PENJELASAN


ATAS


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 6 TAHUN 2011


TENTANG


KEIMIGRASIAN

I.

UMUM

 

Dalam memasuki milenium ketiga, yang ditandai dengan bergulirnya globalisasi di seluruh sektor kehidupan masyarakat dunia dan berkembangnya teknologi di bidang informasi dan komunikasi yang menembus batas wilayah kenegaraan, aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat nasional berkembang menjadi bersifat internasional, bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya tuntutan terwujudnya tingkat kesetaraan dalam aspek kehidupan kemanusiaan, mendorong adanya kewajiban untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, sebagai bagian kehidupan universal.

 

Bersamaan dengan perkembangan di dunia internasional, telah terjadi perubahan di dalam negeri yang telah mengubah paradigma dalam berbagai aspek ketatanegaraan seiring dengan bergulirnya reformasi di segala bidang. Perubahan itu telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap terwujudnya persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dengan adanya perkembangan tersebut, setiap warga negara Indonesia memperoleh kesempatan yang sama dalam menggunakan haknya untuk keluar atau masuk Wilayah Indonesia. Dengan demikian berdasarkan Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Penangkalan tidak berlaku terhadap warga negara Indonesia.

 

Dampak era globalisasi telah memengaruhi sistem perekonomian negara Republik Indonesia dan untuk mengantisipasinya diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan, baik di bidang ekonomi, industri, perdagangan, transportasi, ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang lalu lintas orang dan barang. Perubahan tersebut diperlukan untuk meningkatkan intensitas hubungan negara Republik Indonesia dengan dunia internasional yang mempunyai dampak sangat besar terhadap pelaksanaan fungsi dan tugas Keimigrasian. Penyederhanaan prosedur Keimigrasian bagi para investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia perlu dilakukan, antara lain kemudahan pemberian Izin Tinggal Tetap bagi para penanam modal yang telah memenuhi syarat tertentu. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta iklim investasi yang menyenangkan dan hal itu akan lebih menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

 

Di dalam pergaulan internasional telah berkembang hukum baru yang diwujudkan dalam bentuk konvensi internasional, negara Republik Indonesia menjadi salah satu negara peserta yang telah menandatangani konvensi tersebut, antara lain Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi, 2000, atau United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, 2000, yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 beserta dua protokolnya yang menyebabkan peranan instansi Keimigrasian menjadi semakin penting karena konvensi tersebut telah mewajibkan negara peserta untuk mengadopsi dan melaksanakan konvensi tersebut.

 

Di pihak lain, pengawasan terhadap Orang Asing perlu lebih ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya kejahatan internasional atau tindak pidana transnasional, seperti perdagangan orang, Penyelundupan Manusia, dan tindak pidana narkotika yang banyak dilakukan oleh sindikat kejahatan internasional yang terorganisasi. Para pelaku kejahatan tersebut ternyata tidak dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Keimigrasian yang lama karena Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tidak mengatur ancaman pidana bagi orang yang mengorganisasi kejahatan internasional. Mereka yang dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 adalah mereka yang diorganisasi sebagai korban untuk masuk Wilayah Indonesia secara tidak sah.

 

Pengawasan terhadap Orang Asing tidak hanya dilakukan pada saat mereka masuk, tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Indonesia, termasuk kegiatannya. Pengawasan Keimigrasian mencakup penegakan hukum Keimigrasian, baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana Keimigrasian. Oleh karena itu, perlu pula diatur PPNS Keimigrasian yang menjalankan tugas dan wewenang secara khusus berdasarkan Undang-Undang ini. Tindak pidana  Keimigrasian merupakan tindak pidana khusus sehingga hukum formal dan hukum materiilnya berbeda dengan hukum pidana umum, misalnya adanya pidana minimum khusus.

 

Aspek pelayanan dan pengawasan tidak pula terlepas dari geografis Wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang mempunyai jarak yang dekat, bahkan berbatasan langsung dengan negara tetangga, yang pelaksanaan Fungsi Keimigrasian di sepanjang garis perbatasan merupakan kewenangan instansi imigrasi. Pada tempat tertentu sepanjang garis perbatasan terdapat lalu lintas tradisional masuk dan keluar warga negara Indonesia dan warga negara tetangga. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memudahkan pengawasan dapat diatur perjanjian lintas batas dan diupayakan perluasan Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Dengan demikian, dapat dihindari orang masuk atau keluar Wilayah Indonesia di luar Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

 

Kepentingan nasional adalah kepentingan seluruh rakyat Indonesia sehingga pengawasan terhadap Orang Asing memerlukan juga partisipasi masyarakat untuk melaporkan Orang Asing yang diketahui atau diduga berada di Wilayah Indonesia secara tidak sah atau menyalahgunakan perizinan di bidang Keimigrasian. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

 

Berdasarkan kebijakan selektif (selective policy) yang menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, diatur masuknya Orang Asing ke dalam Wilayah Indonesia, demikian pula bagi Orang Asing yang memperoleh Izin Tinggal di Wilayah Indonesia harus sesuai dengan maksud dan tujuannya berada di Indonesia. Berdasarkan kebijakan dimaksud serta dalam rangka melindungi kepentingan nasional, hanya Orang Asing yang memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum diperbolehkan masuk dan berada di Wilayah Indonesia.

 

Terhadap warga negara Indonesia berlaku prinsip bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk keluar atau masuk Wilayah Indonesia. Namun, berdasarkan alasan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu warga negara Indonesia dapat dicegah keluar dari Wilayah Indonesia.

 

Warga negara Indonesia tidak dapat dikenai tindakan Penangkalan karena hal itu tidak sesuai dengan prinsip dan kebiasaan internasional, yang menyatakan bahwa seorang warga negara tidak boleh dilarang masuk ke negaranya sendiri.

 

Di samping permasalahan di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk memperbarui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, yakni:

 

a.

letak geografis Wilayah Indonesia dengan kompleksitas permasalahan lalu lintas antarnegara terkait erat dengan aspek kedaulatan negara dalam hubungan dengan negara lain;

 

b.

adanya perjanjian internasional atau konvensi internasional yang berdampak langsung atau tidak langsung terhadap pelaksanaan Fungsi Keimigrasian;

 

c.

meningkatnya kejahatan internasional dan transnasional, seperti imigran gelap, Penyelundupan Manusia, perdagangan orang, terorisme, narkotika, dan pencucian uang;

 

d.

pengaturan mengenai Deteni dan batas waktu terdeteni belum dilakukan secara komprehensif;

 

e.

Fungsi Keimigrasian yang spesifik dan bersifat universal dalam pelaksanaannya memerlukan pendekatan sistematis dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang modern, dan memerlukan penempatan struktur Kantor Imigrasi dan Rumah Detensi Imigrasi sebagai unit pelaksana teknis berada di bawah Direktorat Jenderal Imigrasi;

 

f.

perubahan sistem kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan Fungsi Keimigrasian, antara lain mengenai berkewarganegaraan ganda terbatas;

 

g.

hak kedaulatan negara dalam penerapan prinsip timbal balik (resiprositas) mengenai pemberian Visa terhadap Orang Asing;

 

h.

kesepakatan dalam rangka harmonisasi dan standardisasi sistem dan jenis pengamanan surat perjalanan secara internasional, khususnya Regional Asean Plus dan juga upaya penyelarasan atau harmonisasi tindakan atau ancaman pidana terhadap para pelaku sindikat yang mengorganisasi perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia;

 

i.

penegakan hukum Keimigrasian belum efektif sehingga kebijakan pemidanaan perlu mencantumkan pidana minimum terhadap tindak pidana Penyelundupan Manusia;

 

j.

memperluas subjek pelaku tindak pidana Keimigrasian, sehingga mencakup tidak hanya orang perseorangan tetapi juga Korporasi serta Penjamin masuknya Orang Asing ke Wilayah Indonesia yang melanggar ketentuan Keimigrasian; dan

 

k.

penerapan sanksi pidana yang lebih berat terhadap Orang Asing yang melanggar peraturan di bidang Keimigrasian karena selama ini belum menimbulkan efek jera.

 

Dengan adanya pertimbangan tersebut di atas, perlu dilaksanakan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 dengan membentuk undang-undang baru yang lebih komprehensif, guna menyesuaikan dengan perkembangan kemasyarakatan dan kenegaraan Indonesia, kebijakan atau peraturan perundang-undangan terkait, serta bersifat antisipatif terhadap permasalahan di masa depan.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 3

   

Ayat (1)

     

Fungsi Keimigrasian dalam ketentuan ini adalah sebagian dari tugas penyelenggaraan negara di bidang pelayanan dan pelindungan masyarakat, penegakan hukum Keimigrasian, serta fasilitator penunjang pembangunan ekonomi nasional.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Fungsi Keimigrasian di sepanjang garis perbatasan sesuai dengan tugasnya sebagai penjaga pintu gerbang negara, bukan penjaga garis batas negara.

 

Pasal 4

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 5

 

 

Dalam hal belum ada Pejabat Imigrasi pada Perwakilan Republik Indonesia atau tempat lain di luar negeri, tugas dan Fungsi Keimigrasian dilaksanakan oleh pejabat dinas luar negeri setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk dalam ketentuan ini adalah pejabat fungsional diplomat.
Pejabat dinas luar negeri yang melaksanakan tugas dan Fungsi Keimigrasian terlebih dahulu memperoleh pengetahuan di bidang Keimigrasian.

 

Pasal 6

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian merupakan satu kesatuan dari berbagai proses pengelolaan data dan informasi, aplikasi, serta perangkat berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang dibangun untuk menyatukan dan menghubungkan sistem informasi pada seluruh pelaksana Fungsi Keimigrasian secara terpadu.

 

Pasal 8

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku" adalah dokumen perjalanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan masih berlaku sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan sebelum masa berlakunya berakhir.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 9

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Selain pemeriksaan terhadap Dokumen Perjalanan, apabila diperlukan guna keakuratan, ketelitian serta ketepatan objek pemeriksaan dapat dilakukan terhadap identitas diri untuk memberikan data dukung terhadap kebenaran Dokumen Perjalanan yang dimiliki.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Penggeledahan dilakukan dalam rangka mencari kejelasan atas keabsahan Dokumen Perjalanan dan identitas diri orang yang bersangkutan. Apabila dari hasil penggeledahan tersebut ditemukan adanya indikasi tindak pidana Keimigrasian, prosesnya dapat dilanjutkan dengan melakukan penyelidikan Keimigrasian.

 

Pasal 10

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 11

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" meliputi adanya alat angkut yang mendarat di Wilayah Indonesia dalam rangka bantuan kemanusiaan (humanitarian assistance) pada daerah bencana alam di Wilayah Indonesia (national disaster) atau dalam hal terdapat alat angkut yang membawa Orang Asing berlabuh atau mendarat di suatu tempat di Indonesia karena kerusakan mesin atau cuaca buruk, sedangkan alat angkut tersebut tidak bermaksud untuk berlabuh atau mendarat di Wilayah Indonesia.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 12

 

 

Yang dimaksud "daerah tertentu" adalah daerah konflik yang akan membahayakan keberadaan dan keamanan Orang Asing yang bersangkutan.

 

Pasal 13

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Berdasarkan surat permintaan dari instansi yang berwenang.

 

 

 

Huruf g

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "kejahatan internasional dan kejahatan transnasional yang terorganisasi" antara lain kejahatan terorisme, Penyelundupan Manusia, perdagangan orang, pencucian uang, narkotika, dan psikotropika.
Berdasarkan surat permintaan dari instansi yang berwenang.

 

 

 

Huruf h

       

Berdasarkan surat permintaan dari instansi yang berwenang.

     

Huruf i

 

 

 

 

Berdasarkan surat permintaan dari instansi yang berwenang.

 

 

 

Huruf j

 

 

 

 

Berdasarkan surat permintaan dari instansi yang berwenang.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "ditempatkan dalam pengawasan" adalah penempatan Orang Asing di Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi atau ruang khusus dalam rangka menunggu keberangkatannya keluar Wilayah Indonesia. Dalam hal Orang Asing datang dengan kapal laut, yang bersangkutan ditempatkan di kapal laut tersebut dan dilarang turun ke darat sepanjang kapalnya berada di Wilayah Indonesia hingga meninggalkan Wilayah Indonesia.

 

Pasal 14

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 15

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional atau menghindari kerugian masyarakat, misalnya orang asing yang bersangkutan belum atau tidak mau menyelesaikan kewajiban pajaknya.

 

Pasal 17

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 18

 

 

Ayat (1)

     

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "memberikan tanda atau mengibarkan bendera isyarat" adalah antara lain mengibarkan bendera "N" yang biasa digunakan dalam kebiasaan internasional.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf g

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf h

 

 

 

 

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "setiap penumpang dan/atau awak alat angkut" antara lain penumpang yang tidak mendapat Tanda Masuk, awak kapal, atau penumpang yang tertinggal.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Sistem Informasi Pemrosesan Pendahuluan Data Penumpang lazim juga disebut dengan Advance Passenger Information System. Terhadap alat angkut yang belum menggunakan Sistem Informasi Pemrosesan Pendahuluan Data Penumpang, diberikan kesempatan sampai dengan batas waktu tertentu.

 

Pasal 19

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 20

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Yang dimaksud dengan "suatu tempat" adalah pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas atau tempat lainnya yang layak untuk dapat dilakukan pemeriksaan Keimigrasian.

 

Pasal 22

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "area imigrasi" adalah suatu area di Tempat Pemeriksaan Imigrasi, yang dimulai dari tempat antrean pemeriksaan Keimigrasian pada keberangkatan sampai dengan alat angkut atau dari alat angkut sampai dengan konter pemeriksaan Keimigrasian pada kedatangan.
Penetapan area imigrasi sangat penting artinya untuk menentukan status seseorang apakah telah dianggap keluar atau telah masuk Wilayah Indonesia.

   

Ayat (2)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (3)

 

 

 

Kepala Kantor Imigrasi dalam ketentuan ini membawahi Tempat Pemeriksaan Imigrasi pada bandar udara, pelabuhan laut, atau pos lintas batas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Ketentuan ini dilaksanakan berdasarkan asas resiprositas apabila diberikan kepada orang asing dalam rangka tugas diplomatik.

 

Pasal 23

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 24

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "dokumen negara" adalah dokumen yang setiap saat dapat ditarik kembali apabila diperlukan untuk kepentingan negara. Dokumen itu bukanlah surat berharga sehingga Dokumen Perjalanan Republik Indonesia tidak dapat digunakan untuk hal yang bersifat perdata, antara lain dijadikan jaminan utang.

 

Pasal 25

   

Cukup jelas.

 

 Pasal 26

   

Cukup jelas.

   Pasal 27
   

Ayat (1)

     

Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" antara lain pemulangan warga negara Indonesia dari negara lain.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 28

 

 

Surat Perjalanan Laksana Paspor dapat dikeluarkan secara, kolektif antara lain kepada beberapa warga negara Indonesia bermasalah di luar negeri yang dipulangkan oleh pemerintah negara asing secara bersama-sama.

 

Pasal 29

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 30

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 31

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "melakukan tindak pidana atau melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia" adalah setiap orang warga negara Indonesia yang disangka melakukan perbuatan yang merugikan negara dan/atau pelanggaran perundang-undangan yang diancam pidana 5 (lima) tahun atau lebih yang masih berada di Wilayah Indonesia atau telah berada di luar Wilayah Indonesia. Penarikan Paspor biasa terhadap tersangka yang telah berada di luar negeri harus disertai dengan pemberian Surat Perjalanan Laksana Paspor Republik Indonesia yang akan digunakan dalam rangka mengembalikan pelakunya ke Indonesia.

 

Pasal 32

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 33

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 34

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 35

 

 

Visa diplomatik diberikan kepada Orang Asing termasuk anggota keluarganya berdasarkan perjanjian internasional, prinsip resiprositas, dan penghormatan (courtesy).

 

Pasal 36

 

 

Visa dinas diberikan kepada Orang Asing termasuk anggota keluarganya berdasarkan perjanjian internasional, prinsip resiprositas, dan penghormatan (courtesy) dalam rangka tugas resmi yang tidak bersifat diplomatik.

 

Pasal 37

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 38

 

 

Visa kunjungan dalam penerapannya dapat diberikan untuk melakukan kegiatan, antara lain:

 

 

1.

wisata;

 

 

2.

keluarga;

 

 

3.

sosial;

 

 

4.

seni dan budaya;

 

 

5.

tugas pemerintahan;

 

 

6.

olahraga yang tidak bersifat komersial;

 

 

7.

studi banding, kursus singkat, dan pelatihan singkat;

 

 

8.

memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pelatihan dalam penerapan dan inovasi teknologi industri untuk meningkatkan mutu dan desain produk industri serta kerja sama pemasaran luar negeri bagi Indonesia;

 

 

9.

melakukan pekerjaan darurat dan mendesak;

 

 

10.

jurnalistik yang telah mendapat izin dari instansi yang berwenang;

 

 

11.

pembuatan film yang tidak bersifat komersial dan telah mendapat izin dari instansi yang berwenang;

 

 

12.

melakukan pembicaraan bisnis;

 

 

13.

melakukan pembelian barang;

 

 

14.

memberikan ceramah atau mengikuti seminar;

 

 

15.

mengikuti pameran internasional;

 

 

16.

mengikuti rapat yang diadakan dengan kantor pusat atau perwakilan di Indonesia;

 

 

17.

melakukan audit, kendali mutu produksi, atau inspeksi pada cabang perusahaan di Indonesia;

 

 

18.

calon tenaga kerja asing dalam uji coba kemampuan dalam bekerja;

 

 

19.

meneruskan perjalanan ke negara lain; dan

 

 

20.

bergabung dengan alat angkut yang berada di Wilayah Indonesia.

 

Pasal 39

 

 

Visa tinggal terbatas diberikan kepada Orang Asing yang bermaksud bertempat tinggal dalam jangka waktu yang terbatas dan dapat juga diberikan kepada Orang Asing eks warga negara Indonesia yang telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia berdasarkan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan bermaksud untuk kembali ke Indonesia dalam rangka memperoleh kewarganegaraan Indonesia kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Visa tinggal terbatas dalam penerapannya dapat diberikan untuk melakukan kegiatan, antara lain:

 

 

1.

Dalam rangka bekerja:

 

 

 

a.

sebagai tenaga ahli;

 

 

 

b.

bergabung untuk bekerja di atas kapal, alat apung, atau instalasi yang beroperasi di wilayah perairan Nusantara, laut territorial, atau landas kontinen, serta Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;

 

 

 

c.

melaksanakan tugas sebagai rohaniwan;

 

 

 

d.

melakukan kegiatan yang berkaitan dengan profesi dengan menerima bayaran, seperti olahraga, artis, hiburan, pengobatan, konsultan, pengacara, perdagangan, dan kegiatan profesi lain yang telah memperoleh izin dari instansi berwenang;

 

 

 

e.

melakukan kegiatan dalam rangka pembuatan film yang bersifat komersial dan telah mendapat izin dari instansi yang berwenang;

 

 

 

f.

melakukan pengawasan kualitas barang atau produksi (quality control);

 

 

 

g.

melakukan inspeksi atau audit pada cabang perusahaan di Indonesia;

 

 

 

h.

melayani purnajual;

 

 

 

i.

memasang dan reparasi mesin;

 

 

 

j.

melakukan pekerjaan nonpermanen dalam rangka konstruksi;

 

 

 

k.

mengadakan pertunjukan;

 

 

 

l.

mengadakan kegiatan olahraga profesional;

 

 

 

m.

melakukan kegiatan pengobatan; dan

 

 

 

n.

calon tenaga kerja asing yang akan bekerja dalam rangka uji coba keahlian.

 

 

2.

Tidak untuk bekerja:

 

 

 

a.

penanam modal asing;

 

 

 

b.

mengikuti pelatihan dan penelitian ilmiah;

 

 

 

c.

mengikuti pendidikan;

 

 

 

d.

penyatuan keluarga;

 

 

 

e.

repatriasi; dan

 

 

 

f.

lanjut usia.

 

Pasal 40

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 41

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Orang Asing dari negara tertentu yang dapat diberikan Visa kunjungan saat kedatangan antara lain Orang Asing dari negara yang termasuk dalam kategori negara yang tingkat kunjungan wisata ke Indonesia tinggi (tourist generating countries) atau dari negara yang mempunyai hubungan diplomatik yang cukup baik dengan negara Indonesia, tetapi negara tersebut tidak memberikan fasilitas bebas Visa kepada warga negara Indonesia.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 42

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Penolakan dimaksud berdasarkan surat permintaan dari instansi yang berwenang.

 

 

Huruf g

 

 

 

Penolakan dimaksud berdasarkan surat permintaan dari instansi yang berwenang.

 

 

Huruf h

 

 

 

Penolakan dimaksud berdasarkan surat permintaan dari instansi yang berwenang.

 

Pasal 43

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud "pembebasan Visa" dalam ketentuan ini misalnya untuk kepentingan pariwisata yang membawa manfaat bagi perkembangan pembangunan nasional dengan memperhatikan asas timbal balik, yaitu pembebasan Visa hanya diberikan kepada Orang Asing dari negara yang jugs memberikan pembebasan Visa kepada warga negara Indonesia.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 44

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 45

   

Cukup jelas.

 

Pasal 46

   

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "bertempat tinggal di Wilayah Indonesia" adalah dalam rangka tugas penempatan di perwakilan negara setempat atau perwakilan organisasi internasional.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 47

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 48

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Pada dasarnya setiap Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia wajib memiliki Visa. Berdasarkan Visa tersebut, Orang Asing diberikan Izin Tinggal di Wilayah Indonesia, tetapi ketentuan itu tidak diberlakukan terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia karena menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "daerah tertentu" adalah daerah konflik yang akan membahayakan keberadaan, keselamatan, dan keamananan Orang Asing yang bersangkutan.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 49

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 50

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 51

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 52

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Yang dimaksud dengan "wilayah perairan" adalah perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "wilayah yurisdiksi" adalah wilayah di luar wilayah perairan yang terdiri atas Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Zona Tambahan, negara memiliki hak berdaulat dan kewenangan tertentu sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Yang dimaksud dengan "anak" adalah anak dari duda/janda Orang Asing yang kawin dengan warga negara Indonesia atau anak angkatnya.

 

Pasal 53

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 54

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "rohaniwan" adalah pemuka agama yang diakui di Indonesia.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "keluarga" adalah suami/istri, dan anak.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 55

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 56

 

 

 Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "alih status" adalah perubahan status keberadaan Orang Asing dari Izin Tinggal kunjungan menjadi Izin Tinggal terbatas dan dari Izin Tinggal terbatas menjadi Izin Tinggal Tetap.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 57

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 58

 

 

Yang dimaksud dengan "meragukan status Izin Tinggal dan kewarganegaraan seseorang" antara lain adanya data Keimigrasian yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan diragukan status kewarganegaraannya.

 

Pasal 59

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 60

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 61

 

 

Yang dimaksud dengan "keluarganya" adalah suami/istri, dan anak.

 

Pasal 62

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 63

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Orang Asing tertentu" adalah Orang Asing yang memegang Izin Tinggal terbatas atau Izin Tinggal Tetap.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "perubahan status sipil" antara lain kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, dan perubahan lain, misalnya perubahan jenis kelamin.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Ketentuan mengenai penjaminan tidak diberlakukan karena pada dasarnya suami atau istri dalam suatu perkawinan bertanggung jawab kepada pasangannya dan/atau anaknya.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 64

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 65

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 66

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pengawasan Keimigrasian meliputi pengawasan, baik terhadap warga negara Indonesia maupun Orang Asing.

 

Pasal 67

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 68

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 69

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "badan atau instansi pemerintah terkait" misalnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 70

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 71

 

 

Huruf a

 

 

 

Yang dimaksud dengan "perubahan status sipil" antara lain kelahiran, perkawinan, perceraian, dan kematian.

 

 

 

Jika telah dilaksanakan oleh penjaminnya tidak perlu lagi dilaksanakan oleh Orang Asing yang bersangkutan.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 72

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Permintaan keterangan mengenai data dapat dilakukan, baik secara manual maupun elektronik.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 73

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 74

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "penyelidikan Keimigrasian" adalah kegiatan atau tindakan Pejabat Imigrasi untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana Keimigrasian.

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "operasi Intelijen Keimigrasian" adalah kegiatan yang dilakukan berdasarkan suatu rencana untuk mencapai tujuan khusus serta ditetapkan dan dilaksanakan atas perintah Pejabat Imigrasi yang berwenang.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 75

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Larangan tersebut ditujukan terhadap Orang Asing yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh pemerintah berada di Wilayah Indonesia tertentu.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "bertempat tinggal di suatu tempat tertentu" adalah penempatan di Rumah Detensi Imigrasi, Ruang Detensi Imigrasi, atau tempat lain.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 76

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 77

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 78

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 79

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 80

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 81

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 82

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 83

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "tempat lain" misalnya rumah sakit atau tempat penginapan yang mudah diawasi oleh Pejabat Imigrasi.

 

Pasal 84

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 85

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Jika terdeteni tidak dapat dideportasi setelah lebih dari 10 (sepuluh) tahun berstatus sebagai terdeteni dapat dipertimbangkan untuk diberikan kesempatan menjalani kehidupan sebagaimana hak dasar manusia pada umumnya di luar Rumah Detensi dalam status tertentu dengan mempertimbangkan aspek perilaku selama menjalani pendetensian, tetapi tetap dalam pengawasan. Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk melalui kewajiban pelaporan secara periodik.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Ketentuan ini dimaksudkan agar pengawasan terhadap kegiatan clan keberadaan Deteni tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat. Selain itu, upaya Deportasi ke negaranya atau negara ketiga yang bersedia menerimanya tetap dilakukan.

 

Pasal 86

 

 

Yang dimaksud dengan. "korban perdagangan orang" adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan. orang.

 

Pasal 87

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "tempat lain" antara lain tempat penginapan, perumahan, atau asrama yang ditentukan oleh Menteri.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "perlakuan khusus" adalah peraturan dalam Rumah Detensi Imigrasi yang berlaku bagi terdetensi tidak sepenuhnya diperlakukan bagi para korban karena para korban bukan terdetensi.

 

Pasal 88

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 89

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 90

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 91

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang mengajukan permintaan secara langsung kepada Pejabat Imigrasi yang berwenang di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dalam keadaan mendesak untuk mencegah orang yang disangka melakukan tindak pidana dan melarikan diri keluar negeri.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 92

 

 

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "keadaan yang mendesak" misalnya yang akan dicegah dikhawatirkan melarikan diri keluar negeri pada saat itu juga atau telah berada di Tempat Pemeriksaan Imigrasi untuk keluar negeri sebelum keputusan Pencegahan ditetapkan.

 

 

Yang dimaksud dengan "Pejabat Imigrasi tertentu" adalah Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau unit pelaksana teknis lain.

 

Pasal 93

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 94

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Keputusan Pencegahan secara tertulis diterbitkan oleh instansi yang memintanya atau memohonkan untuk pelaksanaannya.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Instansi yang menerbitkan keputusan Pencegahan tersebut berkewajiban menyampaikan kepada orang yang dikenai Pencegahan.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (6)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (7)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 95

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 96

 

 

Yang dimaksud dengan "mengajukan keberatan" adalah upaya hukum yang diberikan kepada orang yang terkena Pencegahan untuk melakukan pembelaan diri atas Pencegahan yang dikenakan kepada dirinya.

 

Pasal 97

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Berakhir demi hukum merupakan alasan berakhirnya Pencegahan dan yang bersangkutan dapat melakukan perjalanan keluar Wilayah Indonesia.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 98

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Kewenangan Penangkalan merupakan wujud dari pelaksanaan kedaulatan negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum yang dilaksanakan berdasarkan alasan Keimigrasian.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pejabat yang berwenang dalam ketentuan ini adalah pimpinan instansi pemerintah.

 

Pasal 99

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 100

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 101

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 102

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Pelaksanaan ketentuan ayat ini didasarkan pada asas kejahatan ganda (double criminality) oleh masing-masing negara. Misalnya kejahatan peredaran uang palsu, terorisme, atau narkotika yang dinyatakan sebagai tindak pidana di Indonesia dan di negara asal Orang Asing yang bersangkutan.

 

Pasal 103

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 104

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 105

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 106

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Yang dimaksud dengan "setiap orang" adalah orang perseorangan atau korporasi.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf g

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf h

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf i

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf j

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf k

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf l

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf m

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf n

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf o

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 107

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Koordinasi dengan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan sejak diterbitkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, pelaksanaan penyidikan sampai dengan selesainya pemberkasan, dan penyampaian tembusan berkas perkara kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Koordinasi ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih penyidikan.

 

 

Ayat (2)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 108

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 109

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 110

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 111

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 112

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 113

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 114

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 115

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 116

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 117

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 118

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 119

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 120

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 121

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 122

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 123

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 124

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 125

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 126

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 127

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 128

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 129

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 130

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 131

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 132

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 133

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 134

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 135

 

 

Perkawinan semu adalah perkawinan seorang warga negara Indonesia atau seorang asing pemegang Izin Tinggal dengan seorang asing lain dan perkawinan tersebut bukan merupakan perkawinan yang sesungguhnya, tetapi dengan maksud untuk memperoleh izin tinggal atau Dokumen Perjalanan Republik Indonesia. Dari sisi hukum perkawinan itu merupakan bentuk penyelundupan hukum.

 

Pasal 136

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 137

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 138

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 139

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 140

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 141

   

Cukup jelas.

 

Pasal 142

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 143

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 144

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 145

 

 

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5216