MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 06/PMK.07/2012


TENTANG


PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, telah diatur tata cara pelaksanaan penyaluran dan pertanggungjawaban anggaran Transfer ke Daerah;

   

b.

bahwa untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan penyaluran dan pertanggungjawaban anggaran Transfer ke Daerah, perlu mengatur kembali tata cara pelaksanaan penyaluran dan pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

   

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);

   

2.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);

   

3.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

   

4.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

   

5.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

   

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

   

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005  tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5155);

   

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);

   

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);

   

10.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5219);

   

11.

Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

   

12.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 218/KMK.01/2010;

   

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH.

   

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

   

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

   

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

   

2.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

   

3.

Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.

   

4.

Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian.

   

5.

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah adalah Menteri Keuangan atau kuasanya yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran Transfer ke Daerah.

   

6.

Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.

   

7.

Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.

   

8.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.

   

9.

Surat Keputusan Penetapan Rincian Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat SKP-RTD adalah surat keputusan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran yang memuat rincian jumlah transfer per daerah untuk setiap jenis transfer dalam periode tertentu.

   

10.

Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan transfer dan disampaikan kepada pejabat penguji SPP/penandatangan Surat Perintah Membayar.

   

11.

Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan alokasi dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.

   

12.

Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.

   

13.

Sisa Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disebut Sisa DAK adalah Dana Alokasi Khusus yang telah disalurkan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah namun tidak habis digunakan untuk mendanai kegiatan dan/atau tidak terealisasinya kegiatan yang didanai dari Dana Alokasi Khusus.

   

BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2

   

Ruang lingkup pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran Transfer ke Daerah meliputi:

   

a.

jenis anggaran Transfer ke Daerah;

   

b.

penetapan alokasi anggaran Transfer ke Daerah;

   

c.

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah;

   

d.

dokumen pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah;

   

e.

tata cara pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah;

   

f.

Rekening Kas Umum Daerah; dan

 

 

g.

penatausahaan dan pertanggungjawaban anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

BAB III
JENIS ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH
Pasal 3

 

 

(1)

Anggaran Transfer ke Daerah meliputi Dana Perimbangan serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.

 

 

(2)

Dana Perimbangan terdiri atas:

 

 

 

a.

Dana Bagi Hasil (DBH);

 

 

 

b.

Dana Alokasi Umum (DAU); dan

 

 

 

c.

Dana Alokasi Khusus (DAK).

 

 

(3)

Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian terdiri atas:

 

 

 

a.

Dana Otonomi Khusus; dan

 

 

 

b.

Dana Penyesuaian.

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a terdiri atas:

 

 

 

a.

DBH Pajak;

 

 

 

b.

DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT);

 

 

 

c.

DBH Sumber Daya Alam (SDA).

 

 

(2)

DBH Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

 

 

 

a.

DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); dan

 

 

 

b.

DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21).

 

 

(3)

DBH SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

 

 

 

a.

DBH SDA Kehutanan;

 

 

 

b.

DBH SDA Pertambangan Umum;

 

 

 

c.

DBH SDA Perikanan;

 

 

 

d.

DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi;

 

 

 

e.

DBH SDA Pertambangan Gas Bumi; dan

 

 

 

f.

DBH SDA Pertambangan Panas Bumi.

 

 

(4)

Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a terdiri atas:

 

 

 

a.

Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua;

 

 

 

b.

Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat;

 

 

 

c.

Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh; dan

 

 

 

d.

Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

 

 

(5)

Dana Penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b merupakan jenis anggaran Transfer ke Daerah yang diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN.

 

 

BAB IV
PENETAPAN ALOKASI ANGGARAN
TRANSFER KE DAERAH
Pasal 5

 

 

(1)

Alokasi anggaran Transfer ke Daerah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang mengenai APBN.

 

 

(2)

Alokasi anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi dan kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

BAB V
PENGGUNA ANGGARAN/KUASA PENGGUNA
ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH
Pasal 6

 

 

(1)

Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah mempunyai kewenangan atas pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(2)

Untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan menunjuk Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(3)

Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

 

 

 

a.

menyusun DIPA Transfer ke Daerah sebagai dokumen pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah;

 

 

 

b.

menerbitkan SKP-RTD atas beban DIPA Transfer ke Daerah;

 

 

 

c.

menetapkan pejabat yang bertanggungjawab untuk menerbitkan SPP atas beban DIPA Transfer ke Daerah;

 

 

 

d.

menetapkan pejabat yang bertanggungjawab untuk melakukan pengujian SPP dan menandatangani SPM atas beban DIPA Transfer ke Daerah; dan

 

 

 

e.

menyusun laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(4)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melimpahkan kewenangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah kepada pejabat eselon II yang ditunjuk.

 

 

BAB VI
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
TRANSFER KE DAERAH
Bagian Kesatu
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Pasal 7

 

 

(1)

Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah menyusun DIPA Transfer ke Daerah berdasarkan Peraturan Presiden dan/atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).

 

 

(2)

DIPA Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memuat rincian alokasi Transfer ke Daerah per provinsi dan kabupaten/kota, kecuali DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah.

 

 

(3)

DIPA Transfer ke Daerah ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(4)

DIPA Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan.

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah dapat menyusun perubahan atau revisi DIPA Transfer ke Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Perubahan atau revisi DIPA Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan.

 

 

(3)

Perubahan atau revisi DIPA Transfer ke Daerah yang telah mendapatkan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(4)

Perubahan atau revisi DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan berdasarkan Surat Kuasa dari Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(5)

Surat Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah pada setiap awal tahun anggaran.

 

 

(6)

Perubahan atau revisi DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam hal realisasi penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran lebih besar dari pagu DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dan diberi tanggal akhir tahun anggaran berkenaan.

 

 

(7)

Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan atau revisi DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

Bagian Kedua
Surat Keputusan Penetapan Rincian Transfer ke Daerah,
Surat Permintaan Pembayaran, Surat Perintah Membayar
dan Surat Perintah Pencairan Dana

Pasal 9

 

 

(1)

Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah menerbitkan SKP-RTD.

 

 

(2)

SKP-RTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah sebagai dasar penerbitan SPP.

 

 

(3)

SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah sebagai dasar penerbitan SPM.

 

 

(4)

SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara sebagai dasar penerbitan SP2D.

 

 

(5)

SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri Daftar Penerima Dana, Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja/Transfer (SPTBT) dan Arsip Data Komputer (ADK).

 

 

Bagian Ketiga
Konfirmasi Transfer
Pasal 10

 

 

(1)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan mengirimkan Lembar Konfirmasi atas penyaluran anggaran Transfer ke Daerah kepada Kepala Daerah setiap triwulan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah triwulan berkenaan berakhir.

 

 

(2)

Kepala Daerah menyampaikan kembali Lembar Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Dana Perimbangan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah Lembar Konfirmasi diterima dan ditandatangani oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

 

 

(3)

Dalam hal Kepala Daerah tidak menyampaikan kembali Lembar Konfirmasi dalam waktu 25 (dua puluh lima) hari kerja setelah triwulan berkenaan berakhir, maka Daerah dianggap sudah menerima dana yang disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah.

 

 

(4)

Lembar Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti penerimaan bagi daerah atas penyaluran anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(5)

Format Lembar Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

BAB VII
TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN
TRANSFER KE DAERAH
Bagian Kesatu
Dana Bagi Hasil Pajak
Pasal 11

 

 

(1)

Penyaluran DBH PBB Bagian Pemerintah yang dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu:

 

 

 

a.

tahap I pada bulan April;

 

 

 

b.

tahap II pada bulan Agustus; dan

 

 

 

c.

tahap III pada bulan November.

 

 

(2)

Penyaluran DBH PBB Bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

penyaluran tahap I dan tahap II masing-masing sebesar 25% (dua puluh lima persen) dan 50% (lima puluh persen) dari pagu alokasi sementara; dan

 

 

 

b.

penyaluran tahap III didasarkan pada selisih antara pagu alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan pada tahap I dan tahap II.

 

 

(3)

Dalam hal sampai dengan akhir bulan November, alokasi definitif belum ditetapkan, penyaluran tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah sebesar sisa pagu alokasi sementara.

 

 

(4)

Penyaluran DBH PBB Bagian Pemerintah yang dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor pedesaan dan sektor perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan, dilaksanakan pada bulan November berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan.

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan.

 

 

(2)

Penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dilaksanakan secara mingguan.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dilaksanakan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara dengan menerbitkan SP2D atas beban Bank Operasional III.

 

 

(2)

Penyaluran DBH PBB sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi Bagian Daerah dilaksanakan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara dengan menerbitkan SP2D atas beban Bank Operasional I.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

Pasal 14

 

 

Pada setiap awal tahun anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah menunjuk Pejabat di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dengan Surat Kuasa, yaitu:

 

 

a.

Kepala Seksi Bank/Giro Pos atau Kepala Seksi Bendahara Umum sebagai Verifikator dan Penandatangan SPP, Surat Ketetapan Pembagian (SKP) dan Surat Permohonan Transfer DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah; dan

 

 

b.

Kepala Subbagian Umum sebagai Verifikator dan Penandatangan SPM, SKP dan Surat Permohonan Transfer DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah.

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menyampaikan SPM dan SP2D atas realisasi penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah beserta rekapitulasi SPM dan SP2D dalam bentuk hardcopy dan ADK melalui sistem jaringan komunikasi data kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Dana Perimbangan dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rincian realisasi penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah per provinsi dan kabupaten/kota.

 

 

(3)

Penyampaian SPM dan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara triwulanan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah triwulan berkenaan berakhir.

 

 

(4)

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan berdasarkan SPM dan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan Laporan Realisasi Pagu DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Dana Perimbangan secara triwulanan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah triwulan berkenaan berakhir.

 

 

(5)

Laporan Realisasi Pagu DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dirinci menurut sektor.

 

 

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian SPM dan SP2D, dan laporan realisasi pagu DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Penyaluran DBH PBB dan Biaya Pemungutan PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi dilaksanakan secara triwulanan, yaitu:

 

 

 

a.

triwulan I paling lambat pada bulan Maret;

 

 

 

b.

triwulan II paling lambat pada bulan Juni;

 

 

 

c.

triwulan III paling lambat pada bulan September; dan

 

 

 

d.

triwulan IV paling lambat pada bulan Desember.

 

 

(2)

Penyaluran DBH PBB dan Biaya Pemungutan PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

penyaluran triwulan I, triwulan II, dan triwulan III masing-masing sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pagu alokasi sementara; dan

 

 

 

b.

penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara pagu alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan pada triwulan I, triwulan II, dan triwulan III.

 

 

(3)

Dalam hal sampai dengan 5 (lima) hari kerja sebelum berakhirnya tahun anggaran berjalan belum ditetapkan alokasi definitif, penyaluran triwulan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah sebesar sisa pagu alokasi sementara.

 

 

(4)

Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran DBH PBB dan Biaya Pemungutan PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi, maka kelebihan penyaluran tersebut diperhitungkan terhadap penyaluran pada triwulan berikutnya dan/atau pada tahun anggaran berikutnya.

 

 

(5)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH PBB dan Biaya Pemungutan PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DBH Pajak lainnya.

 

 

(6)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH PBB dan DBH Pajak lainnya tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DBH SDA.

 

 

(7)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH PBB, DBH pajak lainnya dan DBH SDA tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DAU.

 

 

(8)

Perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilakukan untuk DBH SDA 0,5% (nol koma lima persen) Minyak Bumi dan Gas Bumi dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi.

 

 

Pasal 17

 

 

Kelebihan penyaluran DBH PBB dan Biaya Pemungutan PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) meliputi:

 

 

a.

kelebihan penyaluran karena realisasi penyaluran DBH PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi triwulan I sampai dengan triwulan III yang didasarkan atas alokasi sementara lebih besar daripada alokasi definitif; dan/atau

 

 

b.

kelebihan penyaluran akibat kelebihan pembayaran PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi.

 

 

Pasal 18

 

 

(1)

Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan rekonsiliasi data realisasi penerimaan PBB serta penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah.

 

 

(2)

Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap triwulan paling lambat pada minggu ketiga setelah triwulan berkenaan berakhir.

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan secara triwulanan, yaitu:

 

 

 

a.

triwulan I pada bulan Maret;

 

 

 

b.

triwulan II pada bulan Juni;

 

 

 

c.

triwulan III pada bulan September; dan

 

 

 

d.

triwulan IV pada bulan Desember.

 

 

(2)

Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

penyaluran triwulan I, triwulan II, dan triwulan III masing-masing sebesar 20% (dua puluh persen) dari pagu alokasi sementara; dan

 

 

 

b.

penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara pagu alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan pada triwulan I, triwulan II, dan triwulan III.

 

 

(3)

Dalam hal sampai dengan 5 (lima) hari kerja sebelum berakhirnya tahun anggaran berjalan belum ditetapkan alokasi definitif, penyaluran triwulan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah sebesar sisa pagu alokasi sementara.

 

 

(4)

Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran karena penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 pada triwulan I sampai dengan triwulan III yang didasarkan atas alokasi sementara lebih besar daripada alokasi definitif, maka kelebihan penyaluran tersebut diperhitungkan terhadap penyaluran tahun anggaran berikutnya.

 

 

(5)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH PPh WPOPDN dan/atau DBH PPh Pasal 21 tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DBH Pajak lainnya.

 

 

(6)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH PPh dan DBH Pajak lainnya tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DBH SDA.

 

 

(7)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH PPh, DBH Pajak lainnya dan DBH SDA tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DAU.

 

 

(8)

Perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilakukan untuk DBH SDA 0,5% (nol koma lima persen) Minyak Bumi dan Gas Bumi dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi.

 

 

Bagian Kedua
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
Pasal 20

 

 

(1)

Penyaluran DBH CHT dilaksanakan secara triwulanan, yaitu:

 

 

 

a.

triwulan I pada bulan Maret;

 

 

 

b.

triwulan II pada bulan Juni;

 

 

 

c.

triwulan III pada bulan September; dan

 

 

 

d.

triwulan IV pada bulan Desember.

 

 

(2)

Penyaluran DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

penyaluran triwulan I sebesar 20% (dua puluh persen) dari pagu alokasi sementara;

 

 

 

b.

penyaluran triwulan II dan triwulan III masing-masing sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pagu alokasi sementara; dan

 

 

 

c.

penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara pagu alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan pada triwulan I, triwulan II, dan triwulan III.

 

 

(3)

Dalam hal sampai dengan 5 (lima) hari kerja sebelum berakhirnya tahun anggaran berjalan alokasi definitif belum ditetapkan, penyaluran triwulan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah sebesar sisa pagu alokasi sementara.

 

 

(4)

Penyaluran DBH CHT triwulan IV dilakukan setelah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menerima laporan konsolidasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan DBH CHT semester I tahun anggaran berjalan dari Gubernur.

 

 

(5)

Dalam hal laporan konsolidasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak menunjukkan adanya realisasi penggunaan dana, penyaluran DBH CHT triwulan IV ditunda sampai dengan disampaikannya laporan konsolidasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan DBH CHT yang menunjukkan adanya realisasi penggunaan dana.

 

 

(6)

DBH CHT yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat disalurkan kembali setelah disampaikannya laporan konsolidasi penggunaan dana atas kegiatan DBH CHT sepanjang tidak melampaui tahun anggaran berjalan.

 

 

Bagian Ketiga
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
Pasal 21

 

 

(1)

Penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan SDA tahun anggaran berjalan.

 

 

(2)

Dalam hal DBH SDA yang dihitung berdasarkan realisasi penerimaan SDA melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN atau APBN Perubahan, maka dapat dilakukan penyaluran sesuai dengan realisasi penerimaan SDA setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

Penyaluran DBH SDA dilaksanakan secara triwulanan, yaitu:

 

 

 

a.

triwulan I pada bulan Maret;

 

 

 

b.

triwulan II pada bulan Juni;

 

 

 

c.

triwulan III pada bulan September; dan

 

 

 

d.

triwulan IV pada bulan Desember.

 

 

(2)

Penyaluran DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi triwulan I dan triwulan II dilaksanakan masing-masing sebesar 20% (dua puluh persen) dari pagu perkiraan alokasi.

 

 

(3)

Penyaluran DBH SDA Pertambangan Umum triwulan I dilaksanakan sebesar 20% (dua puluh persen) dari pagu perkiraan alokasi dan triwulan II dilaksanakan sebesar 15% (lima belas persen) dari pagu perkiraan alokasi.

 

 

(4)

Penyaluran DBH SDA Kehutanan dan DBH SDA Perikanan triwulan I dan triwulan II dilaksanakan masing-masing sebesar 15% (lima belas persen) dari pagu perkiraan alokasi.

 

 

(5)

Penyaluran DBH SDA triwulan III didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan SDA sampai dengan triwulan III dengan realisasi penyaluran DBH SDA triwulan I dan triwulan II.

 

 

(6)

Penyaluran DBH SDA triwulan IV didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan SDA sampai dengan triwulan IV dengan realisasi penyaluran DBH SDA triwulan I, triwulan II, dan triwulan III.

 

 

(7)

Penyaluran DBH SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilaksanakan berdasarkan perhitungan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dengan daerah penghasil, kecuali penyaluran DBH SDA Perikanan.

 

 

(8)

Rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dengan daerah penghasil sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang digunakan sebagai dasar penyaluran triwulan III dilaksanakan paling lambat minggu pertama bulan September dan yang digunakan sebagai dasar penyaluran triwulan IV dilaksanakan paling lambat akhir bulan November tahun anggaran berjalan.

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Dalam hal terdapat kelebihan penyaluran DBH SDA jenis tertentu, maka kelebihan penyaluran tersebut diperhitungkan terhadap penyaluran DBH SDA jenis yang sama pada triwulan berikutnya dan/atau tahun anggaran berikutnya.

 

 

(2)

Perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan penyaluran DBH SDA pada triwulan berikutnya sebesar jumlah kelebihan penyaluran dimaksud.

 

 

(3)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH SDA jenis yang sama tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DBH SDA jenis lainnya.

 

 

(4)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH SDA jenis lainnya tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DBH Pajak.

 

 

(5)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH SDA jenis lainnya dan DBH Pajak tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DAU.

 

 

(6)

Perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan untuk DBH SDA 0,5% (nol koma lima persen) Minyak Bumi dan Gas Bumi dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi.

 

 

Pasal 24

 

 

Kelebihan penyaluran DBH SDA jenis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) meliputi:

 

 

a.

kelebihan penyaluran karena realisasi penyaluran DBH SDA triwulan I dan triwulan II yang didasarkan atas pagu perkiraan alokasi lebih besar dari pada realisasi penerimaan SDA; dan/atau

 

 

b.

kelebihan penyaluran akibat kekurangan pembayaran PBB sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi.

 

 

Bagian Keempat
Dana Alokasi Umum
Pasal 25

 

 

(1)

Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu per dua belas) dari besaran alokasi masing-masing daerah.

 

 

(2)

Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada awal hari kerja untuk bulan Januari dan 1 (satu) hari kerja sebelum awal hari kerja bulan berikutnya untuk bulan Februari sampai dengan bulan Desember.

 

 

Bagian Kelima
Dana Alokasi Khusus
Pasal 26

 

 

(1)

Penyaluran DAK dilaksanakan secara bertahap, dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

tahap I paling cepat pada bulan Februari, setelah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan, Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap III tahun anggaran sebelumnya, dan Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping yang disampaikan oleh Kepala Daerah penerima DAK;

 

 

 

b.

tahap II paling lambat 15 (lima belas) hari kerja, setelah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I tahun anggaran berjalan yang disampaikan oleh Kepala Daerah penerima DAK; dan

 

 

 

c.

tahap III paling lambat 15 (lima belas) hari kerja, setelah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap II tahun anggaran berjalan yang disampaikan oleh Kepala Daerah penerima DAK.

 

 

(2)

Penyaluran DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

penyaluran tahap I sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pagu alokasi DAK;

 

 

 

b.

penyaluran tahap II sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari pagu alokasi DAK; dan

 

 

 

c.

penyaluran tahap III sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pagu alokasi DAK.

 

 

(3)

Penyaluran secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan secara sekaligus dan tidak melampaui tahun anggaran berjalan.

 

 

(4)

Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I atau tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, disampaikan oleh Kepala Daerah penerima DAK kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan setelah penggunaan DAK telah mencapai 90% (sembilan puluh persen) dari penerimaan DAK sampai dengan tahap sebelumnya.

 

 

(5)

Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I atau tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tahun anggaran berjalan berakhir.

 

 

(6)

Format Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I, tahap II, atau tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

(7)

Format Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 27

 

 

(1)

Laporan Realisasi Penyerapan DAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dilengkapi dengan Rekapitulasi SP2D atas penggunaan DAK beserta softcopy data Rekapitulasi SP2D dalam format Excel.

 

 

(2)

Format Rekapitulasi SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 28

 

 

(1)

Setelah tahun anggaran berakhir, daerah penerima DAK wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a, yaitu:

 

 

 

a.

Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap III; dan

 

 

 

b.

Laporan Penyerapan Penggunaan DAK.

 

 

(2)

Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan laporan realisasi atas penyerapan DAK Tahap III yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.

 

 

(3)

Laporan Penyerapan Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan laporan kumulatif penyerapan DAK yang telah dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.

 

 

(4)

Format Laporan Penyerapan Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 29

 

 

(1)

Daerah penerima DAK dapat melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan merencanakan dan menganggarkan kembali kegiatan DAK dalam APBD Perubahan tahun anggaran berjalan apabila akumulasi nilai kontrak pada suatu bidang DAK lebih kecil dari pagu bidang DAK tersebut.

 

 

(2)

Optimalisasi penggunaan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kegiatan-kegiatan pada bidang DAK yang sama dan sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan.

 

 

(3)

Dalam hal terdapat sisa DAK pada kas daerah saat tahun anggaran berakhir, daerah dapat menggunakan sisa DAK tersebut untuk mendanai kegiatan DAK pada bidang yang sama tahun anggaran berikutnya sesuai dengan petunjuk teknis tahun anggaran sebelumnya dan/atau tahun anggaran berjalan.

 

 

(4)

Sisa DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat digunakan sebagai dana pendamping DAK.

 

 

(5)

Kepala Daerah menyampaikan Laporan Penggunaan Sisa DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Dana Perimbangan setelah kegiatan yang didanai dari sisa DAK selesai.

 

 

(6)

Format Laporan Penggunaan Sisa DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Bagian Keenam
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
Pasal 30

 

 

(1)

Penyaluran Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh serta Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dilaksanakan secara bertahap, yaitu:

 

 

 

a.

tahap I pada bulan Maret;

 

 

 

b.

tahap II pada bulan Juli; dan

     

c.

tahap III pada bulan Oktober.

 

 

(2)

Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

penyaluran tahap I sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pagu alokasi;

 

 

 

b.

penyaluran tahap II sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari pagu alokasi; dan

 

 

 

c.

penyaluran tahap III sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pagu alokasi.

 

 

(3)

Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri.

 

 

(4)

Penyaluran Dana Penyesuaian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Bagian Ketujuh
Pemotongan, Penundaan dan/atau Pembayaran Kembali
Anggaran Transfer ke Daerah
Pasal 31

 

 

(1)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran dapat melakukan pemotongan, penundaan dan/atau pembayaran kembali penyaluran anggaran Transfer ke Daerah untuk suatu daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Pemotongan, penundaan dan/atau pembayaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah adanya surat permintaan dari instansi/unit yang mempunyai kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(3)

Surat Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pimpinan instansi/unit yang mempunyai kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

 

 

Pasal 32

 

 

(1)

Pemotongan dalam penyaluran anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dapat dilakukan karena adanya lebih salur dan/atau kewajiban finansial daerah yang tidak dipenuhi, antara lain berupa pembayaran pinjaman daerah.

 

 

(2)

Penundaan dalam penyaluran anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dapat dilakukan karena adanya kewajiban non finansial daerah yang tidak dipenuhi, antara lain berupa penyampaian Peraturan Daerah mengenai APBD.

 

 

(3)

Pembayaran kembali penyaluran anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dapat dilakukan setelah dicabutnya sanksi penundaan atau dipenuhinya kewajiban daerah dalam tahun anggaran berjalan.

 

 

(4)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menetapkan besarnya pemotongan dan/atau penundaan anggaran Transfer ke Daerah yang berasal dari permintaan pimpinan instansi/unit yang berwenang antara lain dengan mempertimbangkan besarnya permintaan pemotongan, alokasi dan lebih salur anggaran Transfer ke Daerah, serta kapasitas fiskal daerah yang bersangkutan.

 

 

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan, penundaan, dan pembayaran kembali penyaluran anggaran Transfer ke Daerah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

 

 

Bagian Kedelapan
Penyaluran Akhir Tahun Anggaran
Pasal 33

 

 

(1)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menetapkan langkah-langkah akhir tahun dalam rangka penyaluran anggaran Transfer ke Daerah pada akhir tahun anggaran.

 

 

(2)

Langkah-langkah akhir tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain menginformasikan mengenai tata cara penyampaian dan penerimaan laporan realisasi penggunaan dana dari daerah dan batas akhir penyaluran anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(3)

Langkah-langkah akhir tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat akhir bulan November tahun anggaran berjalan.

 

 

BAB VIII
REKENING KAS UMUM DAERAH
Pasal 34

 

 

(1)

Dalam rangka penyaluran anggaran Transfer ke Daerah, Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah pada Bank Sentral atau Bank Umum untuk menampung penyaluran anggaran Transfer ke Daerah dengan nama depan Rekening Kas Umum Daerah yang diikuti dengan nama daerah yang bersangkutan.

 

 

(2)

Setelah Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah wajib menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilampiri dengan:

 

 

 

a.

asli rekening koran dari Rekening Kas Umum Daerah; dan

 

 

 

b.

salinan Keputusan Kepala Daerah mengenai penunjukan bank tempat menampung Rekening Kas Umum Daerah.

 

 

(3)

Nomor rekening, nama rekening, dan nama bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan hanya satu kali sepanjang tidak ada perubahan.

 

 

(4)

Dalam hal terdapat perubahan nomor rekening dan/atau nama bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah menyampaikan perubahan tersebut dengan dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(5)

Perubahan nomor rekening dan/atau nama bank sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan oleh Kepala Daerah definitif.

 

 

BAB IX
PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
TRANSFER KE DAERAH
Pasal 35

 

 

(1)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melaksanakan penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(2)

Pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(3)

Laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah terdiri atas:

 

 

 

a.

Laporan Realisasi Anggaran;

 

 

 

b.

Neraca; dan

 

 

 

c.

Catatan atas Laporan Keuangan.

 

 

(4)

Penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(5)

Untuk melaksanakan penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menunjuk pejabat eselon II yang sesuai dengan bidang tugasnya.

 

 

Pasal 36

 

 

Penerimaan PBB pada akhir tahun anggaran yang dibukukan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan dan belum dibagihasilkan pada tahun anggaran berjalan, akan disalurkan kepada yang berhak pada awal tahun anggaran berikutnya.

 

 

Pasal 37

 

 

Ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri ini diatur oleh instansi terkait yang berwenang, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya.

 

 

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38

 

 

(1)

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

 

(2)

Ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan sebagai berikut:

 

 

 

a.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.03/2007 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan; dan

 

 

 

b.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.05/2009 tentang Pelimpahan Wewenang Penerbitan Surat Kuasa Umum Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,

    sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku.

 

 

Pasal 39

 

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 9 Januari 2012

 

 

 

 

 

 

MENTERI KEUANGAN,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                ttd.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta

 

pada tanggal 9 Januari 2012

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

 

 

 

              ttd.

 

 

 

AMIR SYAMSUDIN

 

 

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 41


Lampiran....................