rencana bentuk kerjasama;

 

 

 

 

c.

rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan

 

 

 

 

d.

rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.

 

 

 

(2)

Proyek atas prakarsa Badan Usaha atau Badan Hukum Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempertimbangkan pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

 

 

4.

Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

 

 

 

Pasal 12

 

 

 

(1)

Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengevaluasi proyek atas prakarsa Badan Usaha atau Badan Hukum Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

 

 

 

(2)

Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) proyek atas prakarsa Badan Usaha atau Badan Hukum Asing memenuhi persyaratan kelayakan, proyek atas prakarsa Badan Usaha atau Badan Hukum Asing tersebut diproses melalui pelelangan umum sesuai dengan ketentuan dalam peraturan presiden ini.

 

 

5.

Ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan diantara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 13 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a) sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

 

 

 

Pasal 13

 

 

 

(1)

Badan Usaha atau Badan Hukum Asing yang bertindak sebagai pemrakarsa proyek Kerjasama dan telah disetujui oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, akan diberikan kompensasi.

 

 

 

(2)

Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk:

 

 

 

 

a.

pemberian tambahan nilai;

 

 

 

 

b.

pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh Badan Usaha atau Badan Hukum Asing pemrakarsa terhadap penawar terbaik (right to match), sesuai dengan hasil penilaian dalam proses pelelangan; atau

 

 

 

 

c.

pembelian prakarsa Proyek Kerjasama termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang lelang.

 

 

 

(3)

Pemberian bentuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dicantumkan dalam persetujuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.

 

 

 

(4)

Pemrakarsa Proyek Kerjasama yang telah mendapatkan persetujuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b, tetap wajib mengikuti penawaran sebagaimana disyaratkan dalam dokumen pelelangan umum.

 

 

 

(4a)

Dalam hal Pemrakarsa telah mendapatkan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b, seluruh Studi Kelayakan dan dokumen-dokumen pendukungnya serta merta beralih menjadi milik Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah tanpa memperoleh bayaran atau kompensasi dalam bentuk apapun.

 

 

 

(5)

Pemrakarsa Proyek Kerjasama yang telah mendapatkan persetujuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, tidak diperkenankan mengikuti penawaran sebagaimana disyaratkan dalam dokumen pelelangan umum.

 

 

6.

Ketentuan Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

 

 

 

Pasal 14

 

 

 

(1)

Pemberian tambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, paling tinggi sebesar 10% dari penilaian tender pemrakarsa dan dicantumkan secara tegas di dalam dokumen pelelangan.

 

 

 

(2)

Besarnya biaya yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha atau Badan Hukum Asing pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c ditetapkan oleh Menteri/KepaIa Lembaga/Kepala Daerah berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh penilai independen yang ditunjuk oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.

 

 

 

(3)

Pembelian prakarsa Proyek Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c, merupakan penggantian oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang tender atas sejumlah biaya langsung yang berkaitan dengan penyiapan Proyek Kerjasama yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha atau Badan Hukum Asing pemrakarsa.

 

 

 

(4)

Pemberian hak untuk melakukan perubahan penawaran (right to match) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b, merupakan pemberian hak kepada Badan Usaha atau Badan Hukum Asing pemrakarsa Proyek Kerjasama untuk melakukan perubahan penawaran apabila berdasarkan hasil pelelangan umum terdapat Badan Usaha atau Badan Hukum Asing lain yang mengajukan penawaran lebih baik.

 

 

 

(5)

Jangka waktu bagi Badan Usaha atau Badan Hukum Asing pemrakarsa untuk mengajukan hak untuk melakukan perubahan penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak ditetapkannya penawaran yang terbaik dari pelelangan umum Proyek Kerjasama yang ditetapkan berdasarkan kriteria penilaian dari sektor yang bersangkutan.

 

 

7.

Ketentuan Pasal 17A ayat (4) dan (6) diubah, sehingga Pasal 17A berbunyi sebagai berikut:

 

 

 

BAB VIA
DUKUNGAN PEMERINTAH DAN JAMINAN PEMERINTAH
Pasal 17A

 

 

 

(1)

Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat memberikan Dukungan Pemerintah terhadap Proyek Kerjasama sesuai dengan lingkup kegiatan Proyek Kerjasama.

 

 

 

(2)

Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal harus tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

 

 

 

(3)

Dukungan Pemerintah dalam bentuk perizinan, pengadaan tanah, dukungan sebagian konstruksi, dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.

 

 

 

(4)

Menteri Keuangan dapat menyetujui pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk insentif perpajakan dan/atau kontribusi fiskal dalam bentuk finansial berdasarkan usulan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.

 

 

 

(5)

Dukungan Pemerintah harus dicantumkan dalam dokumen pelelangan umum.

 

 

 

(6)

Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah  sebelum pemasukan dokumen penawaran.

 

 

 

(7)

Dalam hal Proyek Kerjasama layak secara finansial, Badan Usaha pemenang lelang dapat membayar kembali biaya pengadaan tanah yang telah dilaksanakan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) baik untuk sebagian atau seluruhnya, dan harus dicantumkan dalam dokumen pelelangan umum.

 

 

 

(8)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dilakukan jika tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di sektor yang bersangkutan.

 

 

 

(9)

Selain Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat memberikan jaminan Pemerintah terhadap Proyek Kerjasama.

 

 

8.

Di antara Pasal 20 dan Pasal 21 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 20A yang berbunyi sebagai berikut:

 

 

 

Pasal 20A

 

 

 

(1)

Biaya yang timbul dalam penyiapan Proyek Kerjasama serta perencanaan dan pelaksanaan pengadaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dapat dibebankan kepada pemenang lelang.

 

 

 

(2)

Biaya yang timbul sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:

 

 

 

 

a.

biaya penyiapan pra studi kelayakan Proyek Kerjasama dan/atau transaksi Proyek Kerjasama hingga tercapainya perolehan pembiayaan (financial close); dan

 

 

 

 

b.

imbalan yang wajar, dalam hal penyiapan proyek dilakukan oleh lembaga/institusi yang diberikan penugasan oleh Pemerintah.

 

 

 

(3)

Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), dicantumkan dalam dokumen pelelangan umum.

 

 

9.

Di antara Pasal 21 dan Pasal 22 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 21A yang berbunyi sebagai berikut: :

 

 

 

Pasal 21A

 

 

 

(1)

Badan Hukum Asing yang ditetapkan sebagai pemenang lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, membentuk Badan Usaha yang berbentuk badan hukum Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan.

 

 

 

(2)

Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai penandatangan dan pemegang Perjanjian Kerjasama.

 

 

10.

Ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf (q) diubah, sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:

 

 

 

Pasal 23

 

 

 

(1)

Perjanjian Kerjasama paling kurang memuat ketentuan mengenai:

 

 

 

 

a.

lingkup pekerjaan;

 

 

 

 

b,

jangka waktu;

 

 

 

 

c.

jaminan pelaksanaan;

 

 

 

 

d.

tarif dan mekanisme penyesuaiannya;

 

 

 

 

e.

hak dan kewajiban, termasuk alokasi risiko;

 

 

 

 

f.

standar kinerja pelayanan;

 

 

 

 

g.

pengalihan saham sebelum Proyek Kerjasama beroperasi secara komersial;

 

 

 

 

h.

sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian;

 

 

 

 

i.

pemutusan atau pengakhiran perjanjian;

 

 

 

 

j.

laporan keuangan Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan perjanjian, yang diperiksa secara tahunan oleh auditor independen, dan pengumumannya dalam media cetak yang berskala nasional;

 

 

 

 

k.

mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/pengadilan;

 

 

 

 

l.

mekanisme pengawasan kinerja Badan Usaha dalam pelaksanaan perjanjian;

 

 

 

 

m.

penggunaan dan kepemilikan aset infrastruktur;

 

 

 

 

n.

pengembalian aset infrastruktur dan/atau pengelolaannya kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah;

 

 

 

 

o.

keadaan memaksa;

 

 

 

 

p.

pernyataan dan jaminan para pihak bahwa Perjanjian Kerjasama sah mengikat para pihak dan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

 

 

 

 

q.

penggunaan bahasa dalam perjanjian, yaitu Bahasa Indonesia atau apabila diperlukan dapat dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris;

 

 

 

 

r.

hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia.

 

 

 

(2)

Dalam hal Penyediaan Infrastruktur dilaksanakan dengan melakukan pembebasan lahan oleh Badan Usaha, besarnya Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat ditentukan dengan memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan Badan Usaha untuk pembebasan lahan dimaksud.

 

 

 

(3)

Perjanjian Kerjasama mencantumkan dengan jelas status kepemilikan aset yang diadakan selama jangka waktu perjanjian.

 

 

 

(4)

Pengalihan saham Badan Usaha pemegang Perjanjian Kerjasama sebelum Penyediaan Infrastruktur beroperasi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dan berdasarkan kriteria yang ditetapkan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan ketentuan bahwa pengalihan saham tersebut tidak menunda jadwal mulai beroperasinya Proyek Kerjasama.

 

 

11.

Lampiran diubah sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Presiden ini, dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

 

 

 

Pasal II

 

 

1.

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:

 

 

 

a.

Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini tetap berlaku;

 

 

 

b.

Proses pengadaan Badan Usaha yang sedang dilakukan dan belum ditetapkan pemenangnya, maka proses pengadaan Badan Usaha selanjutnya dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden ini;

 

 

 

c.

Proses pengadaan Badan Usaha yang telah dilakukan dan ditetapkan pemenangnya, namun Perjanjian Kerjasama belum ditandatangani, maka Perjanjian Kerjasama dibuat sesuai dengan Peraturan Presiden ini;

 

 

 

d.

Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani, namun belum tercapai pemenuhan pembiayaan sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kerjasama, ketentuan kewajiban pemenuhan pembiayaan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Presiden ini setelah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan evaluasi terhadap Badan Usaha dan Proyek Kerjasama tersebut berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah;

 

 

 

e.

Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani, namun pengadaan tanah belum selesai dilaksanakan, maka proses pengadaan tanah akan disesuaikan berdasarkan Peraturan Presiden ini, dan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat melakukan penyesuaian atas perjanjian Kerjasama setelah melakukan evaluasi terhadap Badan Usaha dan Proyek Kerjasama tersebut dengan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah;

 

 

 

f.

Pengalihan saham sebelum Proyek Kerjasama beroperasi secara komersiaI yang telah dilaksanakan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini dinyatakan sah dan tetap berlaku.

 

 

2.

Peraturan Presiden ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 9 September 2011

 

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                        ttd.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO