MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49/PMK.02/2012


TENTANG


TATA CARA REVISI ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2012


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2012 serta percepatan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga, perlu dilakukan perubahan atas Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2012;

 

 

b.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, tata cara perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

 

 

c.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2012, perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2012 ditetapkan oleh Menteri Keuangan;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2012;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

   

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

   

3.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5254);

   

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405);

 

 

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178);

 

 

6.

Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

 

 

7.

Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2012;

 

 

8.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

 

 

9.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran;

 

 

10.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pergeseran Anggaran Belanja dari Bagian Anggaran Bendaharan Umum Negara Pengelola Belanja Lainnya (BA 999.08) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011;

 

 

11.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah;

 

 

12.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.05/2012 tentang Pelaksanaan Sisa Pekerjaan Tahun Berkenaan yang Dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran Berikutnya.

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA REVISI ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2012.

 

 

BAB I

 

 

KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

2.

Kementerian Negara yang selanjutnya disingkat Kementerian, adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

 

 

3.

Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

 

 

4.

Revisi Anggaran adalah perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat yang telah ditetapkan berdasarkan APBN Tahun Anggaran 2012, Surat Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (SP RKA-K/L) Tahun Anggaran 2012 dan/atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2012.

 

 

5.

Satuan Kerja, yang selanjutnya disingkat Satker, adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa kegiatan dan membebani dana APBN.

 

 

6.

Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur.

 

 

7.

Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II/Satker atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai Keluaran dengan indikator kinerja yang terukur.

 

 

8.

Kegiatan Prioritas Nasional adalah kegiatan yang ditetapkan didalam Buku I Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012 yang menjadi tanggung jawab Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

 

 

9.

Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan adalah Program/Kegiatan/Keluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah setelah Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012 ditetapkan.

 

 

10.

Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga adalah kegiatan-kegiatan selain kegiatan prioritas nasional dan/atau kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.

 

 

11.

Kegiatan Operasional, yang selanjutnya disebut Biaya Operasional, adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya meliputi pembayaran gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, uang makan, dan pembayaran yang terkait dengan belanja pegawai (Komponen 001) dan kebutuhan sehari-hari perkantoran, langganan daya dan jasa, pemeliharaan kantor, dan pembayaran yang terkait dengan pelaksanaan operasional kantor (Komponen 002), termasuk tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor.

 

 

12.

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BUN) Pengelola Belanja Lainnya (BA 999.08) yang selanjutnya disebut BA 999.08 adalah bagian anggaran BUN yang menampung Belanja Pemerintah Pusat di luar Belanja Pembayaran Bunga Utang, Hibah, Subsidi, dan Transaksi Khusus, yang pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

 

 

13.

Komponen Input, yang selanjutnya disebut Komponen, adalah bagian atau tahapan Kegiatan yang dilaksanakan untuk menghasilkan sebuah Keluaran.

 

 

14.

Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan dalam satu program.

 

 

15.

Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.

 

 

16.

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disingkat RKA-K/L, adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

 

 

17.

Surat Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disingkat SP RKA-K/L, adalah alokasi anggaran yang ditetapkan menurut unit organisasi dan program dan dirinci ke dalam Satker-Satker berdasarkan hasil penelaahan RKA-K/L termasuk SP RKA-Bendahara Umum Negara (BUN) khusus untuk belanja.

 

 

18.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

 

 

19.

Hasil Optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai.

 

 

20.

Perubahan Pagu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah perubahan pagu sebagai akibat kelebihan realisasi PNBP dari target yang direncanakan dalam APBN.

 

 

21.

Lanjutan Pinjaman Proyek/Hibah Luar Negeri (PHLN) atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri (PHDN) adalah penggunaan kembali sisa alokasi anggaran yang bersumber dari PHLN/PHDN yang tidak terserap.

 

 

22.

Percepatan Penarikan PHLN/PHDN adalah tambahan dana untuk alokasi anggaran yang berasal dari total pagu PHLN/PHDN untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan dalam rangka percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada tahun 2012.

 

 

23.

Keadaan Kahar adalah kondisi/keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, meliputi bencana alam, bencana non alam, pemogokan, kebakaran, dan/atau gangguan industri lainnya sebagaimana ditetapkan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri teknis terkait.

 

 

24.

Subsidi Energi adalah subsidi dalam bentuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Liquefied Petrolium Gas (LPG), dan subsidi listrik.

 

 

BAB II

 

 

RUANG LINGKUP DAN BATASAN REVISI ANGGARAN

 

 

Bagian Kesatu

 

 

Ruang Lingkup Revisi Anggaran

 

 

Pasal 2

   

(1)

Revisi Anggaran terdiri atas:

 

 

 

a.

perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;

 

 

 

b.

perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/atau

 

 

 

c.

perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.

 

 

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan alokasi anggaran dan/atau perubahan jenis belanja dan/atau volume Keluaran pada:

 

 

 

a.

Kegiatan;

 

 

 

b.

Satker;

 

 

 

c.

Program;

 

 

 

d.

Kementerian/Lembaga; dan/atau

 

 

 

e.

APBN.

 

 

Pasal 3

   

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 juga dilakukan dalam hal terjadi:

 

 

a.

perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2012;

 

 

b.

penerapan pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi (Reward and Punishment System);

 

 

c.

Instruksi Presiden mengenai penghematan anggaran; dan/atau

 

 

d.

kebijakan pemerintah lainnya.

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sebagai akibat dari adanya hal-hal sebagai berikut:

 

 

 

a.

kelebihan realisasi PNBP di atas target yang direncanakan dalam APBN;

 

 

 

b.

lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN;

 

 

 

c.

Percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN;

 

 

 

d.

penerimaan Hibah Luar Negeri (HLN)/Hibah Dalam Negeri (HDN) setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan yang diterima oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga;

 

 

 

e.

penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan yang diterima dalam bentuk uang dan dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga;

 

 

 

f.

penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU;

 

 

 

g.

pengurangan alokasi PHLN dan/atau PHDN;

 

 

 

h.

perubahan parameter dalam penghitungan Subsidi Energi; dan/atau

 

 

 

i.

perubahan parameter dalam perhitungan bunga utang.

 

 

(2)

Perubahan rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan berupa :

 

 

 

a.

penambahan alokasi anggaran pada Keluaran/Kegiatan/Program/Satker/Kementerian/Lembaga/APBN dan penambahan volume Keluaran;

 

 

 

b.

penambahan alokasi anggaran pada Keluaran/Kegiatan/Program/Satker/Kementerian/Lembaga/APBN dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

c.

pengurangan alokasi anggaran pada Keluaran/Kegiatan/Program/Satker/Kementerian/Lembaga/APBN dan pengurangan volume Keluaran; atau

 

 

 

d.

pengurangan alokasi anggaran pada Keluaran/Kegiatan/Program/Satker/Kementerian/Lembaga/APBN dan volume Keluaran tetap.

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai akibat dari adanya hal-hal sebagai berikut:

 

 

 

a.

Hasil Optimalisasi;

 

 

 

b.

kekurangan Biaya Operasional;

 

 

 

c.

perubahan prioritas penggunaan anggaran;

 

 

 

d.

perubahan kebijakan pemerintah; dan/atau

 

 

 

e.

Keadaan Kahar.

 

 

(2)

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

 

 

 

a.

pergeseran dalam Keluaran yang sama atau antar Keluaran dalam satu Kegiatan dan satu Satker;

 

 

 

b.

pergeseran dalam Keluaran yang sama dan antar Satker atau antar Keluaran dan antar Satker dalam Kegiatan yang sama;

 

 

 

c.

pergeseran antar Kegiatan dalam satu Program dan satu Satker;

 

 

 

d.

pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam satu Program;

 

 

 

e.

realokasi anggaran antar Kegiatan/antar Satker/antar Program dalam rangka tanggap darurat bencana;

 

 

 

f.

pergeseran antar Program dalam satu unit Eselon I dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;

 

 

 

g.

pergeseran antar Program dan antar unit Eselon I dalam satu bagian anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;

 

 

 

h.

pergeseran antar Program dan antar bagian anggaran dari BA 999.08 ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga;

 

 

 

i.

perubahan karena pencairan blokir/tanda bintang (*); dan/atau

 

 

 

j.

perubahan/penambahan rumusan kinerja.

 

 

Pasal 6

 

 

Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c meliputi:

 

 

a.

ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama dan sudah direalisasikan;

 

 

b.

ralat kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);

 

 

c.

perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/atau Satker sepanjang kode tetap;

 

 

d.

ralat kode nomor register PHLN/PHDN;

 

 

e.

ralat kode kewenangan;

 

 

f.

ralat kode lokasi;

 

 

g.

ralat cara penarikan PHLN/PHDN;

 

 

h.

ralat sumber dana terkait perubahan komposisi pendanaan dan/atau kesalahan pencantuman;

 

 

i.

ralat pencantuman volume Keluaran yang berbeda dengan penjumlahan volume sub Keluaran;

 

 

j.

ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran yang berbeda antara RKA-K/L dan DIPA; dan/atau

 

 

k.

ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran yang berbeda antara RKA-K/L dan RKP atau hasil kesepakatan DPR-RI.

   

Bagian Kedua

   

Batasan Revisi Anggaran

   

Pasal 7

   

Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi anggaran terhadap:

   

a.

kebutuhan Biaya Operasional Satker kecuali untuk memenuhi Biaya Operasional pada Satker sepanjang masih dalam peruntukan yang sama dan kebutuhan Biaya Operasional masih mencukupi;

   

b.

alokasi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor kecuali untuk memenuhi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor pada Satker lain;

   

c.

kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana kecuali untuk memenuhi kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana pada Satker lain;

   

d.

pembayaran berbagai tunggakan;

   

e.

paket pekerjaan yang bersifat multiyears;

 

 

f.

Rupiah Murni Pendamping (RMP) sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut (on-going); dan/atau

 

 

g.

paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus.

 

 

Pasal 8

 

 

Revisi Anggaran dapat dilakukan setelah volume Keluaran yang tercantum dalam DIPA tercapai dan/atau dijamin tercapai dan tidak mengakibatkan pengurangan volume Keluaran terhadap:

 

 

a.

Kegiatan Prioritas Nasional; dan/atau

 

 

b.

Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Hasil Optimalisasi dapat digunakan dengan ketentuan:

 

 

 

a.

antar Kegiatan dalam satu Program dan satu Satker dan/atau pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam satu Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c dan huruf d serta digunakan untuk hal-hal yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan atau yang tidak dapat ditunda;

 

 

 

b.

pergeseran dalam Keluaran yang sama atau antar Keluaran dalam satu Kegiatan dan satu Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berupa:

 

 

 

 

1)

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran termasuk dalam rangka adendum kontrak sampai dengan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak; dan/atau

 

 

 

 

2)

penyediaan anggaran untuk persiapan pengadaan barang dan jasa untuk tahun anggaran berikutnya.

 

 

(2)

Kegiatan lain yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan atau yang tidak dapat ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

 

 

 

a.

Kegiatan yang bersifat prioritas, yakni Kegiatan Prioritas Nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan yang merupakan penugasan atau menjadi tanggung jawab Kementerian/Lembaga yang bersangkutan dalam rangka menambah volume Keluaran atau percepatan pencapaian kinerja;

 

 

 

b.

Kegiatan yang bersifat mendesak, yakni Kegiatan-Kegiatan yang harus segera dilaksanakan sebagai akibat adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan paling rendah setingkat Peraturan Menteri dan belum direncanakan sebelumnya;

 

 

 

c.

Kegiatan yang bersifat kedaruratan, yakni Kegiatan-Kegiatan yang harus segera dilaksanakan sebagai akibat adanya bencana atau keadaan Kahar dan belum direncanakan sebelumnya; dan/atau

 

 

 

d.

Kegiatan yang tidak dapat ditunda, yakni Kegiatan-Kegiatan yang harus dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan menimbulkan biaya yang lebih besar dan belum direncanakan sebelumnya.

 

 

(3)

Kegiatan lain yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan, atau yang tidak dapat ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi surat pernyataan yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

 

 

(4)

Biaya persiapan pengadaan barang dan jasa untuk tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2) meliputi antara lain biaya pengumuman lelang, pengadaan dokumen lelang, dan penyelenggaraan lelang untuk paket-paket pekerjaan yang akan dikontrakan pada tahun 2013 dan telah dialokasikan anggarannya di dalam RKA-K/L Tahun Anggaran 2013.

 

 

(5)

Biaya persiapan pengadaan barang dan jasa untuk tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Komponen baru pada Keluaran yang menghasilkan optimalisasi.

 

 

(6)

Format surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Bagian Ketiga

 

 

Perubahan Rincian Anggaran Yang Disebabkan Penambahan Atau Pengurangan
Pagu Anggaran Belanja Termasuk Pergeseran Rincian Anggaran Belanjanya

 

 

Pasal 10

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya kelebihan realisasi PNBP di atas target yang direncanakan dalam APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a merupakan tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Kementerian/Lembaga.

 

 

(2)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya kelebihan realisasi PNBP di atas target yang direncanakan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2012 dan diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

dapat digunakan oleh Kementerian/Lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan izin penggunaan yang berlaku;

 

 

 

b.

termasuk adanya jenis PNBP baru yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah dan penerimaan serta penggunaan dari jenis PNBP dimaksud belum tercantum dalam APBN;

 

 

 

c.

termasuk adanya Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan penggunaan sebagian dana yang berasal dari PNBP yang baru, atau tambahan besaran (persentase) persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP;

 

 

 

d.

termasuk kontrak/kerjasama/nota kesepahaman atau dokumen yang dipersamakan; atau

 

 

 

e.

termasuk adanya Satker PNBP/BLU baru.

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2012.

 

 

(2)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang PHLN/PHDN belum closing date.

 

 

(3)

Lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2012 serta pinjaman yang bersumber dari pinjaman komersial dan fasilitas kredit ekspor yang bukan merupakan kelanjutan proyek multiyears.

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya Percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c merupakan optimalisasi pemanfaatan dana yang bersumber dari PHLN dan/atau PHDN dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2012.

 

 

(2)

Percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2012.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan yang diterima oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2012.

 

 

(2)

Penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rincian peruntukannya dituangkan dalam dokumen RKA-K/L dan diajukan oleh Kementerian/Lembaga.

 

 

Pasal 14

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan yang diterima dalam bentuk uang dan dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2012.

 

 

(2)

Tata cara pencatatan dan pelaporan untuk penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan yang diterima dalam bentuk uang dan dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Mekanisme Pengelolaan Hibah.

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f merupakan tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Satker BLU dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2012.

 

 

(2)

Tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Satker BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:

 

 

 

a.

realisasi PNBP di atas target yang direncanakan; dan/atau

 

 

 

b.

penggunaan saldo BLU dari tahun sebelumnya.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Revisi Anggaran tentang penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya pengurangan alokasi PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g bersifat mengurangi pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2012.

 

 

(2)

Pengurangan alokasi PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:

 

 

 

a.

paket Kegiatan/proyek yang didanai dari PHLN dan/atau PHDN telah selesai dilaksanakan dan target kinerjanya telah terpenuhi serta sisa alokasi anggarannya tidak diperlukan lagi;

 

 

 

b.

terjadi perubahan penjadwalan pembiayaan (cost table) yang disetujui oleh pemberi PHLN dan/atau PHDN; atau

 

 

 

c.

adanya pembatalan alokasi PHLN dan/atau PHDN.

 

 

(3)

Dana Rupiah Murni Pendamping (RMP) yang telah dialokasikan untuk paket Kegiatan/proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan/direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping (RMP) pada paket Kegiatan/proyek yang lain atau menambah volume Keluaran.

 

 

Pasal 17

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya perubahan parameter dalam penghitungan Subsidi Energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h merupakan tambahan alokasi anggaran yang diberikan untuk memenuhi pembayaran Subsidi Energi dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2012.

 

 

(2)

Tambahan alokasi anggaran yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

merupakan selisih antara alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN dengan hasil perhitungan sesuai perubahan parameter;

 

 

 

b.

diberikan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan; dan

 

 

 

c.

tata cara pembayaran subsidi dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran subsidi di bidang energi.

 

 

Pasal 18

 

 

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan perubahan parameter dalam perhitungan bunga utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf i merupakan tambahan/pengurangan alokasi anggaran dalam rangka pembayaran bunga utang karena adanya perubahan kurs.

 

 

Bagian Keempat

 

 

Perubahan atau Pergeseran Rincian Anggaran Dalam Hal Pagu Anggaran Tetap

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Pergeseran dalam Keluaran yang sama atau antar Keluaran dalam satu Kegiatan dan satu Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a terdiri atas:

 

 

 

a.

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran termasuk dalam rangka adendum kontrak sampai dengan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak;

 

 

 

b.

pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

c.

pergeseran anggaran dan pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga;

 

 

 

d.

pergeseran antarjenis belanja;

 

 

 

e.

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;

 

 

 

f.

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs;

 

 

 

g.

pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP; dan/atau

 

 

 

h.

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang belum selesai pada tahun anggaran sebelumnya.

 

 

(2)

Dalam hal pergeseran anggaran dilaksanakan melalui pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

Pasal 20

 

 

(1)

Pergeseran dalam Keluaran yang sama dan antar Satker atau antar Keluaran dan antar Satker dalam Kegiatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b terdiri atas:

 

 

 

a.

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran;

 

 

 

b.

pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

c.

pergeseran anggaran dan pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga;

 

 

 

d.

pergeseran antar jenis belanja;

 

 

 

e.

pergeseran antar provinsi/kabupaten/kota untuk memenuhi Biaya Operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah;

 

 

 

f.

pergeseran dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk Kegiatan dalam rangka Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama, atau dalam satu provinsi untuk Kegiatan dalam rangka Dekonsentrasi;

 

 

 

g.

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu;

 

 

 

h.

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2011; dan/atau

 

 

 

i.

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs.

 

 

(2)

Dalam hal pergeseran anggaran dilaksanakan melalui pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

Pasal 21

 

 

(1)

Pergeseran antar Kegiatan dalam satu Program dan satu Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c terdiri atas:

 

 

 

a.

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran;

 

 

 

b.

pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

c.

pergeseran anggaran dan pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga;

 

 

 

d.

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;

 

 

 

e.

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu;

 

 

 

f.

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2011;

 

 

 

g.

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs;

 

 

 

h.

pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP; dan/atau

 

 

 

i.

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang belum selesai pada tahun anggaran sebelumnya.

 

 

(2)

Dalam hal pergeseran anggaran dilaksanakan melalui pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

Pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam satu Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d terdiri atas:

 

 

 

a.

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran;

 

 

 

b.

pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

c.

pergeseran anggaran dan pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga;

 

 

 

d.

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional dan pembukaan kantor baru;

 

 

 

e.

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu;

 

 

 

f.

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2011; dan/atau

 

 

 

g.

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs.

 

 

(2)

Dalam hal pergeseran anggaran dilaksanakan melalui pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Realokasi anggaran antar Kegiatan/antar Satker/antar Program dalam rangka tanggap darurat bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e dapat digunakan untuk mendanai pelaksanaan mitigasi bencana, tanggap darurat, dan penanganan pasca bencana.

 

 

(2)

Realokasi anggaran dalam rangka tanggap darurat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pengguna Anggaran dengan dilengkapi alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

 

Pasal 24

 

 

Pergeseran antar Program dalam satu unit Eselon I dan/atau pergeseran antar Program dan antar unit eselon I dalam satu bagian anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f dan huruf g dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

a.

pergeseran dimaksud berasal dari dan hanya untuk Biaya Operasional; dan

 

 

b.

tidak mengakibatkan kekurangan kebutuhan Biaya Operasional pada Program asal setelah dilakukan pergeseran.

 

 

Pasal 25

 

 

(1)

Pergeseran antar Program dan antar bagian anggaran dari BA 999.08 ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf h bersifat insidentil dan menambah pagu anggaran belanja Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2012 namun tidak menjadi dasar perhitungan untuk penetapan alokasi anggaran tahun berikutnya.

 

 

(2)

Tata cara Revisi Anggaran untuk pergeseran anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Tata Cara Pergeseran Anggaran Belanja dari BA 999.08 ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

 

 

Pasal 26

 

 

(1)

Perubahan karena pencairan blokir/tanda bintang (*) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf i terdiri atas:

 

 

 

a.

pencairan blokir/tanda bintang (*) karena telah dilengkapinya syarat administratif berupa dokumen pendukung seperti:

       

1)

Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term of Reference (TOR) dan Rincian Anggaran Biaya (RAB);

       

2)

loan agreement dan/atau grant agreement dan Nomor Register;

 

 

 

 

3)

Annual Work Plan (AWP) PHLN;

 

 

 

 

4)

dokumen studi kelayakan dan Detailed Engineering Design (DED);

 

 

 

 

5)

dokumen rincian alokasi anggaran dalam rangka Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan menurut SKPD;

 

 

 

 

6)

Rencana Bisnis Anggaran (RBA) BLU;

 

 

 

 

7)

peraturan perundangan sebagai dasar pengalokasian;

 

 

 

 

8)

peraturan atas pembentukan organisasi termasuk reorganisasi;

 

 

 

 

9)

SK pembentukan Tim;

 

 

 

 

10)

SK pemberian tunjangan;

 

 

 

 

11)

persetujuan DPR RI;

 

 

 

 

12)

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM);

 

 

 

 

13)

risalah lelang;

 

 

 

 

14)

dokumen clearance;

 

 

 

 

15)

hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rangka pembayaran eskalasi;

 

 

 

 

16)

hasil audit BPKP dalam rangka pembayaran tunggakan;

 

 

 

 

17)

referensi harga untuk input yang tidak tercantum dalam standar biaya masukan;

 

 

 

 

18)

ijin prinsip dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) untuk pakaian dinas/seragam;

 

 

 

 

19)

ijin penggunaan PNBP/Penerimaan BLU;

 

 

 

 

20)

penggunaan belanja pegawai transito;

 

 

 

b.

pencairan blokir/tanda bintang (*) terhadap Kegiatan yang sudah jelas peruntukannya namun masih terpusat;

 

 

 

c.

pencairan blokir/tanda bintang (*) dana output cadangan.

 

 

(2)

Pencairan blokir/tanda bintang (*) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah persyaratan dipenuhi dengan lengkap dan benar.

 

 

Pasal 27

 

 

(1)

Perubahan/penambahan rumusan kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf j terdiri atas:

 

 

 

a.

perubahan/penambahan rumusan Keluaran; dan/atau

 

 

 

b.

perubahan/penambahan rumusan selain rumusan Keluaran.

 

 

(2)

Perubahan/penambahan rumusan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan:

 

 

 

a.

sebagai akibat adanya penyempurnaan rumusan nomenklatur, perubahan tugas fungsi unit dan/atau adanya tambahan penugasan;

 

 

 

b.

sepanjang tidak mengubah pagu anggaran dan tidak mengurangi volume Keluaran Kegiatan Prioritas Nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.

 

 

(3)

Tata cara perubahan/penambahan rumusan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sebagai berikut:

 

 

 

a.

usulan perubahan/penambahan rumusan Keluaran diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga selaku KPA kepada Direktur Jenderal Anggaran;

 

 

 

b.

hasil perubahan/penambahan rumusan Keluaran sebagai dasar untuk melakukan perubahan database RKA-K/L/DIPA;

 

 

 

c.

berdasarkan perubahan database RKA-K/L/DIPA menjadi dasar pengajuan revisi SP RKA-K/L kepada Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

(4)

Perubahan/penambahan rumusan selain rumusan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan:

 

 

 

a.

sebagai akibat adanya re-organisasi atau penyempurnaan perumusan nomenklatur antara lain nomenklatur program, indikator kinerja program, kegiatan, indikator kinerja kegiatan, fungsi, perubahan tugas fungsi unit dan/atau adanya tambahan penugasan; dan

 

 

 

b.

sepanjang tidak mengubah pagu anggaran dan tidak mengurangi volume Keluaran Kegiatan Prioritas Nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.

 

 

(5)

Tata cara perubahan/penambahan rumusan selain rumusan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur sebagai berikut:

 

 

 

a.

usulan perubahan/penambahan rumusan selain rumusan Keluaran diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga selaku KPA kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Deputi Pendanaan Pembangunan Bappenas;

 

 

 

b.

perubahan/penambahan rumusan selain rumusan Keluaran dapat ditetapkan sepanjang telah disepakati dalam pertemuan tiga pihak antara Kementerian Perencanaan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian/Lembaga yang bersangkutan;

 

 

 

c.

hasil perubahan/penambahan rumusan selain rumusan Keluaran sebagai dasar untuk melakukan perubahan database RKA-KL/DIPA;

 

 

 

d.

berdasarkan perubahan database RKA-KL/DIPA menjadi dasar pengajuan revisi SP RKA-K/L kepada Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

Pasal 28

 

 

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian Kegiatan-Kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2011 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf h, Pasal 21 ayat (1) huruf f, dan Pasal 22 ayat (1) huruf f dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran Kegiatan Prioritas Nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.

 

 

(2)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendanaannya bersumber dari pagu anggaran Kementerian/Lembaga yang bersangkutan Tahun Anggaran 2012.

 

 

Pasal 29

 

 

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf f, Pasal 20 ayat (1) huruf i, Pasal 21 ayat (1) huruf g, dan Pasal 22 ayat (1) huruf g merupakan pergeseran anggaran rupiah karena adanya kekurangan alokasi anggaran untuk pembayaran sebuah kontrak dalam valuta asing sebagai akibat adanya selisih kurs.

 

 

(2)

Pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang selisih tersebut terjadi setelah kontrak ditandatangani dan diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

merupakan selisih antara nilai kurs yang digunakan dalam APBN dengan nilai kurs pada saat transaksi dilakukan;

 

 

 

b.

pergeseran alokasi anggaran yang dilakukan paling tinggi sebesar nilai kontrak dikalikan dengan selisih kurs sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan

 

 

 

c.

kebutuhan anggaran untuk memenuhi selisih kurs menggunakan alokasi anggaran Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

 

 

Pasal 30

 

 

(1)

Pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf g dan Pasal 21 ayat (1) huruf h dapat dilakukan dalam rangka mempercepat pencapaian Kinerja Satker BLU.

 

 

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Revisi Anggaran mengenai pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

Pasal 31

 

 

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf g, Pasal 21 ayat (1) huruf e, dan Pasal 22 ayat (1) huruf e dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran Kegiatan Prioritas Nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.

 

 

(2)

Dalam hal pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nilainya untuk jumlah seluruh tunggakan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ke atas per DIPA per Satker harus dilampiri hasil verifikasi BPKP setempat.

 

 

Pasal 32

 

 

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang belum selesai pada tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf h dan Pasal 21 ayat (1) huruf i merupakan lanjutan pekerjaan yang bukan merupakan multiyears project.

 

 

(2)

Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang belum selesai pada tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Pelaksanaan Sisa Pekerjaan Tahun Anggaran Berkenaan yang Dibebankan pada DIPA Tahun Anggaran Berikutnya.

 

 

BAB III

 

 

KEWENANGAN DAN TATA CARA REVISI ANGGARAN

 

 

Bagian Kesatu

 

 

Revisi Anggaran Pada Direktorat Jenderal Anggaran

 

 

Pasal 33

 

 

(1)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran meliputi:

 

 

 

a.

perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;

 

 

 

b.

perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/atau

 

 

 

c.

perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.

 

 

(2)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai akibat adanya:

 

 

 

a.

kelebihan realisasi PNBP di atas target yang direncanakan dalam APBN;

 

 

 

b.

lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN;

 

 

 

c.

Percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN;

 

 

 

d.

penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan yang diterima oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga;

 

 

 

e.

pengurangan alokasi PHLN dan/atau PHDN;

 

 

 

f.

perubahan parameter dalam penghitungan Subsidi Energi; dan/atau

 

 

 

g.

perubahan parameter dalam perhitungan bunga utang.

 

 

(3)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

 

 

 

a.

pergeseran dalam Keluaran yang sama atau antar Keluaran dalam satu Kegiatan dan satu Satker meliputi pergeseran anggaran dan pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga;

 

 

 

b.

pergeseran dalam Keluaran yang sama dan antar Satker atau antar Keluaran dan antar Satker dalam Kegiatan yang sama meliputi:

       

1)

pergeseran anggaran dan pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga;

       

2)

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian kegiatan-Kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2011;

     

c.

pergeseran antar Kegiatan dalam satu Program dan satu Satker meliputi:

 

 

 

 

1)

pergeseran anggaran dan pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga;

 

 

 

 

2)

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian kegiatan-Kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2011.

 

 

 

d.

pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam satu Program meliputi:

 

 

 

 

1)

pergeseran anggaran dan pengurangan volume Keluaran Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga;

 

 

 

 

2)

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian Kegiatan-Kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2011;

 

 

 

e.

realokasi anggaran antar Kegiatan/antar Satker/antar Program dalam rangka tanggap darurat bencana;

 

 

 

f.

pergeseran antar Program dan antar bagian anggaran yaitu pergeseran anggaran dari BA 999.08 ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

 

 

 

g.

perubahan karena pencairan blokir/tanda bintang (*) meliputi:

 

 

 

 

1)

pencairan blokir/tanda bintang (*) karena telah dilengkapinya syarat administratif meliputi:

 

 

 

 

 

a)

Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term of Reference (TOR) dan Rincian Anggaran Biaya (RAB);

 

 

 

 

 

b)

Annual Work Plan (AWP) PHLN;

 

 

 

 

 

c)

dokumen rincian alokasi anggaran dalam rangka Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan menurut SKPD;

 

 

 

 

 

d)

dokumen studi kelayakan dan Detailed Engineering Design (DED);

 

 

 

 

 

e)

Rencana Bisnis Anggaran (RBA) BLU;

 

 

 

 

 

f)

peraturan perundangan sebagai dasar pengalokasian;

 

 

 

 

 

g)

peraturan atas pembentukan organisasi termasuk reorganisasi;

 

 

 

 

 

h)

SK pembentukan Tim;

 

 

 

 

 

i)

SK pemberian tunjangan;

 

 

 

 

 

j)

persetujuan DPR RI;

 

 

 

 

 

k)

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM);

 

 

 

 

 

l)

risalah lelang;

 

 

 

 

 

m)

dokumen clearance;

 

 

 

 

 

n)

hasil audit BPKP dalam rangka pembayaran eskalasi;

 

 

 

 

 

o)

referensi harga untuk input yang tidak tercantum dalam standar biaya masukan;

 

 

 

 

 

p)

ijin prinsip dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) untuk pakaian dinas/seragam;

 

 

 

 

 

q)

Ijin penggunaan PNBP/Penerimaan BLU;

 

 

 

 

2)

pencairan blokir/tanda bintang (*) terhadap Kegiatan yang sudah jelas peruntukannya namun masih terpusat; dan/atau

 

 

 

 

3)

pencairan blokir/tanda bintang (*) dana output cadangan;

 

 

 

h.

perubahan/penambahan rumusan kinerja meliputi:

 

 

 

 

1)

perubahan/penambahan rumusan Keluaran; dan/atau

 

 

 

 

2)

perubahan/penambahan rumusan selain rumusan Keluaran.

 

 

(4)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

 

 

 

a.

ralat sumber dana terkait perubahan komposisi pendanaan; dan

 

 

 

b.

ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran yang berbeda antara RKA-K/L dan RKP atau hasil kesepakatan DPR-RI.

 

 

Pasal 34

 

 

(1)

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I/Kementerian/Lembaga selaku KPA menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

(2)

Direktur Jenderal Anggaran menelaah dan menetapkan Revisi Anggaran atas nama Menteri Keuangan yang dituangkan dalam perubahan SP RKA-K/L paling lambat dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap dan benar.

 

 

(3)

Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan perubahan SP RKA-K/L beserta ADK kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga selaku KPA.

 

 

(4)

Berdasarkan perubahan SP RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I/Kepala Satker Kementerian/Lembaga selaku KPA menyusun dan menandatangani revisi DIPA untuk selanjutnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(5)

Perubahan SP RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar pengesahan Revisi DIPA dan/atau penerbitan Daftar Revisi Anggaran (DRA) oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.

 

 

(6) 

DRA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar pengesahan revisi DIPA oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.

 

 

(7) 

Alur dokumen dan proses Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 35

 

 

(1)

Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang diajukan oleh Kementerian/Lembaga memuat substansi yang meliputi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Anggaran memproses/menyelesaikan Revisi Anggaran yang diusulkan.

 

 

(2)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

Bagian Kedua

 

 

Revisi Anggaran pada Kantor Pusat/Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan

 

 

Pasal 36

 

 

(1)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Pusat/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi:

 

 

 

a.

perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;

 

 

 

b.

perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/atau

 

 

 

c.

perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.

 

 

(2)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Pusat/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

 

 

 

a.

penerimaan HLN/HDN Negeri setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan yang diterima dalam bentuk uang dan dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga; dan/atau

 

 

 

b.

penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU.

 

 

(3)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Pusat/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

 

 

 

a.

pergeseran dalam Keluaran yang sama atau antar Keluaran dalam satu Kegiatan dan satu Satker meliputi :

 

 

 

 

1)

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran termasuk dalam rangka adendum kontrak sampai dengan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak;

 

 

 

 

2)

pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

 

3)

pergeseran antar jenis belanja;

 

 

 

 

4)

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;

 

 

 

 

5)

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs;

 

 

 

 

6)

pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP; dan/atau

 

 

 

 

7)

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang belum selesai pada tahun anggaran sebelumnya.

 

 

 

b.

Pergeseran dalam Keluaran yang sama dan antar Satker atau antar Keluaran dan antar Satker dalam Kegiatan yang sama meliputi:

 

 

 

 

1)

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran;

 

 

 

 

2)

pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

 

3)

pergeseran antarjenis belanja;

 

 

 

 

4)

pergeseran antar provinsi/kabupaten/kota untuk memenuhi Biaya Operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah;

 

 

 

 

5)

pergeseran dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk Kegiatan dalam rangka Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama, atau dalam satu provinsi untuk Kegiatan dalam rangka Dekonsentrasi;

 

 

 

 

6)

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu; dan/atau

 

 

 

 

7)

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs;

 

 

 

c.

Pergeseran antar Kegiatan dalam satu Program dan satu Satker meliputi :

 

 

 

 

1)

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran;

 

 

 

 

2)

pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

 

3)

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;

 

 

 

 

4)

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu;

 

 

 

 

5)

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs;

 

 

 

 

6)

pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP; dan/atau

 

 

 

 

7)

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang belum selesai pada tahun anggaran sebelumnya;

 

 

 

d.

pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam satu Program meliputi:

 

 

 

 

1)

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran;

 

 

 

 

2)

pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

 

3)

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional dan pembukaan kantor baru;

 

 

 

 

4)

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu; dan/atau

 

 

 

 

5)

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs;

 

 

 

e.

pergeseran antar Program dalam satu unit Eselon I dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;

 

 

 

f.

pergeseran antar Program dan antar unit Eselon I dalam satu bagian anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;

 

 

 

g.

pencairan blokir/tanda bintang (*) karena telah dilengkapinya syarat administratif meliputi:

 

 

 

 

1)

loan agreement dan/atau grant agreement dan Nomor Register; dan

 

 

 

 

2)

hasil audit BPKP dalam rangka pembayaran tunggakan.

 

 

(4)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Pusat/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

 

 

 

a.

ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama dan sudah direalisasikan;

 

 

 

b.

ralat kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);

 

 

 

c.

perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/atau Satker sepanjang kode tetap;

 

 

 

d.

ralat kode nomor register PHLN/PHDN;

 

 

 

e.

ralat kode kewenangan;

 

 

 

f.

ralat kode lokasi;

 

 

 

g.

ralat cara penarikan PHLN/PHDN;

 

 

 

h.

ralat kesalahan pencantuman sumber dana;

 

 

 

i.

ralat pencantuman volume Keluaran yang berbeda dengan penjumlahan volume sub Keluaran; dan/atau

 

 

 

j.

ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran yang berbeda antara RKA-K/L dan DIPA.

 

 

Pasal 37

 

 

(1)

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I/Kepala Satuan Kerja Kementerian/Lembaga selaku KPA menyampaikan usulan Revisi DIPA kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

Dalam hal usulan Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b dan huruf d lokasi Satker-Satker yang mengusulkan Revisi DIPA berada pada wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda, usulan Revisi DIPA diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(3)

Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan mencocokkan dan meneliti usulan Revisi DIPA dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9.

 

 

(4)

Berdasarkan hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Perbendaharaan/ Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan Revisi DIPA atas nama Menteri Keuangan yang dituangkan dalam pengesahan Revisi DIPA paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap dan benar.

 

 

(5)

Alur dokumen dan proses Revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 38

 

 

Daftar rincian ruang lingkup, kewenangan penyelesaian Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 serta persyaratan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 36 tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 39

 

 

Format surat usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (1) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 40

 

 

Satker pelaksana Kegiatan dalam rangka Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan/Urusan Bersama melaporkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b angka 5) kepada unit Eselon I yang menugaskan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah Revisi Anggaran ditetapkan.

 

 

Bagian Ketiga

 

 

Revisi Anggaran Pada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

 

 

Pasal 41

 

 

(1)

Revisi Anggaran dapat dilaksanakan oleh PA/KPA sepanjang tidak merubah DIPA dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

pergeseran antar akun/antar sub Komponen dalam satu Komponen dan/atau antar Komponen untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional sepanjang dalam jenis belanja yang sama;

 

 

 

b.

antar akun/antar sub Komponen dalam satu Komponen dan/atau pergeseran antar Komponen dalam satu Keluaran sepanjang dalam jenis belanja yang sama; dan/atau

 

 

 

c.

penambahan/pengurangan akun/sub Komponen/Komponen dalam satu Keluaran.

 

 

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengubah ADK RKA-Satker berkenaan melalui aplikasi RKA-K/L, mencetak Petunjuk Operasional Kegiatan (POK), dan KPA menetapkan perubahan POK.

 

 

Bagian Keempat

 

 

Revisi Anggaran Yang Memerlukan Persetujuan DPR-RI

 

 

Pasal 42

 

 

(1)

Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga selaku KPA kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran untuk selanjutnya dimintakan persetujuan dari DPR-RI.

 

 

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

 

 

 

a.

tambahan Pinjaman Proyek Luar Negeri/Pinjaman Dalam Negeri baru setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan;

 

 

 

b.

pergeseran anggaran antar Program selain untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;

 

 

 

c.

pergeseran anggaran antar Kegiatan yang tidak berasal dari Hasil Optimalisasi;

 

 

 

d.

pergeseran anggaran yang mengakibatkan perubahan Hasil Program;

 

 

 

e.

penggunaan anggaran yang harus mendapat persetujuan DPR-RI terlebih dahulu;

 

 

 

f.

pencairan blokir/tanda bintang (*) yang dicantumkan oleh DPR-RI termasuk pencairan blokir yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan/penggunaannya;

 

 

 

g.

pergeseran anggaran yang digunakan untuk Program/Kegiatan yang tidak sesuai dengan hasil kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR-RI (kesimpulan rapat kerja dalam rangka APBN); dan/atau

 

 

 

h.

pergeseran antar provinsi/kabupaten/kota untuk Kegiatan dalam rangka Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama, atau antarprovinsi untuk Kegiatan dalam rangka Dekonsentrasi.

 

 

(3)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran setelah mendapat persetujuan DPR-RI.

 

 

(4)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

Bagian Kelima

 

 

Batas Akhir Penerimaan Usul Revisi Anggaran

 

 

Pasal 43

 

 

(1)

Batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran untuk Tahun Anggaran 2012 ditetapkan sebagai berikut:

 

 

 

a.

tanggal 12 Oktober 2012, untuk Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran; dan

 

 

 

b.

tanggal 29 Oktober 2012, untuk Revisi DIPA pada Kantor Pusat/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan baik berdasarkan perubahan SP RKA-K/L sebagaimana ketentuan pada huruf a maupun tanpa perubahan SP RKA-K/L.

 

 

(2) 

Dalam hal Revisi Anggaran berkenaan dengan:

 

 

 

a.

Kegiatan yang dananya bersumber dari PNBP, PLN berupa Kredit Ekspor, HLN, dan HDN serta Pinjaman Dalam Negeri;

 

 

 

b.

Kegiatan dalam lingkup BA BUN; dan/atau

 

 

 

c.

Kegiatan-Kegiatan yang membutuhkan data/dokumen yang harus mendapat persetujuan dari unit eksternal Kementerian/Lembaga seperti persetujuan DPR, persetujuan Menteri Keuangan, hasil audit eksternal, dan sejenisnya,

 

 

 

Direktorat Jenderal Anggaran tetap dapat memproses usulan Revisi Anggaran sampai dengan batas akhir pengajuan pencairan anggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai langkah-langkah akhir Tahun Anggaran 2012.

 

 

(3)

Dalam hal ketentuan langkah-langkah akhir Tahun Anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum diterbitkan, batas waktu proses Revisi Anggaran tetap dapat mengacu pada ketentuan mengenai langkah-langkah akhir Tahun Anggaran 2011.

 

 

(4)

Pada saat penerimaan usul Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), seluruh dokumen telah diterima secara lengkap dan benar.

 

 

BAB IV

 

 

PENGESAHAN DAN PENYAMPAIAN REVISI DIPA

 

 

Pasal 44

 

 

(1)

Pengesahan Revisi DIPA dilaksanakan oleh:

 

 

 

a.

Direktur Jenderal Perbendaharaan; atau

 

 

 

b.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

Pengesahan Revisi DIPA yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan meliputi:

 

 

 

a.

Revisi DIPA Satker Pusat yang berlokasi di DKI Jakarta;

 

 

 

b.

Revisi DIPA yang bersifat antar provinsi dan berbeda wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan

 

 

 

c.

Revisi DIPA Satker Pusat dalam rangka penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan yang diterima dalam bentuk uang dan dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga.

 

 

(3)

Pengesahan Revisi DIPA yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi:

 

 

 

a.

Revisi DIPA untuk:

 

 

 

 

1)

DIPA Satker Pusat yang berlokasi di daerah (diluar DKI Jakarta);

 

 

 

 

2)

DIPA Satker vertikal;

 

 

 

 

3)

DIPA Dekonsentrasi;

 

 

 

 

4)

DIPA Tugas Pembantuan; dan

 

 

 

 

5)

DIPA Urusan Bersama.

 

 

 

b.

Revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada huruf a, baik untuk DIPA yang awalnya disahkan di pusat maupun di daerah.

 

 

 

c.

Revisi DIPA Satker daerah dalam rangka penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2012 ditetapkan yang diterima dalam bentuk uang dan dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga.

 

 

Pasal 45

 

 

(1)

Penyampaian Revisi DIPA yang telah disahkan diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

Revisi DIPA yang disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4), disampaikan kepada KPA yang bersangkutan dan KPPN terkait, dan tembusan kepada:

 

 

 

 

1)

Menteri/Pimpinan Lembaga Negara;

 

 

 

 

2)

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

 

 

 

 

3)

Gubernur;

 

 

 

 

4)

Direktur Jenderal Anggaran;

 

 

 

 

5)

Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan

 

 

 

 

6)

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait.

 

 

 

b.

Revisi DIPA yang disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4), disampaikan kepada KPA yang bersangkutan dan KPPN terkait dan tembusan kepada:

 

 

 

 

1)

Menteri/Pimpinan Lembaga Negara;

 

 

 

 

2)

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

 

 

 

 

3)

Gubernur;

 

 

 

 

4)

Direktur Jenderal Anggaran;

 

 

 

 

5)

Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q:

 

 

 

 

 

a)

Direktur Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharan, dan

 

 

 

 

 

b)

Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

DIPA yang disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap bulan, baik DIPA yang direvisi maupun yang tidak direvisi.

 

 

BAB V

 

 

PELAPORAN REVISI ANGGARAN KEPADA DPR-RI

 

 

Pasal 46

 

 

(1)

Setiap Revisi Anggaran yang ditetapkan dalam perubahan SP RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) tembusannya disampaikan kepada DPR-RI oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan.

 

 

(2)

Seluruh Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada DPR-RI dalam APBN-Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

 

 

(3)

Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam APBN-Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Revisi Anggaran yang dilakukan sebelum APBN-Perubahan diajukan kepada DPR-RI.

 

 

(4)

Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan seluruh Revisi Anggaran yang dilakukan sepanjang Tahun Anggaran 2012.

 

 

BAB VI

 

 

KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 47

 

 

(1)

Dalam hal terdapat paket pekerjaan yang alokasi anggarannya diblokir/dibintang (*) sebagai akibat belum dilengkapi TOR/RAB dan sampai dengan akhir bulan April 2012 KPA tidak melengkapi dokumen yang dipersyaratkan, alokasi anggaran yang diblokir/dibintang (*) tersebut tidak dapat digunakan sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2012.

 

 

(2)

Paket pekerjaan yang alokasi anggarannya diblokir/dibintang (*) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk paket pekerjaan yang sudah jelas peruntukannya namun pelaksanaannya memerlukan syarat dan kondisi tertentu.

 

 

Pasal 48

 

 

(1)

Dalam hal terdapat pagu minus terkait pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji untuk Tahun Anggaran 2012, pagu minus tersebut harus diselesaikan melalui mekanisme revisi DIPA.

   

(2)

Penyelesaian pagu minus melalui mekanisme revisi DIPA Tahun Anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyesuaian administratif.

   

(3)

Penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran dari sisa anggaran pada Satker yang bersangkutan;

 

 

 

b.

dalam hal sisa anggaran pada Satker yang bersangkutan tidak mencukupi, selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Program;

 

 

 

c.

dalam hal selisih minus tidak dapat dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Program, selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Program dalam satu bagian anggaran; dan/atau

 

 

 

d.

dalam hal selisih minus tidak dapat dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Program dalam satu bagian anggaran, selisih minus dipenuhi melalui BA 999.08.

 

 

(4)

Mekanisme penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan ketentuan mengikuti tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37.

 

 

(5)

Mekanisme penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d diajukan kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan ketentuan mengikuti tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34.

 

 

(6)

Batas akhir penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 28 Desember 2012.

 

 

Pasal 49

 

 

(1)

Dalam rangka memperoleh data yang akurat, Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemutakhiran data anggaran (rekonsiliasi) berdasarkan revisi DIPA yang telah disahkan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali.

 

 

(2)

Alur perubahan database sebagai akibat Revisi Anggaran tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 50

 

 

Ketentuan teknis yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2012 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangannya.

 

 

Pasal 51

 

 

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2011, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

 

Pasal 52

 

 

Ketentuan mengenai tata cara Revisi Anggaran yang diatur dalam Peraturan Menteri ini masih tetap berlaku sebagai acuan tata cara Revisi Anggaran untuk Tahun Anggaran 2013, sampai dengan ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri ini.

 

 

Pasal 53

 

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

               
             

Ditetapkan di Jakarta

             

pada tanggal 28 Maret 2012

             

MENTERI KEUANGAN,

             

               ttd.

             

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

               

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 28 Maret 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

            ttd.

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 349

Lampiran.............................