MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 223/PMK.011/2012


TENTANG


PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI
PADA PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM
PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa berdasarkan Pasal 17A Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam penyediaan Infrastruktur, disebutkan bahwa Pemerintah dapat memberikan Dukungan dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial terhadap Proyek Kerja Sama;

 

 

b.

bahwa kontribusi fiskal yang bersifat finansial sebagaimana dimaksud pada huruf a, pada umumnya diberikan dalam bentuk kontribusi atas sebagian biaya konstruksi, kontribusi atas sebagian biaya operasi, jaminan minimum atas pendapatan, dan pembayaran tetap selama masa operasi untuk meningkatkan kelayakan finansial Proyek Kerja Sama guna meningkatkan minat dan partisipasi Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama;

 

 

c.

bahwa setelah memperhatikan kompleksitas penyiapan institusi yang dibutuhkan dan pengelolaan risiko fiskal, kontribusi fiskal yang bersifat finansial dalam bentuk kontribusi atas sebagian biaya konstruksi dipandang sesuai untuk diberikan pada Proyek Kerja Sama yang sudah memiliki kelayakan ekonomi namun belum memiliki kelayakan finansial;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Dukungan Kelayakan Atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

 

 

4.

Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;

 

 

5.

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010;

 

 

6.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atas Beban Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;

 

 

7.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggraran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI PADA PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR.

 

 

BAB I

 

 

KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

   

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap Proyek Kerja Sama dalam bentuk dan menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

 

 

2.

Badan Usaha adalah badan usaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

3.

Badan Usaha Pemenang Lelang adalah Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama oleh Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama.

 

 

4.

Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama adalah Badan Usaha yang dibentuk oleh Badan Usaha Pemenang Lelang untuk bertindak sebagai pihak dalam Perjanjian Kerja Sama.

 

 

5.

Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang selanjutnya disebut dengan Proyek Kerja Sama adalah proyek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

6.

Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

7.

Perjanjian Kerja Sama adalah kesepakatan tertulis untuk Penyediaan Infrastruktur antara Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dengan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama.

 

 

8.

Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastrukur yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pengadaan infrastruktur.

 

 

9.

Usulan Persetujuan Prinsip adalah usulan yang diajukan oleh PJPK kepada Menteri Keuangan dalam rangka memperoleh Persetujuan Prinsip.

 

 

10.

Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan yang selanjutnya disebut sebagai Persetujuan Prinsip adalah persetujuan awal yang diberikan oleh Menteri Keuangan kepada PJPK berdasarkan rekomendasi dari Komite Dukungan Kelayakan setelah dilakukannya evaluasi atas terpenuhinya kriteria Proyek Kerja Sama dan porsi Besaran Dukungan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

 

 

11.

Usulan Persetujuan Besaran Dukungan Kelayakan adalah usulan yang diajukan oleh PJPK kepada Menteri Keuangan dalam rangka memperoleh Persetujuan Besaran Dukungan Kelayakan.

 

 

12.

Persetujuan Besaran Dukungan Kelayakan adalah persetujuan Menteri Keuangan atas batas maksimum besaran Dukungan Kelayakan yang akan digunakan oleh PJPK sebagai satu-satunya parameter dalam menetapkan Badan Usaha Pemenang Lelang, waktu dan syarat pencairan Dukungan Kelayakan.

 

 

13.

Usulan Persetujuan Final Dukungan Kelayakan adalah usulan yang diajukan oleh PJPK kepada Menteri Keuangan dalam rangka memperoleh Persetujuan Final Dukungan Kelayakan.

 

 

14.

Persetujuan Final Dukungan Kelayakan yang selanjutnya disebut sebagai Persetujuan Final adalah persetujuan Menteri Keuangan atas besaran, waktu dan syarat pencairan Dukungan Kelayakan yang dapat diberikan oleh PJPK terhadap Proyek Kerja Sama berdasarkan hasil penetapan Badan Usaha Pemenang Lelang.

 

 

15.

Surat Dukungan Kelayakan adalah konfirmasi Menteri Keuangan kepada Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama mengenai berlakunya Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan.

 

 

16.

Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan adalah dokumen yang memuat persetujuan PJPK atas pemberian Dukungan Kelayakan pada Proyek Kerja Sama yang meliputi paling kurang besaran, waktu dan syarat pencairan Dukungan Kelayakan.

 

 

17.

Proyek Kerja Sama Daerah adalah Proyek Kerja Sama yang merupakan kewenangan Kepala Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana Kepala Daerah bertindak sebagai PJPK.

 

 

18.

Kepala Daerah adalah Gubernur bagi daerah Provinsi, atau Bupati bagi daerah Kabupaten, atau Walikota bagi daerah Kota.

 

 

19.

Ekuitas adalah sumber pembiayaan Proyek Kerja Sama di luar pinjaman yang besarnya sesuai dengan rasio ekuitas berbanding pinjaman yang ditetapkan oleh PJPK sebagai kewajiban Badan Usaha Pemenang Lelang untuk membiayai pembangunan Proyek Kerja Sama.

 

 

20.

Konsultan Independen adalah orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli dan profesional dibidang pengawasan jasa konstruksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 

 

BAB I

 

 

TUJUAN DAN PRINSIP

 

 

Bagian Kesatu

 

 

Tujuan

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Dukungan Kelayakan merupakan kebijakan fiskal Pemerintah dalam rangka mendukung upaya penyediaan infrastruktur dengan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

   

(2)

Dukungan Kelayakan bertujuan untuk:

 

 

 

a.

meningkatkan kelayakan finansial Proyek Kerja Sama sehingga menimbulkan minat dan partisipasi Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama;

 

 

 

b.

meningkatkan kepastian pengadaan Proyek Kerja Sama dan pengadaan Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama sesuai dengan kualitas dan waktu yang direncanakan; dan

 

 

 

c.

mewujudkan layanan publik yang tersedia melalui infrastruktur dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat.

 

 

Bagian Kedua

 

 

Prinsip

 

 

Pasal 3

 

 

Dukungan Kelayakan dialokasikan anggarannya oleh Pemerintah c.q. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai dengan mekanisme APBN dengan mempertimbangkan :

 

 

a.

kemampuan keuangan negara;

 

 

b.

kesinambungan fiskal; dan

 

 

c.

pengelolaan risiko fiskal.

 

 

Pasal 4

 

 

Dukungan Kelayakan terhadap Proyek Kerja Sama dapat diberikan setelah tidak terdapat lagi alternatif lain untuk membuat Proyek Kerja Sama layak secara finansial.

 

 

BAB III

 

 

BENTUK DUKUNGAN KELAYAKAN, KRITERIA PROYEK KERJA SAMA
DAN KOMITE DUKUNGAN KELAYAKAN

 

 

Bagian Kesatu

 

 

Bentuk Dukungan Kelayakan

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Dukungan Kelayakan merupakan Belanja Negara yang diberikan dalam bentuk tunai kepada Proyek Kerja Sama atas porsi tertentu dari seluruh Biaya Konstruksi Proyek Kerja Sama.

 

 

(2)

Biaya Konstruksi Proyek Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya konstruksi, biaya peralatan, biaya pemasangan, biaya bunga atas pinjaman yang berlaku selama masa konstruksi, dan biaya-biaya lain terkait konstruksi namun tidak termasuk biaya terkait pengadaan lahan dan insentif perpajakan.

 

 

(3)

Porsi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mendominasi Biaya Konstruksi Proyek Kerja Sama.

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Dalam hal Proyek Kerja Sama Daerah, Pemerintah Daerah dianjurkan untuk dapat berkontribusi atas pemberian Dukungan Kelayakan.

 

 

(2)

Kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

 

 

(3)

Besaran dan skema kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan dalam Usulan Persetujuan Prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

 

 

Pasal 7

 

 

(1)

Dalam hal Proyek Kerja Sama Daerah, setelah berakhirnya Perjanjian Kerja Sama, dimungkinkan adanya pembagian atas hasil pengoperasian kembali Proyek Kerja Sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau bentuk lain dengan mempertimbangkan besaran Dukungan Kelayakan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat terhadap Proyek Kerja Sama Daerah.

 

 

(2)

Pembagian atas hasil pengoperasian kembali Proyek Kerja Sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.

 

 

Bagian Kedua

 

 

Kriteria Proyek Kerja Sama

 

 

Pasal 8

 

 

Dukungan Kelayakan diberikan pada Proyek Kerja Sama yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

 

 

a.

Proyek Kerja Sama yang telah memenuhi kelayakan ekonomi namun belum memenuhi kelayakan finansial;

 

 

b.

Proyek Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada huruf a menerapkan prinsip pengguna membayar;

 

 

c.

Proyek Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dengan total biaya investasi paling kurang senilai Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah);

 

 

d.

Proyek Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c dijalankan oleh Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama yang dibentuk oleh Badan Usaha Pemenang Lelang yang ditetapkan oleh PJPK melalui proses lelang yang terbuka dan kompetitif sesuai dengan peraturan tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;

 

 

e.

Proyek Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama yang mengatur skema pengalihan aset dan/atau pengelolaannya dari Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama kepada PJPK pada akhir periode kerja sama; dan

 

 

f.

Hasil Prastudi Kelayakan pada Proyek Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e:

 

 

 

1.

mencantumkan pembagian risiko yang optimal antara Pemerintah/PJPK di satu pihak dan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama/Badan Usaha Pemenang Lelang di pihak lain;

 

 

 

2.

menyimpulkan bahwa Proyek Kerja Sama tersebut layak secara ekonomi, yang juga meliputi aspek teknis, hukum, lingkungan, dan sosial; dan

 

 

 

3.

menunjukkan bahwa Proyek Kerja Sama tersebut menjadi layak secara finansial dengan diberikannya Dukungan Kelayakan.

 

 

Bagian Ketiga

 

 

Komite Dukungan Kelayakan

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Dalam rangka pemberian Dukungan Kelayakan, Menteri Keuangan membentuk Komite Dukungan Kelayakan yang memiliki tugas sebagai berikut:

 

 

 

a.

Mengusulkan anggaran Dukungan Kelayakan kepada Menteri Keuangan untuk dialokasikan sesuai mekanisme APBN dengan memperhatikan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;

 

 

 

b.

Mengevaluasi setiap usulan dan laporan dalam rangka pemberian Dukungan Kelayakan yang disampaikan oleh PJPK kepada Menteri Keuangan; dan

 

 

 

c.

Memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf b.

 

 

(2)

Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Komite Dukungan Kelayakan, Menteri Keuangan menerbitkan Panduan Pemberian Dukungan Kelayakan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

BAB IV

 

 

MEKANISME PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN

 

 

Pasal 10

 

 

(1)

Dukungan Kelayakan diberikan oleh Pemerintah c.q. PJPK terhadap Proyek Kerja Sama dalam Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kerja Sama.

 

 

(2)

Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh PJPK dan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama berdasarkan persetujuan dari Menteri Keuangan atas usulan PJPK yang diajukan dalam tahapan-tahapan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Bagian Kesatu sampai dengan Pasal 16 Bagian Ketiga BAB IV Peraturan Menteri ini.

 

 

Bagian Kesatu

 

 

Usulan Persetujuan Prinsip

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

PJPK mengajukan Usulan Persetujuan Prinsip kepada Menteri Keuangan sebelum dimulainya Tahap Pra Kualifikasi.

 

 

(2)

Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berisi paling sedikit:

 

 

 

a.

keterangan mengenai Proyek Kerja Sama;

 

 

 

b.

jumlah Besaran Dukungan yang diusulkan; dan

 

 

 

c.

waktu dan syarat pencairan Dukungan Kelayakan.

 

 

 

d.

dalam hal Proyek Kerja Sama Daerah, skema kontribusi Pemerintah daerah mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).

 

 

(3)

Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan:

 

 

 

a.

Dokumen Pra Studi Kelayakan yang harus memuat antara lain:

 

 

 

 

1.

Kajian kelayakan ekonomi, aspek teknis, hukum, dan finansial sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha;

 

 

 

 

2.

Analisis Biaya dan Manfaat Sosial;

 

 

 

 

3.

Model Keuangan dari Proyek Kerja Sama tersebut;

 

 

 

 

4.

Metode perhitungan permintaan, tarif, kemauan membayar pengguna, dan kemampuan membayar pengguna;

 

 

 

 

5.

Rancangan awal Perjanjian Kerja Sama antara PJPK dengan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama, yang melampirkan rancangan awal Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan;

 

 

 

 

6.

Hasil konsultasi publik dengan para pemangku kepentingan; dan

 

 

 

 

7.

Hasil analisis yang menunjukkan bahwa semua alternatif untuk meningkatkan kelayakan finansial dari Proyek Kerja Sama tersebut seperti kenaikan tarif, perpanjangan masa konsesi, dan penurunan total biaya investasi tidak dapat meningkatkan kelayakan finansial dari Proyek Kerja Sama, sehingga Dukungan Kelayakan perlu diberikan.

 

 

 

b.

Surat Pernyataan dari PJPK kepada Menteri Keuangan yang menyatakan bahwa:

 

 

 

 

1.

Dokumen Prastudi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dibuat dengan wajar, dan seluruh lampiran beserta isinya dapat dipertanggungjawabkan; dan

 

 

 

 

2.

PJPK bersedia mengikuti mekanisme pemberian Dukungan Kelayakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

 

 

(4)

Dalam hal Proyek Kerja Sama Daerah, PJPK wajib menembuskan Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Teknis terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Komite Dukungan Kelayakan melakukan evaluasi atas Usulan Persetujuan Prinsip dengan cara memeriksa terpenuhi atau tidaknya ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 8.

 

 

(2)

Dalam rangka evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite Dukungan Kelayakan berwenang untuk meminta tambahan dokumen, informasi, dan penjelasan kepada PJPK dan instansi pemerintah lain yang terkait.

 

 

(3)

Komite Dukungan Kelayakan menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan mengenai pemberian Persetujuan Prinsip kepada PJPK berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

(4)

Menteri Keuangan dapat memberikan Persetujuan Prinsip kepada PJPK berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

 

 

Bagian Kedua

 

 

Usulan Persetujuan atas Besaran Dukungan Kelayakan

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

PJPK menyampaikan Usulan Persetujuan Besaran Dukungan Kelayakan kepada Menteri Keuangan setelah selesai melaksanakan Tahap Pra Kualifikasi.

 

 

(2)

Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan:

 

 

 

a.

Dokumen pengumuman hasil Pra Kualifikasi;

 

 

 

b.

Dokumen perubahan atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a (apabila ada); dan

 

 

 

c.

Surat Pernyataan PJPK bahwa dokumen-dokumen sebagaimana diatur pada huruf a dan huruf b telah dibuat secara wajar, dan seluruh isinya dapat dipertanggungjawabkan.

 

 

(3)

Dalam hal Proyek Kerja Sama Daerah, PJPK wajib menembuskan Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Teknis terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).

 

 

Pasal 14

 

 

(1)

Komite Dukungan Kelayakan melakukan evaluasi atas Usulan Persetujuan Besaran Dukungan Kelayakan guna menyampaikan rekomendasi mengenai Besaran dan waktu pencairan Dukungan Kelayakan kepada Menteri Keuangan.

 

 

(2)

Dalam rangka evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite Dukungan Kelayakan berwenang untuk meminta tambahan dokumen, informasi, dan penjelasan kepada PJPK dan instansi pemerintah lain yang terkait.

 

 

(3)

Menteri Keuangan dapat memberikan Persetujuan Besaran Dukungan Kelayakan kepada PJPK berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

(4)

Besaran Dukungan Kelayakan yang disetujui oleh Menteri Keuangan menjadi satu-satunya parameter finansial dalam menetapkan Badan Usaha Pemenang Lelang.

 

 

Bagian Ketiga

 

 

Usulan Persetujuan Final

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

PJPK menyampaikan Usulan Persetujuan Final kepada Menteri Keuangan setelah menetapkan Badan Usaha Pemenang Lelang.

 

 

(2)

Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan:

 

 

 

a.

Salinan Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP);

 

 

 

b.

Surat Pernyataan PJPK yang menyatakan bahwa pelelangan sudah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;

 

 

 

c.

Salinan surat penetapan Pemenang Lelang;

 

 

 

d.

Jadwal Pelaksanaan Proyek Kerja Sama yang disepakati antara PJPK dan Badan Usaha Pemenang Lelang, paling sedikit mengenai:

 

 

 

 

1.

jadwal Pendirian Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama oleh Badan Usaha Pemenang Lelang; dan

 

 

 

 

2.

jadwal penandatangan Perjanjian Kerja Sama antara PJPK dan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama.

 

 

(3)

Dalam hal Proyek Kerja Sama Daerah, PJPK wajib menembuskan Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Teknis terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Komite Dukungan Kelayakan melakukan evaluasi atas Usulan Persetujuan Final dengan memeriksa dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) guna menyampaikan rekomendasi mengenai pemberian Persetujuan Final kepada Menteri Keuangan.

 

 

(2)

Dalam rangka melaksanakan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite Dukungan Kelayakan berwenang untuk meminta tambahan dokumen, informasi, dan penjelasan kepada PJPK dan instansi pemerintah lain yang terkait.

 

 

(3)

Menteri Keuangan dapat memberikan Persetujuan Final kepada PJPK berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

(4)

Persetujuan Final sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipergunakan oleh PJPK sebagai dasar untuk menerbitkan Dokumen Persetujuan Pemberian Besaran Dukungan terhadap Proyek Kerja Sama.

 

 

(5)

Dokumen Persetujuan Pemberian Besaran Dukungan tidak menimbulkan akibat hukum apapun di pihak Pemerintah sebelum diterbitkannya Surat Dukungan Kelayakan.

 

 

Bagian Keempat

 

 

Surat Dukungan Kelayakan

 

 

Pasal 17

 

 

(1)

Menteri Keuangan menerbitkan Surat Dukungan Kelayakan kepada Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama setelah menerima laporan dari PJPK mengenai pendirian Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama dan rencana penandatanganan Perjanjian Kerja Sama.

 

 

(2)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:

 

 

 

a.

Akta Pendirian Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama;

 

 

 

b.

Bukti penyetoran atas seluruh saham Badan Usaha Pemenang Lelang pada Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama; dan

 

 

 

c.

Rancangan Final Perjanjian Kerja Sama yang dilampiri dengan rancangan Final Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan terhadap Proyek Kerja Sama.

 

 

Pasal 18

 

 

(1)

Komite Dukungan Kelayakan melakukan evaluasi atas Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), guna menyampaikan rekomendasi mengenai penerbitan Surat Dukungan Kelayakan kepada Menteri Keuangan.

 

 

(2)

Dalam rangka evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite Dukungan Kelayakan berwenang meminta tambahan dokumen, informasi, dan penjelasan dari PJPK dan instansi pemerintah lain yang terkait.

 

 

(3)

Menteri Keuangan dapat menerbitkan Surat Dukungan Kelayakan kepada Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama pada saat yang sama atau segera setelah penandatangan Perjanjian Kerja Sama berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

(4)

Surat Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan kepada Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama ditembuskan kepada PJPK.

 

 

(5)

Dalam hal Proyek Kerja Sama Daerah, Surat Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditembuskan pula kepada Menteri Teknis terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).

 

 

Pasal 19

 

 

Surat Dukungan Kelayakan berisi konfirmasi Menteri Keuangan sehubungan dengan telah berlakunya Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan dan memuat paling sedikit keterangan mengenai:

 

 

a.

Jumlah Dukungan Kelayakan sebagaimana disepakati dalam Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan; dan

 

 

b.

Waktu dan syarat pembayaran Dukungan Kelayakan sebagaimana disepakati dalam Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan.

 

 

BAB V

 

 

PENCAIRAN DUKUNGAN KELAYAKAN

 

 

Bagian Kesatu

 

 

Waktu Pencairan

 

 

Pasal 20

   

(1)

Dukungan Kelayakan dicairkan kepada Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama secara angsuran, yang dapat dilakukan:

     

a.

selama Masa Konstruksi sesuai dengan tahapan penyelesaian konstruksi Proyek Kerja Sama yang telah disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama; dan/atau

 

 

 

b.

setelah tercapainya Tanggal Operasi Komersial sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama.

 

 

(2)

Untuk pencairan Dukungan Kelayakan pada ayat (1) huruf a:

 

 

 

a.

Pencairan atas angsuran pertama dapat dilakukan hanya apabila kondisi-kondisi berikut telah terpenuhi yaitu:

 

 

 

 

1.

Paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari Ekuitas telah digunakan oleh Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama untuk membiayai pembangunan Proyek Kerja Sama; dan

 

 

 

 

2.

Pencairan pertama pinjaman kepada Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama telah dilakukan oleh pihak pemberi pinjaman.

 

 

 

b.

Pencairan atas angsuran selanjutnya dilakukan secara proporsional sesuai dengan jumlah pencairan pinjaman oleh pihak pemberi pinjaman.

 

 

(3)

Untuk pencairan Dukungan Kelayakan pada ayat (1) huruf b:

 

 

 

a.

Pencairan atas angsuran pertama dilakukan hanya apabila Tanggal Operasi Komersial sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama telah tercapai;

 

 

 

b.

Pencairan atas angsuran selanjutnya dilakukan sesuai dengan waktu/tahapan yang disepakati dalam Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan.

 

 

Bagian Kedua

 

 

Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran

 

 

Pasal 21

 

 

(1)

Menteri Keuangan bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA) atas anggaran pemberian Dukungan Kelayakan.

 

 

(2)

Dalam hal Proyek Kerja Sama Pemerintah Pusat, Menteri/Kepala Lembaga bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

 

 

(3)

Dalam hal Proyek Kerja Sama Pemerintah Daerah, Menteri Teknis terkait bertindak selaku KPA.

 

 

Bagian Ketiga

 

 

Tagihan

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

Tagihan pembayaran Dukungan Kelayakan ditujukan oleh Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama kepada KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) sesuai dengan tahapan dan syarat-syarat yang disepakati dalam Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan.

 

 

(2)

Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilengkapi dengan dokumen:

 

 

 

a.

Perjanjian Kerja Sama;

 

 

 

b.

Surat Dukungan Kelayakan;

 

 

 

c.

Ringkasan syarat dan ketentuan pemberian Dukungan Kelayakan;

 

 

 

d.

Bukti pencapaian kinerja Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam syarat dan ketentuan pemberian Dukungan Kelayakan yang telah diverifikasi Konsultan Independen;

 

 

 

e.

Persetujuan PJPK atas hasil verifikasi Konsultan Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d di atas dalam hal Proyek Kerja Sama Daerah;

 

 

 

f.

Surat pernyataan dari Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama yang menyatakan bahwa informasi pencapaian kinerja yang disampaikan adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan; dan

 

 

 

g.

Kuitansi.

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Berdasarkan tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) melakukan verifikasi atas kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2).

 

 

(2)

Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi yang ditandatangani oleh KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) atau Pejabat Pembuat komitmen (PPK) dan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama.

 

 

(3)

Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan salah satu persyaratan dalam pencairan dana Dukungan Kelayakan.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur verifikasi diatur oleh KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dengan memperhatikan efektifitas dan kepastian pencairan dana Dukungan Kelayakan.

 

 

Pasal 24

 

 

(1)

Berdasarkan Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), PPK membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk disampaikan kepada Pejabat Penandatangan SPM dengan dilampiri dokumen berupa:

 

 

 

a.

Berita Acara Verifikasi;

 

 

 

b.

Kuitansi pembayaran; dan

 

 

 

c.

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM), yang dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

(2)

Berdasarkan SPP yang diajukan oleh PPK, Pejabat Penandatangan SPM mengajukan pengujian sebagai berikut:

 

 

 

a.

pemeriksaan keabsahan DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya;

 

 

 

b.

nilai tagihan yang harus dibayar;

 

 

 

c.

pemeriksaan kelengkapan dokumen tagihan pembayaran;

 

 

 

d.

memperhitungkan pajak-pajak yang timbul sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan

 

 

 

e.

mencocokkan tanda tangan PPK dengan spesimen yang diterima.

 

 

(3)

Pejabat Penandatangan SPM membuat, menandatangani, dan menyampaikan SPM ke KPPN berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan dilampiri:

 

 

 

a.

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) dari KPA/PPK, yang dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

 

 

 

b.

Faktur pajak dan Surat Setoran Pajak (apabila ada);

 

 

 

c.

Surat Pernyataan Telah Diverifikasi dari KPA, yang dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan

 

 

 

d.

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari KPA, yang dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

(4)

Dalam hal SPP yang diajukan tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Penandatangan SPM mengembalikan SPP dan dokumen tagihan dan/atau yang disetarakan kepada PPK untuk diperbaiki dan/atau dilengkapi.

 

 

(5)

Berdasarkan penerbitan SPM oleh pejabat penerbit SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk disampaikan kepada Bank Operasional.

 

 

(6)

Berdasarkan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Bank Operasional melakukan pencairan dana pemberian Dukungan Kelayakan untuk rekening Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama.

 

 

BAB VI

 

 

PENGAWASAN PROYEK KERJA SAMA

 

 

Pasal 25

 

 

(1)

Pengawasan atas kemajuan pelaksanaan Proyek Kerja Sama dilakukan selama Masa Konstruksi dan Masa Operasional.

 

 

(2)

Pengawasan Proyek Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Konsultan Independen, PJPK, dan Komite Dukungan Kelayakan.

 

 

(3)

Pengadaan Konsultan Independen selama pelaksanaan Masa Konstruksi dilakukan oleh PJPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(4)

Ketentuan mengenai pengawasan Proyek Kerja Sama diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

BAB VII

 

 

PENCATATAN DAN PELAPORAN

 

 

Pasal 26

 

 

(1)

PA/KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 wajib menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan pengelolaan Dukungan Kelayakan.

 

 

(2)

Tata cara akuntansi dan pelaporan atas pengelolaan Dukungan Kelayakan mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai sistem akuntansi transaksi khusus.

 

 

BAB VIII

 

 

KETENTUAN PERALIHAN

 

 

Pasal 27

 

 

Pemberian Dukungan Kelayakan untuk Proyek Kerja Sama yang sudah melaksanakan tahap Pra Kualifikasi sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri ini dapat dilanjutkan prosesnya dengan mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

 

 

BAB IX

 

 

KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 28

 

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

             

Ditetapkan di Jakarta

             

pada tanggal 21 Desember 2012

             

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

             

                                 ttd.

             

             AGUS D.W. MARTOWARDOJO

               

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 21 Desember 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                 REPUBLIK INDONESIA,

                                  ttd.

                      AMIR SYAMSUDIN

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1311