PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 64 TAHUN 2011

TENTANG


PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PSIKOLOGI
CALON TENAGA KERJA INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Calon Tenaga Kerja Indonesia;

Mengingat

:

1.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

   

2.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

   

3.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

   

4.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445);

   

5.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

   

6.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

   

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

   

8.

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia;

   

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PSIKOLOGI CALON TENAGA KERJA INDONESIA.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

   

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :

   

1.

Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut calon TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi Pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

   

2.

Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.

   

3.

Pelaksana Penempatan TKI Swasta yang selanjutnya disebut PPTKIS adalah badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri.

   

4.

Pemeriksaan Kesehatan adalah pemeriksaan terhadap kesehatan calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri, berupa pemeriksaan fisik lengkap dan jiwa, dan pemeriksaan penunjang.

   

5.

Sarana Kesehatan adalah rumah sakit atau klinik yang digunakan untuk menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan calon TKI.

   

6.

Pemeriksaan Psikologi adalah penilaian psikologi terhadap calon TKI untuk melihat tingkat kesesuaian aspek-aspek kognitif, kepribadian serta sosial calon TKI dengan pekerjaan yang akan dilakukan di tempat kerja di negara tujuan.

   

7.

Lembaga Pemeriksaan Psikologi adalah lembaga yang melakukan kegiatan di bidang psikologi dan memiliki izin dari Menteri untuk melakukan pemeriksaan psikologi bagi calon TKI.

   

8.

Sertifikat Kesehatan adalah bukti tertulis yang berisi keterangan layak untuk bekerja (fit to work) yang dikeluarkan oleh sarana kesehatan yang melakukan pemeriksaan kesehatan calon TKI.

   

9.

Psikolog adalah Sarjana atau Magister tamatan pendidikan profesi yang mempunyai Sertifikat Sebutan Psikolog dan Surat Izin Praktik Psikolog.

   

10.

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut BNP2TKI adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

   

11.

Menteri Kesehatan adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

   

12.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

 

Pasal 2

   

Untuk dapat direkrut sebagai calon TKI, pencari kerja harus dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

 

Pasal 3

   

Setiap calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri wajib mengikuti pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan psikologi.

 

BAB II
PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON TKI


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 4

   

(1)

Setiap calon TKI yang akan mengikuti pemeriksaan kesehatan wajib didata identitasnya dengan dilengkapi data biometrik yang dilaksanakan oleh sarana kesehatan.

   

(2)

Sarana kesehatan dalam melakukan pendataan identitas calon TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terintegrasi dalam sistem online penempatan dan perlindungan TKI.

   

(3)

Sistem online penempatan dan perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh BNP2TKI.

   

(4)

Sistem online penempatan dan perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diakses oleh sarana kesehatan tanpa dipungut biaya.

   

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem online penempatan dan perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Kepala BNP2TKI.

 

Bagian Kedua
Sarana Kesehatan


Pasal 5

   

(1)

Sarana kesehatan yang dapat melakukan pemeriksaan kesehatan calon TKI harus mendapat penetapan dari Menteri Kesehatan.

   

(2)

Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan dilakukan penilaian oleh Tim Penilai.

   

(3)

Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk oleh Menteri Kesehatan yang keanggotaannya terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI dan organisasi profesi dokter.

   

(4)

Untuk mendapatkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sarana kesehatan harus memenuhi persyaratan:

     

a.

rumah sakit minimal kelas C atau klinik utama yang mempunyai dokter spesialis penyakit dalam;

     

b.

memiliki laboratorium dengan penanggung jawab seorang dokter spesialis patologi klinik;

     

c.

memiliki unit radiologi dengan penanggung jawab seorang dokter spesialis radiologi; dan

     

d.

standar pelayanan yang berlaku.

   

(5)

Ketentuan scbagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak berlaku bagi sarana kesehatan milik Pemerintah Pusat.

 

Pasal 6

   

(1)

Sarana Kesehatan milik Pemerintah Daerah atau swasta yang dapat melakukan pemeriksaan kesehatan calon TKI harus mengajukan permohonan penetapan kepada Menteri Kesehatan.

   

(2)

Pengajuan permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan :

     

a.

rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi;

     

b.

fotokopi surat izin sarana kesehatan;

     

c.

Surat keterangan sudah operasional dalam pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;

     

d.

fotokopi Surat Izin Praktik dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis patologi klinik, dan dokter spesialis radiologi; dan

     

e.

profil sarana kesehatan.

   

(3)

Untuk menerbitkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi harus memperhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.

 

Pasal 7

   

(1)

Penetapan sebagai sarana kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan calon TKI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk waktu yang sama.

   

(2)

Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Menteri Kesehatan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu penetapan berakhir dengan melampirkan surat penetapan sarana kesehatan yang masih berlaku.

   

(3)

Persyaratan dan prosedur perpanjangan penetapan sebagai sarana kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e.

 

Pasal 8

   

Sarana kesehatan yang teIah mendapatkan penetapan wajib melaporkan setiap perubahan izin sarana kesehatan dan/atau nama-nama dokter spesialis penanggung jawab yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dan huruf d kepada Menteri Kesehatan.

 

Bagian Ketiga
Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan


Pasal 9

   

(1)

Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan calon TKI dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan kesehatan untuk calon TKI yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

   

(2)

Jenis pemeriksaan kesehatan calon TKI meliputi pemeriksaan:

     

a.

fisik lengkap dan jiwa;

     

b.

penunjang.

   

(3)

Pemeriksaan fisik lengkap dan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bertujuan untuk mendapatkan data riwayat penyakit, kelainan fisik, dan fungsi kelainan jiwa yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan jiwa.

   

(4)

Pemeriksaan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bertujuan untuk menunjang hasil pemeriksaan fisik dalam menegakkan diagnosa yang meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologi.

 

Pasal 10

   

Selain jenis pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), dapat dilakukan pemeriksaan tambahan sesuai dengan permintaan negara tujuan penempatan.

 

Pasal 11

   

Pemeriksaan kesehatan dilakukan setelah calon TKI menandatangani perjanjian penempatan dan lulus pemeriksaan psikologi.

 

Pasal 12

   

Pemeriksaan kesehatan calon TKI harus dilaksanakan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional yang berlaku.

 

Pasal 13

   

(1)

Pemeriksaan kesehatan terhadap calon TKI dikenakan biaya dengan mengikuti besaran tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

   

(2)

Sarana kesehatan dilarang memungut biaya pemnqeriksaan kesehatan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Bagian Keempat
Hasil Pemeriksaan Kesehatan

 

Pasal 14

   

(1)

Bagi calon TKI yang dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan wajib diterbitkan sertifikat kesehatan dengan memuat kesimpulan layak untuk bekerja (fit to work).

   

(2)

Sertifikat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:

     

a.

nama dan alamat sarana kesehatan;

     

b.

identitas calon TKI;

     

c.

negara tujuan penempatan;

     

d.

waktu pemeriksaan;

     

e.

jenis pemeriksaan kesehatan;

     

f.

kesimpulan hasil pemeriksaan;

     

g.

masa berlaku sertifikat; dan

     

h.

nama dan nomor Surat Izin Praktik dokter spesialis penyakit dalam yang melakukan pemeriksaan.

   

(3)

Sertifikat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dikeluarkan oleh sarana kesehatan tempat pemeriksaan kesehatan calon TKI dilakukan.

   

(4)

Sertifikat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh dokter spesialis penyakit dalam yang melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap calon TKI dan diketahui oleh penanggung jawab sarana kesehatan yang bersangkutan.

   

(5)

Sertifikat kesehatan berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkan.

   

(6)

Sertifikat kesehatan tidak berlaku apabila calon TKI dinyatakan hamil berdasarkan pemeriksaan laboratorium.

   

(7)

Pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum keberangkatan.

 

Pasal 15

   

Sertifikat kesehatan yang asli diberikan kepada calon TKI, dan salinan sertifikat kesehatan yang telah dilegalisir oleh sarana kesehatan yang menerbitkan sertifikat diberikan kepada PPTKIS.

 

Pasal 16

   

Hasil pemeriksaan kesehatan calon TKI bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan atas persetujuan calon TKI yang bersangkutan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 17

   

(1)

Sertifikat kesehatan harus memiliki 1 (satu) nomor registrasi yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.

   

(2)

Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pendistribusian sertifikat kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.

 

BAB III

PEMERIKSAAN PSIKOLOGI CALON TKI


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 18

   

(1)

Setiap calon TKI yang akan mengikuti pemeriksaan psikologi wajib didata identitasnya dengan dilengkapi data biometrik yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemeriksaan Psikologi.

   

(2)

Lembaga Pemeriksaan Psikologi dalam melakukan pendataan identitas calon TKl sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terintegrasi dalam sistem online penempalan dan perlindungan TKI.

   

(3)

Sistem online penempalan dan perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh BNP2TKI.

   

(4)

Sistem online penempatan dan perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diakses oleh Lembaga Pemeriksaan Psikologi tanpa dipungut biaya.

   

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem online penempatan dan perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayal (2) diatur oleh Kepala BNP2TKI.

 

Bagian Kedua
Pemeriksaan Psikologi


Pasal 19

   

Pemeriksaan psikologi dilakukan terhadap calon TKI yang telah menandatangani perjanjian penempatan.

 

Pasal 20

   

(1)

Pemeriksaan psikologi dimaksudkan untuk melihat tingkat kesesuaian aspek-aspek kognitif, kepribadian dan sosial calon TKI dengan pekerjaan yang akan dilakukan di tempat kerja di negara tujuan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah profesi psikologi.

   

(2)

Aspek kognitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kemampuan daya pikir yang dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan sukses di pekerjaan.

   

(3)

Aspek kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ciri sifat yang ada pada seseorang yang mencakup pengendalian emosi, kemampuan inisiatif dan kemampuan melaksanakan tugas.

   

(4)

Aspek sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kemampuan menyesuaikan diri dan kemampuan berhubungan sosial.

 

Bagian Ketiga
Hasil Pemeriksaan Psikologi


Pasal 21

   

(1)

Bagi calon TKI yang dinyatakan layak untuk bekerja berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi wajib diterbitkan sertifikat pemeriksaan psikologi.

   

(2)

Sertifikat pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :

     

a.

nama dan alamat Lembaga Pemeriksaan Psikologi;

     

b.

identitas calon TKI;

     

c.

negara tujuan penempatan;

     

d.

waktu pemeriksaan;

     

e.

jenis pemeriksaan psikologi;

     

f.

kesimpulan hasil pemeriksaan;

     

g.

masa berlaku sertifikat; dan

     

h.

nama dan nomor Surat Izin Praktik Psikologi yang melakukan pemeriksaan.

   

(3)

Sertifikat pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dikeluarkan oleh Lembaga Pemeriksaan Psikologi tempat pemeriksaan psikologi calon TKI dilakukan.

   

(4)

Sertifikat pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh psikolog yang melakukan pemeriksaan psikologi terhadap calon TKI dan diketahui oleh penanggung jawab Lembaga Pemeriksaan Psikologi yang bersangkutan.

   

(5)

Sertifikat pemeriksaan psikologi berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkan.

 

Pasal 22

   

Sertifikat pemeriksaan psikologi yang asli diberikan kepada calon TKI, dan salinan sertifikat pemeriksaan psikologi yang telah dilegalisir oleh Lembaga Pemeriksaan Psikologi yang menerbitkan sertifikat diberikan kepada PPTKIS.

 

Pasal 23

   

Hasil pemeriksaan psikologi calon TKI bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan atas persetujuan calon TKI yang bersangkutan atau sesuai dengan Kode Etik Psikologi Indonesia.

 

PasaI 24

   

(1)

Besarnya biaya pemeriksaan psikologi calon TKI ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Tim Penilai.

   

(2)

Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Menteri yang keanggotaannya terdiri dari unsur Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI, dan Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.

   

(3)

Lembaga Pemeriksaan Psikologi dilarang memungut biaya pemeriksaan psikologi di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Bagian Keempat
Lembaga Pemeriksaan Psikologi


Pasal 25

   

Lembaga Pemeriksaan Psikologi yang dapat melakukan pemeriksaan psikologi terhadap calon TKI adalah Lembaga Pemeriksaan Psikologi yang mendapat izin dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Penilai.

 

Pasal 26

   

(1)

Untuk menjadi Lembaga Pemeriksaan Psikologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Lembaga Pemeriksaan Psikologi wajib mengajukan permohonan izin kepada Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Tim Penilai.

   

(2)

Untuk mendapatkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga Pemeriksaan Psikologi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

     

a.

mempunyai izin pendirian dan telah aktif menjalankan praktik dan layanan psikologi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;

     

b.

mempunyai penanggung jawab lembaga yaitu seorang psikolog;

     

c.

mempunyai tenaga psikolog yang memiliki izin praktik psikologi;

     

d.

memenuhi syarat dan standar pemeriksaan psikologi;

     

e.

memiliki kantor dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta ruang pemeriksaan psikologi, baik milik sendiri maupun kerja sama dengan pihak lain; dan

     

f.

profil Lembaga Pemeriksaan Psikologi.

   

(3)

Ketentuan mengenai syarat dan standar pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan oleh Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia sesuai dengan Kode Etik Psikologi Indonesia.

 

Pasal 27

   

Lembaga Pemeriksaan Psikologi wajib menjaga kerahasiaan alat diagnostik yang digunakan.

 

Pasal 28

   

(1)

Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama setelah dilakukan evaluasi oleh Tim Penilai.

   

(2)

Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan izin kepada Menteri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu izin berakhir.

   

(3)

Izin perpanjangan diterbitkan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan melampirkan:

     

a.

fotokopi izin yang masih beriaku;

     

b.

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f; dan

     

c.

hasil evaluasi oleh Tim Penilai.

 

BAB IV
PELAPORAN


Pasal 29

   

(1)

Sarana kesehatan wajib melaporkan kegiatan pelayanan pemeriksaan kesehatan calon TKI setiap 3 (tiga) bulan sekali atau sesuai kebutuhan kepada Menteri Kesehatan dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala BNP2TKI.

   

(2)

Lembaga Pemeriksaan Psikologi wajib melaporkan kegiatan pemeriksaan psikologi calon TKI setiap 3 (tiga) bulan sekali atau sesuai kebutuhan kepada Menteri dengan tembusan Kepala BNP2TKI.

 

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 30

   

(1)

Pembinaan dan pengawasan terhadap sarana kesehatan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan BNP2TKI.

   

(2)

Pembinaan dan pengawasan terhadap Lembaga Pemeriksaan Psikologi dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNP2TKI.

 

BAB VI
SANKSI ADMINISTRATIF


Pasal 31

   

(1)

Pelanggaran yanz dilakukan oleh sarana kesehatan dikenakan sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan.

   

(2)

Pelanggaran yanz diIakukan oleh Lembaga Pemeriksaan Psikologi dikenakan sanksi administratif oIeh Menteri alas rekomendasi dari BNP2TKl.

 

Pasal 32

   

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, berupa:

   

a.

teguran tertulis;

   

b.

penghentian sementara (skorsing);

   

c.

pencabutan izin/penetapan.

 

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 33

   

Sarana kesehatan yang telah ditetapkan sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini tetap dapat melakukan pemeriksaan kesehatan calon TKI dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini paling lama 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Presiden ini.

 

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 34

   

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pemeriksaan kesehatan dan psikologi calon TKI yang bertentangan dengan Peraturan Presiden ini dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 35

   

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

           
         

Ditetapkan di Jakarta

         

pada tanggal 20 September 2011

         

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

           
          ttd.
           
          DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO