PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 8 TAHUN 2013


TENTANG


KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

   

2.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

   

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG.

   

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

   

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

   

1.

Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan Skala tertentu.

   

2.

Ketelitian Peta adalah ketepatan, kerincian dan kelengkapan data, dan/atau informasi georeferensi dan tematik, sehingga merupakan penggabungan dari sistem referensi geometris, Skala, akurasi, atau kerincian basis data, format penyimpanan secara digital termasuk kode unsur, penyajian kartografis mencakup simbol, warna, arsiran dan notasi, serta kelengkapan muatan Peta.

   

3.

Skala adalah perbandingan jarak dalam suatu Peta dengan jarak yang sama di muka bumi.

   

4.

Skala Minimal adalah Skala Peta Dasar terkecil yang boleh digunakan dalam proses Perencanaan Tata Ruang.

   

5.

Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.

   

6.

Data Geospasial adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

   

7.

Informasi Geospasial adalah Data Geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian.

   

8.

Unit Pemetaan adalah merupakan pembagian ruang terkecil atau hierarki terkecil dalam suatu Peta Tematik yang digunakan untuk menampilkan informasi tematik dalam penyusunan tata ruang.

   

9.

Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

   

10.

Rencana Tata Ruang adalah hasil Perencanaan Tata Ruang.

   

11.

Peta Dasar adalah Peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan Skala, penomoran, proyeksi, dan georeferensi tertentu.

   

12.

Peta Tematik adalah Peta yang menggambarkan tema tertentu yang digunakan untuk pembuatan Peta rencana tata ruang.

   

13.

Data Batimetri adalah data garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang memiliki kedalaman yang sama.

   

14.

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pada aspek administratif dan/atau fungsional.

   

15.

Peta Wilayah adalah Peta yang menggambarkan ruang dalam kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pada aspek administratif dan/atau fungsional.

   

16.

Badan adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Informasi Geospasial.

   

17.

Delineasi adalah garis yang menggambarkan batas suatu unsur yang berbentuk area.

   

18.

Koridor adalah area sepanjang perbatasan yang dibatasi oleh 2 (dua) garis sejajar dengan garis perbatasan dengan jarak tertentu dimana garis perbatasannya menjadi garis tengahnya.

   

BAB II

PERENCANAAN TATA RUANG

Bagian Kesatu Umum
Pasal 2

   

(1)

Perencanaan Tata Ruang dilakukan untuk menghasilkan:

     

a.

rencana umum tata ruang; dan

     

b.

rencana rinci tata ruang.

   

(2)

Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara hierarki terdiri atas:

     

a.

rencana tata ruang wilayah nasional;

     

b.

rencana tata ruang wilayah provinsi; dan

     

c.

rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

   

(3)

Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

     

a.

rencana tata ruang pulau/kepulauan;

     

b.

rencana tata ruang kawasan strategis nasional;

     

c.

rencana tata ruang kawasan strategis provinsi;

     

d.

rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten;

     

e.

rencana tata ruang kawasan strategis kota; dan

     

f.

rencana detail tata ruang kabupaten/kota.

   

(4)

Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat berupa rencana tata ruang kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan/atau kawasan lainnya yang ditetapkan sebagai kawasan strategis.

   

Pasal 3

   

Rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang termasuk rencana tata ruang kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan kawasan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dituangkan dalam Peta Rencana Tata Ruang.

   

Bagian Kedua

Peta Rencana Tata Ruang

Paragraf 1

Umum

Pasal 4

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:

     

a.

Peta Rencana Struktur Ruang; dan

     

b.

Peta Rencana Pola Ruang.

   

(2)

Selain Peta Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditetapkan Peta penetapan kawasan strategis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

   

Pasal 5

   

(1)

Peta Rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a terdiri atas:

     

a.

Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah nasional;

     

b.

Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah provinsi;

     

c.

Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah kabupaten; dan

     

d.

Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah kota.

   

(2)

Peta Rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b terdiri atas:

     

a.

Peta Rencana Pola Ruang Wilayah nasional;

     

b.

Peta Rencana Pola Ruang Wilayah provinsi;

     

c.

Peta Rencana Pola Ruang Wilayah kabupaten; dan

     

d.

Peta Rencana Pola Ruang Wilayah kota.

   

Pasal 6

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang diselenggarakan dengan menggunakan Peta Dasar dan Peta Tematik tertentu melalui metode proses spasial yang ditentukan.

   

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketelitian Peta Dasar dan Peta Tematik serta metode proses spasial yang digunakan di dalam penyelenggaraan Peta Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

   

Pasal 7

   

(1)

Penyusunan Peta Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dikonsultasikan kepada Badan.

   

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

   

Paragraf 2

Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah

Pasal 8

   

(1)

Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi unsur:

     

a.

sistem perkotaan;

     

b.

sistem jaringan transportasi;

     

c.

sistem jaringan energi;

     

d.

sistem jaringan telekomunikasi; dan

     

e.

sistem jaringan sumber daya air.

   

(2)

Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d meliputi unsur:

     

a.

sistem perkotaan;

     

b.

sistem jaringan transportasi;

     

c.

sistem jaringan energi;

     

d.

sistem jaringan telekomunikasi;

     

e.

sistem jaringan sumber daya air; dan

     

d.

sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.

   

(3)

Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digambarkan pada 1 (satu) cakupan Peta Wilayah secara utuh.

   

(4)

Dalam hal diperlukan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat digambarkan pada Peta tersendiri.

   

(5)

Untuk kepentingan penetapan peraturan perundang-undangan, Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah dapat digambarkan dalam beberapa lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti penggambaran wilayah secara utuh.

   

Paragraf 3

Peta Rencana Pola Ruang Wilayah

Pasal 9

   

(1)

Peta Rencana Pola Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) meliputi:

     

a.

kawasan lindung; dan

     

b.

kawasan budi daya.

   

(2)

Peta Rencana Pola Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus digambarkan dalam bentuk delineasi.

   

(3)

Delineasi kawasan lindung dan kawasan budi daya harus dipetakan pada lembar kertas yang menggambarkan wilayah secara utuh.

   

(4)

Dalam hal kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digambarkan dalam bentuk delineasi, penggambarannya disajikan dalam bentuk simbol.

   

(5)

Untuk kepentingan penetapan peraturan perundang-undangan, Peta Rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digambarkan dalam beberapa lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti penggambaran wilayah secara utuh.

   

BAB III

KETELITIAN PETA
Bagian Kesatu

Umum
Pasal 10

   

(1)

Peta rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang termasuk rencana tata ruang kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan kawasan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disusun dalam tingkat ketelitian tertentu.

   

(2)

Tingkat ketelitian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

     

a.

ketelitian geometris; dan

     

b.

ketelitian muatan ruang.

   

(3)

Ketelitian geometris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

     

a.

sistem referensi Geospasial;

     

b.

Skala; dan

     

c.

Unit Pemetaan.

   

Pasal 11

   

(1)

Dalam pembuatan Peta harus menggunakan sistem referensi Geospasial yang ditetapkan oleh Kepala Badan.

   

(2)

Dalam menetapkan sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan berpedoman pada sistem referensi Geospasial yang bersifat global.

   

Pasal 12

   

(1)

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b meliputi:

     

a.

kerincian kelas unsur; dan

     

b.

simbolisasi.

   

(2)

Kerincian kelas unsur dan simbolisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

   

(3)

Dalam hal diperlukan perubahan penggambaran kerincian kelas unsur dan simbolisasi pada Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penentuan kerincian kelas unsur dan simbolisasi dilakukan oleh Kepala Badan dengan berkoordinasi bersama kementerian/lembaga pemerintah non kementerian terkait.

   

(4)

Perubahan penggambaran kerincian kelas unsur dan simbolisasi pada Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian atau Badan.

   

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan terhadap penggambaran kerincian kelas unsur dan simbolisasi diatur dengan peraturan Kepala Badan.

   

Bagian Kedua

Ketelitian Peta Rencana Umum Tata Ruang

   

Paragraf 1

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

 Pasal 13

   

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah nasional digambarkan dengan menggunakan:

   

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

   

b.

Peta Dasar Skala Minimal 1:1.000.000;

   

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; dan

   

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

Paragraf 2

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Pasal 14

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar Skala Minimal 1:250.000;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(2)

Dalam hal wilayah provinsi memiliki pesisir dan laut, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi dapat dilengkapi dengan Data Batimetri.

   

(3)

Dalam hal wilayah provinsi berbatasan dengan wilayah provinsi lain, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi disusun setelah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi yang berbatasan langsung.

   

(4)

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digambarkan dengan penggambaran wilayah provinsi ditambah dengan wilayah provinsi yang berbatasan langsung dalam Koridor 5 (lima) kilometer sepanjang garis perbatasan.

   

Paragraf 3

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 15

   

(1)

Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar Skala Minimal 1:50.000;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(2)

Dalam hal wilayah kabupaten memiliki pesisir dan laut, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten dapat dilengkapi dengan Data Batimetri.

   

(3)

Dalam hal wilayah kabupaten berbatasan dengan kabupaten/kota lain, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten disusun setelah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota yang berbatasan langsung.

   

(4)

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digambarkan dengan penggambaran wilayah kabupaten ditambah dengan wilayah kabupaten/kota yang berbatasan langsung dalam Koridor 2,5 (dua koma lima) kilometer sepanjang garis perbatasan.

   

Pasal 16

   

Rencana pola ruang wilayah kabupaten dapat digambarkan dalam beberapa lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti indeks Peta Dasar nasional.

   

Paragraf 4

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Pasal 17

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah kota digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar Skala Minimal 1:25.000;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah kota; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(2)

Dalam hal wilayah kota memiliki pesisir dan laut, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah kota dapat dilengkapi dengan Data Batimetri.

   

(3)

Dalam hal wilayah kota berbatasan dengan kabupaten/kota lain, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah kota disusun setelah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota yang berbatasan langsung.

   

(4)

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digambarkan dengan penggambaran wilayah kota ditambah dengan wilayah kabupaten/kota yang berbatasan langsung dalam Koridor 2,5 (dua koma lima) kilometer sepanjang garis perbatasan.

   

Pasal 18

   

Sistem jaringan prasarana jalan pada Peta struktur ruang wilayah kota harus digambarkan mengikuti terase jalan yang sebenarnya.

   

Pasal 19

   

Rencana pola ruang wilayah kota dapat digambarkan dalam beberapa lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti indeks Peta Dasar nasional.

   

Bagian Ketiga

Ketelitian Peta Rencana Rinci Tata Ruang

   

Paragraf 1

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau/Kepulauan
Pasal 20

   

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah pulau/kepulauan digambarkan dengan menggunakan:

   

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

   

b.

Peta Dasar Skala Minimal 1:500.000;

   

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah pulau/kepulauan; dan

   

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

Paragraf 2

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional
Pasal 21

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis nasional merupakan penjabaran dari Peta Sebaran Kawasan Strategis nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah nasional.

   

(2)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis nasional digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar pada Skala yang sesuai dengan bentang objek dan/atau sesuai kebutuhan;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis nasional; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(3)

Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib dikonsultasikan kepada Kepala Badan.

   

Paragraf 3

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 22

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis provinsi merupakan penjabaran dari Peta Sebaran Kawasan Strategis provinsi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi.

   

(2)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis provinsi digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar pada Skala yang sesuai dengan bentang objek dan/atau sesuai kebutuhan;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis provinsi; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(3)

Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib dikonsultasikan kepada Kepala Badan.

   

Paragraf 4

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 23

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kabupaten merupakan penjabaran dari Peta Sebaran Kawasan Strategis kabupaten dalam Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten.

   

(2)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kabupaten digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar pada Skala yang sesuai dengan bentang objek dan/atau sesuai kebutuhan;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kabupaten; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(3)

Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib dikonsultasikan kepada Kepala Badan.

   

Paragraf 5

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kota
Pasal 24

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kota merupakan penjabaran dari Peta Sebaran Kawasan Strategis kota dalam Rencana Tata Ruang Wilayah kota.

   

(2)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kota digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar pada Skala yang sesuai dengan bentang objek dan/atau sesuai kebutuhan;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kota; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(3)

Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib dikonsultasikan kepada Kepala Badan.

   

Pasal 25

   

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kota memuat unsur dengan tingkat kedetilan geometris sesuai dengan Skala yang ditetapkan.

   

Paragraf 6

Ketelitian Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota
Pasal 26

   

(1)

Peta Rencana Detail Tata Ruang kabupaten/kota digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar dengan Skala yang sesuai dengan bentang objek atau kawasan dan/atau tingkat kepentingan objek atau kawasan yang digambarkan;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Detail Tata Ruang kabupaten/kota; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(2)

Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dikonsultasikan kepada Kepala Badan.

   

Bagian Keempat

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan Kawasan Perdesaan

   

Paragraf 1
Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Pasal 27

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar Skala Minimal 1:10.000;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Kawasan perkotaan; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(2)

Dalam hal Peta Rencana Tata Ruang Kawasan perkotaan yang mencakup dua atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar Skala Minimal 1:50.000;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Kawasan perkotaan; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

Pasal 28

   

Sistem Pusat Kegiatan pada Peta Rencana Tata Ruang Kawasan perkotaan harus menunjukkan dengan jelas kota inti dan kota sekitarnya.

   

Paragraf 2

Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan
Pasal 29

   

(1)

Peta Rencana Tata Ruang Kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar Skala Minimal 1:10.000;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Tata Ruang Kawasan perdesaan; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

(2)

Dalam hal Peta Rencana Tata Ruang Kawasan perdesaan yang mencakup dua atau lebih wilayah kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi digambarkan dengan menggunakan:

     

a.

sistem referensi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

     

b.

Peta Dasar Skala Minimal 1:50.000;

     

c.

Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Kawasan perdesaan; dan

     

d.

Ketelitian muatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

   

BAB IV
PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL
PETA RENCANA TATA RUANG
Pasal 30

   

(1)

Pengelolaan data Peta rencana tata ruang disusun dalam sistem pengelolaan basis Data Geospasial.

   

(2)

Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sejak pengumpulan data sampai dengan tersusunnya Peta rencana tata ruang.

   

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan data Peta rencana tata ruang diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

   

Pasal 31

   

Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang, gubernur, dan bupati/walikota wajib menyerahkan duplikat Peta rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 kepada Kepala Badan.

   

BAB V
PEMBINAAN TEKNIS
Pasal 32

   

(1)

Badan melakukan pembinaan teknis perpetaan dalam penyusunan rencana tata ruang yang dilakukan oleh instansi Pemerintah dan pemerintah daerah.

   

(2)

Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:

     

a.

penerbitan pedoman, standar, dan spesifikasi teknis serta sosialisasinya;

     

b.

pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;

     

c.

pemberian pendidikan dan pelatihan;

     

d.

perencanaan, penelitian, dan pengembangan; dan

     

e.

pemantauan dan evaluasi.

   

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

   

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Rencana Tata Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

   

Pasal 34

   

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

         
           

Ditetapkan di Jakarta

           

pada tanggal 2 Januari 2013

           

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             
           

                   ttd.

             
           

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 Januari 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

                REPUBLIK INDONESIA,

 

                           ttd.

 

                AMIR SYAMSUDIN

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 8


 

 

 


 
PENJELASAN


ATAS


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 8 TAHUN 2013


TENTANG


KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG

 

I.

UMUM

 

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menegaskan bahwa tingkat ketelitian Peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah.

 

Rencana tata ruang dilaksanakan melalui proses perencanaan tata ruang yang menghasilkan antara lain Peta rencana tata ruang, pemanfaatan ruang berdasarkan hasil perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan, dan pengendalian pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan Peta rencana tata ruang. Dengan kata lain, kualitas pemanfaatan ruang ditentukan antara lain oleh tingkat ketelitian rencana tata ruang yang bentuknya digambarkan dalam Peta rencana tata ruang yang disusun berdasarkan suatu sistem perpetaan yang disajikan berdasarkan pada unsur serta simbol dan/atau notasi yang dibakukan secara nasional.

 

Proses penyusunan Peta rencana tata ruang diawali dengan ketersediaan Peta Dasar, oleh karena itu setiap jenis Peta harus memiliki Ketelitian Peta yang pasti sesuai karakteristiknya. Peta Dasar dengan segala karakteristik ketelitiannya, menjadi dasar bagi pembuatan Peta rencana tata ruang wilayah. Selanjutnya Peta rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana tata ruang wilayah dalam bentuk Peta bagi penyusunan rencana tata ruang.

 

Oleh karena ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara yang terbagi dalam wilayah daerah propinsi, wilayah daerah kabupaten/kota, maka masing-masing rencana tata ruang wilayah tersebut secara berurutan digambarkan dalam Peta Wilayah Negara Indonesia, Peta Wilayah provinsi, Peta Wilayah kabupaten, dan Peta Wilayah kota. Peta Wilayah tersebut diturunkan dari Peta Dasar sedemikian rupa sehingga hanya memuat unsur rupa bumi yang diperlukan dari Peta Dasar, dengan maksud agar Peta Wilayah tersebut tetap memiliki karakteristik ketelitian georeferensinya. Penggambaran rencana tata ruang wilayah pada Peta Wilayah tersebut berwujud Peta rencana tata ruang wilayah. Sesuai dengan ruang lingkup pengaturannya, Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur tentang ketelitian Peta rencana tata ruang dan turunannya.

 

Peta rencana tata ruang wilayah nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan rencana tata ruang wilayah daerah propinsi, rencana tata ruang wilayah daerah kabupaten, serta rencana tata ruang wilayah daerah kota ditetapkan dengan peraturan daerah masing-masing. Oleh karena rencana tata ruang wilayah tersebut berkekuatan hukum, maka Peta rencana tata ruang wilayah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan rencana tata ruang wilayah harus mengandung tingkat ketelitian yang sesuai dengan Skala penggambarannya.

 

Alokasi pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung, kawasan budi daya, kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan kawasan tertentu dalam rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah propinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten, dan rencana tata ruang wilayah kota, serta rencana tata ruang kawasan, digambarkan dengan unsur alam seperti garis pantai, sungai, danau, dan unsur buatan seperti jalan, pelabuhan, bandar udara, permukiman, serta unsur kawasan lindung dan kawasan budi daya dengan batas wilayah administrasi dan nama kota, nama sungai, dan nama laut. Penggambaran unsur tersebut disesuaikan dengan keadaan di muka bumi dan pemanfaatan ruang yang direncanakan.

 

Oleh karena dalam perencanaan tata ruang diperlukan data dan informasi tentang tema tertentu yang berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya buatan, maka Peraturan Pemerintah ini erat kaitannya dengan peraturan perundang-undangan lain yang memuat ketentuan yang mengandung segi-segi penataan ruang.

   

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

   

Cukup jelas.

 

Pasal 2

   

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (2)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (3)

     

Huruf a

       

Cukup jelas.

     

Huruf b

       

Yang dimaksud dengan “kawasan strategis” adalah kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, sumber daya alam dan teknologi tinggi, serta daya dukung lingkungan hidup.

     

Huruf c

       

Cukup jelas.

     

Huruf d

       

Cukup jelas.

     

Huruf e

       

Cukup jelas.

     

Huruf f

       

Cukup jelas.

   

Ayat (4)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 3

   

Cukup jelas.

 

Pasal 4

   

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (2)

     

Peta penetapan kawasan strategis dimaksudkan untuk mendelineasi kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan strategis sesuai nilai strategis yang menjadi dasar penetapannya.

 

Pasal 5

   

Cukup jelas.

 

Pasal 6

   

Ayat (1)

     

Yang dimaksud dengan “Peta Tematik tertentu” adalah Peta Tematik yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan Peta rencana tata ruang di suatu daerah atau kawasan.

     

Yang dimaksud dengan “metode proses spasial yang ditentukan” adalah cara mengolah Data Geospasial menjadi Peta rencana tata ruang yang meliputi penyamaan sistem referensi geometris, generalisasi, kodefikasi digital, dan indeks lembar Peta luaran.

   

Ayat (2)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 7

   

Cukup jelas.

 

Pasal 8

   

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (2)

     

Huruf a

       

Cukup jelas.  

     

Huruf b

       

Cukup jelas. 

     

Huruf c

       

Cukup jelas.  

     

Huruf d

       

Cukup jelas. 

     

Huruf e

       

Cukup jelas.

     

Huruf f

       

Yang dimaksud dengan “sistem jaringan prasarana wilayah lainnya” dapat meliputi jaringan prasarana lingkungan, mencakup prasarana pengelolaan lingkungan yang terdiri atas sistem jaringan persampahan, sumber air minum, jalur evakuasi bencana, dan sistem jaringan prasarana kebutuhan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan wilayah lainnya.

   

 Ayat (3)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (4)

     

Yang dimaksud dengan “digambarkan pada Peta tersendiri” adalah penggambaran unsur pada sebuah Peta yang terpisah dari unsur lain.

   

Ayat (5)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 9

   

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (2)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (3)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (4)

     

Yang dimaksud dengan “tidak dapat digambarkan dalam bentuk delineasi” adalah penggambaran objek yang memiliki luasan terlalu kecil untuk dapat digambarkan di dalam Peta skala tertentu.

   

Ayat (5)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 10

   

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (2)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (3)

     

Huruf a

       

Yang dimaksud dengan “sistem referensi Geospasial” adalah:

       

a.

datum geodesi yang berupa datum vertikal tertentu yang berupa bidang yang menjadi acuan tinggi yang ditetapkan untuk menggambarkan posisi tinggi;

       

b.

sistem referensi koordinat yang merupakan sistem untuk menentukan posisi suatu objek secara unik di muka bumi; dan

       

c.

sistem proyeksi yang merupakan sistem penggambaran muka bumi yang tidak beraturan secara matematis pada bidang datar.

     

Huruf b

       

Cukup jelas.

     

Huruf c

       

Cukup jelas.

 

Pasal 11

   

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (2)

     

Yang dimaksud dengan ”sistem referensi Geospasial yang bersifat global” adalah sistem referensi Geospasial yang berlaku secara internasional.

 

Pasal 12

   

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (2)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (3)

     

Yang dimaksud dengan “perubahan penggambaran” yaitu melakukan penambahan, pengurangan, dan/atau penggantian kerincian kelas unsur dan simbolisasi pada Lampiran.

   

Ayat (4)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (5)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 13

   

Cukup jelas.

 

Pasal 14

   

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (2)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (3)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (4)

     

Yang dimaksud dengan “garis perbatasan” merupakan garis batas yang bersifat indikatif kecuali garis batas yang digambarkan telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 15

   

Cukup jelas.

 

Pasal 16

   

Cukup jelas.

 

Pasal 17

   

Cukup jelas.

 

Pasal 18

   

Cukup jelas.

 

Pasal 19

   

Cukup jelas.

 

Pasal 20

   

Cukup jelas.

 

Pasal 21

   

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (2)

     

Huruf a

       

Cukup jelas.

     

Huruf b

       

Yang dimaksud dengan “bentang objek” adalah luasan dan cakupan wilayah dari suatu objek.

     

Huruf c

       

Cukup jelas.

     

Huruf d

       

Cukup jelas.

   

Ayat (3)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 22

   

Cukup jelas.

 

Pasal 23

   

Cukup jelas.

 

Pasal 24

   

Cukup jelas.

 

Pasal 25

   

Yang dimaksud dengan “tingkat kedetilan geometris” adalah tingkat ketepatan untuk sebuah objek digambarkan dalam Peta. Semakin besar skalanya, semakin mendekati aslinya untuk objek yang digambarkan pada Peta.

 

Pasal 26

   

Cukup jelas.

 

Pasal 27

   

Cukup jelas.

 

Pasal 28

   

Cukup jelas.

 

Pasal 29

   

Cukup jelas.

 

Pasal 30

   

Ayat (1)

     

Yang dimaksud dengan “basis Data Geospasial” adalah suatu sistem pengelolaan data dan Informasi Geospasial tata ruang secara digital sehingga analisa keruangan dengan sistem informasi geografis dapat dilakukan.

   

Ayat (2)

     

Cukup jelas.

   

Ayat (3)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 31

   

Yang dimaksud dengan “duplikat Peta rencana tata ruang” adalah dokumen tertulis dan dokumen elektronik dari basis Data Geospasial Peta rencana tata ruang.

 

Pasal 32

   

Cukup jelas.

 

Pasal 33

   

Cukup jelas.

 

Pasal 34

   

Cukup jelas.

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5393