UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

 

NOMOR 23 TAHUN 2013


TENTANG


ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

TAHUN ANGGARAN 2014


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar­ besarnya kemakmuran rakyat;

   

b.

bahwa Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 termuat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 yang disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;

   

c.

bahwa dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah yang termuat dalam Surat Keputusan DPD Nomor 15/DPD RI/I/2013-2014 tanggal 1 Oktober 2013;

   

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014;

       

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

   

2.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

   

3.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

 

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 
MEMUTUSKAN:
     
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014.
 
Pasal 1
   

Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:

   

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

   

2.

Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.

   

3.

Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.

   

4.

Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pendapatan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.

   

5.

Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.

   

6.

Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang selanjutnya disingkat PNBP, adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, pendapatan bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PNBP lainnya, serta pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).

   

7.

Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

   

8.

Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah.

   

9.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

   

10.

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat BA-BUN, adalah bagian anggaran yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal.

   

11.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.

   

12.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

   

13.

Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian.

   

14.

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.

   

15.

Dana Bagi Hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

   

16.

Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

   

17.

Dana Alokasi Khusus, yang selanjutnya disingkat DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

   

18.

Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

   

19.

Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

   

20.

Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang­undangan.

   

21.

Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun­tahun anggaran berikutnya.

   

22.

Pembiayaan Dalam Negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, saldo anggaran lebih, hasil pengelolaan aset, penerbitan surat berharga negara neto, pinjaman dalam negeri, dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan, yang meliputi alokasi untuk Pusat Investasi Pemerintah, penyertaan modal negara, dana bergulir, dana pengembangan pendidikan nasional, dan kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah.

   

23.

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, yang selanjutnya disebut SiLPA, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan anggaran atas realisasi defisit anggaran yang terjadi dalam satu periode pelaporan.

   

24.

Saldo Anggaran Lebih, yang selanjutnya disingkat SAL, adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA) tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan.

   

25.

Surat Berharga Negara, yang selanjutnya disingkat SBN, meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.

   

26.

Surat Utang Negara, yang selanjutnya disingkat SUN, adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya.

   

27.

Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

   

28.

Surat Berharga Syariah Negara Berbasis Proyek (Project Based Sukuk/PBS) yang selanjutnya disingkat SBSN PBS adalah sumber pendanaan melalui penerbitan SBSN untuk membiayai kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga.

   

29.

Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya, yang selanjutnya disingkat BPYBDS, adalah bantuan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh BUMN berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga atau pada BUMN.

   

30.

Dana Investasi Pemerintah adalah alokasi dana investasi Pemerintah untuk Pusat Investasi Pemerintah, penyertaan modal negara, dan/atau dana bantuan perkuatan permodalan usaha yang sifat penyalurannya bergulir, yang dilakukan untuk mendapat manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

   

31.

Penyertaan Modal Negara, yang selanjutnya disingkat PMN, adalah dana APBN yang dialokasikan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya dan dikelola secara korporasi, termasuk penyertaan modal kepada organisasi/lembaga keuangan internasional dan penyertaan modal negara lainnya.

   

32.

Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh BLU untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.

   

33.

Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.

   

34.

Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang secara potensial menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada BUMN dan/atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam hal BUMN dan/atau BUMD dimaksud tidak dapat membayar kewajibannya kepada kreditur sesuai perjanjian pinjaman.

   

35.

Pembiayaan Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek dikurangi dengan penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.

   

36.

Pinjaman Program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai dimana pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti matrik kebijakan atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.

   

37.

Pinjaman Proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu Kementerian Negara/Lembaga, termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan/atau diterushibahkan kepada pemerintah daerah dan/atau BUMN.

   

38.

Penerusan Pinjaman adalah pinjaman luar negeri atau pinjaman dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah Pusat yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau BUMN yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

   

39.

Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggungjawab Pemerintah.

   

40.

Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.

   

41.

Tahun Anggaran 2014 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2014.

 
Pasal 2
    APBN terdiri atas anggaran Pendapatan Negara, anggaran Belanja Negara, dan Pembiayaan Anggaran.
 
Pasal 3
   

Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp1.667.140.799.639.000,00 (satu kuadriliun enam ratus enam puluh tujuh triliun seratus empat puluh miliar tujuh ratus sembilan puluh sembilan juta enam ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah), yang diperoleh dari sumber:

   

a.

Penerimaan Perpajakan;

   

b.

PNBP; dan

   

c.

Penerimaan Hibah.

 
Pasal 4
   

(1)

Penerimaan Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a direncanakan sebesar Rp1.280.388.970.684.000,00 (satu kuadriliun dua ratus delapan puluh triliun tiga ratus delapan puluh delapan miliar sembilan ratus tujuh puluh juta enam ratus delapan puluh empat ribu rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

Pendapatan Pajak Dalam Negeri; dan

     

b.

Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.

   

(2)

Pendapatan Pajak Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp1.226.474.170.684.000,00 (satu kuadriliun dua ratus dua puluh enam triliun empat ratus tujuh puluh empat miliar seratus tujuh puluh juta enam ratus delapan puluh empat ribu rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

pendapatan pajak penghasilan;

     

b.

pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah;

     

c.

pendapatan pajak bumi dan bangunan;

     

d.

pendapatan cukai; dan

     

e.

pendapatan pajak lainnya.

   

(3)

Pendapatan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a termasuk pajak penghasilan ditanggung Pemerintah (PPh DTP) atas:

     

a.

komoditas panas bumi sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan

     

b.

bunga, imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada Pemerintah dalam penerbitan dan/atau pembelian kembali/penukaran SBN di pasar internasional, namun tidak termasuk jasa konsultan hukum lokal, sebesar Rp2.713.230.000.000,00 (dua triliun tujuh ratus tiga belas miliar dua ratus tiga puluh juta rupiah).

   

(4)

Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp53.914.800.000.000,00 (lima puluh tiga triliun sembilan ratus empat belas miliar delapan ratus juta rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

pendapatan bea masuk; dan

     

b.

pendapatan bea keluar.

   

(5)

Pendapatan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a termasuk fasilitas bea masuk ditanggung Pemerintah (BM DTP) sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).

   

(6)

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2014 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

 
Pasal 5
   

(1)

PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b direncanakan sebesar Rp385.391.728.955.000,00 (tiga ratus delapan puluh lima triliun tiga ratus sembilan puluh satu miliar tujuh ratus dua puluh delapan juta sembilan ratus lima puluh lima ribu rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

penerimaan sumber daya alam;

     

b.

pendapatan bagian laba BUMN;

     

c.

PNBP lainnya; dan

     

d.

pendapatan BLU.

   

(2)

Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp225.954.696.223.000,00 (dua ratus dua puluh lima triliun sembilan ratus lima puluh empat miliar enam ratus sembilan puluh enam juta dua ratus dua puluh tiga ribu rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas); dan

     

b.

penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas).

   

(3)

Pendapatan bagian laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp40.000.000.000.000,00 (empat puluh triliun rupiah).

   

(4)

Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN di bidang usaha perbankan, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan dilakukan:

     

a.

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan di bidang Perseroan Terbatas (PT), BUMN, dan Perbankan;

     

b.

memperhatikan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; dan

     

c.

Pemerintah melakukan pengawasan penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan tersebut.

   

(5)

PNBP lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp94.087.605.717.000,00 (sembilan puluh empat triliun delapan puluh tujuh miliar enam ratus lima juta tujuh ratus tujuh belas ribu rupiah).

   

(6)

Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan sebesar Rp25.349.427.015.000,00 (dua puluh lima triliun tiga ratus empat puluh sembilan miliar empat ratus dua puluh tujuh juta lima belas ribu rupiah).

   

(7)

Rincian PNBP Tahun Anggaran 2014 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

 

Pasal 6

   

Penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c direncanakan sebesar Rp1.360.100.000.000,00 (satu triliun tiga ratus enam puluh miliar seratus juta rupiah).

 
Pasal 7
   

Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp1.842.495.299.913.000,00 (satu kuadriliun delapan ratus empat puluh dua triliun empat ratus sembilan puluh lima miliar dua ratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus tiga belas ribu rupiah), yang terdiri atas:

   

a.

anggaran Belanja Pemerintah Pusat; dan

   

b.

anggaran Transfer ke Daerah.

 
Pasal 8
   

(1)

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal (7) huruf a direncanakan sebesar Rp1.249.943.002.116.000,00 (satu kuadriliun dua ratus empat puluh sembilan triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar dua juta seratus enam belas ribu rupiah).

   

(2)

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang diterushibahkan ke daerah, untuk kegiatan:

     

a.

Mass Rapid Transit (MRT) Project sebesar Rp2.879.398.286.000,00 (dua triliun delapan ratus tujuh puluh sembilan miliar tiga ratus sembilan puluh delapan juta dua ratus delapan puluh enam ribu rupiah) yang dananya bersumber dari pinjaman luar negeri;

     

b.

Water Resources and Irrigation Sector Management Project Phase II (WISMP-2) sebesar Rp146.344.480.000,00 (seratus empat puluh enam miliar tiga ratus empat puluh empat juta empat ratus delapan puluh ribu rupiah) yang dananya bersumber dari pinjaman luar negeri;

     

c.

Development of Seulawah Agam Geothermal in NAD Province sebesar Rp54.570.963.000,00 (lima puluh empat miliar lima ratus tujuh puluh juta sembilan ratus enam puluh tiga ribu rupiah) yang dananya bersumber dari hibah luar negeri;

     

d.

Infrastructure Enhancement Grant (IEG)-Sanitasi sebesar Rp7.800.000.000,00 (tujuh miliar delapan ratus juta rupiah) yang dananya bersumber dari hibah luar negeri;

     

e.

hibah air minum sebesar Rp205.986.000.000,00 (dua ratus lima miliar sembilan ratus delapan puluh enam juta rupiah) yang dananya bersumber dari hibah luar negeri;

     

f.

hibah air limbah sebesar Rp29.800.000.000,00 (dua puluh sembilan miliar delapan ratus juta rupiah) yang dananya bersumber dari hibah luar negeri;

     

g.

Hibah Australia-Indonesia untuk pembangunan sanitasi sebesar Rp93.360.000.000,00 (sembilan puluh tiga miliar tiga ratus enam puluh juta rupiah) yang dananya bersumber dari hibah luar negeri;

     

h.

Provincial Road Improvement and Maintenance (PRIM) sebesar Rp122.000.000.000,00 (seratus dua puluh dua miliar rupiah) yang dananya bersumber dari hibah luar negeri; dan

     

i.

hibah air minum tahap I sebesar Rp3.450.000.000,00 (tiga miliar empat ratus lima puluh juta rupiah) yang dananya bersumber dari hibah luar negeri.

   

(3)

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan atas:

     

a.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi;

     

b.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi; dan

     

c.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Belanja.

   

(4)

Rincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2014 Menurut Organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Menurut Fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dan Menurut  Jenis Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden yang ditetapkan paling lambat tanggal 30 November 2013.

 

Pasal 9

   

Anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b direncanakan sebesar Rp592.552.297.797.000,00 (lima ratus sembilan puluh dua triliun lima ratus lima puluh dua miliar dua ratus sembilan puluh tujuh juta tujuh ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah), yang terdiri atas:

   

a.

Dana Perimbangan; dan

   

b.

Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian.

 
Pasal 10
   

(1)

Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a direncanakan sebesar Rp487.931.001.869.000,00 (empat ratus delapan puluh tujuh triliun sembilan ratus tiga puluh satu miliar satu juta delapan ratus enam puluh sembilan ribu rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

DBH;

     

b.

DAU; dan

     

c.

DAK.

   

(2)

DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp113.711.676.218.000,00 (seratus tiga belas triliun tujuh ratus sebelas miliar enam ratus tujuh puluh enam juta dua ratus delapan belas ribu rupiah).

   

(3)

DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dialokasikan sebesar 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto atau direncanakan sebesar Rp341.219.325.651.000,00 (tiga ratus empat puluh satu triliun dua ratus sembilan belas miliar tiga ratus dua puluh lima juta enam ratus lima puluh satu ribu rupiah).

   

(4)

PDN neto sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan penjumlahan antara Penerimaan Perpajakan dan PNBP, dikurangi dengan:

     

a.

DBH;

     

b.

anggaran belanja yang sifatnya diarahkan berupa belanja PNBP Kementerian Negara/Lembaga;

     

c.

subsidi pajak DTP; dan

     

d.

subsidi lainnya yang terdiri atas subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram, subsidi listrik, subsidi pangan, subsidi pupuk, dan subsidi benih yang dihitung berdasarkan bobot/persentase tertentu.

   

(5)

Dalam hal terjadi perubahan APBN yang menyebabkan PDN neto bertambah atau berkurang, besaran DAU tidak mengalami perubahan.

   

(6)

DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp33.000.000.000.000,00 (tiga puluh tiga triliun rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

DAK sebesar Rp30.200.000.000.000,00 (tiga puluh triliun dua ratus miliar rupiah); dan

     

b.

DAK tambahan sebesar Rp2.800.000.000.000,00 (dua triliun delapan ratus miliar rupiah).

   

(7)

DAK tambahan sebesar  Rp2.800.000.000.000,00  (dua triliun delapan ratus miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dialokasikan kepada kabupaten daerah tertinggal dan digunakan untuk mendanai kegiatan:

     

a.

infrastruktur jalan sebesar Rp1.691.130.000.000,00 (satu triliun enam ratus sembilan puluh satu miliar seratus tiga puluh juta rupiah);

     

b.

infrastruktur irigasi sebesar Rp633.980.000.000,00 (enam ratus tiga puluh tiga miliar sembilan ratus delapan puluh juta rupiah);

     

c.

infrastruktur sanitasi sebesar Rp229.680.000.000,00  (dua ratus dua puluh sembilan miliar enam ratus delapan puluh juta rupiah); dan

     

d.

infrastruktur air minum sebesar Rp245.210.000.000,00 (dua ratus empat puluh lima miliar dua ratus sepuluh juta rupiah).

   

(8)

Dana pendamping untuk DAK tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan berdasarkan kemampuan keuangan daerah pada daerah tertinggal, dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

kemampuan keuangan daerah rendah sekali, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 0% (nol persen);

     

b.

kemampuan keuangan daerah rendah, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 1% (satu persen);

     

c.

kemampuan keuangan daerah sedang, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 2% (dua persen); dan

     

d.

kemampuan keuangan daerah tinggi, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 3% (tiga persen).

   

(9)

Rincian Dana Perimbangan Tahun Anggaran 2014 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (6) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

 

Pasal 11

   

(1)

Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b direncanakan sebesar Rp104.621.295.928.000,00 (seratus empat triliun enam ratus dua puluh satu miliar dua ratus sembilan puluh lima juta sembilan ratus dua puluh delapan ribu rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

Dana Otonomi Khusus;

     

b.

Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta; dan

     

c.

Dana Penyesuaian.

   

(2)

Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp16.148.773.028.000,00 (enam belas triliun seratus empat puluh delapan miliar tujuh ratus tujuh puluh tiga juta dua puluh delapan ribu rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp6.824.386.514.000,00 (enam triliun delapan ratus dua puluh empat miliar tiga ratus delapan puluh enam juta lima ratus empat belas ribu rupiah) yang disepakati untuk dibagi masing­masing dengan proporsi 70% (tujuh puluh persen) untuk Provinsi Papua dan 30% (tiga puluh persen) untuk Provinsi Papua Barat dengan rincian sebagai berikut:

       

1.

Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua sebesar Rp4.777.070.560.000,00 (empat triliun tujuh ratus tujuh puluh tujuh miliar tujuh puluh juta lima ratus enam puluh ribu rupiah).

       

2.

Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat sebesar Rp2.047.315.954.000,00 (dua triliun empat puluh tujuh miliar tiga ratus lima belas juta sembilan ratus lima puluh empat ribu rupiah).

     

b.

Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh sebesar Rp6.824.386.514.000,00 (enam triliun delapan ratus dua puluh empat miliar tiga ratus delapan puluh enam juta lima ratus empat belas ribu rupiah); dan

     

c.

Dana tambahan infrastruktur dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah) dengan rincian sebagai berikut:

       

1.

Dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua sebesar Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah); dan

       

2.

Dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).

   

(3)

Alokasi Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebesar Rp523.875.000.000,00 (lima ratus dua puluh tiga miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah).

   

(4)

Dana Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp87.948.647.900.000,00 (delapan puluh tujuh triliun sembilan ratus empat puluh delapan miliar enam ratus empat puluh tujuh juta sembilan ratus ribu rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNS Daerah;

     

b.

Dana Tambahan Penghasilan Guru (DTPG) PNS Daerah;

     

c.

Dana Insentif Daerah (DID);

     

d.

Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2); dan

     

e.

Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

    (5)

Rincian Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian Tahun Anggaran 2014  sebagaimana  dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

    (6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman umum dan alokasi Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

Pasal 12

 

 

(1)

Dalam hal pagu atas perkiraan alokasi DBH yang ditetapkan dalam Tahun Anggaran 2014 tidak mencukupi kebutuhan penyaluran atau realisasi melebihi pagu dalam Tahun Anggaran 2014, Pemerintah menyalurkan alokasi DBH berdasarkan realisasi penerimaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Dalam hal terdapat DBH yang belum ditransfer kepada daerah sebagai akibat belum teridentifikasinya daerah penghasil, Menteri Keuangan menempatkan DBH dimaksud sebagai dana cadangan dalam rekening Pemerintah.

 

 

(3)

Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan berdasarkan selisih pagu dalam 1 (satu) tahun anggaran dengan penyaluran DBH triwulan I sampai dengan triwulan IV Tahun Anggaran 2014.

 

 

(4)

Tata cara pengelolaan dana cadangan dalam rekening Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

 
Pasal 13

 

 

(1)

Dana Insentif Daerah (DID) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf c digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah dengan mempertimbangkan kriteria kinerja tertentu.

 

 

(2)

Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf d digunakan dalam rangka memperkuat transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan yang didanai DAK khususnya bidang infrastruktur dengan hasil/output yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

 
Pasal 14

 

 

(1)

Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (Liquefied Petroleum Gas/LPG tabung 3 (tiga) kilogram dan Liquefied Gas For Vehicle/LGV) dalam Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp210.735.506.000.000,00 (dua ratus sepuluh triliun tujuh ratus tiga puluh lima miliar lima ratus enam juta rupiah).

 

 

(2)

Alokasi subsidi BBM jenis tertentu, LPG tabung 3 (tiga) kilogram dan LGV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah termasuk pembayaran perkiraan kekurangan subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2013 sebesar Rp20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah).

 

 

(3)

Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp71.364.809.000.000,00 (tujuh puluh satu triliun tiga ratus enam puluh empat miliar delapan ratus sembilan juta rupiah).

 

 

(4)

Alokasi subsidi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah termasuk pembayaran perkiraan kekurangan subsidi listrik tahun 2013 sebesar Rp3.500.000.000.000,00 (tiga triliun lima ratus miliar rupiah).

 

 

(5)

Subsidi pangan dalam Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp18.822.515.311.000,00 (delapan belas triliun delapan ratus dua puluh dua miliar lima ratus lima belas juta tiga ratus sebelas ribu rupiah).

 

 

(6)

Subsidi pupuk dalam Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp21.048.845.142.000,00 (dua puluh satu triliun empat puluh delapan miliar delapan ratus empat puluh lima juta seratus empat puluh dua ribu rupiah).

 

 

(7)

Alokasi subsidi pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sudah termasuk pembayaran kekurangan subsidi pupuk tahun 2012 (audited) sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).

 

 

(8)

Subsidi benih dalam Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp1.564.800.000.000,00 (satu triliun lima ratus enam puluh empat miliar delapan ratus juta rupiah).

 

 

(9)

Subsidi dalam rangka kewajiban pelayanan umum/ Public Service Obligation (PSO) dalam Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp2.197.096.000.000,00 (dua triliun seratus sembilan puluh tujuh miliar sembilan puluh enam juta rupiah), yang terdiri atas:

 

 

 

a.

PSO untuk penumpang angkutan kereta api sebesar Rp1.224.306.800.000,00 (satu triliun dua ratus dua puluh empat miliar tiga ratus enam juta delapan ratus ribu rupiah);

 

 

 

b.

PSO untuk penumpang angkutan kapal laut kelas ekonomi sebesar Rp872.789.200.000,00 (delapan ratus tujuh puluh dua miliar tujuh ratus delapan puluh sembilan juta dua ratus ribu rupiah); dan

 

 

 

c.

PSO untuk informasi publik sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

 

 

(10)

Subsidi bunga kredit program dalam Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp3.235.806.000.000,00 (tiga triliun dua ratus tiga puluh lima miliar delapan ratus enam juta rupiah).

 

 

(11)

Subsidi pajak ditanggung Pemerintah (DTP) dalam Tahun Anggaran 2014 direncanakan sebesar Rp4.713.230.000.000,00 (empat triliun tujuh ratus tiga belas miliar dua ratus tiga puluh juta rupiah), yang terdiri atas:

     

a.

subsidi pajak penghasilan ditanggung Pemerintah (PPh­ DTP) sebesar Rp3.713.230.000.000,00 (tiga triliun tujuh ratus tiga belas miliar dua ratus tiga puluh juta rupiah); dan

     

b.

fasilitas bea masuk sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).

   

(12)

Ketentuan lebih lanjut mengenai subsidi pajak DTP sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

   

(13)

Belanja Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi dan proyeksi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi dan proyeksi asumsi dasar ekonomi makro, dan/atau parameter subsidi energi, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

   

(14)

Penetapan perubahan realisasi dan proyeksi parameter subsidi energi sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dilaksanakan setelah mendapat persetujuan komisi terkait di DPR RI.

 
Pasal 15

 

 

(1)

Untuk membantu masyarakat korban di luar peta area terdampak lumpur Sidoarjo dialokasikan dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Alokasi dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan untuk:

 

 

 

a.

pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada 3 (tiga) desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan); dan 9 (sembilan) rukun tetangga di 3 (tiga) kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi);

 

 

 

b.

bantuan kontrak rumah dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak lainnya pada 66 (enam puluh enam) rukun tetangga (Kelurahan Mindi, Kelurahan Gedang, Desa Pamotan, Desa Kalitengah, Desa Gempolsari, Desa Glagaharum, Desa Besuki, Desa Wunut, Desa Ketapang, dan Kelurahan Porong).

 

 

(3)

Dalam rangka penyelamatan perekonomian dan kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur Sidoarjo, anggaran belanja yang dialokasikan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2014 dapat digunakan untuk kegiatan mitigasi dan penanggulangan semburan lumpur, termasuk di dalamnya penanganan tanggul utama sampai ke Kali Porong (mengalirkan lumpur dari tanggul utama ke Kali Porong) dengan pagu paling tinggi sebesar Rp155.000.000.000,00 (seratus lima puluh lima miliar rupiah).

 
Pasal 16

 

 

(1)

Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga tahun 2013, Pemerintah perlu menerapkan sistem pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi atas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

 

 

(2)

Hasil penerapan sistem penghargaan dan sanksi atas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga tahun 2013 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan dalam penetapan alokasi anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2015.

 
Pasal 17
   

(1)

Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran Belanja Pemerintah Pusat berupa:

     

a.

pergeseran anggaran belanja:

       

1.

dari Bagian Anggaran 999.08 (Bendahara Umum Negara Pengelola Belanja Lainnya) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

       

2.

antarkegiatan dalam 1 (satu) program sepanjang pergeseran tersebut tidak mengurangi volume keluaran (output) yang telah direncanakan untuk hal-hal yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan atau yang tidak dapat ditunda, yang penetapannya dilakukan oleh Pemerintah;

       

3.

antarjenis belanja dan/atau antarjenis kegiatan dalam 1 (satu) program dan/atau antarprogram dalam 1 (satu) Kementerian Negara/Lembaga untuk memenuhi kewajiban pengeluaran yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht);

       

4.

antarjenis belanja dalam 1 (satu) kegiatan; dan/atau

       

5.

antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN);

     

b.

perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP;

     

c.

perubahan pagu pinjaman proyek dan hibah luar negeri dan pinjaman dan hibah dalam negeri (PHDN) sebagai akibat dari lanjutan dan percepatan penarikan pinjaman proyek dan hibah luar negeri dan PHDN, termasuk hibah luar negeri/hibah dalam negeri setelah Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan;

     

d.

perubahan pagu pinjaman proyek luar negeri sebagai akibat pengurangan alokasi pinjaman luar negeri;

     

e.

perubahan anggaran belanja bersumber dari penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang; dan

     

f.

perubahan pagu proyek yang dibiayai melalui penerbitan SBSN PBS sebagai akibat percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS setelah undang-undang mengenai APBN ditetapkan,

     

ditetapkan oleh Pemerintah.

   

(2)

Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk BLU ditetapkan oleh Pemerintah.

   

(3)

Perubahan rincian Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam 1 (satu) provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan dan Urusan Bersama (UB) atau dalam 1 (satu) provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi.

   

(4)

Perubahan rincian Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antarprovinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat dan oleh instansi vertikalnya di daerah.

   

(5)

Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2014 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2014.

   

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perubahan rincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 
Pasal 18
   

Pemerintah diberi kewenangan untuk memberikan hibah kepada Pemerintah/Lembaga asing dan menetapkan Pemerintah/Lembaga asing  penerima untuk tujuan kemanusiaan.

 
Pasal 19
   

(1)

Anggaran Pendidikan direncanakan sebesar Rp368.899.059.983.000,00 (tiga ratus enam puluh delapan triliun delapan ratus sembilan puluh sembilan miliar lima puluh sembilan juta sembilan ratus delapan puluh tiga ribu rupiah).

   

(2)

Persentase Anggaran Pendidikan adalah sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), yang merupakan perbandingan alokasi Anggaran Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran Belanja Negara sebesar Rp1.842.495.299.913.000,00 (satu kuadriliun delapan ratus empat puluh dua triliun empat ratus sembilan puluh lima miliar dua ratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus tiga belas ribu rupiah).

 

Pasal 20

   

(1)

Jumlah anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2014, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, lebih kecil daripada jumlah anggaran Belanja Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sehingga dalam Tahun Anggaran 2014 terdapat defisit anggaran sebesar Rp175.354.500.274.000,00 (seratus tujuh puluh lima triliun tiga ratus lima puluh empat miliar lima ratus juta dua ratus tujuh puluh empat ribu rupiah) yang akan dibiayai dari Pembiayaan Anggaran.

   

(2)

Pembiayaan Anggaran Tahun Anggaran 2014 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber:

     

a.

Pembiayaan Dalam Negeri sebesar Rp196.258.036.783.000,00 (seratus sembilan puluh enam triliun dua ratus lima puluh delapan miliar tiga puluh enam juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah); dan

     

b.

Pembiayaan Luar Negeri Neto sebesar negatif Rp20.903.536.509.000,00 (dua puluh triliun sembilan ratus tiga miliar lima ratus tiga puluh enam juta lima ratus sembilan ribu rupiah).

   

(3)

Pembiayaan Luar Negeri Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mencakup pembiayaan utang luar negeri, namun tidak termasuk penerbitan SBN di pasar internasional.

   

(4)

Rincian Pembiayaan Anggaran Tahun Anggaran 2014 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

 
Pasal 21
   

(1)

Pemerintah dapat menggunakan kegiatan-kegiatan dari Kementerian Negara/Lembaga yang bersumber dari Rupiah Murni dalam alokasi anggaran Belanja Pemerintah Pusat untuk dapat digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN.

   

(2)

Rincian kegiatan dari Kementerian Negara/Lembaga yang dapat digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah pengesahan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2014 dan penetapan Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2014.

   

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan kegiatan dari Kementerian Negara/Lembaga sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 
Pasal 22
   

(1)

Dalam hal terjadi krisis pasar SBN domestik, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat diberikan kewenangan menggunakan SAL untuk melakukan stabilisasi pasar SBN domestik setelah memperhitungkan kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya.

   

(2)

Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keputusan yang tertuang di dalam kesimpulan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah, yang diberikan dalam waktu tidak lebih dari satu kali dua puluh empat jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada DPR.

   

(3)

Jumlah penggunaan SAL dalam rangka stabilisasi pasar SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2014 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2014.

   

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan SAL dalam rangka stabilisasi pasar SBN domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 
Pasal 23
   

(1)

Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat dipenuhi dari dana SAL, penerbitan SBN, atau penyesuaian Belanja Negara.

   

(2)

Pemerintah dapat menerbitkan SBN untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan APBN, apabila dana tunai pengelolaan kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara di awal tahun.

   

(3)

Pemerintah dapat melakukan pembelian SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar dan pengelolaan kas dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.

   

(4)

Pemerintah dapat melakukan percepatan pembayaran cicilan pokok utang dalam rangka pengelolaan portofolio utang melalui penerbitan SBN.

   

(5)

Dalam hal terdapat instrumen pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan, dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan dari utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal.

   

(6)

Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau diperlukannya realokasi anggaran bunga utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi (realokasi) dari pembayaran bunga utang luar negeri ke pembayaran bunga utang dalam negeri atau sebaliknya tanpa menyebabkan perubahan pada total pembayaran bunga utang.

   

(7)

Untuk menurunkan biaya penerbitan SBN dan memastikan ketersediaan pembiayaan melalui utang, Pemerintah dapat menerima jaminan penerbitan utang dari lembaga yang dapat menjalankan fungsi penjaminan, dan/atau menerima fasilitas dalam bentuk dukungan pembiayaan.

   

(8)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) ditetapkan oleh Pemerintah dan dilaporkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2014 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2014.

 

Pasal 24

   

(1)

PMN pada organisasi/lembaga keuangan internasional dan PMN lainnya yang akan dilakukan dan/atau telah tercatat pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebagai Investasi Permanen PMN, ditetapkan untuk dijadikan PMN pada organisasi/lembaga keuangan internasional dan PMN lainnya tersebut.

   

(2)

Pemerintah dapat melakukan pembayaran PMN melebihi pagu yang ditetapkan dalam Tahun Anggaran 2014 yang diakibatkan oleh selisih kurs, yang selanjutnya dilaporkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2014 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2014.

   

(3)

Pelaksanaan PMN pada organisasi/lembaga keuangan internasional dan PMN lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

 
Pasal 25
   

(1)

Barang Milik Negara (BMN) yang berasal dari Daftar Isian Kegiatan (DIK)/Daftar Isian Proyek (DIP)/Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Negara/Lembaga yang dipergunakan dan/atau dioperasikan oleh BUMN dan telah tercatat pada laporan posisi keuangan BUMN sebagai BPYBDS atau akun yang sejenis, ditetapkan untuk dijadikan PMN pada BUMN tersebut.

   

(2)

BMN yang dihasilkan dari belanja modal pada DIPA Kementerian Negara/Lembaga yang akan dipergunakan oleh BUMN sejak pengadaan BMN dimaksud, ditetapkan menjadi PMN pada BUMN yang menggunakan BMN tersebut.

   

(3)

Pelaksanaan PMN pada BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

 
Pasal 26
   

(1)

Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk:

     

a.

percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara;

     

b.

pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh Pemerintah Pusat untuk percepatan penyediaan air minum; dan

     

c.

penjaminan infrastruktur dalam proyek kerjasama Pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha penjaminan infrastruktur,

     

yang merupakan bagian dari Pembiayaan Dalam Negeri sebagaimana telah dialokasikan dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a. 

   

(2)

Dalam hal anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dicairkan, diperhitungkan sebagai piutang/tagihan kepada entitas terjamin atau belanja Kementerian Negara/Lembaga.

   

(3)

Dalam hal terdapat anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah yang telah dialokasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak habis digunakan dalam tahun berjalan, anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah dimaksud dapat diakumulasikan dengan mekanisme pemindahbukuan ke dalam rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah yang dibuka di Bank Indonesia untuk pembayaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah pada tahun anggaran yang akan datang.

   

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 
Pasal 27
   

Perubahan lebih lanjut dari Pembiayaan Anggaran berupa perubahan pagu Penerusan Pinjaman luar negeri akibat dari lanjutan dan percepatan penarikan Penerusan Pinjaman luar negeri, ditetapkan oleh Pemerintah dan dilaporkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2014 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2014.

 
Pasal 28
   

(1)

Pemerintah dapat melakukan pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang melebihi pagu yang ditetapkan dalam Tahun Anggaran 2014, yang selanjutnya dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2014 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2014.

   

(2)

Pemerintah dapat melakukan transaksi Lindung Nilai dalam rangka pengendalian risiko pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang.

   

(3)

Pemenuhan kewajiban yang timbul dari transaksi Lindung Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada anggaran pembayaran bunga utang dan/atau pengeluaran cicilan pokok utang.

   

(4)

Kewajiban yang timbul sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bukan merupakan kerugian keuangan negara.

   

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan transaksi Lindung Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 
Pasal 29
   

(1)

Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang instansi Pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan piutang berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS), meliputi dan tidak terbatas pada restrukturisasi dan pemberian keringanan utang pokok sampai dengan 100% (seratus persen).

   

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyelesaian piutang instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 
Pasal 30
   

(1)

Dalam rangka menjaga kesinambungan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang terdiri atas:

 

 

 

a.

PNPM Mandiri Perdesaan;

 

 

 

b.

PNPM Mandiri Perkotaan;

 

 

 

c.

Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP); dan

     

d.

Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW);

 

 

 

dalam DIPA Tahun Anggaran 2013, dapat dilanjutkan sampai dengan akhir April 2014.

   

(2)

Pengajuan usulan lanjutan program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam bentuk revisi anggaran paling lambat pada tanggal 31 Januari 2014.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pacta ayat (2), diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

Pasal 31

 

 

(1)

Kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam yang dilakukan dalam tahun 2013, tetapi belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2013, dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun 2014.

 

 

(2)

Pendanaan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari pagu Kementerian Negara/Lembaga masing-masing dalam Tahun Anggaran 2014.

 

 

(3)

Pengajuan usulan lanjutan program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam bentuk konsep revisi anggaran paling lambat pada tanggal 31 Januari 2014.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut terhadap pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengikuti ketentuan revisi anggaran yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

 
Pasal 32

 

 

(1)

Sisa anggaran yang tidak terserap untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dananya bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri dan telah dialokasikan dalam DIPA sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2013 dapat dilanjutkan pada Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Pengajuan usulan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam bentuk revisi anggaran paling lambat tanggal 31 Januari 2014.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

Pasal 37

 

 

Dalam hal terdapat sisa anggaran yang tidak terserap sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2014 untuk:

 

 

a.

kegiatan yang dananya bersumber dari SBSN PBS;

 

 

b.

kegiatan yang dananya bersumber dari Penerusan Pinjaman luar negeri; dan

   

c.

kegiatan dalam rangka mempercepat penanggulangan kemiskinan melalui PNPM,

   

dapat dilanjutkan pada Tahun Anggaran 2015.

 
Pasal 38
   

Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2014 harus mengupayakan pemenuhan sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yang tercermin dalam:

 

 

a.

penurunan kemiskinan menjadi sebesar 9,0% (sembilan koma nol persen) sampai dengan 10,5% (sepuluh koma lima persen);

 

 

b.

pertumbuhan ekonomi setiap 1% (satu persen) dapat menyerap sekitar 200.000 (dua ratus ribu) tenaga kerja;

 

 

c.

tingkat pengangguran terbuka menjadi sebesar 5,7% (lima koma tujuh persen) sampai dengan 5,9% (lima koma sembilan persen); dan

 

 

d.

penurunan Gini Ratio, peningkatan Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Nelayan, dengan tetap mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi, baik eksternal maupun internal.

 
Pasal 39

 

 

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

     

 

 

 

 

 

 

 

Disahkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 14 November 2013

 

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                      ttd.

 

 

 

 

 

 

 

           

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 14 November 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

                 REPUBLIK INDONESIA,

 

                             ttd.

 

                 AMIR SYAMSUDIN

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 182

Penjelasan..................