1603 s. bis.
Jika si majikan mengakhiri perhubungan-kerjanya dengan maksud meluputkan
diri dari kewajibannya untuk memberikan suatu cuti setelah suatu masa-kerja
tertentu yang telah dijanjikan dalam atau berhubung dengan persetujuannya,
maka si buruh adalah berhak untuk, selebihnya dan selainnya apa yang kiranya
menjadi haknya berhubung dengan pemecatannya atas dasar lain, menuntut
suatu ganti-rugi sebesar gaji yang ia sedianya akan memperolehnya selama
waktu cuti, beserta, jika didalam persetujuan telah diperjanjikan suatu
hak atas pelayaran dengan cuma², biaya yang diperlukan untuk pelayaran
itu, ketempat asalnya atau ketempat cuti, pada saat perhubungan-kerjanya
diakhirinya.
Jika diluar hal
yang termaksud dalam ayat yang lalu, setelah separoh dari masa-kerja dalam
persetujuan ditentukan untuk pemberian cuti lampau si majikan sepihak mengakhiri
perlampau si majika sepihak mengakhiri persetujuan tanpa alasan yang mendesak,
maka ia diwajibkan selain apa yang ia wajib membayar kepada si buruh atas
dasar lain, membayar kepadanya suatu jumlah uang, yang imbangannya terhadap
jumlah ganti-rugi yang termaksud dalam ayat kesatu adalah sama dengan imbangan
antara masa-kerja yang dibutuhkan untuk perolehan cuti yang telah lampau
pada saat berakhirnya persetujuan dan masa-kerja maka bulan dalam mana
persetujuannya berakhir dihitung sebagai satu bulan penuh.
Hal yang
sama berlaku juga jika si buruh, setelah bagian dari masa-kerja yang tersebut
dalam ayat yang lalu telah lampau, mengakhiri perhubungan-kerjanya karena
suatu alasan yang mendesak yang diberikan oleh simajikan, atau jika Hakim
menyatakan bubarnya persetujuan karena alasan² penting yang tidak
mendesak sebagaimana termaksud dalam pasal 1603 v, atau karena suatu alasan
mendesak yang diberikan oleh si majikan, atau berdasarkan pasal 1267, karena
si majikan tidak memenuhi kewajiban² nya. Jika Hakim menyatakan bubarnya
persetujuan atas alasan lain dari pada alasan² yang mendesak, maka
ia adalah berkuasa mengurangi jumlah uang yang ditetapkan dalam ayat kedua
hingga suatu jumlah yang sedemikian yang dianggapnya adil mengingat keadaan²
kejadian.
1603 t.
Tiap hak untuk menuntut sesuatu yang berdasarkan pasal yang lalu, gugur
dengan liwatnya waktu satu tahun.
1603 u.
Jika perhubungan-kerja dibuat untuk waktu yang lebih lama dari lima tahun
atau untuk selama hidupnya seorang tertentu, maka si buruh namun itu adalah
berhak menghentikannya dengan pemberitahuann penghentian mulai saat pada
mana lima tahun telah lampau sejak ia mula berlaku, dengan mengindahkan
suatu tenggang waktu enam bulan.
Tiap janji
yang mungkin menyebabkan kekuasaan menghentikan ini akan dikecualikan atau
dibatasi adalah batal.
1603 v.
Masing² pihak adalah setiap waktu berhak juga sebelumnya pekerjaan
dimulai, karena alasan² penting, memajukan permohonan tertulis kepada
Pengadilan Negeri dari tempat kediamannya yang sesungguhnya supaya persetujuannya
perburuhan dinyatakan bubar. Tiap janji yang meungkin berakibat bahwa kekuasaan
ini akan dikecualikan atau dibatasi, adalah batal. Sebagai
alasan² penting, kecuali alasan² mendesak sebagai termaksud dalam
pasal 1603 n, harus dianggap juga perobahan² keadaan pribadi atau
kekayaan si pemohon atau pihak lawan ataupun perobahan² keadaan²
dalam mana pekerjaannya dilakukan, yang sedemikian sifatnya, hingga sepantasnya
perhubungan-kerjanya harus berakhir seketika atu setelah suatu waktu yang
pendek.
Hakim
takkan meluluskan permohonan selain setelahnya mendengar pihak lawan atau
memanggilnya secara sah.
Kedua ayat
terakhir dari pasal 1603 m adalah berlaku.
1603 w.
Kekuasaan para pihak untuk menuntut pembatalan persetujuan berdasarkan
pasal 1267 disertai penggantian biaya, rugi dan bunga, tidak dikecualikan
oleh ketentuan² dalam bagian ini.
Ketentuan² penutup.
1603 x.
Persetujuan² perburuhan yang dibuat antara seorang majikan yang tunduk
dan seorang buruh yang tidak tunduk pada ketentuan² yang lalu dari
bab ini, dikuasai oleh ketentuan² ini, dengan tidak memandang maksudnya
para pihak, jika persetujuan² tersebut mengenai pekerjaan yang sama
atau hampir sama dengan pekerjaan yang lazimnya dilakukan oleh buruh²
yang tunduk pada ketentuan² dari bab ini.
Persetujuan²
perburuhan yang dibuat antara seorang majikan yang tidak tunduk dan seorang
buruh yang tunduk pada ketentuan² yang lalu dari bab ini, dikuasai
oleh ketentuan² ini, dengan tidak mengingat maksudnya para pihak.
1603 y.
Ketentuan² yang lalu dari bab ini tidak berlaku bagi orang² yang
bekerja pada Negara daerah atau bagian daerah kota-praja, badan untuk menyelenggarakan
perairan atau lain badan kecuali jika sebelum atau pada waktu mulai berlakunya
perhubungan kerja ketentuan² tersebut oleh kedua belah pihak atau
atas nama mereka, ataupun oleh suatu ketentuan undang² dinyatakan
berlaku.
1603 z.
Dengan undang² dapat ditetapkan aturan² khusus bagi persetujuan²
untuk melakukan pekerjaan dalam perusahaan² pertanian atau kerajinan,
untuk melakukan pekerjaan pada kereta api atau pada perusahaan² pengangkutan
dan lain² perusahaan.
BAGIAN KEENAM
Tentang pemborongan pekerjaan.
1604. Dalam
hal pemborongan pekerjaan dapat ditetapkan dalam persetujuan bahwa si pemborong
hanya akan melakukan pekerjaan saja atau bahwa ia juga akan memberikan
bahannya.
1605. Dalam
halnya si pemborong diwajibkan memberikan bahannya dan pekerjaannya dengan
cara bagaimanapun musnah sebelumnya pekerjaan itu diserahkan, maka segala
kerugian adalah atas tanggungan si pemborong, kecuali apabila pihak yang
memborongkan telah lalai untuk menerima pekerjaan tersebut.
1606. Jika
si pemborong diwajibkan melakukan pekerjaan saja dan pekerjaannya musnah
maka ia hanya bertanggung jawab untuk kesalahannya.
1607. Jika
didalam hal yang tersebut dalam pasal yang lalu, musnahnya pekerjaan itu
terjadi diluar sesuatu kelalaian dari pihaknya si pemborong, sebelum pekerjaan
itu diserahkan sedangkan pihak yang memborongkan tidak telah lalai untuk
memeriksa dan menyetujui pekerjaannya, maka dijanjikan, kecuali apabila
musnahnya barang itu disebabkan oleh suatu cacad dalam bahannya. 1608.
Jika suatu pekerjaan di kerjakan sepotong demi sepotong atau seukuran demi
seukuran maka pekerjaan itu dapat diperiksa sebagian demi sebagian; pemeriksaan
tersebut dianggap terjadi untuk semua bagian yang telah dibayar apabila
pihak yang memborongkan tiap² kali membayar si pemborong menurut imbangan
dari apa yang telah selesai dikerjakan.
1609. Jika
suatu gedung, yang telah diborongkan dan dibuat untuk suatu harga tertentu
seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan karena suatu cacad dalam penyusunannya
atau bahkan karena tidak sanggupnya tanahnya, maka para ahli pembangunannya
serta para pemborongnya adalah bertanggung-jawab untuk itu selama sepuluh
tahun.
1610. Jika
seorang ahli pembangun atau seorang pemborong telah menyanggupi untuk membuat
suatu gedung secara memborong menurut suatu rencana yang telah diperkirakan
serta ditetapkan bersama-sama dengan si pemilik tanah, maka tak dapatlah
ia menuntut suatu penambahan harga, baik dengan dalih tambahnya upah²
buruh atau bahan² bangunan, maupun dengan dalih telah dibuatnya perobahan²
dan tambahan² yang tidak termasuk dalam rencana, jika perobahan²
atau perbesaran² itu tidak telah disetujui tertulis dan tentang harganya
tidak telah diadakan persetujuan dengan si pemilik.
1611. Pihak
yang memborongkan, jika dikehendakinya demikian, boleh menghentikan pemborongannya,
meskipun pekerjaannya telah dimulai asal ia memberikan ganti-rugi sepenuhnya
kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya
serta untuk keuntungan yang terhitung karenanya.
1612. Pemborongan
pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong. Namun itu pihak yang
memborongkan diwajibkan untuk membayar kepada para ahliwarisnya sipemborong
harganya pekerjaan yang telah dikerjakan menurut imbangannya terhadap harganya
pekerjaan yang telah dijanjikan dalam persetujuan, serta harganya bahan²
bangunan yang telah disediakan, asal pekerjaan atau bahan tersebut dapat
mempunyai sesuatu manfaat baginya.
1613. Si
pemborong adalah bertanggung-jawab terhadap perbuatan² orang²
yang dipekerjakan olehnya.
1614. Tukang²
batu, tukang² kayu, tukang² besi dan lain² tukang, yang
telah dipakai untuk mendirikan sebuah gedung atau untuk membuat sesuatu
pekerjaan lain yang diborongkan tidak mempunyai tuntutan terhadap orang
untuk siapa pekerjaan² itu telah dibuatnya selainnya untuk sejumlah
yang orang ini berutang kepada si pemborong pada saat mereka memajuka tuntutannya.
1615. Tukang²
batu, tukang² kayu, tukang² besi dan lain² tukang yang atas
tanggung-jawab sendiri secara langsung dan untuk suatu harga tertentu menyanggupi
melaksanakan suatu pekerjaan, tunduk pada aturan² yang diberikan dalam
bagian ini.
Mereka adalah
pemborong² didalam bagian pekerjaan yang mereka lakukan.
1616. Orang²
buruh yang memegang sesuatu barang kepunyaan orang lain untuk mengerjakan
sesuatu pada barang tersebut adalah berhak menahan barang itu sampai biaya
dan upah² yang dikeluarkan untuk barang itu dipenuhi seluruhnya kecuali
jika pihak yang memborongkan telah memberikan jaminan secukupnya untuk
pembayaran biaya dan upah² tersebut.
1617. Hak²
dan kewajiban² juru² pengangkatan dan nakhoda² diatur didalam
Kitab Undang² Hukum Dagang.
BAB KEDELAPAN
Tentang Perseroan.
BAGIAN KESATU
Ketentuan² umum.
1618. Perseroan
adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri
untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya.
1619. Segala
perseroan harus mengenai suatu usaha yang halal dan harus dibuat untuk
manfaat bersama para pihak.
Masing²
pesero diwajibkan memasukkan uang, barang² lain ataupun kerajinannya
kedalam perseroan itu.
1620. Perseroan²
adalah penuh atau khusus.
1621. Undang²
hanyalah mengenal perseroan penuh tentang keuntungan. Dilarang adalah segala
perseroan, baik dari semua kekayaan maupun dari sebagian tertentu dari
kekayaan seorang secara percampuran seumumnya; dengan tidak mengurangi
ketentuan² sebagaimana ditetapkan dalam bab keenam dan ke-tujuh dari
Buku kesatu Kitab Undang² ini.
1622. Perseroan
penuh tentang keuntungan hanyalah mengenai segala apa yang akan diperoleh
para pihak dengan nama apapun selama berlangsungnya perseroan sebagai hasil
dari kerajinan mereka.
1623. Perseroan
khusus yalah perseroan yang sedemikian yang hanya mengenai barang²
tertentu saja, atau pemakaiannya, atau hasil² yang akan didapatnya
dari barang² itu, atau lagi mengenai suatu perusahaan maupun mengenai
hal menjalankan sesuatu perusahaan atau pekerjaan tetap.
BAGIAN KEDUA
Tentang perikatan² antara para persero.
1624. Persero
mulai berlaku sejak saat persetujuan jika dalam persetujuan ini tidak telah
ditetapkan suatu saat lain.
1625. Masing²
pesero berutang kepada perseroan segala apa yang ia telah menyanggupi memasukkan
didalamnya; dan jika pemasukan ini terdiri atas suatu barang tertentu,
maka ia diwajibkan menanggung, dengan cara yang sama seperti dalam jual-beli.
1626. Si
pesero yang diwajibkan memasukkan sejumlah uang dan tidak melakukannya
itu menjadi berutang bunga atas jumlah itu demi hukum dan dengan tidak
usah ditagihnya pembayaran uang tersebut terhitung sejak hari uang tersebut
sedianya harus dimasukkan.
Hal yang
sama berlaku terhadap jumlah² uang yang telah diambilnya dari kas
bersama terhitung sejak hari ia telah mengambilnya guna keperntingannya
pribadi.
Kesemuanya
itu tidak mengurangi penggantian tambahan biaya, rugi dan bunga jika ada
alasan untuk itu.
1627. Para
pesero yang telah mengikatkan dirinya untuk memasukkan tenaga dan kerajinannya
kedalam persero, diwajibkan memberikan perhitungan kepada perseroan tentang
semua keuntungan yang mereka telah peroleh dengan kerajinan yang sedemikian
sebagaimana menjadi hal dari persero.
1628. Jika
salah seorang pesero, atas namanya sendiri, mempunyai suatu penagihan sejumlah
uang terhadap seorang yang disamping itu juga mempunyai suatu utang yang
dapat ditagih pula kepada perseroan, maka setiap pembayaran yang diterima
oleh pesero tersebut harus dianggap berlaku baik untuk membayar piutang
perseroan maupun untuk membayar piutang si pesero sendiri, menurut imbangan
diantara jumlah² kedua piutang tersebut, demikian itu meskipun ia
pada waktu menerima pembayaran tersebut menyatakan bahwa semuanya adalah
untuk pengurangan atau pelunasan piutangnya pribadi; namun itu jika ia
pada waktu menerima pembayaran menentukan bahwa seluruh pembayaran adalah
untuk membayar piutang perseroan, maka apa yang ditentukan itulah yang
berlaku.
1629. Jika
salah seorang pesero telah menerima seluruh bagiannya dalam suatu piutang
bersama, dan sisi berutang terkemudian jatuh kedalam keadaan takmampu,
maka pesero tersebut diwajibkan memasukkan apa yang telah diterimanya itu
kedalam kas bersama meskipun ia telah menyatakan menerima pembayaran itu
sebagai pelunasan bagiannya.
1630. Masing²
pesero diwajibkan memberikan ganti-rugi kepada perseroan tentang kerugian²
yang diderita oleh perseroan yang disebabkan karena salahnya si pesero,
sedangkan ia tidak diperbolehkan menjumpakannya dengan keuntungan²
yang diperolehnya untuk perseroan berkat pekerjaan dan kerajinannya dalam
urusan² lain.
1631. Jika
barang² yang hanya kenikmatannya saja dimasukkan terdiri atas benda²
tertentu yang tidak musnah karena pemakaian, maka barang² tersebut
adalah atas tanggungan si pesero yang menjadi pemiliknya. Jika barang²
tersebut musnah karena pemakaian; jika barang² tersebut turun harganya
karena ditahan: jika barang² tersebut telah dimaksudkan untuk dijual,
atau jika barang² itu dimasukkan dalam perseroan menurut suatu perkiraan
yang ditetapkan dalam suatu pratelan atau inpentaris, maka barang²
itu adalah atas tanggungan perseroan.
Jika barang
itu telah ditaksir, maka tak dapatlah si pesero menuntut lebih dari pada
harganya menurut taksiran.
1632. Seorang
pesero mempunyai tuntutan terhadap perseroan, tidak saja tentang uang²
yang ia telah keluarkan lebih dahulu untuk perseroan, tetapi juga tentang
perikatan² yang ia telah perbuat dengan itikad baik guna kepentingan
perseroan, dan lagi tentang kerugian² yang dideritanya yang tidak
dapat dipisahkan dari pengurusannya.
1633. Jika
didalam persetujuannya perseroan tidak telah ditentukan bagian masing²
pesero dalam untung dan ruginya perseroan, maka bagian masing² adalah
seimbang dengan apa yang ia telah masukkan dalam perseroan.
Terhadap
si pesero yang hanya memasukkan kerajinannya, bagian dalam untung-rugi
ditetapkan sama dengan bagian si pesero yang memasukkan uang atau barang
paling sedikit.
1634. para
pesero tidaklah dapat memperjanjikan bahwa mereka akan menyerahkan pengaturan
tentang besarnya bagian masing² kepada salah seorang dari mereka atau
kepada seorang pihak ketiga.
Suatu janji
yang demikian harus dianggap sebagai tidak tertulis dan peraturan²
dari pasal yang lalu harus tetap diindahkan.
1635. Janji
dengan mana kepada salah seorang pesero dijanjikan semua keuntungan, adalah
batal.
Namun itu
adalah diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa semua kerugian semata-mata
akan dipikul oleh salah seorang pesero atau lebih.
1636. Si
pesero yang dengan suatu janji khusus dalam persetujuannya perseroan ditugaskan
melakukan pengurusannya perseroan, dapat biarpun bertentangan dengan pesero²
lainnya melakukan segala perbuatan yang berhubungan dengan pengurusannya
asal dia dalam hal itu berlaku dengan itikad baik.
Kekuasaan
ini selama berlangsungnya perseroan tak dapat ditarik kembali tanpa alasan
yang sah; namun jika kekuasaan tersebut tidak telah diberikan didalam persetujuannya
perseroan melainkan didalam suatu akta yang terkemudian, maka dapatlah
ia ditarik kembali sebagaimana halnya dengan satu pemberian kuasa biasa.
1637. Jika
beberapa pesero telah ditugaskan melakukan pengurusannya perseroan dengan
tidak ditentukan apakah yang menjadi pekerjaannya masing², atau dengan
tidak ditentukan bahwa yang satu tidak diperbolehkan melakukan sesuatu
apa jika tidak bersama-sama bertindak dengan teman²nya pengurus, maka
masing² sendirian adalah berkuasa untuk melakukan segala perbuatan
yang mengenai pengurusan itu.
1638. Jika
telah diperjanjikan bahwa salah seorang pengurus tidak boleh melakukan
sesuatu perbuatanpun jika tidak bersama-sama bertindak dengan seorang pengurus
lain, maka tak dapatlah pengurus yang satu, tanpa persetujuan baru, bertidak
tanpa satu bantuan dari yang lainnya, meskipun orang yang belakangan ini
pada sesuatu waktu berada dalam keadaan ketidak-mampuan untuk turut melakuka
perbuatan² pengurusan.
1639. Jika
tidak ada janji² khusus mengenai cara²nya mengurus, harus di-indahkan
aturan² yang berikut:
1o. para
pesero dianggap secara bertimbal-balik telah memberikan kuasa supaya yang
satu melakukan pengurusan bagi yang lainnya.
Apa yang
dilakukan oleh masing² pesero juga mengikat untuk bagiannya pesero²
yang lainnya, meskipun ia tidak telah memperoleh perizinan mereka; dengan
tidak mengurangi hak mereka ini atau salah seorang untuk melawan perbuatan
tersebut, selama perbuatan itu belum ditutup;
2o. masing²
pesero diperbolehkan memakai barang² kepunyaan perseroan, asal ia
memakainya itu guna keperluan untuk mana barang² itu biasanya dimaksudkan
dan asal ia tidak memakainya berlawanan dengan kepentingan perseroan atau
secara yang demikian hingga pesero² lainnya karenanya terhalang turut
memakainya menurut hak mereka;
3o. masing²
pesero berhak mewajibkan pesero² lainnya untuk turut memikul biaya
yang diperlukan untuk pemeliharaan barang² kepunyaan perseroan;
4o. tidak
seorang perseropun tanpa izinnya pesero² lainnya, boleh membuat hal²
yang baru kepada benda² tak-bergerak kepunyaan perseroan, meskipun
ia mengemukakan bahwa hal² itu menguntungkan perseroan.
1640. Para
pesero yang tidak menjadi pengurus bahkan tidak diperbolehkan mengasingkan,
maupun menggadaikan barang² bergerak kepunyaan perseroan ataupun meletakkan
beban² diatasnya.
1641. Masing²
pesero diperbolehkan, bahkan tanpa izinnya pesero² lainnya menerima
seorang ketiga sebagai peserta dari bagiannya dalam perseroan; tetapi sekalipun
ia ditugaskan melakukan pengurusan kepentingan² perseroan, tak dapatlah
ia memasukkan orang ketiga tersebut, tanpa izinnya persero² lainnya,
sebagai anggauta perseroan.
BAGIAN KETIGA
Tentang perikatan² para pesero terhadap orang²
ketiga.
1642. Para
pesero tidaklah terikat masing² untuk seluruh utang perseroan; dan
masing² pesero tidaklah dapat mengikat pesero² lainnya, jika
mereka ini tidak telah memberikan kuasa kepadanya untuk itu.
1643. Para
pesero dapat dituntut oleh si berpiutang dengan siapa mereka telah bertindak,
masing² untuk suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian pesero
yang satu dalam perseroan adalah kurang dari pada bagian pesero yang lainnya;
terkecuali apabila sewaktu utang tersebut dibuatnya dengan tegas ditetapkan
kewajiban para pesero itu untuk membayar utangnya menurut imbangan besarnya
bagian masing² dalam peseroan.
1644. Janji
bahwa suatu perbuatan telah dilakukan atas tanggungan perseroan hanyalah
mengikat si pesero yang melakukan perbuatan itu saja, dan tidaklah mengikat
pesero² lainnya, kecuali jika orang² yang belakangan ini telah
memberikan kuasa kepadanya untuk itu, atau urusannya telah memberikan manfaat
bagi perseroan.
1645. Jika
salah seorang pesero atas nama perseroan telah membuat suatu persetujuan,
maka perseroan dapat menuntut pelaksanaan persetujuan itu.
BAGIAN KEEMPAT
Tentang bermacam-macam cara berakhirnya perseroan.
1646. Perseroan
berakhir:
1o. dengan
lewatnya waktu untuk mana perseroan telah diadakan;
2o. dengan
musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok perseroan;
3o. atas
kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang pesero;
4o. jika
salah seorang pesero meninggal atau ditaruh dibawah pengampuan, atau dinyatakan
pailit.
1647. Pembubaran
perseroan² yang dibuat untuk suatu waktu tertentu, sebelum waktu itu
lewat tidaklah dapat dituntut oleh salah seorang pesero selainnya atas
alasan yang sah; sebagaimana jika seorang pesero lain tidak memenuhi kewajibannya
atau jika seorang lain karena sakit terus-menerus menjadi tak-cakap melakukan
pekerjaannya untuk perseroan; atau lain² hal semacam itu yang sah
maupun pentingnya diserahkan kepada pertimbangan Hakim.
1648. Jika
salah seorang pesero telah berjanji akan memasukkan miliknya atas suatu
barang kedalam persekutuan dan barang ini musnah sebelum pemasukan itu
terlaksana, maka peseroan karenanya menjadi bubar terhadap semua persero.
Begitu
pula perseroan dalam segala hal bubar jika barangnya musnah, apabila hanya
kenikmatan atas barang itu saja yang dimasukkan dalam persatuan, sedangkan
hak miliknya tetap berada pada si pesero.
Tetapi
perseroan tidak menjadi bubar karena musnahnya barang yang hak miliknya
telah dimasukkan dalam perseroan.
1649. Perseroan
hanya dapat dibubarkan atas kehendak beberapa atau seorang pesero jika
perseroan itu telah dibuat tidak untuk suatu waktu tertentu.
Pembubaran
terjadi, dalam hal tersebut, dengan suatu pemberitahuan penghentian kepada
segenap pesero lainnya, asal pemberitahuan penghentian ini terjadi dengan
itikad baik dan tidak dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu.
1650. Pemberitahuan
penghentian dianggap telah dilakukan tidak dengan itikad baik apabila seorang
pesero menghentikan perseroannya dengan maksud untuk mengambil suatu keuntungan
bagi diri sendiri, sedangkan para pesero telah merancangkan akan bersama-sama
menikmati keuntungan tersebut.
Pemberitahuan
penghentian dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu, apabila barang²
perseroan tidak lagi terdapat dalam keseluruhannya, sedangkan kepentingan
perseroan menuntut supaya pembubarannya diundurkan.
1651. Jika telah
diperjanjikan bahwa apabila salah seorang pesero meninggal, perseroannya
akan berlangsung terus dengan ahliwarisnya, atau akan berlangsung terus
diantara pesero² yang masih ada maka janji tersebut harus ditaati.
Dalam hal
yang kedua, ahliwaris si meninggal tidak mempunyai hak yang lebih dari
pada atas pembagian perseroan menurut keadaannya sewaktu meninggalnya si
pesero; tetapi Ia mendapat bagian dari keuntungan serta turut memikul kerugian
yang merupakan akibat² mutlak dari perbuataan² yang terjadi sebelum
si pesero, dari siapa ia ahliwarisnya, meninggal.
1652. Aturan²
tentang pembagian warisan² cara² pembagian itu dilakukan, serta
kewajiban² yang terbit karenanya antara orang² yang turut mewaris,
berlaku juga untuk pembagian diantara para pesero.
BAB KESEMBILAN
Tentang perkumpulan.
1653. Selainnya
perseroan yang sejati oleh undang² diakui pula perhimpunan² orang
sebagian perkumpulan², baik perkumpulan² itu diadakan atau diakui
sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun perkumpulan² itu diterima
sebagai diperbolehkan, atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu
yang tidak bertentangan dengan undang² atau kesusilaan baik.
1654. Semua
perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang² preman, berkuasa
melakukan tindakan² perdata, dengan tidak mengurangi peraturan²
umum, dalam mana kekuasaan itu telah diubah, dibatasi atau ditundukkan
pada acara² tertentu.
1655. Para
pengurus suatu perkumpulan adalah, sekadar tentang itu tidak telah diatur
secara lain dalam surat pendiriannya, persetujuan²-nya dan reglemen²nya,
berkuasa untuk bertindak atas nama perkumpulan, mengikat perkumpulan kepada
orang² pihak ketiga dan sebaliknya, begitu pula bertindak dimuka Hakim,
baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat.
1656. Segala
perbuatan, untuk mana para pengurusnya tidak berkuasa melakukannya, hanyalah
mengikat perkumpulan sekadar perkumpulan itu sungguh² telah mendapat
manfaat karenanya atau sekadar perbuatan² itu terkemudian telah disetujui
secara sah.
1657. Jika
surat pendirian, persetujuan dan reglemen²nya tidak memuat sesuatu
ketentuanpun tentang pengurusannya perkumpulan, maka tidak seorang anggautapun
berkuasa untuk bertindak atas nama perkumpulan, atau mengikatkan perkumpulan
dengan suatu cara lain selainnya yang telah ditetapkan pada penutupan pasal
yang lalu.
1658. Sekadar
tentang itu tidak telah diatur secara lain dalam surat pendirian, persetujuan²
dan reglemen²nya, maka para pengurus diwajibkan memberikan perhitungan
dan pertanggungan kepada segenap anggauta perkumpulan, untuk mana tiap
anggauta berkuasa memanggil mereka dimuka Hakim.
1659. Jika
dalam surat pendirian, persetujuan² dan reglemen²nya tidak telah
dibuat ketentuan² tentang hak bersuara, maka masing² anggauta
suatu perkumpulan mempunyai hak yang sama untuk mengeluarkan suaranya,
sedangkan segala keputusan diambil dengan suara terbanyak. 1660.
Hak² serta kewajiban² para anggauta perkumpulan² yang sedemikian
diatur menurut peraturan² dengan mana perkumpulan² itu telah
diadakan atau diakui, atau menurut surat pendiriannya sendiri, persetujuan²
dan reglemen²nya dan sekadar itu tidak ada, menurut ketentuan²
dalam bab ini.
1661. Para
anggauta suatu perkumpulan tidaklah bertanggung-jawab secara pribadi untuk
perikatan² perkumpulan.
Utang²
hanyalah dapat dilunasi dari pendapatan penjualan barang² perkumpulan
tersebut.
1662. Perkumpulan
yang didirikan oleh kekuasaan umum, tidaklah dihapuskan dengan meninggalnya
atau dilepaskannya keanggautaannya oleh semua anggauta, hingga perkumpulan
itu dibubarkan menurut undang².
Jika semua
anggautanya menurut apa yang diatur diatas, tidak ada, maka Pengadilan
Negeri, yang dalam daerah hukumnya perkumpulan itu berkedudukan, berkuasa
untuk, atas permintaan dari yang berkepentingan, dan setelah mendengar
dan bahkan atas tuntutaan Kejaksaan, memerintahkan diambilnya tindakan²
yang sementara waktu kiranya perlu dilakukan untuk kepentingan perkumpulan.
1663. Lain²perkumpulan
tetap hidup hingga saat perkumpulan² itu secara tegas dinyatakan bubar,
menurut surat pendiriannya, reglemen²nya, atau hingga saat berhentinya
tujuan atau hal yang menjadi pokok perkumpulan.
1664. Jika
peraturan² dari perkumpulan sendiri, atau surat pendiriannya, reglemen²
dan persetujuan²nya tidak mengandung ketentuan² lain, maka hak²
para anggauta perkumpulan adalah bersifat perseorangan dan tidak berpindah
kepada ahliwarisnya.
1665. Pada
waktu membubarkan perkumpulan yang semacam itu anggauta² yang masih
ada atau anggauta yang paling akhir ada, diwajibkan melunasi utang²
perkumpulan, sejumlah adanya kekayaan dan mereka hanyalah diperkenankan
membagi-bagi atau mengambil sisanya dan dengan demikian juga memindahkan
kepada ahli-waris² mereka.
Dalam hal
memanggil orang² pemegang piutang, menyelesaikan pertanggung-jawab
dan membayar utang², mereka itu tunduk pada kewajiban² seperti
yang dipikul oleh Ahliwaris² yang menerima suatu warisan dengan hak
istimewa untuk mengadakan pencatatan harta-kekayaan.
Jika mereka
malalaikan kewajiban² itu, maka mereka dapat dituntut untuk membayar
utang² masing² untuk seluruhnya, sedangkan beban ini dapat beralih
kepada ahliwaris² mereka.
BAB KESEPULUH
Tentang hibah.
BAGIAN KESATU
Ketentuan² umum.
1666. Hibah
adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan
cuma² dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu benda
guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
Undang²
tidak mengakui lain² hibah selainnya hibah² diantara orang²
yang masih hidup.
1667. Hibah
hanyalah dapat mengenai benda² yang sudah ada.
Jika hibah
itu meliputi benda² yang baru akan ada dikemudian hari, maka sekadar
mengenai itu hibahnya adalah batal.
1668. Si
penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual
atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah;
hibah yang semacam itu, sekadar mengenai benda tersebut, dianggap sebagai
batal.
1669. Adalah
diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki
kenikmatan atau nikmat-hasil benda² yang dihibahkan, baik benda²
bergerak maupun benda² tak bergerak atau bahwa ia dapat memberikan
kenikmatan atau nikmat-hasil tersebut kepada seorang lain; dalam hal mana
harus diperhatikan ketentuan² dari bab kesepuluh Buku Kedua Kitab
Undang² ini.
1670. Suatu
hibah adalah batal, jika dibuat dengan syarat bahwa sipenerima hibah akan
melunasi utang² atau beban² lain selainnya yang dinyatakan dengan
tegas didalam akta hibah sendiri atau didalam suatu daftar yang ditempelkan
padanya.
1671. Si
penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan memakai sejumlah uang dari
benda² yang dihibahkan.
Jika ia
meninggal dengan tidak telah memakai jumlah uang tersebut maka apa yang
dihibahkan tetap untuk seluruhnya pada si penerima hibah.
1672. Si
penghibah dapat memperjanjikan bahwa ia tetap berhak mengambil kembali
benda² yang telah diberikannya, baik dalam halnya si penerima hibah
sendiri maupun dalam halnya si penerima hibah beserta turunan²nya
akan meninggal lebih dahulu dari pada si penghibah; tetapi ini tidak dapat
dipernjanjikan selainnya hanya untuk kepentingan si penghibah sendiri.
1673. Akibat
dari hak untuk mengambil kembali yalah bahwa segala pengasingan benda²
yang telah dihibahkan dibatalkan, sedangkan benda² itu kembali kepada
si penghibah, bebas dari segala beban dan hipotik yang telah diletakkan
diatasnya sejak saat penghibahan.
1674. Jika
terjadi suatu penghukuman untuk menyerahkan suatu barang, yang telah dihibahkan
kepada seorang lain, maka sipenghibah tidak diwajibkan menanggung.
1675. Ketentuan²
pasal² 879, 880, 881, 882 dan 884, ketentuan² pasal 894 dan akhirnya
bagian² ketujuh dan kedelapan dari bab ketiga-belas dari Buku Kedua
adalah berlaku untuk hibah.
BAGIAN KEDUA
Tentang kecakapan untuk memberikan sesuatu sebagai hibah,
dan untuk menikmati keuntungan dari suatu hibah.
1676. Setiap
orang diperbolehkan memberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali
mereka yang oleh undang² dinyatakan tak-cakap untuk itu.
1677. Orang²
belum dewasa tidak diperbolehkan memberi hibah, kecuali dalam hal yang
ditetapkan dalam bab ketujuh dari Buku kesatu Kitab Undang² ini.
1678. Dilarang
adalah penghibahan antara suami-isteri selama perkawinan. Namun ketentuan
ini tidak berlaku terhadap hadiah² atau pemberian² benda²
bergerak yang bertubuh yang harganya tidak terlalu tinggi mengingat kemampuan
si penghibah.
1679. Agar
supaya seorang cakap untuk menikmati keuntungan dari suatu hibah, diperlukan
bahwa sipenerima hibah itu sudah ada pada saat terjadinya penghibahan dengan
mengindahkan aturan yang tercantum dalam pasal 2.
1680. Penghibahan²
kepada Lembaga² umum atau Lembaga² keagamaan, tidak mempunyai
akibat, selainnya sekadar oleh Presiden atau penguasa² yang ditunjuk
olehnya telah diberikan kekuasaan kepada para pengurus Lembaga² tersebut,
untuk menerima pemberian² itu.
1681. Ketentuan²
ayat kedua dan ayat terakhir dari pasal 904, begitu pula pasal 906, 907,
908, 909, dan 911 berlaku terhadap penghibahan.
BAGIAN KETIGA
Tentang cara menghibahkan sesuatu.
1682. Tiada
suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687, dapat atas ancaman
batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaris, yang aslinya disimpan
oleh notaris itu.
1683. Tiada
suatu hibah mengikat si penghibah, atau menerbitkan sesuatu akibat yang
bagaimanapun, selainnya mulai hari penghibahan itu dengan kata² yang
tegas telah diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang
dengan suatu akta otentik oleh sipenerima hibah itu telah dikuasakan untuk
menerima penghibahan² yang telah diberikan kepada si penerima hibah
atau akan diberikan kepadanya dikemuadian hari. Jika penerimaan tersebut
tidak telah dilakukan didalam suratnya hibah sendiri, maka itu akan dapat
dilakukan didalam suatu akta otentik terkemudian, yang aslinya harus disimpan,
asal yang demkian itu dilakukan diwaktu sipenghibah masih hidup; dalam
hal mana penghibahan, terhadap orang yang belakangan disebut ini, hanya
akan berlaku sejak hari penerimaan itu diberitahukan kepadanya.
1684. Penghibahan²
yang diberikan kepada seorang perempuan bersuami tidak dapat diterima selainnya
menurut ketentuan² dari bab kelima Buku Kesatu Kitab Undang ini.
1685. Penghibahan
kepada orang² yang belum dewasa yang berada dibawah kekuasaan orangtua
harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan orangtua. Penghibahan
kepada orang² belum dewasa yang berada dibawah perwalian atau kepada
orang² terampu, harus diterima oleh si wali atau si pengampu, yang
untuk itu harus dikuasakan oleh Pengadilan Negeri.
1686. Hak
milik atas benda² yang termaktub dalam penghibahan, sekalipun penghibahan
itu telah diterima secara sah, tidaklah berpindah kepada si penerima hibah,
selainnya dengn jalan penyerahan yang dilakukan menurut pasal² 612,
613, 616 dan selanjutnya.
1687. Pemberian²
benda² bergerak yang bertubuh atau surat² penagihan utang kepada
sipenunjuk dari tangan satu ketangan lain, tidak memerlukan suatu akta,
dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada si penerima hibah atau kepada
seorang pihak ketiga yang menerima pemberian itu atas nama si penerima
hibah.
BAGIAN KE-EMPAT
Tentang penarikan kembali dan penghapusan hibah.
1688. Suatu hibah
tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan karenanya, melainkan dalam
hal² yang berikut:
1o. karena
tidak dipenuhi syarat² dengan mana penghibahan telah dilakukan;
2o. jika
si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan
yang berujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap
si penghibah;
3o. jika
ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada sipenghibah, setelahnya orang
ini jatuh dalam kemiskinan.
1689. Dalam hal
yang pertama, barang yang dihibahkan tetap pada si penghibah atau ia dapat
menuntutnya kembali, bebas dari segala beban dan hipotik yang sekiranya
telah diletakkan diatasnya oleh si penerima hibah, beserta hasil²
dan pendapatan² yang ada pada si penerima hibah yang didapatnya sejak
saat kelalaiannya. Dalam hal yang demikian si penghibah dapat, terhadap
seorang pihak ketiga yang memegang benda takbergerak yang telah dihibahkan,
melaksanakan hak² yang sama sebagaimana dapat dilaksanakannya terhadap
si penerima hibah sendiri.
1690. Dalam
kedua hal yang berakhir disebutkan dalam pasal 1688, tidaklah dapat diganggu
gugat pemindah tanganan barang yang dihibahkan atau hipotik² dan lain²
beban kebendaan, yang sekiranya telah diletakkan diatas barang tersebut
oleh sipenerima hibah sebelumnya tuntutan untuk pembatalan hibah telah
didaftarkan disampingnya pengumuman tersebut dalam pasal 616. Semua pemindahtanganan,
hipotik atau lain² beban kebendaan yang dibuat terkemudian dari pada
pendaftaran oleh sipenerima hibah sebagaimana disebutkan diatas adalah
batal, apabila tuntutan sebagai akibat penarikan kembali itu dikabulkan.
1691. Si
penerima hibah diwajibkan dalam hal yang tersebut dalm pasal yang lalu
mengembalikan barang yang dihibahkan dengan hasil² dan pendapatan²nya,
terhitung mulai hari dimajukannya gugatan, atau jika benda telah dijualnya,
mengembalikan harganya pada waktu dimasukkannya gugatan pula disertai hasil²
dan pendapatan² sejak saat itu. Selain dari pada itu ia diwajibkan
memberikan ganti-rugi kepada si penghibah, untuk hipotik² dan beban²
lainnya yang telah diletakkan olehnya diatas benda² tak bergerak juga
sebelum gugatan dimasukkan.
1692. Tuntutan
hukum tersebut dalam pasal yang lalu, gugur dengan liwatnya waktu satu
tahun, terhitung mulai hari terjadinya peristiwa yang menjadi alasan tuntutan
itu, dan dapat diketahuinya hal itu oleh si penghibah. Tuntutan hukum tersebut
tidak dapat dimajukan oleh si penghibah terhadap para ahliwarisnya si penerima
hibah, maupun oleh para ahliwarisnya sipenghibah terhadap si penerima hibah,
terkecuali dalam hal yang terakhir, jika tuntutan itu telah dimajukan oleh
si penghibah ataupun jika orang ini telah meninggal didalam waktu satu
tahun setelah terjadinya peristiwa yang dituduhkan.
1693. Ketentuan²
dalam bab ini tidak mengurangi berlakunya apa yang telah ditetapkan dalam
bab ketujuh dari Buku Kesatu Kitab Undang² ini.
BAB KESEBELAS
Tentang penitipan barang.
BAGIAN KESATU
Tentang penitipan barang pada umumnya, dan tentang berbagai
macam penitipan.
1694. Penitipan
adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain,
dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujudnya
asal.
1695. Adalah
dua macam penitipan barang : yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.
BAGIAN KEDUA
Tentang penitipan barang yang sejati.
1696.
Penitipan barang yang sejati dianggap telah dibuat dengan cuma², jika
tidak diperjanjikan sebaliknya. Penitipan tersebut ini hanya dapat mengenai
barang² yang bergerak.
1697.
Persetujuan ini tidaklah telah terlaksana selainnya dengan penyerahan barangnya
secara sungguh² atau secara dipersangkakan.
1698. Penitipan
barang terjadi dengan sukarela atau karena terpaksa.
1699. Penitipan
barang dengan sukarela terjadi karena sepakat bertimbal-balik antara pihak
yang menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan
1700. Dihapuskan.
1701. Penitipan
barang dengan sukarela hanyalah dapat terjadi antara orang² yang mempunyai
kecakapan untuk membuat perikatan². Jika namun itu seorang yang cakap
untuk membuat perikatan², menerima penitipan suatu barang dari seorang
yang tidak cakap untuk membuat perikatan², maka tunduklah ia kepada
segala kewajiban yang dipikul oleh seorang penerima titipan yang sungguh².
1702. Jika
penitipan dilakukan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang tidak
cakap membuat perikatan², maka pihak yang menitipkan hanyalah mempunyai
hak terhadap pihak yang menerima titipan untuk menuntut pengembalian barang
yang dititipkan, selama barang ini masih ada pada pihak yang terakhir itu;
atau, jika barangnya sudah tidak lagi pada si penerima titipan, maka dapatlah
ia menuntut pemberian ganti-rugi sekadar si penerima titipan itu telah
memperoleh manfaat dari barang tersebut.
1703. Penitipan
karena terpaksa yalah penitipan yang terpaksa dilaksanakan oleh seorang
karena timbulnya sesuatu malapetaka, misalnya kebakaran, runtuhnya gedung²,
perampokan, karamnya kapal airbah dan lain² peristiwa yang tak tersangka.
1704. Dihapuskan.
1705. Penitipan
karena terpaksa diatur menurut ketentuan seperti yang berlaku terhadap
penitipan sukarela.
1706. Si
penerima titipan diwajibkan mengenai perawatan barang yang dipercayakan
padanya, memeliharannya dengan minat yang sama seperti ia memelihara barang²nya
sendiri.
1707. Ketentuan
pasal yang lalu harus dilakukan lebih keras:
1o. jika
si penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan barangnya;
2o. jika
ia telah meminta diperjanjikannya sesuatu upah untuk menyimpan itu;
4o. jika
telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung segala macam
kelalaian.
1708. tidak
sekali-kali sipenerima titipan bertanggungjawab tentang peristiwa²
yang tak dapat disingkiri, kecuali apabila ia lalai dalam pengembalian
barang yang dititipkan. Bahkan dalam hal yang terakhir ia tidak bertanggung-jawab
jika barangnya juga akan musnah seandainya telah berada ditangannya orang
yang menitipkan.
1709. Orang²
yang menyelenggarakan rumah penginapan dan penguasa² losmen adalah
sebagai orang² yang menerima titipan barang, bertanggung-jawab untuk
barang² yang dibawa oleh para tamu yang menginap pada mereka. Penitipan
barang yang semacam itu dianggap sebagai suatu penitipan barang karena
terpaksa.
1710. Mereka
adalah bertanggung-jawab tentang pencurian atau kerusakan pada barang²
kepunyaan para penginap, baik pencurian itu dilakukan atau kerusakan itu
diterbitkan oleh pelayan² atau lain² budak dari rumah penginapan
maupun oleh setiap orang lain.
1711. Mereka
tidak bertanggung-jawab tentang pencurian² yang dilakukan dengan kekerasan
atau yang dilakukan oleh orang² yang telah dimasukkan sendiri oleh
si penginap.
1712. Si
penerima titipan barang tidak diperbolehkan mempergunakan barang yang dititipkan
untuk keperluan sendiri tanpa izin orang yang menitipkan barang, yang dinyatakan
dengan tegas atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian
dan bunga, jika ada alasan untuk itu.
1713. Ia
tidak diperbolehkan menyelidiki tentang ujudnya barang yang dititipkan,
jika barang itu dipercayakan padanya dalam suatu kotak tertutup, atau dalam
suatu sampul tersegel.
1714. Si
penerima titipan diwajibkan mengembalikan barang yang sama yang telah diterimanya.
Dengan demikian maka jumlah² uang harus dikembalikan dalam mata uang
yang sama, seperti yang dititipkan, baik mata-uang itu telah naik atau
telah turun harganya.
1715. Si
penerima titipan hanya diwajibkan mengembalikan barang yang dititipkan
dalam keadaannya pada saat pengembalian itu. Kemunduran² yang dialami
barangnya diluar salahnya si penerima titipan, adalah atas tanggungan pihak
yang menitipkan.
1716. Jika
barangnya dengan paksaan dirampas dari tangannya si penerima titipan dan
orang ini telah menerima harganya atau sesuatu barang lain sebagai gantinya,
maka ia harus mengembalikannya kepada orang yang menitipkan barang.
1717. Seorang
ahliwaris dari si penerima titipan yang karena ia tidak tahu bahwa suatu
barang telah diterimanya dalam penitipan, dengan itikad baik telah menjual
barang tersebut, hanyalah diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang
diterimanya, atau jika ia belum menerima harga itu, menyerahkan hak tuntutannya
terhadap si pembeli barang.
1718. Jika
benda yang dititipkan telah memberikan hasil² yang telah dipungut
atau diterima oleh si penerima titipan, maka ia diwajibkan mengembalikannya.
Ia tidak diharuskan membayar bunga atas jumlah² uang yang dititipkan
kepadanya, selainnya sejak hari ia lalai mengembalikannya, setelah diperingatkan.
1719. Si
penerima titipan tidak diperbolehkan mengembalikan barangnya titipan selainnya
kepada orang yang menitipkannya kepadanya, atau kepada orang yang atas
namanya penitipan itu telah dilakukan atau yang ditunjuk untuk menerima
kembali barangnya.
1720. Tak
bolehlah ia menuntut dari orang yang menitipkan barang suatu bukti bahwa
orang itu pemilik barang tersebut. Jika namun itu ia mengetahui bahwa barang
itu adalah barang curian, dan siapa pemiliknya sesungguhnya, maka haruslah
ia memberitahu kepada orang ini bahwa barangnya dititipkan kepadanya, dengan
peringatan supaya meminta kembali barang tersebut didalam suatu waktu tertentu
yang cukup lama. Jika orang kepada siapa pemberitahuan itu telah dilakukan,
malalaikan untuk meminta kembali barangnya, maka si penerima titipan dibebaskan
secara sah jika ia menyerahkan barang itu kepada orang dari siapa ia telah
menerimanya.
1721. Jika
orang yang menitipkan barang meninggal, maka barangnya hanya dapat dikembalikan
kepada ahliwarisnya. Jika ada lebih dari seorang ahliwaris, maka barangnya
harus dikembalikan kepada mereka kesemuanya, atau kepada masing² untuk
bagiannya. Jika barang yang dititipkan tidak dapat dibagi-bagi, maka para-ahliwaris
harus mengadakan mupakat tentang siapa yang diwajibkan mengopernya.
1722. Jika
orang yang menitipkan barang berubah kedudukannya, misalnya jika seorang
perempuan yang pada waktu menitipkan barang tidak bersuami kemudian berkawin;
jika seorang dewasa yang menitipkan barang ditaruh dibawah pengampuan;
dalam hal ini dan dalam hal² semacam itu barang yang dititipkan tidak
boleh dikembalikan selainnya kepada orang yang melakukan pengurusan atas
hak² dan benda² orang yang menitipkan barang, kecuali apabila
orang yang menerima titipan mempunyai alasan² yang sah untuk tidak
mengetahui perubahan kedudukan tersebut.
1723. Jika
penitipan barang telah dilakukan oleh seorang wali, seorang pengampu, seorang
suami atau seorang penguasa, dan pengurusan mereka itu telah berakhir,
maka barangnya hanyalah dapat dikembalikan kepada orang yang telah diwakili
oleh wali, pengampu, suami atau penguasa tersebut.
1724. Pengembalian
barang yang dititipkan harus dilakukan ditempat yang ditunjuk dalam persetujuan.
Jika persetujuan tidak menunjuk tempat itu, barangnya harus dikembalikan
ditempat terjadinya penitipan. Biaya yang harus dikeluarkan untuk itu harus
ditanggung oleh orang yang menitipkan barang.
1725. Barang
yang dititipkan harus dikembalikan kepada orang yang menitipkan, seketika
apabila dimintanya, sekalipun dalam persetujuannya telah ditetapkan suatu
waktu lain untuk pengembaliannya, kecuali apabila telah dilakukan suatu
penyitaan atas barang² yang berada ditangannya si penerima titipan.
1726. Si
penerima titipan yang mempunyai alasan yang sah untuk membebaskan diri
dari barang yang dititipkan, meskipun belum tiba waktunya yang ditetapkan
dalam persetujuan, juga berkuasa mengembalikan barangnya kepada orang yang
menititipkan atau jika orang ini menolaknya meminta izin Hakim untuk menitipkan
barangnya disuatu tempat lain.
1727. Segala
kewajiban si penerima titipan berhenti jika ia mengetahui dan dapat membuktikan
bahwa ia sendiri adalah pemilik barang yang dititipkan itu.
1728. Orang
yang menitipkan barang diwajibkan mengganti kepada si penerima titipan
segala biaya yang telah dikeluarkan guna menyelamatkan barang yang dititipkan,
serta mengganti kepadanya segala kerugian yang disebabkan karena penitipan
itu.
1729. Si
penerima titipan adalah berhak untuk menahan barangnya hingga segala apa
yang harus dibayar kepadanya karena penitipan tersebut, telah dilunasi.
BAGIAN KETIGA
Tentang sekestrasi dan berbagai macam²nya.
1730. Sekestrasi
yalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, ditangannya seorang
pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus,
mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakn berhak, beserta
hasil²nya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada
pula yang dilakukan atas perintah Hakim.
1731. Sekestrasi
terjadi dengan persetujuan, apabila barang yang menjadi sengketa diserahkan
kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih secara sukarela.
1732. Adalah
bukan syarat mutlak bahwa suatu sekestrasi terjadi dengan cuma².
1733. Sekestrasi
tunduk pada aturan² yang sama seperti penitipan sejati, namun dengan
kekecualian² sebagai berikut.
1734. Sekestrasi
dapat mengenai baik benda² bergerak maupun benda² takbergerak.
1735. Si
penerima titipan yang ditugaskan melakukan sekestrasi, tidak dapat dibebaskan
dari tugasnya, sebelum persengketaan diselesaikan, kecuali apabila semua
pihak yang berkepentingan menyetujuinya atau apabila ada suatu alasan lain
yang sah.
1736. Sekestrasi
atas perintah Hakim terjadi, jika Hakim memerintahkan supaya suatu barang
tentang mana ada sengketa, dititipkan kepada seorang.
1737. Sekestrasi
guna keperluan Pengadilan diperintahkan kepada seorang yang disetujui oleh
pihak² yang berkepentingan atau kepada seorang yang ditetapkan oleh
Hakim karena jabatan. Dalam kedua-duanya hal, orang kepada siapa barangnya
telah dipercayakan, tunduk pada segala kewajiban yang terbit dalam halnya
sekestrasi dengan persetujuan, dan selainnya itu ia diwajibkan saban tahun,
atas tuntutan Kejaksaan, memberikan suatu perhitungan secara ringkas kepada
Hakim, dengan memperlihatkan ataupun menunjukkan barang² yang dipercayakan
kepadanya, namunlah penyetujuan perhitungan itu tidak akan dapat dimajukan
terhadap pihak² yang berkepentingan.
1738. Hakim
dapat memerintahkan sekestrasi;
1o. terhadap
barang² bergerak, yang telah disita ditangannya seorang yang berutang;
2o. terhadap
suatu barang yang bergerak maupun yang takbergerak, tentang mana hak miliknya
atau hak penguasaannya menjadi persengketaan;
3o. terhadap
barang² yang ditawarkan oleh seorang yang berutang untuk melunasi
utangnya. 1739.
Pengangkatan seorang penyimpan barang bertimbal-balik antara sipenyita
dan si penyimpan barang dimuka Hakim menerbitkan kewajiban² yang Si
penyimpan diwajibkan memelihara barang² yang telah disita sebagai
seorang bapak rumah yang baik. Ia harus menyerahkan barang² itu untuk
dijual supaya dari pendapatan penjualan itu dapat dilunasi piutang²
si penyita, atau menyerahkannya kepada pihak terhadap siapa penyitaan telah
dilakukan, jika penyitaan tersebut telah dicabut kembali. Adalah menjadi
kewajiban sipenyita untuk membayar kepada si penyimpan upahnya yang ditentukan
dalam undang².
BAB KEDUABELAS
Tentang pinjam-pakai.
BAGIAN KESATU
Ketentuan² umum.
1740. Pinjam-pakai
adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang
kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan cuma², dengan syarat
bahwa yang menerima barang ini setelah memakainya atau setelah lewatnya
suatu waktu tertentu akan mengembalikannya.
1741. Pihak
yang meminjamkan tetap menjadi pemilik barang yang dipinjamkan.
1742. Segala
apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi
bahan persetujuan ini.
1743. Perikatan²
yang terbit dari persetujuan pinjam-pakai berpindah kepada para ahliwaris
pihak yang meminjamkan dan para ahliwaris pihak yang meminjam. Namun jika
suatu peminjaman telah dilakukan karena mengingat orangnya yang menerima
pinjaman, dan telah diberikan khusus kepada orang tersebut secara pribadi,
maka para ahliwarisnya orang ini tidak dapat tetap menikmati barang pinjaman
itu.
BAGIAN KEDUA
Tentang kewajiban² seorang yang menerima pinjaman sesuatu.
1744. Siapa
yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan menyimpan dan memelihara barangnya
pinjaman sebagai seorang bapak rumah yang baik. Ia tidak boleh memakainya
guna suatu keperluan lain, selainnya yang selaras dengan sifatnya barangnya,
atau yang ditentukan dalam persetujuan; kesemuanya atas ancaman penggantian
biaya rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu. Jika ia memakai barangnya
pinjaman guna suatu keperluan lain, atau lebih lama dari pada yang diperbolehkan,
maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung-jawab atas musnahnya barangnya,
sekalipun musnahnya barang ini disebabkan karena suatu kejadian yang sama-sekali
tidak disengaja.
1745. Jika
barang yang dipinjam musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, yang
dapat disingkiri seandainya si peminjam telah memakai barangnya sendiri,
atau jika hanya satu dari kedua barang itu sajalah yang dapat diselamatkan,
si peminjam telah memilih menyelamatkan di punya barang sendiri, maka ia
bertanggung-jawab tentang musnahnya barang yang lainnya.
1746. Jika
barangnya pada waktu dipinjamkan telah ditaksir harganya, maka musnahnya
barang biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tak disengaja, adalah
atas tanggungan si peminjam kecuali apabila telah diperjanjikan sebaliknya.
1747. Jika
barangnya berkurang harganya telah dipinjam dan diluar salahnya si pemakai,
maka orang ini tidak bertanggung-jawab tentang kemunduran itu.
1748. Jika
si pemakai, untuk dapat memakai barangnya pinjaman telah mengeluarkan sementara
biaya, maka tak dapatlah ia menuntutnya kembali.
1749. Jika
berbagai orang bersama-sama menerima satu barang dalam peminjaman, maka
mereka itu adalah masing² untuk seluruhnya bertanggung-jawab terhadap
orang yang memberikan pinjaman.
BAGIAN KETIGA
Tentang kewajiban² orang yang meminjamkan.
1750. Orang
yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya
setelah liiwatnya waktu yang ditentukan atau, jika tidak ada penetapan
waktu yang demikian, setelah barangnya dipergunakan atau dapat dipergunakan
untuk keperluan yang dimaksudkan.
1751. Jika
namun itu orang yang meminjamkan, didalam jangka-waktu tersebut atau sebelum
kebutuhan si pemakai habis, karena alasan² yang mendesak dan sekonyong-konyong,
sendiri memerlukan barangnya, maka Hakim dapat mengingat keadaan memaksa
si pemakai mengembalikan barangnya kepada orang yang meminjamkannya.
1752. Jika
si pemakai barang selama waktu peminjaman, telah terpaksa mengeluarkan
beberapa biaya luar biasa yang perlu yang sebegitu mendesaknya hingga ia
tidak sempat memberitahukan hal itu sebelumnya kepada orang yang meminjamkan,
maka orang ini diwajibkan mengganti biaya² tersebut kepada si pemakai
itu.
1753. Jika
barang yang dipinjamkan mengandung cacad² yang sedemikian, hingga
orang yang memakainya dapat dirugikan karenanya, maka orang yang meminjamkan,
jika ia mengetahui adanya cacad² itu dan tidak memberitahukannya kepada
si pemakai, bertanggungjawab tentang akibat²nya.
BAB KETIGABELAS
Tentang pinjam-mengganti.
BAGIAN KESATU
Ketentuan² umum.
1754. Pinjam-mengganti
ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang
lain suatu jumlah tertentu barang² yang menghabis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah
yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
1755. Berdasarkan
persetujuan pinjam-mengganti ini, pihak yang menerima pinjaman menjadi
pemilik barang yang dipinjam; dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun
maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya.
1756. Utang
yang terjadi karena peminjaman uang hanyalah terdiri atas jumlah uang yang
disebutkan dalam persetujuan. Jika sebelum saat pelunasan terjadi suatu
kenaikan atau kemunduran harga atau ada perubahan mengenai berlakunya mata
uang maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata
uang yang berlaku pada waktu pelunasan dihitung menurut harganya yang berlaku
pada saat itu.
1757. Aturan
yang ditetapkan dalam pasal yang lalu tidak berlaku jika mengenai suatu
pinjaman suatu jumlah mata uang tertentu kedua belah pihak dengan pernyataan
tegas telah bersepakat, bahwa akan dikembalikan jumlah mata uang yang sama.
Dalam hal ini, pihak yang menerima pinjaman diwajibkan mengembalikan jumlah
mata uang yang tepat dari macam yang sama tidak kurang dan tidak lebih.
Jika mata uang yang semacam tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi,
maka kekurangannya harus diganti dengan mata uang dari logam yang sama
sedapat-dapatnya dan kadar yang sama, dan kesemuanya menanggung logam asli
yang sama beratnya sebagaimana yang terdapat didalam jumlah mata uang yang
telah tidak ada lagi itu.
1758. Jika
yang dipinjamkan itu berupa batang² mas atau perak atau lain²
barang perdagangan, maka betapapun naik atau turunnya harganya, si berutang
senantiasa harus mengembalikan jumlah yang sama berat dan sama mutunya
dan ia tidaklah diwajibkan memberikan lebih dari pada itu.
BAGIAN KEDUA
Tentang kewajiban² orang yang meminjamkan.
1759. Orang
yang meminjamkan tidak dapat meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya
sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam persetujuan.
1760. Jika
tidak telah ditetapkan sesuatu waktu, Hakim berkuasa, apabila orang yang
meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya, menurut keadaan memberikan
sekadar kelonggaran kepada si peminjam.
1761. Jika
telah diadakan persetujuan, bahwa pihak yang telah meminjam sesuatu barang
atau sejumlah uang akan mengembalikannya bilamana ia mampu untuik itu,
maka Hakim mengingat keadaan, akan menentukan waktunya pengembalian.
1762. Ketentuan
pasal 1753 adalah berlaku terhadap pinjam-mengganti.
BAGIAN KETIGA
Tentang kewajiban² si peminjam.
1763. Siapa
yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah
dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan.
1764. Jika
ia tidak mampu memenuhi kewajiban ini maka ia diwajibkan membayar harganya
barang yang dipinjamnya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat
dimana barangnya, menurut persetujuan sedianya harus dikembalikan. Jika
waktu dan tempat ini tidak telah ditentukan, pelunasannya harus dilakukan
menurut harga dilakukan menurut harga barang pinjaman pada waktu dan ditempat
dimana pinjaman telah terjadi.
BAGIAN KEEMPAT
Tentang meminjamkan dengan bunga.
1765. Adalah
diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang
yang mengahabis karena pemakaian.
1766. Siapa
yang telah menerima pinjaman dan membayar bunga yang tidak telah diperjanjikan,
tidak dapat menuntutnya kembali maupun menguranginya dari jumlah pokok
kecuali apabila bunga yang dibayar itu melebihi bunga menurut undang²;
dalam hal mana uang yang telah dibayar selebihnya dapat dituntut kembali
atau dikurangkan dari jumlah pokok. Pembayaran bunga yang tidak telah diperjanjikan
tidak mewajibkan si berutang untuk membayarnya seterusnya; tetapi bunga
yang telah diperjanjikan harus dibayar sampai pada pengembalian atau penitipan
uangnya pokok, biarpun pengembalian atau penitipan ini telah dilakukan
setelah liwatnya waktu utangnya dapat ditagih.
1767. Ada
bunga menurut undang² dan ada yang ditetapkan didalam persetujuan.
Bunga menurut undang² ditetapkan didalam undang². Bunga yang
diperjanjikan dalam persetujuan boleh melampaui bunga menurut undang²
dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang². Besarnya bunga
yang diperjanjikan dalam persetujuan harus ditetapkan secara tertulis (Bunga
menurut undang² adalah menurut Lembaga Negara tahun 1848 No. 22; enam
prosen).
1768. Jika
orang yang meminjamkan telah memperjanjikan bunga dengan tidak menentukan
berapa besarnya, maka si penerima pinjaman diwajibkan membayar bunga menurut
undang².
1769. Bukti
pembayaran uang pokok dengan tidak menyebutkan sesuatu apa mengenai bunga,
memberikan persangkaan tentang sudah dibayarnya bunga itu dan si berutang
dibebaskan daripada itu.
BAB KEEMPAT BELAS
Tentang bunga tetap atau bunga abadi.
1770. Memperjanjikan
suatu bunga abadi yalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang memberi
pinjaman uang memperjanjikan pembayaran bunga atas pembayaran sejumlah
uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.
1771. Bunga
ini pada hakekatnya dapat diangsur. Hanyalah kedua belah pihak dapat mengadakan
sepakat bahwa pengangsuran itu tidak dilakukan selainnya setelah lewatnya
suatu waktu tertentu, waktu mana tidak boleh ditetapkan lebih lama dari
sepuluh tahun, atau tidak boleh dilakukan tanpa pemberitahuan lebih dahulu
kepada si berpiutang dengan suatu tenggang waktu yang sebelumnya telah
ditetapkan oleh mereka, tenggang waktu mana namun tidak boleh lebih lama
dari pada satu tahun.
1772. Seorang
yang berutang suatu bunga abadi dapat dipaksa mengembalikan uangnya pokok
:
1o. jika
ia tidak membayar sesuatu apapun atas bunga yang harus dibayarnya selama
dua tahun berturut-turut;
2o. jika
ia lalai memberikan jaminan yang dijanjikan kepada si berpiutang;
3o. jika
ia telah dinyatakan pailit.
1773. Dalam
kedua hal yang pertama yang tersebut dalam pasal yang lalu, si berutang
dapat membebaskan diri dari kewajibannya mengembalikan uangnya pokok, jika
ia didalam waktu duapuluh hari, terhitung mulai ia diperingatkan dengan
perantaraan Hakim, membayar angsuran² yang sudah harus dibayarnya
atau memberikan jaminan yang dijanjikan.
BAB KELIMABELAS
Tentang persetujuan² untung-untungan.
BAGIAN KESATU
Ketentuan umum.
1774. Suatu
persetujuan untung²an adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai
untung-ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung
kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah: persetujuan pertanggungan;
bunga cagak-hidup; perjudian dan pertaruhan. Persetujuan yang pertama diatur
didalam Kitab Undang² Hukum Dagang.
BAGIAN KEDUA
Tentang persetujuan bunga cagak-hidup dan akibat²nya.
1775. bunga
cagak-hidup dapat dilahirkan dengan suatu persetujuan atas beban, atau
dengan suatu akta hibah. Ada juga bunga cagak-hidup itu diperoleh dengan
suatu wasiat.
1776. Bunga
cagak-hidup dapat diadakan atas badan orang yang memberikan pinjaman, atau
atas badan orang yang diberikan kenikmatan atas bunga tersebut, atau pula
atas badan seorang pihak ketiga, meskipun orang ini tidak mendapat nikmat
dari padanya.
1777. Bunga
cagak-hidup dapat diadakan atas badan satu orang atau lebih.
1778. Bunga
cagak-hidup dapat diadakan guna seorang pihak ketiga, meskipun uangnya
diberikan oleh seorang lain. dalam hal tersebut namun itu ia tidak tunduk
pada bentuk-cara yang diperlukan untuk hibah.
1779. Segala
bunga cagak-hidup yang diadakan atas badan seorang yang telah meninggal
pada hari dibuatnya persetujuan adalah tak berdaya.
1780. Bunga
cagak-hidup dapat diadakan dengan perjanjian bunga yang sedemikian tingginya,
sebagaimana ditetapkan menurut kehendak para pihak sendiri.
1781. Orang
untuk siapa telah diadakan suatu bunga cagak-hidup atas beban, dapat menuntut
pembatalan persetujuan, jika si berutang tidak memberikan kepadanya jaminan
yang telah diperjanjikan. Jika persetujuan dibatalkan, si berutang diwajibkan
membayar bunga yang telah diperjanjikan, yang menunggak, sampai pada hari
dikermbalikannya uang pokok.
1782. Penunggakan
pembayaran bunga cagak-hidup yang dapat ditagih, tidaklah memberikan hak
kepada sipemungut bunga untuk meminta kembali uangnya pokok atau barang
yang telah diberikan olehnya untuk dapat menerima bunga itu; ia hanya berhak
menuntut si berutang tentang pembayaran bunga yang wajib dibayarnya dan
menyita kekayaannya untuk mengambil pelunasan dari padanya, pun pula meminta
diberikannya jaminan untuk bunga yang sudah dapat ditagih.
1783. Dihapuskan.
1784. Tak
dapatlah si berutang membebaskan diri dari pembayaran bunga cagak-hidup
dengan menawarkan pengembalian uangnya pokok, dan dengan berjanji tidak
akan menuntut pengembalian bunga yang telah dibayarnya; ia diwajibkan terus
membayar bunganya cagak-hidup selama hidupnya orang atau orang² yang
diatas badan²nya telah diadakan bunga cagak-hidup itu, betapapun beratnya
pembayaran bunga itu bagi dirinya.
1785. Si
pemilik suatu bunga cagak-hidup hanyalah mempunyai hak atas bunga menurut
imbangan jumlahnya hari hidupnya orang yang atas badannya telah diadakan
bunga cagak hidup itu. Jika namun itu, menurut persetujuan bunganya harus
dibayar terlebih dahulu, maka hak atas angsuran yang sedianya sudah harus
terbayar, baru diperoleh mulai hari pembayaran itu sedianya harus dilakukannya.
1786. tidaklah
diperbolehkan memperjanjikan bahwa suatu bunga cagak-hidup takkan tunduk
pada suatu penyitaan, kecuali apabila bunga cagak hidup itu telah diadakan
dengan cuma². 1787.
Si pemungut bunga tidaklah dapat menagih bunga yang sudah harus dibayar,
selainnya dengan menyatakan tentang masih hidupnya orang yang atas badannya
telah diadakan bunga cagak-hidup itu.
BAGIAN KETIGA
Tentang perjudian dan pertaruhan.
1788. Undang²
tidak memberikan suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi
karena perjudian atau pertaruhan.
1789. Dalam
ketentuan tersebut diatas namun itu tidak termasuk permainan² yang
dapat dipergunakan untuk olahraga, seperti main anggar, lari cepat dan
lain sebagainya. Meskipun demikian, Hakim dapat menolak atau mengurangi
gugatan, apabila uangnya taruhan menurut pendapatannya lebih dari sepantasnya.
1790. tidaklah
diperbolehkan untuk menyingkiri berlakunya ketentuan² kedua pasal
yang lalu dengan jalan perjumpaan utang.
1791. Seorang
yang secara sukarela telah membayar kekalahannya, sekali-kali tak diperbolehkan
menuntutnya kembali, kecuali apabila dari pihaknya si pemegang telah dilakukan
kecurangan atau penipuan.
BAB KEENAMBELAS
Tentang pemberian kuasa.
BAGIAN KESATU
Tentang sifatnya pemberian kuasa.
1792. Pemberian
kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan
kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan
suatu urusan.
1793. Kuasa
dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan
dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan.
Penerimaan
suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam² dan disimpulkan dari pelaksana
kuasa itu oleh si kuasa.
1794. Pemberian
kuasa terjadi dengan cuma², kecuali jika diperjanjikan sebaliknya.
Jika dalam hal yang terakhir, upahnya tidak ditentukan dengan tegas, kuasa
tidak boleh meminta upah yang lebih dari pada yang ditentukan dalam pasal
411 untuk wali.
1795. Pemberian
kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan
tertentu atau lebih, atau secara umum yaitu meliputi segala kepentingan
si pemberi kuasa.
1796. Pemberian
kuasa yang dirumuskan dalam kata² umum, hanya meliputi perbuatan²
pengurusan.
Untuk memindah-tangankan
benda² atau untuk meletakkan hipotik diatasnya, atau lagi untuk membuat
suatu perdamaian, ataupun sesuatu perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan
oleh seorang pemilik diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata²
yang tegas.
1797. Si
kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apapun yang melampaui kuasanya;
kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu urusan dengan jalan
perdamaian, sekali-kali tidak mengandung kekuasaan untuk menyerahkan perkaranya
kepada putusan wasit.
1798. Orang²
perempuan dan orang² belum dewasa dapat ditunjuk menjadi kuasa, tetapi
si pemberi kuasa tidaklah mempunyai suatu tuntutan hukum terhadap orang²
belumdewasa, selainnya menurut ketentuan² umum mengenai perikatan²
yang diperbuat oleh orang² belum dewasa, dan terhadap orang²
perempuan yang bersuami yang menerima kuasa tanpa bantuan si suami, iapun
tidak mempunyai tuntutan hukum selainnya menurut aturan² yang dituliskan
dalam bab kelima dan ketujuh Buku Kesatu dari Kitab Undang² ini.
1799. Si
pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang dengan siapa si kuasa
telah bertindak dalam kedudukannya, dan menuntut dari padanya pemenuhan
persetujuannya. BAGIAN
KEDUA
Tentang kewajiban² si kuasa.
1800.
Si kuasa diwajibkan, selama ia belum dibebaskan, melaksanakan kuasanya,
dan ia menanggung segala biaya, kerugian dan bunga yang sekiranya dapat
timbul karena tidak dilaksanakan kuasa itu.
Begitu
pula ia diwajibkan menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya
pada waktu si pemberi kuasa meninggal jika dengan tidak segera menyelesaikannya
dapat timbul sesuatu kerugian.
1801.
Si kuasa tidak saja bertanggung-jawab tentang perbuatan² yang dilakukan
dengan sengaja, tetapi juga tentang kelalaian² yang dilakukan dalam
menjalankan kuasanya.
Namun
itu tanggung-jawab tentang kelalaian² bagi seorang yang dengan cuma²
menerima kuasa adalah tidak sebegitu berat seperti yang dapat diminta dari
seorang yang untuk itu menerima upah.
1802. Si
kuasa diwajibkan memberikan laporan tentang apa yang telah diperbuatnya
dan memberikan perhitungan kepada si pembari kuasa tentang segala apa yang
telah diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterimanya
itu tidak seharusnya dibayar kepada si pemberi kuasa.
1803. Si
kuasa bertanggung-jawab untuk orang yang telah ditunjuk olehnya sebagai
penggantinya dalam melaksanakan kuasanya:
1o. jika
ia tidak diberikan kekuasaan untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya;
2o. jika
kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa penyebutan seorang tertentu,
sedangkan orang yang dipilihnya itu ternyata seorang yang tak-cakap atau
takmampu.
Si pemberi
kuasa senantiasa dianggap telah memberikan kekuasaan kepada si kuasa untuk
menunjuk seorang lain sebagai penggantinya untuk pengurusan benda²
yang terletak diluar wilayah Indonesia atau dilain pulau dari pada yang
ditempat tinggali si pemberi kuasa.
Dalam segala
hal sipemberi kuasa dapat secara langsung menuntut orang yang ditunjuk
oleh si kuasa sebagai penggantinya itu.
1804. Jika
didalam akta yang sama ditunjuk berbagai orang kuasa, maka terhadap mereka
tidak diterbitkan suatu perikatan tanggung-menanggung, selainnya sekadar
hal yang demikian itu ditentukan dengan tegas.
1805. Si
kuasa harus membayar bunga atas uang² pokok yang dipakainya guna keperluannya
sendiri, terhitung mulai saat ia memakai uang² itu; dan mengenai uang²
yang harus diserahkan pada penutupan perhitungan, bunga itu dihitung mulai
hari ia dinyatakan lalai.
1806. Si kuasa
yang telah memberitahukan secara sah tentang hal kuasanya kepada orang
dengan siapa ia mengadakan suatu pesetujuan dalam kedudukannya sebagai
kuasa itu, tidaklah bertanggung-jawab tentang apa yang terjadi diluar batas
kuasa itu, kecuali jika ia secara pribadi telah mengikatkan diri untuk
itu.
BAGIAN KETIGA
Tentang kewajiban² si pemberi kuasa.
1807. Si
pemberi kuasa diwajibkan memenuhi perikatan² yang diperbuat oleh si
kuasa menurut kekuasaan yang ia telah berikan kepadanya.
Ia tidak
terikat pada apa yang telah diperbuat selebihnya dari pada itu, selainnya
sekadar ia telah menyetujuinya secara tegas atau secara diam².
1808. Si
pemberi kuasa diwajibkan mengembalikan kepada sikuasa persekot² dan
biaya² yang telah dikeluarkan oleh orang ini untuk melaksanakan kuasanya,
begitu pula untuk membayar upahnya jika ini telah diperjanjikan.
Jika si
kuasa tidak melakukan sesuatu kelalaian, maka si pemberi kuasa tidak dapat
meluputkan diri dari kewajiban mengembalikan persekot² dan biaya²
serta membayar upah tersebut diatas, sekalipun urusannya tidak berhasil.
1809. Begitu
pula sipemberi kuasa harus memberikan ganti-rugi kepada si kuasa tentang
kerugian² yang diderita sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal
itu si kuasa tidak telah berbuat kurang hati².
1810. Si
pemberi kuasa harus membayar kepada si kuasa bunga atas persekot²
yang telah dikeluarkan oleh si kuasa terhitung mulai hari dikeluarkannya
persekot² itu.
1811. Jika
seorang kuasa diangkat oleh berbagai orang untuk mewakili suatu urusan
yang merupakan urusan mereka bersama, maka masing² dari mereka adalah
bertanggung-jawab untuk seluruhnya terhadap si kuasa mengenai segala akibat
dari pemberian kuasa itu.
1812. Si
kuasa adalah berhak untuk menahan segala apa kepunyaan sipemberi kuasa
yang berada ditangannya, sekian lamanya, hingga kepadanya telah dibayar
lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa.
BAGIAN KE-EMPAT
Tentang bermacam-macam cara berakhirnya pemberian kuasa.
1813. Pemberian
kuasa berakhir: dengan ditariknya kembali kuasanya si kuasa; dengan pemberitahuan
penghentian kuasanya oleh si kuasa; dengan meninggalnya, pengampuannya,
atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si kuasa; dengan perkawinannya si
perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.
1814. Si
pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya,
dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa
yang dipegangnya.
1815. Penarikan
kembali yang hanya diberitahukan kepada si kuasa, tidak dapat dimajukan
terhadap orang² pihak ketiga, yang karena mereka tidak mengetahui
tentang penarikan kembali itu, telah mengadakan suatu persetujuan dengan
si kuasa; ini tidak mengurangi tuntutan si pemberi kuasa kepada si kuasa.
1816. Pengangkatan
seorang kuasa baru, untuk menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan
ditariknya kembali kuasa yang pertama terhitung mulai hari diberitahukannya
kepada orang yang belakangan ini tentang pengangkatan tersebut.
1817. Si
kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan pemberitahuan penghentian
kepada sipemberi kuasa.
Jika namun
itu pemberitahuan penghentian ini baik karena ia dilakukan dengan tidak
mengindahkan waktu, maupun karena suatu hal lain, karena salahnya si kuasa,
membawa rugi bagi si pemberi kuasa, maka orang ini harus diberikan ganti-rugi
oleh si kuasa; kecuali apabila sikuasa berada dalam keadaan takmampu meneruskan
kuasanya dengan tidak membawa rugi yang tidak sedikit bagi diri sendiri.
1818. Jika
si kuasa tidak sadar akan meninggalnya si pemberi kuasa atau akan adanya
sesuatu sebab lain yang mengakhiri kuasanya, maka apa yang diperbuatnya
didalam ketidaksadaran itu adalah sah.
Dalam hal
itu segala perikatan yang dibuat oleh si kuasa harus dipenuhi terhadap
orang² pihak ketiga yang beritidad baik.
1819. Jika si
kuasa meninggal para ahliwarisnya harus memberitahukan hal itu kepada sipemberi
kuasa, jika mereka tahu tentang adanya pemberian kuasa, dan sementara itu
mengambil tidakan² yang perlu menurut keadaan bagi kepentingan si
pemberi kuasa; atas ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, jika ada
alasan untuk itu.
BAB KETUJUHBELAS
Tentang penanggung utang.
BAGIAN KESATU
Tentang sifatnya penanggungan.
1820. Penanggungan
adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan
si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang
manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.
1821. Tiada
penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah.
Namun dapatlah
seorang memajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun
perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai
dirinya pribadi si berutang, misalnya dalam halnya kebelumdewasaan.
1822. Seorang
penanggung tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih, maupun dengan syarat²
yang lebih berat dari pada perikatannya si berutang.
Adapun
penanggungan boleh diadakan untuk hanya sebagian saja dari utangnya, atau
dengan syarat² yang kurang. Jika penanggungan diadakan untuk lebih
dari utangnya, atau dengan syarat² yang lebih berat, maka perikatan
itu tidak sama sekali batal, melainkan ia adalah sah hanya untuk apa yang
diliputi oleh perikatannya pokok.
1823. Seorang
dapat memajukan diri sebagai penanggung dengan tidak telah diminta untuk
itu oleh orang untuk siapa ia mengikatkan dirinya, bahkan diluar pengetahuan
orang itu.
Adalah
diperbolehkan juga untuk menjadi penanggung tidak saja untuk si berutang
utama, tetapi juga untuk seorang penanggungnya orang itu.
1824. Penanggungan
utang tidak dipersangkakan, tetapi harus diadakan dengan pernyataan yang
tegas; tidaklah diperbolehkan untuk memperluas penanggungan hingga melebihi
ketentuan² yang menjadi syarat sewaktu mengadakannya.
1825. Penanggungan
yang tak terbatas untuk suatu perikatan pokok, meliputi segala akibat utangnya,
bahkan terhitung biaya² gugatan yang dimajukan terhadap si berutang
utama, dan terhitung pula segala biaya yang dikeluarkan setelah si penanggung
utang diperingatkan tentang itu.
1826. Perikatan²
para penanggung berpindah kepada ahliwaris²nya.
1827. Si
berutang yang diwajibkan memberikan seorang penanggung harus memajukan
seorang yang mempunyai kecakapan untuk mengikatkan dirinya, yang cukup
mampu untuk memenuhi perikatannya, dan yang berdiam diwilayah Indonesia.
1828. Dihapuskan.
1829. Apabila
si penanggung, yang telah di terima oleh si berpiutang secara sukarela
atau atas putusan Hakim, kemudian menjadi tak mampu, maka haruslah ditunjuk
seorang penanggung baru.
1830. Barangsiapa
yang oleh Undang² atau karena suatu putusan Hakim yang telah memperoleh
kekuatan mutlak, diwajibkan memberikan seorang penanggung, pada hal ia
tidak berhasil mendapatkannya, diperbolehkan sebagai gantinya memberikan
suatu jaminan gadai atau hipotik.
BAGIAN KEDUA
Tentang akibat²-nya penanggungan antara si berpiutang
dan si penanggung.
1831. Si
penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang selainnya
jika si berutang lalai, sedangkan benda² si berutang ini harus lebih
dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.
1832.
Si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda² si berutang lebih
dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:
1o. apabila
ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda² si
berutang lebih dahulu disita dan dijual;
2o. apabila
ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang-utama secara
tanggung-menanggung; dalam hal mana akibat² perikatannya diatur menurut
azas² yang ditetapkan untuk utang² tanggung-menanggung;
3o. jika
si berutang dapat memajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya
sendiri secara pribadi;
4o. jika
si berutang berada didalam keadaan pailit;
5o. dalam
halnya penanggungan yang diperintahkan oleh Hakim.
1833. Si
berpiutang tidak diwajibkan menyita dan menjual lebih dahulu benda²
si berutang selainnya apabila itu diminta oleh si penanggung pada waktu
ia pertama kali dituntut dimuka Hakim.
1834. Si
penanggung yang menuntut supaya benda² si berutang lebih dahulu disita
dan dijual diwajibkan menunjukkan kepada si berpiutang benda² si berutang,
dan membayar lebih dahulu biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penyitaan
serta penjualan tersebut.
Tak diperbolehkan
ia menunjuk pada benda² yang sedang menjadi buah persengketaan dimuka
Hakim, maupun yang sudah dijadikan tanggungan hipotik untuk utang yang
bersangkutan, dan yang sudah tidak ada ditangannya si berutang, maupun
pula benda² yang terletak diluar wilayah Indonesia.
1835. Apabila
si penanggung, menurut pasal yang lalu, telah menunjukkan benda² si
berutang dan telah membayar lebih dahulu uang yang diperlukan untuk penyitaan
dan penjualan benda² itu, maka si berpiutang bertanggungjawab terhadap
si penanggung, hingga sejumlah harga benda² yang ditunjuk itu, tentang
ketidak-mampuan si berutang yang dengan tidak adanya tuntutan², terjadi
sesudah itu.
1836. Jika
beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang
berutang yang sama, lagi pula untuk utang yang sama, maka masing²
adalah terikat untuk seluruh utang itu.
1837. Namun
itu masing² dari mereka, jika ia tidak telah melepaskan hak-istimewanya
untuk meminta pemecahan utangnya pada pertama kalinya ia digugat dimuka
Hakim, dapat menuntut supaya si berpiutang lebih dahulu membagi piutangnya
dan menguranginya hingga bagian masing² penanggung utang yang terikat
secara sah.
Jika pada
waktu salah seorang penanggung menuntut pemecahan utangnya, seorang atau
beberapa orang teman-penanggung berada dalam keadaan tak-mampu, maka si
penanggung tersebut diwajibkan membayar untuk orang² yang takmampu
itu menurut imbangan bagiannya; tetapi ia tidak bertanggung-jawab jika
ketidak-mampuan orang² itu terjadi setelahnya pemecahan utangnya.
1838.
Jika si berpiutang sendiri secara sukarela telah membagi-bagi tuntutannya,
maka tak bolehlah ia menarik kembali pemecahan utang itu, biarpun beberapa
orang diantara para penanggung tidak mampu sebelum ia telah membagi-bagi
utangnya.
BAGIAN KETIGA
Tentang akibat² penanggungan antara si berutang dan
sipenanggung, dan antara para penanggung sendiri.
1839. Si
penanggung yang telah membayar, dapat menuntutnya kembali dari si berutang-utama,
baik penanggungan itu telah diadakan dengan maupun tanpa pengetahuan si
berutang utama.
Penuntutan
kembali ini dilakukan baik mengenai uangnya pokok maupun mengenai bunga
serta biaya².
Mengenai
biaya² tersebut sipenanggung hanya dapat menuntutnya kembali, sekadar
ia telah memberitahukan kepada si berutang-utama tentang tuntutan²
yang ditujukan kepadanya, didalam waktu yang patut.
Si penanggung
ada juga mempunyai hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, jika
ada alasan untuk itu.
1840. Si
penanggung yang telah membayar, menggantikan demi hukum segala hak si berpiutang
terhadap si berutang.
1841. Jika
beberapa orang berutang-utama yang bersama-sama memikul satu utang, masing²
terikat untuk seluruh utang itu, maka seorang yang memajukan diri sebagai
penanggung untuk mereka kesemuanya, dapat menuntut kembali segala apa yang
telah dibayarnya dari masing² orang berutang tersebut.
1842. Si
penanggung yang sekali telah membayar utangnya, tidak dapat menuntutnya
kembali dari si berutang-utama yang telah membayar untuk kedua kalinya,
jika ia tidak telah meberitahukan kepadanya tentang pembayaran yang telah
dilakukannya; dengan tidak mengurangi haknya untuk menuntutnya kembali
dari si berpiutang.
Jika si
penanggung telah membayar tanpa digugat untuk itu sedangkan ia tidak memberitahukannya
kepada si berutang-utama, maka ia tidak dapat menuntutnya kembali dari
si berutang-utama ini, manakala si berutang, pada waktu dilakukannya pembayaran,
mempunyai alasan² untuk menuntut dinyatakannya batal utangnya; dengan
tidak mengurangi tuntutan si penanggung terhadap si berpiutang.
1843. Si
penanggung dapat menuntut si berutang untuk diberikan ganti-rugi atau untuk
dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya:
1o. apabila
ia digugat dimuka Hakim untuk membayar;
2o. Dihapuskan.
3o. apabila
si berutang telah berjanji untuk membebaskannya dari penanggungan- nya
didalam suatu waktu tertentu;
4o. apabila
utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya jangka-waktu yang telah ditetapkan
untuk pembayarannya;
5o. setelah
lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatannya pokok tidak mengandung suatu
jangka-waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali apabila perikatannya
pokok sedemikian sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum lewatnya
suatu waktu tertentu, sepertinya suatu perwalian.
1844. Jika
berbagai orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang
berutang yang sama, lagi pula untuk utang yang sama, maka si penanggung
yang telah melunasi utangnya dalam hal yang teratur dalam nomor 1o dari
pasal yang lalu, begitu pula apabila si berutang telah dnyatakan pailit,
mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dari orang² penanggung yang
lainnya, masing² untuk bagiannya.
Ketentuan
ayat kedua dari pasal 1293 adalah berlaku dalam hal ini.
BAGIAN KE-EMPAT
Tentang hapusnya penanggungan utang.
1845. Perikatan
yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab² yang sama,
sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan² lainnya.
1846. Percampuran
yangterjadi diantara pribadinya si berutang-utama dan pribadinya si penanggung
utang, sekali-kali tidak memaatikan tuntutan hukum si berpiutang terhadap
orang yang telah memajukan diri sebagai penanggungnya si penanggung.
1847. Si
penanggung utang dapat menggunakan terhadap si berpiutang segala tangkisan
yang dapat dipakai oleh si berutang-utama dan mengenai utangnya yang ditanggung
itu sendiri.
Namun tak
bolehlah ia memajukan tangkisan² yang meluulu mengenai pribadinya
si berutang.
1848. Si
penanggung dibebaskan apabila ia karena salahnya si berpiutang tidak lagi
dapat menggantikan hak²nya, hipotik²nya dan hak²nya istimewa
dari pada si berpiutang itu.
1849. Jika
si berpiutang secara sukarela menerima suatu benda takbergerak maupun suatu
benda lain sebagai pembayaran atas utang pokok, maka si penanggung dibebaskan
karenanya, biarpun benda itu kemudian karena suatu putusan Hakim oleh si
berputang harus diserahkan kepada seorang lain.
1850. Suatu
penundaan pembayaran belaka yang oleh si berpiutang diberikan kepada si
berutang, tidak membebaskan si penanggung utang namun si penanggung ini
dalam hal yang sedemikian dapat menuntut si berutang dengan maksud memaksanya
untuk membayar atau untuk membebaskan si penanggung dari penanggungannya.
BAB KEDELAPANBELAS
Tentang perdamaian.
1851. Perdamaian
adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan
menjanjikan atau menahan suatu barang mengakhiri suatu perkara yang sedang
bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.
Persetujuan
ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis.
1852. Untuk
mengadakan suatu perdamaian diperlukan bahwa seorang mempunyai kekuasaan
untuk melepaskan haknya atas hal² yang termaktub didalam perdamaian
itu.
Wali²
dan pengampu² tidak dapat mengadakan suatu perdamaian selainnya jika
mereka bertindak menurut ketentuan² dari bab kelimabelas dan ketujuhbelas
dari Buku Kesatu Kitab Undang² ini.
Kepala²
Daerah yang bertindak sebagai demikian begitu pula lembaga² umum tidak
dapat mengadakan suatu perdamaian selainnya dengan mengindahkan acara²
yang ditetapkan dalam perundang-undangan yang mengenai mereka.
1853. Tentang
kepentingan² keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran,
dapat diadakan perdamaian.
Perdamaian
ini tidak sekali-kali menghalangi Jawatan Kejaksaan untuk menuntut perkaranya.
1854. Setiap
perdamaian hanya terbatas pada soal yang termaktub didalamnya; pelepasan
segala hak dan tuntutan yang dituliskan disitu harus diartikan sekadar
hak² dan tuntutan² itu ada hubungannya dengan perselisihan yang
menjadi lantaran perdamaian tersebut.
1855. Setiap
perdamaian hanya mengakhiri perselisihan² yang termaktub didalamnya,
baik para pihak merumuskan maksud mereka dalam perkataan khusus atau umum,
maupun maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak satu² nya
dari apa yang dituliskan.
1856. Jika
seorang yang telah mengadakan suatu perdamaian tentang suatu hak yang diperolehnya
atas dasar kedudukannya sendiri, kemudian memperoleh suatu hak yang sama
dari seorang lain, maka sekadar mengenai hak yang baru diperolehnya itu,
tidaklah ia terikat oleh perdamaian yang dibuatnya sebelumnya.
1857. Suatu
perdamaian yang diadakan oleh salah seorang yang berkepentingan tidak mengikat
orang² berkepentingan yang lainnya, dan tidak dapat dimajukan oleh
mereka untuk memperoleh hak² dari padanya.
1858. Segala
perdamaian mempunyai diantara para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan
Hakim dalam tingkat yang penghabisan.
Tidak dapatlah
perdamaian itu dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan
alasan bahwa salah satu pihak dirugikan.
1859. Namun
itu suatu perdamaian dapat dibatalkan apabila telah terjadi suatu kekhilafan
mengenai orangnya, atau mengenai pokoknya perselisihan.
Ia dapat
dibatalkan dalam segala hal dimana telah dilakukan penipuan atau paksaan.
1860. Begitu
pula dapat diminta pembatalan suatu perdamaian, jika perdamaian itu telah
diadakan karena kesalah-fahaman tentang duduknya perkara, mengenai suatu
alashak yang batal, kecuali apabila para pihak dengan pernyataan tegas
telah mengadakan perdamaian tentang kebatalan itu.
1861. Suatu
perdamaian yang diadakan atas dasar surat² yang kemudian dinyatakan
palsu, adalah sama-sekali batal.
1862. Suatu
perdamaian mengenai suatu sengketa, yang sudah diakhiri dengan suatu putusan
Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, namun tidak diketahui oleh
para pihak ata salah satu dari mereka, adalah batal.
Jika putusan
yang tidak diketahui oleh para pihak itu masih dapat dimintakan banding,maka
perdamaiannya adalah sah.
1863. Jika
para pihak, untuk seumumnya, telah membuat suatu perdamaian tentang segala
urusan yang berlaku diantara mereka, maka adanya surat² yang pada
waktu itu tidak diketahui, tetapi kemudian diketemukan, tidak merupakan
alasan untuk membatalkan perdamaiannya, kecuali apabila surat² itu
telah sengaja disembunyikan oleh salah satu pihak.
Namun itu
perdamaiannya adalah batal jika perdamaian hanya mengenai satu urusan saja,
sedangkan dari surat² yang diketemukan kemudian ternyata bahwa salah
satu pihak sama sekali tidak mempunyai sesuatu hak atas itu.
1864. Suatu
kekeliruan dalam hal menghitung dalam sesuatu perdamaian, harus diperbaiki.
BUKU KEEMPAT
TENTANG PEMBUKTIAN DAN DALUWARSA
BAB KESATU
Tentang pembuktian pada umumnya.
1865. Setiap
orang yang mendalikan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan
haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu
peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
1866. Alat²
bukti terdiri atas:
bukti
tulisan;
bukti
dengan saksi²;
persangkaan²;
pengakuan;
sumpah.
Segala
sesuatunya dengan mengindahkan aturan² yang ditetapkan dalam bab²
yang berikut.
BAB KEDUA
Tentang pembuktian dengan tulisan.
1867. Pembuktian
dengan tulisan dilakukan dengan tulisan² otentik maupun dengan tulisan²
dibawah tangan.
1868. Suatu
akta otentik yalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh
undang², dibuat oleh atau dihadapan pegawai² umum yang berkuasa
untuk itu ditempat dimana akte dibuatnya.
1869. Suatu
akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud
diatas, atau karena suatu cacad dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan
sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan
dibawah tangan jika ia ditanda-tangani oleh para pihak.
1870. Suatu
akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwaris²nya
atau orang² yang mendapat hak dari pada mereka, suatu bukti yang mendapat
hak dari pada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat
didalamnya.
1871. Suatu
akta otentik namunlah tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa
memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya sebagai
suatu penuturan yang temuat didalamnya sebagai suatu penuturan belaka,
selainnya sekadar apa yang dituturkan itu ada hubungannya langsung dengan
pokok isi akta.
Jika apa
yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka tidak ada hubungannya
langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapat berguna sebagai permulaan
pembuktian dengan tulisan.
1872. Jika
suatu akta otentik, yang berupa apa saja, dipersangkakan palsu, maka pelaksanaannya
dapat ditangguhkan menurut ketentuan² Reglemen Acara Perdata.
1873. Persetujuan²
lebih lanjut yang dibuat dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan
dengan akta asli, hanya memberikan bukti diantara pihak yang turut serta
dan para ahliwarisnya atau orang² yang yang mendapat hak dari pada
mereka, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang² pihak ketiga.
1874. Sebagai
tulisan² dibawah tangan dianggap akta² yang ditanda tangani dibawah
tangan, surat², register², surat² urusan rumah-tangga dan
lain² tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum.
Dengan
penanda-tanganan sepucuk tulisan dibawah tangan dipersamakan suatu cap
jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris
atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang² dari mana ternyata
bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan
kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu dan bahwa
setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan dihadapan pegawai tadi.
Pegawai
ini harus membukukan tulisan tersebut.
Dengan
undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan
dan pembukuan termaksud.
1874 a.
Jika pihak² yang berkepentingan menghendaki, dapat juga, diluar hal
yang termaksud dalam ayat kedua pasal yang lalu, pada tulisan² dibawah
tangan yang ditanda-tangani diberi suatu pernyataan dari seorang notaris
atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang², dari mana ternyata
bahwa ia mengenal si penanda tangan atau bahwa orang ini telah diperkenalkan
kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada si penanda-tangan,
dan bahwa setelah itu penanda-tanganan telah dilakukan dihadapan pegawai
tersebut.
Dengan
ini berlakulah ketentuan dalam ayat² ketiga dan ke-empat dari pasal
yang lalu.
1875. Suatu
tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu
hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang² dianggap sebagai
diakui, memberikan terhadap orang² yang menanda-tanganinya serta para
ahli-warisnya dan orang² yang mendapat hak dari pada mereka, bukti
yang sempurna seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakulah
ketentuan pasal 1871 untuk tulisan itu.
1876. Barangsiapa
yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan dibawah tangan diwajibkan secara
tegas mengakui atau memungkiri tandatangannya; tetapi bagi para ahliwarisnya
atau orang yang mendapat hak dari padanya adalah cukup jika mereka menerangkan
tidak mengakui tulisan ata tanda-tangan itu sebagai tulisan atau tanda-tangannya
orang yang mereka wakili.
1877. Jika
seorang memungkiri tulisan atau tanda-tangannya, ataupun jika para ahliwarisnya
atau orang² yang mendapat hak dari padanya menerangkan tidak mengakuinya,
maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari pada tulisan atau
tanda-tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.
1878. Perikatan²
utang sepihak dibawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan
suatu barang yang dapat ditetapkan atas sesuatu harga tertentu, harus seluruhnya
ditulis dengan tangannya sipenanda-tangan sendiri, atau paling sedikit,
selainnya tanda-tangan, harus ditulis dengan tangannya sipenanda-tangan
sendiri suatu penyetujuan yang memuat jumlah atau besarnya barang yang
terutang.
Jika ini
tidak di-indahkan , maka, apabila perikatan dipungkiri akta yang ditanda-tangani
itu hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
Ketentuan²
pasal ini tidak berlaku terhadap surat² andil dalam suatu utang obligasi,
begitu pula tidak berlaku terhadap perikatan² utang yang dibuat oleh
si berutang didalam menjalankan perusahaannya, dan demikianpun tidak berlaku
terhadap akta² dibawah tangan yang dibubuhi keterangan sebagaimana
termaksud dalam ayat kedua pasal 1874 dan dalam pasal 1874 a.
1879. Jika
jumlah yang disebutkan didalam aktanya sendiri berselisih dengan jumlah
yang dinyatakan dalam penyetujuannya, maka dianggaplah bahwa perikatan
telah dibuat untuk jumlah yang paling sedikit, dan demikian itu biarpun
akta beserta penyetujuannya seluruhnya telah ditulis sendiri dengan tangannya
orang yang mengikatkan diri; kecuali apabila dapat dibuktikan dalam bagian
yang mana dari keduanya itu telah terjadi kekeliruan.
1880. Akta²
dibawah tangan sekadar tidak dibubuhi suatu pernyataan sebagaimana termaksud
dalam ayat kedua dari pasal 1874 dan dalam pasal 1874 a tidak mempunyai
kekuatan terhadap orang² pihak ketiga, mengenai tanggalnya, selainnya
sejak hari dibubuhinya pernyataan oleh seorang notaris atau seorang pegawai
lain yang ditunjuk oleh undang² dan dibukukannya menurut aturan²
yang diadakan oleh undang²; atau sejak hari meninggalnya si penanda-tangannya
maupun salah seorang dari para penanda-tangannya; atau sejak hari dibuktikannya
tentang adanya akta² dibawah tangan itu dari akta² yang dibuat
oleh pegawai umum, atau pula sejak hari diakuinya akta² dibawah tangan
itu secara tertulis oleh orang² pihak ketiga terhadap siapa akta²
itu dipergunakan.
1881. Register²
dan surat² urusan rumah tangga tidak memberikan pembuktian untuk keuntungan
si pembuatnya; adalah register² dan surat² itu merupakan pembuktian
terhadap si pembuatnya:
1o. didalam
segala hal dimana surat² itu menyebutkan dengan tegas tentang suatu
pembayaran yang telah diterima;
2o. apabila
surat² itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat
adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan didalam sesuatu alas-hak bagi
seorang untuk keuntungan siapa surat itu menyebutkan suatu perikatan.
Dalam segala
hal lainnya, Hakim akan memperhatikannya, sebagaimana dianggapnya perlu.
1882. Dihapuskan.
1883. Catatan²
yang oleh seorang berpiutang dibubuhkan pada suatu alas-hak yang selamanya
dipegangnya, harus dipercayai, biarpun tidak ditanda-tangani maupun diberikan
tanggal , jika apa yang ditulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap
si berutang.
Demikianpun
halnya dengan catatan² yang oleh si berpiutang dibubuhkan kepada salinan
dari suatu alas-hak atau suatu tanda pembayaran, asal saja salinan atau
tanda pembayaran ini berada dalam pemegangan siberutang.
1884. Si
pemilik suatu alas-hak dapat menuntut diperbaharuinya alas-hak itu, apabila
tulisannya, karena lamanya atau sesuatu alasan lain, tidak dapat dibaca
lagi.
1885. Jika
suatu alas-hak menjadi kepunyaan bersama antara berbagai orang, maka masing²
dari mereka adalah berhak untuk menuntut supaya alas-hak itu disimpan disuatu
tempat ketiga, begitu pula untuk menyuruh membuat suatu salinan atau ikhtisar
atas biayanya.
1886. Dalam
setiap tingkat sesuatu perkara masing² pihak dapat meminta kepada
Hakim supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan surat² yang
menjadi kepunyaan bersama antara kedua belah pihak, mengenai hal yang sedang
dalam persengketaan dan berada ditangannya² pihak lawan itu.
1887. Tongkat²
berkelar yang sesuai dengan kembarnya, harus dipercaya, jika dipergunakan
antara orang² yang biasa membuktikan penyerahan² barang yang
dilakukannya atau diterimanya dalam jumlah² kecil, dengan cara yang
demikian itu.
1888. Kekuatan
pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada aktanya asli.
Apabila
akta yang asli itu ada, maka salinan² serta ikhtisar² hanyalah
dapat dipercaya, sekadar salinan² serta ikhtisar² itu sesuai
dengan aslinya yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya.
1889. Apabila
alas-hak yang asli sudah tidak ada lagi, maka salinan²-nya memberikan
bukti dengan mengindahkan ketentuan² yang berikut:
1e. salinan²
pertama memberikan pembuktian yang sama dengan aktanya asli; demikianpun
halnya dengan salinan² yang diperbuat atas perintah Hakim dengan dihadiri
oleh kedua belah pihak atau setelah para pihak ini dipanggil secara sah,
sepertipun salinan² yang diperbuat dengan dihadiri oleh kedua belah
pihak dengan persetujuan mereka;
2e. salinan²
yang tanpa perantaraan Hakim, atau diluar persetujuan para pihak, dan sesudahnya
pengeluaran salinan² pertama, dibuat oleh notaris yang dihadapannya
akta itu telah dibuatnya, atau oleh pegawai² yang dalam jabatannya
menyimpan akta²nya asli dan berkuasa memberikan salinan², dapat
diterima oleh Hakim sebagai bukti sempurna, apabila aktanya asli telah
hilang;
3e. apabila
salinan² itu, yang dibuat menurut aktanya asli, tidak dibuat oleh
notaris yang dihadapannya akta itu telah dibuatnya, atau oleh salah seorang
penggantinya, atau oleh pegawai² umum yang karena jabatannya menyimpan
akta²nya asli, maka salinan² itu tak sekali-kali dapat dipakai
sebagai bukti selainnya sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan;
4e. salinan²
otentik dari salinan² otentik atau dari akta² dibawah tangan,
dapat, menurut keadaan, memberikan suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
1890. Pengutipan
suatu akta didalam register-register umum hanyalah dapat memberikan permulaan
pembuktian dengan tulisan.
1891. Akta²
pengakuan membebaskan dari kewajiban untuk mempertunjukkan alas-hak yang
asli, asal dari akta² itu cukup ternyata akan isinya alas-hak tersebut.
1892. Suatu akta
dengan mana ditetapkan atau dikuatkan suatu perikatan terhadap mana oleh
undang² diberikan suatu tuntutan untuk pembatalan atau penghapusannya,
hanyalah sah, apabila akta itu memuat isinya pokok perikatan tersebut,
begitu pula alasan² yang menyebabkan dapatnya dituntut pembatalannya,
beserta maksudnya untuk memperbaiki cacad yang sedianya menjadi dasar tuntutan
tersebut.
Jika tiada
suatu akta penetapan atau penguatan, maka cukuplah apabila perikatan dilaksanakan
secara sukarela, setelahnya saat pada mana perikatan itu sedianya dapat
ditetapkan atau dikuatkan dengan suatu cara yang sah.
Penetapan,
penguatan atau pelaksanaan secara sukarela sesuatu perikatan, dalam bentuk
dan pada saat yang diharuskan oleh undang², dianggap sebagai suatu
penglepasan alat² serta tangkisan² yang sedianya dapat dimajukan
terhadap akta itu; dengan tidak mengurangi namun itu, hak² orang pihak
ketiga.
1893.
Tak dapatlah seorang penghibah dengan suatu akta penguatan memperbaiki
kekurangan² sesuatu peghibahan, yang batal didalam bentuk caranya;
penghibaan ini, agar supaya sah, harus diulangi didalam bentuk caranya;
penghibaan ini, agar supaya sah, harus diulangi didalam bentuk-cara yang
ditentukan oleh undang².
1894. Penetapan,
penguatan atau pemenuhan secara sukarela sesuatu penghibahan, oleh para
ahliwarisnya si penghibah atau orang² yang mendapat hak dari padanya,
setelah meninggalnya si penghibah, berakibat hilangnya kekuasaan mereka
untuk memajukan adanya sesuatu kekurangan dalam bentuk-caranya penghibahan
itu.
BAB KETIGA
Tentang pembuktian dengan saksi-saksi.
1895. Pembuktian
dengan saksi² diperkenankan dalam segala hal dimana itu tidak dikecualikan
oleh undang².
1896. s/d
1901. Dihapuskan.
1902. Dalam
segala hal dimana oleh undang² diperintahkan suatu pembuktian dengan
tulisan², namun itu, jika ada suatu permulaan pembuktian dengan tulisan
di perkenankanlah pembuktian dengan saksi², kecuali apabila tiap pembuktian
lain dikecualikan, selainnya dengan tulisan.
Yang dinamakan
permulaan pembuktian dengan tulisan yalah segala akta tertulis yang berasal
dari orang terhadap siapa tuntutan dimajukan, atau dari orang yang diwakili
olehnya, dan yang memberikan persangkaan tentang benarnya peristiwa²
yang dimajukan oleh seorang.
1903. Dihapuskan.
1904. Dalam
halnya pembuktian dengan saksi² harus di-indahkan ketentuan²
yang berikut.
1905. Keterangan
seorang saksi sahaja, tanpa suatu alat bukti lain dimuka Pengadilan tidak
boleh dipercaya.
1906. Jika
kesalahan² berbagai orang mengenai berbagai peristiwa, terlepas satu
dari yang lainnya dan masing² berdiri sendiri² namun karena bertepatan
dan per- hubungannya satu sama lain menguatkan suatu peristiwa tertentu,
maka terserahlah kepada Hakim untuk memberikan kekuatan kepada kesaksian²
yang masing² berdiri sendiri itu sebagaimana dikehendaki oleh keadaan.
1907. Tiap²
kesaksian harus disertai dengan alasan² bagaimana diketahuinya hal²
yang diterangkan.
Pendapatan²
maupun perkiraan² khusus, yang diperoleh dengan jalan pikiran, bukanlah
kesaksian.
1908. dalam mempertimbangkan
nilai sesuatu kesaksian, Hakim harus memberikan perhatian khusus pada persamaan
kesaksian² satu sama lain; pada persamaan antara kesaksian² dengan
apa yang diketahui dari lain sumber tentang hal yang menjadi perkara; pada
alasan² yang kiranya telah mendorong para saksi untuk mengutarakan
perkaranya secara begini atau secara begitu; pada acara hidup kesusilaan
dan kedudukan para saksi dan pada umumnya, pada segala apa saja yang mungkin
ada pengaruhnya terhadap lebih atau kurang dapat dipercayanya para saksi
itu.
1909. Semua
orang yang cakap untuk menjadi saksi diharuskan memberikan kesaksian dimuka
Hakim.
Namun dapatlah
meminta dibebaskan dari kewajibannya memberikan kesaksian:
1e. siapa
yang ada pertalian kekeluargaan darah dalam garis samping dalam derajat
kedua atau semenda dengan salah satu pihak;
2e. siapa
yang ada pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis
samping dalam derajat kedua dengan suami atau isteri salah satu pihak;
3e. segala
siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut undang²,
diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal²
yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian.
1910. Dianggap
sebagai tak cakap untuk menjadi saksi dan tidak boleh didengar yalah para
anggauta keluarga dan semenda dalam garis lurus dari salah satu pihak begitu
pula suami atau isteri, sekalipun setelahnya suatu perceraian.
Namun demikian
anggauta² keluarga sedarah dan semenda adalah cakap untuk menjadi
saksi:
1e. dalam
perkara² mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak;
2e. dalam
perkara² mengenai nafkah, yang harus dibayar menurut Buku Kesatu,
termasuk pembiayaan pemeliharaan dan pendidikan seorang anak belumdewasa;
3e. dalam
suatu pemeriksaan mengenai alasan² yang dapat menyebabkan pembebasan
atau pemecatan dari kekuasaan orangtua atau perwalian;
4e. dalam
perkara² mengenai suatu persetujuan perburuhan.
Dalam perkara²
sebagaimana dimaksudkan dalam ayat yang lalu, maka mereka yang disebutkan
dalam pasal 1909 dibawah 1e, dan 2e, tidak berhak untuk minta dibebaskan
dari kewajiban memberikan kesaksian.
1911. Tiap
saksi diwajibkan, menurut cara agamanya, bersumpah atau berjanji bahwa
ia akan menerangkan apa yang sebenarnya.
1912. Orang²
yang belum mencapai usia genap limabelas tahun begitu pula orang²
yang ditaruh dibawah pengampuan karena dungu, sakit ingatan atau mata-gelap,
ataupun selama perkara sedang bergantung, atas perintah Hakim telah dimasukkan
dalam tahanan, tidak dapat diterima sebagai saksi.
Meskipun
demikian, Hakim adalah leluasa untuk mendengar orang² belumdewasa
itu atau orang² terampu yang tempo² dapat berpikir sehat, tanpa
suatu penyumpahan, namun keterangan² orang² tersebut hanya dapat
dianggap sebagai penjelasan.
Juga Hakim
tidak boleh mempercayai apa yang menurut orang² tak-cakap itu telah
didengarnya, dilihatnya, dihadirinya dan dialaminya, biarpun mereke mengetahuinya,
namun Hakim hanya boleh menggunakannya untuk mengetahui dan mendapatkan
petunjuk² kearah peristiwa² yang dapat dibuktikan lebih lanjut
dengan alat² buku yang biasa.
1913. 1914.
Dihapuskan.
BAB KEEMPAT
Tentang persangkaan².
1915. Persangkaan²
yalah kesimpulan² yang oleh undang² atau oleh Hakim ditariknya
dari suatu peristiwa yang terkenal kearah suatu peristimewa yang tidak
terkenal.
Ada dua
macam persangkaan, yaitu: persangkaan menurut undang², dan persangkaan
yang tidak berdasarkan undang².
1916. Persangkaan²
menurut undang² yalah persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan
khusus undang², dihubungkan dengan perbuatan² tertentu atau peristiwa²
tertentu.
Persangkaan²
semacam itu adalah diantaranya:
1e. perbuatan
yang oleh undang² dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat
dan ujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan
undang²;
2e. hal²
dimana oleh undang² diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan utang
disimpulkan dari keadaan² tertentu;
3e. kekuatan
yang oleh undang² diberikan kepada suatu putusan Hakim yang telah
memperoleh kekuatan mutlak;
4e. kekuatan
yang oleh undang² diberikan kepada pengakuan atau kepada sumpah salah
satu pihak.
1917. Kekuatan
sesuatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah lebih
luas dari pada sekadar mengenai soalnya putusan.
Untuk dapat
memajukan kekuatan itu perlulah bahwa soal yang dituntut adalah sama; bahwa
tuntutan didasarkan atas alasan yang sama, lagi pula dimajukan oleh dan
terhadap pihak² yang sama didalam hubungan yang sama pula.
1918. Suatu
putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, dengan mana seorang
telah dijatuhkan hukuman karena suatu kejahatan maupun pelanggaran didalam
suatu perkara perdata dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan
yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya.
1919. Jika
seorang telah dibebaskan dari suatu kejahatan atau pelanggaran yang dituduhkan
kepadanya, maka pembebasan itu dimuka Hakim perdata tidak dapat di majukan
untuk menangkis suatu tuntutan ganti-rugi.
1920. Putusan²
Hakim perihal kedudukan hukum orang², yang mana putusan² itu
dijatuhkan terhadap orang yang menurut undang² berkuasa membantah
tuntutannya, adalah berlaku terhadap tiap² orang.
1921. Suatu
persangkaan menurut undang² membebaskan orang yang guna keuntungannya
ada persangkaan itu dari segala permbuktian lebih lanjut.
Terhadap
suatu persangkaan menurut undang² tak diperizinkan suatu pembuktian,
jika berdasarkan persangkaan itu undang² menyertakan batalnya perbuatan²
tertentu atau menolak penerimaan suatu gugatan; kecuali apabila undang²
sendiri mengizinkan pembuktian perlawanan, dan demikian itu tidak mengurangi
apa yang telah ditetapkan mengenai sumpah dimuka Hakim dan pengakuan dimuka
Hakim.
1922. Persangkaan²
yang tidak berdasarkan undang² sendiri, diserahkan kepada pertimbangan
dan kewaspadaan Hakim, yang namun itu tidak boleh memperhatikan persangkaan²
lain, selainnya yang penting, teliti dan tertentu, dan sesuai satu sama
lain. Persangkaan² yang sedemikian hanyalah boleh dianggap dalam hal²
dimana undang² mengizinkan pembuktian dengan saksi² begitu pula
apabila dimajukan suatu bantahan terhadap suatu perbuatan atau suatu akta,
berdasarkan alasan adanya itikad buruk atau penipuan.
BAB KELIMA
Tentang pengakuan.
1923. Pengakuan
yang dikemukakan terhadap suatu pihak ada yang dilakukan dimuka Hakim dan
ada yang dilakukan diluar sidang Pengadilan.
1924. Suatu
pengakuan tidak boleh dipisah-pisah untuk kerugian orang yang melakukannya.
Namun Hakim
adalah leluasa untuk memisah-misah pengakua n itu manakala si berutang
didalam melakukannya, guna membebaskan dirinya telah memajukan peristiwa²
yang ternyata palsu.
1925. Pengakuan
yang dilakukan dimuka Hakim memberikan suatu bukti yang sempurna terhadap
siapa yang telah melakukannya baik sendiri, maupun dengan perantaraan seorang
yang khusus dikuasakan untuk itu.
1926. Suatu
pengakuan yang dilakukan dimuka Hakim tidak dapat ditarik kembali, kecuali
apabila dibuktikan bahwa pengakuan itu adalah akibat dari suatu kekhilafan
mengenai hal² yang terjadi.
Tak dapatlah
suatu pengakuan ditarik kembali dengan alasan seolah-olah orang yang melakukannya
khilaf tentang hal hukum.
1927. Suatu
pengakuan lisan yang dilakukan diluar sidang Pengadilan tidak dapat dipakai
selainnya dalam hal² dimana di-izinkan pembuktian dengan saksi².
1928. Dalam
hal yang terakhir dalam penutup pasal yang lalu adalah terserah kepada
pertimbangan Hakim, untuk menentukan kekuatan mana yang akan diberikan
kepada suatu pengakuan lisan yang dilakukan diluar sidang Pengadilan.
BAB KE-ENAM
Tentang sumpah dimuka Hakim.
1929. Ada
dua macam sumpah dimuka Hakim:
1e. sumpah
yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan
pemutusan perkara padanya; sumpah ini dinamakan sumpah pemutus;
2e. sumpah
yang oleh Hakim, karena jabatannya diperintahkan kepada salah satu pihak.
1930. Sumpah
pemutus dapat diperintahkan tentang segala persengketaan, yang berupa apapun
juga, selainnya tentang hal² yang para pihak tidak berkuasa mengadakan
suatu perdamaian atau hal² dimana pengakuan mereka tidak akan boleh
diperhatikan.
Sumpah
pemutus dapat diperintahkan dalam setiap tingaktan perkaranya, bahkan juga
apabila tiada upaya lain yang manapun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan
yang diperintahkan penyumpahannya itu.
1931. Sumpah
itu hanya dapat diperintahkan tentang suatu perbuatan yang telah di lakukan
sendiri oleh orang yang kepada sumpahnya digantungkan pemutusannya perkara.
1932. Barangsiapa
diperintahkan mengangkat sumpah dan menolak mengangkatnya atau menolak
mengembalikannya, ataupun barangsiapa memerintahkan sumpah dan setelah
kepadanya dikembalikan sumpah itu menolak mengangkatnya, harus dikalahkan
dalam tuntutan maupun tangkisannya.
1933. Jika
perbuatan tentang mana sumpahnya telah diperintahkan bukan perbuatan kedua-duanya
pihak melainkan hanya perbuatan pihak yang kepada sumpahnya digantungkan
pemutusannya perkara, maka sumpah tidak dapat dikembalikan.
1934. Tiada
sumpah yang dapat diperintahkan, dikembalikan maupun diterima, selainnya
oleh pihak yang berperkara sendiri pribadi atau oleh seorang yang khusus
dikuasakan untuk itu.
1935. Siapa
yang telah memerintahkan atau mengembalikan sumpah tidak dapat menarik
kembali perbuatannya itu, jika pihak lawan sudah menyatakan bersedia mengangkatnya.
1936. apabila
seorang yang telah diperintahkan melakukan sumpah pemutus., atau seorang
yang kepada sumpahnya telah dikembalikan pemutusannya perkara, sudah mengangkat
sumpahnya, maka tak dapatlah pihak lawan diterima untuk membuktikan kepalsuan
sumpah itu.
1937. Sumpah
yang telah diangkat tidak memberikan bukti selainnya untuk keuntungan atau
untuk kerugian orang yang telah memerintahkannya atau mengembalikannya,
beserta para ahliwarisnya atau orang² yang mendapat hak dari mereka.
1938. Namun
demikian, seorang berutang yang diperintahkan bersumpah oleh salah seorang
berpiutang dalam suatu perikatan tanggung-menanggung dan mengangkat sumpahnya
tidaklah dibebaskan untuk jumlah yang lebih daripada bagian orang berpiutang
tersebut.
Sumpah
yang diangkat oleh si berutang-utama, membebaskan para penanggung utang.
1939. Sumpah
yang diangkat oleh salah seorang yang berutang-utama adalah menguntungkan
orang² yang turut-berutang, sedangkan sumpah yang diangkat oleh si
penanggung utang menguntungkan si berutang-utama, demikian itu jika dalam
kedua-duanya hal sumpahnya telah di perintahkan atau dikembalikan tentang
utangnya sendiri, dan tidak mengenai hal sifatnya tanggung-menanggung perikatannya
maupun penanggungannya.
1940. Hakim
dapat karena jabatan, memerintahkan sumpah kepada salah satu pihak yang
berperkara, untuk menggantungkan pemutusan perkara pada penyumpahan itu,
atau untuk menetapkan jumlah yang akan dikabulkan.
1941. Ia
dapat berbuat demikian hanya dalam dua hal:
1e. jika
tuntutan maupun tangkisan tidak terbukti dengan sempurna;
2e. jika
tuntutan maupun tangkisan itu juga tidak samasekali tak terbukti.
1942. Sumpah
untuk menetapkan harga barang yang dituntut tak dapat oleh Hakim diperintahkan
kepada si penggugat selainnya apabila tidak ada jalan lain lagi untuk menetapkan
harga itu.
Bahkan
dalam hal yang demikian Hakim harus menetapkan hingga jumlah mana si penggugat
akan dipercaya atas sumpahnya.
1943. Sumpah
yang oleh Hakim diperintahkan kepada salah satu pihak yang berperkara,
tak dapat oleh pihak ini dikembalikan kepada pihak lawannya.
1944. Sumpah
harus diangkat dihadapan Hakim yang memeriksa perkaranya.
Jika ada
suatu alangan sah yang menyebabkan ini tidak dapat dilaksanakan, maka Majelis
Pengadilan dapat menguasakan salah seorang hakim-anggautanya untuk mengambil
sumpahnya, Hakim anggauta mana akan pergi kerumah orang yang harus mengangkat
sumpah.
Jika dalam
hal yang demikian itu, rumah atau tempat kediaman itu kiranya kejauhan,
atau terletak diluar daerah hukum Majelis Pengadilam maka Majelis ini dapat
memerintahkan pengambilan sumpah kepada Hakim atau Kepala Pemerintahan
dari rumah atau tempat kediaman orang yang diwajibkan mengangkat sumpah.
1945. Sumpah
harus diangkat secara sendiri pribadi.
Karena
alasan² penting Hakim diperbolehkan mengizinkan kepada suatu pihak
yang berperkara untuk suruhan mengangkat sumpahnya oleh seorang yang untuk
itu khusus dikuasakan dengan suatu akta otentik.
Dalam hal
yang demikian itu suratnya kuasa harus menyebutkan secara lengkap dan teliti
sumpahnya yang harus diucapkan.
Tiada sumpah
yang boleh diambil selainnya dengan hadirnya pihak lawan, atau setelah
pihak lawan ini dipanggil untuk itu secara sah.
BAB KETUJUHBELAS
Tentang daluwarsa.
BAGIAN KESATU
Tentang daluwarsa umumnya.
1946. Daluwarsa
adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat² yang
ditentukan oleh undang².
1947. Tak
diperkenankanlah seorang melepaskan daluwarsa sebelum tiba waktunya, namun
bolehlah ia melepaskan suatu daluwarsa yang sudah diperolehnya.
1948. Ada
pelepasan daluwarsa yang dilakukan dengan tegas dan ada pelepasan daluwarsa
yang terjadi secara diam².
Pelepasan
secara diam² disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan
bahwa seorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya.
1949. Barangsiapa
tidak diperbolehkan memindah-tangankan suatu barang, iapun tidak diperbolehkan
melepaskan sautu daluwarsa yang diperolehnya.
1950. hakim
tidak diperbolehkan karena jabatannya menggunakan upaya daluwarsa.
1951. Dalam
tiap tingkatan pemeriksaan perkara dapatlah seorang menunjuk pada daluwarsa,
bahkan dalam tingkatan banding.
1952. Orang²
berpiutang dan lain² orang yang berkepentingan dapat melawan pelepasan
daluwarsa yang dilakukan oleh si berutang dengan maksud mengurangi hak²
mereka secara curang.
1953. Tak
dapatlah seorang dengan jalan daluwarsa memperoleh hak milik atas barang
yang tidak berada dalam peredaran perdata.
1954. Pemerintan,
selaku wakil Negara, Kepala Pemerintahan Daerah yang bertindak dalam jabatannya,
dan lembaga² umum tunduk kepada daluwarsa² yang sama seperti
orang² perseorangan dan mereka dapat menggunakannya dengan cara yang
sama.
1955. Untuk
memperoleh hak milik atas sesuatu diperlukan bahwa seorang menguasainya
terus-menerus, tak terputus-putus, tak terganggu, dimuka umum dan secara
tegas sebagai pemilik. 1956.
Perbuatan² yang berupa paksaan, perbuatan² yang sewenang-wenang
sahaja, atau perbuatan² yang berupa pembiaran belaka, tidaklah dapat
menerbitkan kedudukan berkuasa yang cukup buat untuk melahirkan daluwarsa.
1957. Seorang
yang sekarang menguasai suatu kebendaan, yang membuktikan bahwa ia menguasainya
sejak dahulu kala, dianggap juga telah menguasainya selama selang waktu
antara dulu dan sekarang itu, dengan tidak mengurangi pembuktian hal yang
sebaliknya.
1958. Untuk
memenuhi waktu yang diperlukan untuk daluwarsa, dapatlah seorang menambahkan
kepada waktu selama ia berkuasa, waktu selama berkuasanya dengan yang lebih
dahulu berkuasa, dari siapa ia telah memperoleh bendanya, tak perduli dengan
cara bagaimana ia menggantikan orang itu, baik dengan alas-hak umum maupun
dengna alas-hak khusus, baik dengan cuma² maupun atas beban.
1959.
Mereka yang menguasai sesuatu kebendaan untuk seorang lain, begitu pula
para ahliwarisnya orang² itu, tak sekali-kali dapat memperoleh sesuatu
dengan jalan daluwarsa, meskipun dengan lewatnya waktu yang berapa saja
lamanya.
Demikianpun
seorang penyewa seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan segala orang
lain yang memegang sesuatu benda berdasarkan suatu persetujuan dengan si
pemiliknya, tak dapat memperoleh benda itu dengan jalan daluwarsa.
1960. Mereka
yang disebutkan dalam pasal yang lalu dapat memperoleh hak milik dengan
jalan daluwarsa, jika alas-hak penguasaan mereka telah berganti, baik karena
suatu sebab yang berasal dari seorang pihak ketiga, maupun karena pembantahan
yang mereka lakukan terhadap haknya si pemilik.
1961. Mereka
kepada siapa orang² penyewa, orang² penyimpan dan lain²
orang yang menguasai suatu benda berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya
telah menyerahkan bendanya dengan suatu alas-hak yang dapat memindahkan
hak milik, dapat memperoleh benda tersebut dengan jalan daluwarsa.
1962. Daluwarsa
dihitung dengan hari, tidak dengan jam.
Daluwarsa
itu diperoleh apabila hari terakhir dari jangka-waktu yang diperlukan telah
lewat
BAGIAN KEDUA
Tentang daluwarsa, dipandang sebagai suatu alat untuk memperoleh
sesuatu.
1963. Siapa
yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas-hak yang sah memperoleh
suatu benda takbergerak suatu bunga atau suatu piutang lain yang tidak
harus dibayar atau tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan suatu penguasaan
selama dua-puluh tahun.
Siapa yang
dengan itikad baik menguasainya selama tigapuluh tahun, memperoleh hak
milik dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukan alas-haknya.
1964. Suatu
alas-hak yang batal karena suatu cacad dalam bentuk-caranya, tidak dapat
digunakan sebagai dasar suatu daluwarsa selama duapuluh tahun.
1965. Itikad
baik selamanya harus dianggap ada, sedangkan siapa yang menunjuk kepada
suatu itikad buruk diwajibkan membuktikannya.
1966. Adalah
cukup bahwa pada waktu benda atau piutang diperoleh itikad baik itu ada.
BAGIAN KETIGA
Tentang daluwarsa dipandang sebagai suatu alasan untuk dibebaskan
dari suatu kewajiban.
1967. Segala
tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan,
hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tigapuluh tahun, sedangkan
siapa yang menunjukkan akan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan
suatu alas-hak lagi pula tak dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan
yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.
1968.
Tuntutan para guru dan pengajar dalam kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
untuk pelajaran yang mereka berikan tiap² bulan, atau untuk waktu
yang lebih pendek;
tuntutan
para pengusaha rumah penginapan dan rumah maka, untuk pemberian penginapan
serta makanan;
tuntutan
para buruh yang upahnya dalam uang harus dibayar tiap² kali setelah
lewatnya waktu yang kurang dari pada satu triwulan, untuk mendapat pembayaran
upah mereka, beserta jumlah kenaikan upah itu menurut pasal 1602 q;
semua itu
berdaluwarsa dengan lewatnya waktu satu tahun.
1969. Tuntutan
para dokter dan ahli obat²an, untuk kunjungan mereka, perawatan dan
obat²an;
tuntutan
para jurusita, untuk upah mereka untuk memberitahukan akta² dan melaksanakan
pekerjaan yang diperintahkan kepada mereka;
tuntutan
para pengusaha sekolah-berasrama, untuk uang makan dan pengajaran bagi
murid²nya, begitu pula tuntutan lain² pengajar untuk upah pengajaran
yang diberikan oleh mereka; tuntutan
para buruh dengan kekecualian mereka yang termaksud dalam pasal 1968, untuk
pembayaran upah mereka, beserta jumlah kenaikan upah itu menurut pasal
1602 q;
semua itu berdaluwarsa dengan lewatnya waktu dua tahun.
1970.
Tuntutan para adpokat untuk pembayaran jasa² mereka, tuntuan para
pengacara untuk pembayaran persekot² dan upah mereka, hapus karena
daluwarsa dengan lewatnya waktu dua tahun terhitung sejak hari diputusnya
perkara, atau tercapainya perdamaian antara para pihak yang berperkara,
atau ditarikanya kembali kuasa kepada pengacara itu.
Dalam halnya
perkara² yang tidak selesai tak dapatlah mereka menuntut pembayaran
persekot² dan jasa² yang telah menunggak lebih dari pada sepuluh
tahun.
Tuntutan
para notaris untuk pembayaran persekot² dan upah mereka, berdaluwarsa
juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta².
1971. Tuntutan².
tukang²
kayu, tukang² batu dan lain² tukang untuk pembayaran bahan²
yang mereka berikan dan upah² mereka;
pengusaha²
toko untuk pembayaran barang² yang telah mereka serahkan, sekadar
tuntutan² ini mengenai pekerjaan² dan penyerahan² yang tidak
untuk pekerjaannya si berutang yang tetap; semua
itu berdaluwarsa dengan lewatnya waktu lima tahun.
1972. Daluwarsa
yang disebutkan dalam keempat pasal yang lalu, terjadi, meskipun seorang
telah meneruskan melakukan penyerahan² jasa² dan pekerjaan.
Daluwarsa
itu hanya berhenti berjalan, apabila dibuatnya suatu pengakuan tertulis,
atau apabila daluwarsa dicegah menurut pasal 1979.
1973. Namun
demikian orang² kepada siapa dimajukan daluwarsa yang disebut dalam
pasal 1968, 1969, 1970 dan 1971, dapat menuntut dari mereka yang menggunakan
daluwarsa itu supaya mereka bersumpah bahwa utang mereka sungguh²
telah terbayar.
Kepada
para janda dan para ahliwaris, atau jika mereka yang termaksud diatas itu
orang² yang belum dewasa kepada orang² yang menjadi wali mereka
dapat diperintahkan sumpah untuk menerangkan bahwa mereka tidak mengetahui
bahwa ada utang yang demikian itu.
1974. Para
Hakim dan pengacara tidak lagi bertanggung-jawab untuk penyerahan surat²
setelah lewatnya waktu lima tahun setelah pemutusan perkaranya.
Begitu
pula para jurusita dibebaskan dari pertanggungan-jawab tentang hal itu
setelah lewatnya waktu dua tahun terhitung sejak pelaksanaan kuasa atau
pemberitahuan akta² yang ditugaskan kepada mereka.
1975. Bunga
atas bunga abadi atau bunga cagak-hidup;
bunga atas
tunjangan tahunan guna pemeliharaan, harga sewa rumah dan tanah;
bunga atas
uang² pinjaman, dan pada umumnya, segala apa yang harus dibayar tiap
tahun atau tiap waktu tertentu yang lebih pendek;
semua itu
berdaluwarsa setelah lewatnya waktu lima tahun.
1976. Daluwarsa²
yang diatur dalam pasal 1968 dan selanjutnya dari bab ini, berjalan terhadap
orang² yang belum dewasa dan orang² yang berada dibawah pengampuan;
dengan tak mengurangi penuntutan ganti-rugi mereka terhadap wali²
atau pengampu² mereka.
1977. Terhadap
benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus
dibayar kepada si pembawa maka barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai
pemiliknya. Namun
demikian, siapa yang kehilangan atau kecurian sesuatu barang, didalam jangka-waktu
tiga tahun terhitung sejak hari hilangnya atau dicurinya barang itu dapatlah
ia menuntut kembali barangnya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya
dari siapa yang dalam tangannya ia ketemukan barangnya dengan tak mengurangi
hak si yang tersebut belakangan ini untuk minta ganti-rugi kepada orng
dari siapa ia memperoleh barangnya, lagipula dengan tak mengurangi ketentuan
dalam pasal 582.
BAGIAN KEEMPAT
Tentang sebab² yang mencegah daluwarsa.
1978. Daluwarsa
tercegah apabila kenikmatan atas bendanya selama lebih dari satutahun,
direbut dari tangannya si berkuasa baik yang merebut itu pemiliknya lama,
maupun yang merebut itu orang pihak ketiga.
1979.
Daluwarsa itu tercegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, serta
oleh tiap perbuatan yang berupa tuntutan hukum, satu dan lain diberitahukan
oleh seorang pegawai yang berkuasa untuk itu atas nama pihak yang berhak
kepada orang yang hendak dicegah memperolehnya dengan jalan daluwarsa.
1980. Juga
penggugatan dimuka Hakim yang tidak berkuasa, mencegah daluwarsa.
1981. Namun
daluwarsa tidaklah tercegah, apabila peringatan atau gugatannya ditarik
kembali ataupun dinyatakan batal, baik si penggugat menggugurkan tuntutannya,
maupun tuntutan itu ditolak oleh Hakim, maupun pula gugatan itu dinyatakan
gugur karena lewatnya waktu.
1982. Pengakuan
akan haknya orang terhadap siapa daluwarsa berjalan, yang dilakukan dengan
kata² atau dengan perbuatan² oleh si berkuasa atau si berutang
mencegah pula daluwarsa.
1983. Pemberitahuan,
menurut pasal 1979, kepada salah seorang yang berutang secara tanggung-menanggung
atau pengakuan orang tersebut, mencegah daluwarsa terhadap orang²
berutang yang lainnya, bahkan pula terhadap ahli-waris² mereka.
Pemberitahuan
yang dilakukan kepada salah seorang ahliwarisnya seorang berutang secara
tanggung-menanggung, atau pengakuan ahliwaris tersebut, tidaklah mencegah
daluwarsa tersebut tidaklah mencegah daluwarsa terhadap ahliwaris²
yang lainnya, bahkan tidak dalam halnya suatu utang hipotik; terkecuali
apabila perikatannya tak dapat dibagi-bagi.
Dengan
pemberitahuan atau pengakuan ini daluwarsa terhadap orang² yang turut-berutang
lainnya, diperlukan suatu pemberitahuan kepada segenap ahliwaris tersebut
atau suatu pengakuan yang dilakukan oleh segenap ahliwaris itu.
Untuk mencegah
daluwarsa seluruh utangnya terhadap orang² yang turut-berutang lainnya,
diperlukan suatu pemberitahuan kepada segenap ahliwaris tersebut atau suatu
pengakuan yang dilakukan oleh segenap ahliwaris itu.
1984. Pemberihuan
yang dilakukan kepada si berutang-utama atau pengakuan orang ini, mencegah
daluwarsa terhadap si penanggung utang.
1985. Pencegahan
daluwarsa yang dilakukan oleh salah seorang berpiutang dalam suatu perikatan
tanggung-menanggung berlaku untuk segenap orang yang turut-berpiutang.
BAGIAN KELIMA
Tentang sebab² yang menangguhkan berjalannya daluwarsa.
1986. Daluwarsa
berjalan terhadap setiap orang kecuali yang bagi keuntungannya diadakan
pengecualian oleh undang².
1987. Daluwarsa
tidaklah dapat bermulai maupun berlangsung terhadap orang² yang belum
dewasa dan orang² terampu, kecuali dalam hal² yang ditentukan
oleh undang².
1988. Daluwarsa
tidaklah terjadi diantara suami-isteri.
1989. Daluwarsa
tidaklah berjalan terhadap seorang isteri selama perkawinannya:
1e. apabila
tuntutan si isteri tidak akan dapat diteruskan melainkan setelah ia memilih
antara menerima atau melepaskan persatuan;
2e. apabila
si suami, karena ia telah menjual benda pribadi si isteri, harus menanggung
penjualan itu, dan didalam segala hal dimana tuntutan si isteri akhirnya
harus ditujukan kepada suaminya.
1990. Daluwarsa
tidaklah berjalan:
terhadap
suatu piutang yang bergantung pada suatu syarat selama syarat ini tidak
dipenuhi; dalam
halnya suatu perkara untuk menanggung suatu penjualan, selama belum ada
putusan untuk menyerahkan barangnya kepada orang lain;
terhadap
suatu piutang yang baru dapat ditagih pada suatu hari tertentu, selama
hari itu belum tiba.
1991. Daluwarsa
tidaklah berjalan terhadap seorang waris yang telah menerima suatu warisan
dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta-peninggalan, mengenai
piutang²nya terhadap harta-peninggalan.
Daluwarsa
berjalan terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun warisan itu
tidak ada pengampunya.
1992. Daluwarsa
itu berjalan pula selama ahliwaris sedang dalam waktu memikir.
Ketentuan penutup.
1993. Daluwarsa²
yang sudah mulai berjalan sebelumnya kitab Undang² ini diundangkan
akan diatur menurut undang² yang pada saat itu berlaku di Indonesia.
Namun demikian
daluwarsa² yang sudah mulai berlaku secara demikian, yang menurut
perundang-undangan lama masih membutuhkan waktu selama lebih dari tigapuluh
tahun terhitung sejak saat diundangkannya Kitang Undang² ini, akan
terpenuhi dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun ini.
LAMPIRAN I
Ketentuan² untuk seluruh Indonesia tentang hukum perdata dan
hukum dagang bagi mereka yang termasuk golongan Timur Asing, lain dari
pada Tiong Hoa. (Undang² 9 Des. 1924, LN. 1924-556, mulai berlaku
1 Maret 1925).
§1. Penunjukan akan bagian² dari perundang-undangan bagi
orang² yang termasuk golongan Eropah, yang mana, setelah dirubah,
atau dengan tiada perubahan, berlaku bagi mereka yang termasuk golongan
Timur Asing, lain dari pada Tiong Hoa.
Pasal 1. Bagi mereka yang termasuk golonganTimur Asing, lain
dari pada Tiong Hoa , berlakulah:
A.
Kitab Undang² Hukum Perdata bagi Indonesia, kecuali:
a.
bab kedua dari buku kesatu;
b.
bab ke-empat sampai dengan ke-empatbelas dari buku kesatu;
c.
bab ke-limabelas dari buku kesatu, dengan pengertian
1.bahwa
mereka yang termasuk golongan Timur Asing harus dianggap belum dewasa,
selama mereka belum mencapai umur genap duapuluhsatu tahun dan tidak telah
kawin sebelumnya, dengan ketentuan dalam pada ini bahwa dalam hal bilamana
mereka telah kawin sebelumnya, dan perkawinan ini dibubarkan sebelum mereka
mencapai umur genap duapuluhsatu tahun, maka mereka tidaklah karena itu
kembali lagi dalam kedudukan belumdewasa;
2.bahwa
bagi mereka berlakulah bagian ketigabelas bab kelimabelas dari buku kesatu„
Tentang Balai² Harta Peninggalan", Balai² mana dalam menunaikan
tugas mereka sekitar soal² yang berkenaan dengan hukum perdata terhadap
mana perundang-undangan Eropah tidak telah atau tidak dinyatakan berlaku
bagi mereka yang termasuk golongan Timur Asing, harus melaksanakan segala
instruksi dan segala reglemen bagi para Kepala urusan Harta peninggalan
dulu;
d.
bab ke-duabelas dari buku kedua.
B.Kitab
Undang² Hukum Dagang untuk Indonesia dengan pengertian, bahwa terhadap
seorang yang masuk kerja sebagai anak buah kapal, dalam pasal 396 sebagai
pengganti kata² : "Berlakulah ketentuan² dalam bagian ke
2, ke 3, ke 4 dan ke 5 bab 7A buku ketiga dari Kitab Undang² Perdata,
sekadar berlakunya ketentuan² tadi tidak dengan tegas dikecualikannya",
harus dibaca: „berlakulah pasal 1601, 1602, 1603 (lama) dari Kitab Undang²
Hukum Perdata".
C.pasal²
berikut dari Peraturan tentang Penyelenggaraan akan dan Peralihan kepada
perundang-undangan baru, sekadar berhubungan dengan ketentuan² undang²
yang telah dinyatakan berlaku, ialah pasal 23 sampai dengan 34, 36 sampai
dengan 39, 41 sampai dengan 44, 46, 48, 50 sampai dengan 53, 100 dan 101.
D.Undang²
Kepailitan, dengan pengertian bahwa terhadap hak² setiap isteri dalam
hal bilamana suaminya ada dalam keadaan pailit, segala apa yang ditentukan
dalam pasal 2 dibawah ini, harus menjadi pengganti peraturan dalam pasal
60 ayat kesatu sampai dengan ayat ke-empat dari Undang² tersebut.
§
2.Peraturan tentang beberapa soal yang berhubungan dengan apa yang telah
dinyatakan berlaku dalam § 1.
Pasal 2.(1). Dengan berlangsungnya suatu perkawinan, tidaklah
karena hukum terbentuk suatu persatuan harta kekayaan suami dan isteri.
(2). Si
isteri tetap memiliki sekalian harta-kekayaannya baik yang bergerak maupun
yang takbergerak.
(3). Pembawaan
akan segala barang bergerak dalam perkawinan oleh si isteri tidak boleh
dibuktikan dengan cara lain, melainkan dengan suatu akta otentik yang dibuat
sebelum atau tatkala perkawinan dilangsungkan, akta mana dengan tegas harus
menyebut barang² itu; segala kebendaan yang sepanjang perkawinan masuk
dalam kemilikan si isteri karena perwarisan, pemberian hibah atau hibah-wasiat,
harus dapat dinyatakan dengan suatu pertelaan dengan akta notaris, yang
memuat asal-usul kebendaan itu dan memuat pula pernilaian akan harganya
satu persatu, dengan tak mengurangi kewajiban untuk mendaftarkan segala
kebendaan takbergerak yang diperoleh sebelum atau sepanjang perkawinan
atas nama si isteri.
(4). Segala
keuntungan bagi si isteri yang diperoleh sepanjang perkawinan karena perusahaan
atau perdagangannya sendiri tidak boleh dibuktikan dengan cara lain, melainkan
dengan alat² bukti tertulis yang sah.
(5). Segala
sesuatu, yang mana dengan cara seperti tertulis dalam pasal ini tak dapat
dibuktikan sebagai milik si isteri harus dianggap sebagai milik suaminya.
(6). Segala
pemberian hibah, baik mengenai barang² bergerak, maupun barang²
takbergerak yang dilakukan oleh seorang suami kepada isterinya sepanjang
perkawinan, bahkan yang dilakukan setelah bubarnya perkawinan, bahkan yang
dilakukan setelah bubarnya perkawinan karena perceraian, adalah batal dan
tak berharga terhadap pada pihak ketiga.
(7). Ketentuan
tersebut diatas sementara itu tidak berlaku terhadap pemberian hibah atau
penjar terdiri atas barang² bergerak, yang harganya teramat kecil
jika dibandingkan dengan kekayaan si pemberi hibah.
Pasal
3. Dalam pasal 913, 915, dan 916 Kitab Undang² Hukum Perdata,
perkataan „undang²" harus diartikan, segala aturan hukum yang
berlaku bagi si yang mewariskan berhubung dengan agama dan adat-istiadat
kebangsaannya, dan perkataan perwarisan karena kematian dalam pasal 914,
harus diartikan sebagai perwarisan karena kematian, menurut aturan²
hukum yang sama.
Pasal
4. (1). Mereka yang dalam ketentuan² diatas tersebut sebagai orang²
yang termasuk golongan Timur Asing kecuali dalam keadaan² luar biasa
seperti termaktub dalam pasal 946, 947 dab 948 Kitab Undang² Hukum
Perdata, tak diperbolehkan mengambil sesuatu ketetapan wasiat melainkan
dengan akta umum, yang dibuat menurut peraturan termuat dalam pasal 938
dan 939 dari Kitab yang sama.
(2). Pencabutan
hanya boleh dilakukan dengan akta yang dibuat dalam bentuk yang sama.
Pasal
5. Dihapuskan.
Pasal
6. (1). Pada waktu menerima buku² menurut pasal 89 Undang²
Kepailitan, anggauta kommisaris Balai Harta Peninggalan, yang mewakili
Balai tersebut, harus menanggali dan mengesahkan dengan tandatangannya,
halaman kesatu dan halaman terakhir dari tiap² buku yang diterimanya.
(2). Karena
jabatan atau atas tuntutan Jawatan Kejaksaan, Balai tersebut boleh menyuruh
supaya buku² yang telah diterimanya tadi diselidiki, dengan permintaan
supaya selekas mungkin membuat laporan tentang penyelidikan itu, perintah
mana harus dilakukan, baik kepada seorang anggautanya yang segolongan dengan
si pailit, maupun kepada orang² lain yang cakap untuk itu. Apabila
kemudian ternyata, penyelidikan itu merupakan pekerjaan yang sangat besar,
maka Pengadilan Negeri berhak menetapkan upah bagi anggauta yang telah
melakukannya, upah mana harus dibayar dari harta peninggalan yang bersangkutan
dan sesuai dengan daya-kesanggupannya.
(3). Laporan
yang termasuk dalam ayat kedua beserta segala surat termaksud dalam pasal
94 Undang² Kepailitan, oleh Balai harus diletakkan dalam kantornya
agar setiap orang dapat membacanya dengan cuma-cuma.
(4). Kewjiban
menghadap dan memberi penjelasan, yang dibebankan oleh pasal 101 Undang²
Kepailitan, beserta segala akibatnya dalam hal bilamana kewajiban itu dilalaikannya
tersebut dalam pasal 86 Undang² tersebut, dibebankan juga kepada orang
yang mendapat tugas penyelidikan termaksud dalam ayat kedua.
3.Ketentuan penutup.
Pasal
7. Terhadap soal² yang berkenaan dengan hukum perdata dan hukum
dagang, yang mana terhadap soal itu mereka yang dalam ketentuan tersebut
diatas disebut sebagai termasuk golongan Timur Asing, tidak tunduk pada
perundang-undangan bagi orang² yang termasuk golongan Eropah: terhadap
soal² itu senantiasa harus dilakukan segala undang² yang kini
berlaku bagi mereka dan segala aturan hukum yang berhubungan dengan agama
dan adat-istiadat mereka.
Pasal II. Undang² ini berlaku mulai tanggal 1 Maret 1925.
II
Ketentuan² untuk seluruh Indonesia tentang hukum perdata dan
hukum dagang bagi orang² termasuk golongan Tiong Hoa.
(undang²
1917-129, jis 1919-81, 1924-557, 1925-92)
BAB KESATU
1. Penunjukan akan bagian² dari perundang-undangan bagi orang²
yang termasuk golongan Eropah, yang mana setelah diubah atau dengan tiada
perubahan berlaku bagi mereka yang termasuk golongan Tiong Hoa.
Pasal. 1. Bagi mereka yang termasuk
golongan Tiong Hoa, berlakulah :
1. Kitab Undang² Hukum Perdata untuk Indonesia: terkecuali:
a. bab kedua dan bagian kedua dan ketiga bab
ke-empat dari buku kesatu;
b. nomor 6 pasal 71;
c. pasal 74 dan 75 pasal² mana diganti
dengan ketentuan² sebagai berikut:
1. Pegawai catatan sipil harus menolak perlangsungan sesuatu perkawinan,
apabila ternyata baginya bahwa terhadap perkawinan
itu ada sesuatu alangan yang sah, atau apabila surat² dan keterangan²,
yang mana adanya diharuskan oleh undang² ternyata tidak cukup.
2. Dalam hal adanya penolakan kepada pihak yang memintanya harus disampaikan
olehnya suatu keterangan tertulis tentang penolakan
itu yang memuat alasan²nya.
3. Masing² pihak berhak dengan surat permohonan yang harus dilampiri
dengan surat keterangan tersebut dalam ayat yang
lalu, meminta keputusan dari Pengadilan negeri yang mana dalam daerah
hukumnya pegawai catatan sipil yang telah menolak berlangsungnya perkawinan,
mempunyai tempat kediamannya, Pengadilan mana setelah
melakukan pemeriksaan demikian sebagaimana dipandangnya
perlu, kemudian dengan tak usah mengindahkan sesuatu bentuk-acara
dan dengan tiada kemungkinan untuk bandingan harus menguatkan penolakan
itu, atau memerintahkan supaya perkawinan dilangsungkan.
d.Dihapuskan.
e. Penyebutan dalam pasal 99 akan pasal 52
dab 75
f. Dihapuskan
g. Ayat kedua pasal 268, pasal mana diganti
dengan ketentuan sebagai dibawah ini. Apabila pihak yang berkepentingan
berduduk diam, maka pembesar yang mempunyai tugas menuntut perkara pidana,
adalah leluasa, untuk memajukan tuntutan pidana karena kejahatan menggelapkan
kedudukan, asal ada permulaan bukti dengan tuisan sesuai dengan pasal 265
Kitab Undang² Hukum Perdata, dan tentang adanya permulaan bukti itu
pada awalnya telah dinyatakannya.
h. ayat kesatu pasal 1853, yang mana diganti
dengan ketentuan sebagai berikut:
Perdamaian tidak sekali-kali menghalangi penuntutan
perkara.
2. Kitab Undang² Hukum Dagang untuk Indonesia, dengan pengertian,
bahwa terhadap seorang yang masuk kerja sebagai
anak buah kapal dalam pasal 396 sebagai pengganti kata² „berlakulah
ketentuan² dalam bagian ke 2, ke 3, ke 4,
dan ke 5, bab 7A buku ketiga dari Kitab Undang² Perdata,
sekadar berlakunya ketentuan² tadi tidak dengan tegas dikecualikannya",
harus dibaca: „berlakulah pasal 1601, 1602, 1603,
(lama) dari Kitab Undang² Perdata".
3. Peraturan Acara Perdata, kecuali:
a. pasal 816, 817, dan 818;
b. pasal 844 yang mana diganti dengan ketentuan
sebagai berikut:
Barangsiapa menurut ketentuan² dalam Peraturan
Penyelenggaraan Register² Catatan Sipil bagi golongan Tiong Hoa, menghendaki
agar diperintahkannya oleh Hakim sesuatu penambahan atau pembetulan dalam
suat akta dari Catatan Sipil itu, harus memajukan surat permintaan kepada
Pengadilan Negeri, permintaan mana harus disertai dengan segala dasar-alasannya.
4. Pasal² berikut dari Peraturan tentang Penyelenggaraan akan
Peralihan kepada Perundang-undangan-baru, sekadar
berhubungan dengan ketentuan² undang² yang telah dinyatakan
berlaku, ialah pasal 23 sampai dengan 34, 36 sampai dengan 53, 100 dan
101.
5. Undang² kepailitan.
§ 2. Ketentuan² khusus mengenai perkongsian, dan keadaan
pailit.
Pasal
2. Dihapuskan.
Pasal
3.(1). Dengan tak mengurangi berlakunya beberapa ketentuan yang diadakan
bagi perseroan² terbatas, segala perkumpulan Tiong Hoa terkenal dengan
nama kongsi guna melakukan suatu perusahaan dibawah sesuatu nama kesatuan,
harus takhluk pada peraturan dalam bagian kedua, bab ketiga, buku kesatu
dari Kitab Undang² Hukum Dagang.
(2). Nama
kongsi harus dianggap sebagai nama firma.
Pasal
4. (1). Pada waktu menerima buku² menurut pasal 89 Undang²
Kepailitan, anggauta kommisaris Balai Harta Peninggalan yang mewakili Balai
tersebut harus menanggali dan mengesahkan dengan tanda-tangannya, halaman
kesatu dan halaman terakhir dari tiap² buku yang diterimanya.
(2). Karena
jabatan atau atas tuntutan Jawatan Kejaksaan, Balai tersebut boleh menyuruh
supaya buku² yang telah diterimanya diselidiki, dengan permintaan
supaya selekas mungkin membuat laporannya tentang penyelidikan itu, perintah
mana harus dilakukan, baik kepada seorang anggautanya dari golongan Tiong
Hoa, maupun pula kepada orang² lain yan cakap untuk itu. Apabila
kemudian ternyata penyelidikan itu merupakan pekerjaan yang sangat besar
maka Pengadilan Negeri berhak menetapkan upah bagi anggauta yang telah
melakukannya, upah mana harus dibayar dari harta peninggalan yang bersangkutan
dan sesuai dengan daya-kesanggupannya. (3).
Laporan yang termaksud dalam ayat kedua beserta segala surat termaksud
dalam pasal 94 Undang² Kepailitan oleh Balai harus diletakkan dalam
kantornya agar setiap orang dapat membacanya dengan cuma-cuma.
(4). Kewajiban
menghadap dan memberi penjelasan yang dibebankan oleh pasal 101 Undang²
Kepailitan, beserta segala akibatnya dalam hal bilamana kewajiban²
itu dilalaikannya, termaksud dalam pasal 86 Undang² tersebut dibebankan
juga kepada orang yang mendapat tugas penyelidikan termasuk dalam ayat
kedua.
BAB KEDUA
Tentang pengangkatan anak.
Pasal
5. (1). Apabila seorang laki, beristeri atau telah pernah beristeri,
tak mempunyai keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-laki baik keturunan
karena kelahiran, maupun keturunan karena angkatan, maka bolehlah ia mengangkat
seorang laki sebagai anaknya.
(2). Pengangkatan
yang demikian harus dilakukan oleh si orang laki tersebut bersama-sama
dengan isterinya, atau jika dilakukannya setelah perkawinannya dibubarkan
oleh dia sendiri.
(3). Apabila
kepada seorang perempuan janda, yang tidak telah kawin lagi oleh suaminya
yang telah meninggal dunia, tidak ditinggalkan seorang keturunan sebagai
termasuk dalam ayat kesatu pasal ini, maka bolehpun ia mengangkat seorang
laki sebagai anaknya. Jika sementara itu si suami yang telah meninggal
dunia, dengan surat wasiat telah menyatakan tak menghendaki pengangkatan
anak oleh isterinya, maka pengangkatan itupun tak boleh dilakukannya.
Pasal
6. Yang boleh diangkat hanyalah orang² Tiong Hoa laki-laki yang
tak beristeri pun tak beranak, dan yang tidak telah diangkat oleh orang
lain.
Pasal
7. (1). Orang yang diangkat harus paling sedikitnya delapanbelas tahun
lebih muda daripada si suami, dan paling sedikitnya pula limabelas tahun
lebih muda dari pada si isteri, atau si janda yang mengangkatnya.
(2). Apabila
yang diangkat itu seorang keluarga sedarah, baik keluarga yang sah, maupun
keluarga luarkawin, maka keluarga tadi karena angkatannya terhadap pada
moyang kedua belah pihak bersama, harus memperoleh derajat keturunan yang
sama pula dengan derajat keturunannya karena kelahiran sebelum ia diangkat.
Pasal
8. Tiap² pengangkatan menghendaki :
1. katasepakat
dari orang, atau orang² yang melakukannya;
2.a. jika
yang diangkat itu seorang anak yang sah, katasepakat dari bapak dan ibunya,
atau dalam hal lebih dulu telah meninggalnya seorang diantara mereka, katasepakat
dari bapak atau ibu yang hidup terlama, kecuali si ibu telah menceburkan
diri dalam perkawinan baru; dalam hal yang terakhir, sepertipun apabila
kedua orangtuanya telah meninggal dunia, katasepakat dari walinya dan dari
Balai Harta Peninggalan;
b. jika
yang diangkat itu seorang anak luarkawin katasepakat dari kedua orangtuanya
sekiranya anak itu diakui kedua mereka atau dalam hal lebih dahulu telah
meninggalnya seorang diantara mereka, katasepakat dari yang hidup terlama,
jika hanya salah seorang mereka mengakuinya, katasepakat dari yang mengakui;
jika sama sekali tiada yang mengakuinya, atau kedua orang-tua yang mengakuinya
telah meninggal dunia, katasepakat dari walinya dan dari Balai Harta Peninggalan;
3. katasepakat
dari orang yang akan diangkat, jika ia telah mencapai umur limabelas tahun;
4. jika
pengangkatan akan dilakukan oleh seorang perempuan janda seperti termaksud
dalam pasal 5 ayat ketiga, katasepakat dari saudara² laki yang telah
dewasa dan bapak mendiang suaminya, dan sekiranya mereka tidak ada atau
tidak diam di Indonesia, katasepakat dari dua diantara keluarga sedarah
laki² yang terdekat lainnya dari pihak bapak si suami yang telah meninggal
dunia sampai dengan derajat ke-empat yang telah dewasa dan diam di Indonesia.
Pasal
9.(1). Apabila katasepakat dari mereka, termaksud dalam somor 4 pasal
yang lalu sekadar bukan bapak atau wali si yang akan diangkat, tidak diperoleh,
sepertipun jika keluarga sedarah termaksud dalam kata² penutup ketentuan
tersebut tidak ada, maka bolehlah katasepakat itu diganti dengan izin dari
Pengadilan Negeri yang mana dalam daerah hukumnya siperempuan janda yang
menghendaki pengangkatan bertempat tinggal.
(2). Atas
permintaan si perempuan janda, Pengadilan Negeri dengan tak memakai sesuatu
bentuk acara dan dengan tiada kemungkinan untuk bandingan, harus mengambil
keputusannya setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan sekalian
mereka, yang katasepakatnya dibutuhkannya dan setelah mendengar atau memanggil
dengan sah akan orang² lainnya sedemikian, sebagaimana oleh Pengadilan
dianggapnya perlu.
(3).
Jika orang² yang harus didengar bertempat tinggal diluar keresidenan
dimana Pengadilan Negeri yang berkuasa mempunyai tempat kedudukannya, maka
Pengadilan itu berhak melimpahkan pemeriksaan mereka kepada Pengadilan
Negeri lain, yang mana setelah melakukan pemeriksaan itu harus menyampaikan
berita acaranya kepada Pengadilan Negeri tersebut pertama.
(4). Ketentuan
dalam pasal 334 Kitab Undang² Perdata untuk Indonesia tentang keluarga
sedarah dan semenda tersebut didalamnya, berlaku juga terhadap sekalian
mereka yang harus diperiksa dalam hal ini.
(5). Izin
dari Pengadilan itu harus disebut dalam akta pengangkatan.
Pasal
10. (1). Tiap² pengangkatan hanya boleh dilakukan dengan kata
notaris.
(2). Pihak²
yang bersangkutan harus menghadap didepan notaris dengan diri sendiri atau
dengan seorang wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu dengan akta notaris.
(2). Pihak²
yang bersangkutan harus menghadap didepan notaris dengan seorang wakilnya
yang khusus dikuasakan untuk itu dengan akta notaris.
(3). Sekalian
mereka yang dimaksud dalam no. 4 pasal 8, kecuali merekalah yang sebagai
bapak atau wali akan menyerahkan si anak untuk pengangkatan, diperbolehkan
juga memberikan kata-sepakat mereka bersama atau masing² dengan akta
notaris, hal mana harus disebut dalam akta pengangkatan.
(4). Setiap
orang yang berkepentingan berhak menuntut supaya suatu pengangkatan dicatat
dalam jihad akta kelahiran si yang diangkat.
(5). Ketiadaan
suatu catatan dalam jihat akta kelahiran seperti diatas, tak boleh dipakai
sebagai senjata terhadap pada yang diangkat, untuk menyangkal angkatannya.
Pasal
11.Tiap² pengangkatan karena hukum mengakibatkan, bahwa si yang
diangkat, jika ia mempunyai nama keturunan lain daripada nama keturunan
si suami yang mengangkatnya sebagai anaknya, karena hukum memperoleh nama
keturunan yang terakhir ini sebagai gantinya nama keturunan yang dulu.
Pasal
12. (1). Jika suami-isteri mengangkat seorang sebagai anak mereka,
maka dianggaplah anak itu dilahirkan dari perkawinan mereka.
(2). Jika
si suami mengangkat seorang anak, setelah karena kematian isterinya perkawinan
bubar maka dianggaplah anak itu dilahirkan dari perkawinan yang telah bubar
itu.
(3). Jika
seorang perempuan janda mengangkat seorang anak maka dianggaplah anak itu
dilahirkan dari perkawinan dengan si suami yang telah meninggal dunia,
dengan perngertian sementara itu, bahwa terhadap harta peninggalan si yang
meninggal, sekadar dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan
terhadapnya, anak itu hanyapun bolehlah bertindak sebagai waris, apabila
pengangkatan itu diselesaikan dalam waktu enam bulan setelah meninggalnya,
atau si perempuan janda dalam tenggang waktu yang sama telahmeminta izin
dari Hakim seperti termaksud dalam pasal 9 dan dalam waktu satu bulan setelah
izin diperolehnya izin itupun dipergunakannya pula.
Pasal
13. (1). Jika seorang suami meninggal dunia dengan meninggalkan isteri
janda yang berhak melakukan sesuatu pengangkatan, maka Balai Harta Peninggalan
adalah berwajib menyelenggarakan segala tindakan yang perlu dan mendesak,
guna mengurus dan menyelamatkan hartapeninggalan yang akan menjadi milik
si yang akan diangkat.
(2). Hak²
segala pihak ketiga yang dapat dipengaruhi oleh pengangkatan itu, tetap
ditangguhkan, sampai pengangkatan memperoleh penyelesaiannya, akan tetapi
paling lamanya selama tenggang waktu tersebut dalam ayat terakhir pasal
12.
Pasal
14. Karena berlangsungnya suatu pengangkatan terputuslah segala hubungan
perdata yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, antara si yang
diangkat dengan kedua orangtuanya dan sekalian keluarga sedarah dan semenda
kecuali dalam hal²:
1. mengenai
derajat kekeluargaan sedarah dan semenda yang terlarang untuk perkawinan;
2. mengenai
ketentuan² pidana sekadar bersandar pada keturunan karena kelahiran;
3. mengenai
perhitungan biaya perkara dan penyenderaan;
4. mengenai
pembuktian dengan saksi;
5. mengenai
bertindak sebagai saksi dalam permbuatan akta² otentik.
Pasal
15. (1). Tiap² pengangkatan tidak boleh ditiadakan karena pesetujuan.
(2). Pengangkatan
terhadap anak² perempuan dan pengangkatan, dengan cara lain daripada
cara membuat akta otentik, adalah batal karena hukum.
(3). Suatu
pengangkatan boleh dinyatakan batal karena bertentangan dengan salah satu
ketentuan dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9, atau ayat kedua dan ketiga pasal 10.
Peraturan peralihan.
Pasal
16. (1). Tiap² akta kelahiran, kematian dan perceraian yang menurut
pasal 71 Kitab Undang² Hukum Perdata untuk Indonesia harus diunjukkan
oleh kedua calon suami-isteri sebelum perkawinan mereka dilangsungkan,
dalam hal² bilamana kelahiran, kematian dan perceraian itu terjadi,
sebelum ditempatnya telah berlaku Reglemen Penyelenggaraan Register²
Catatan Sipil bagi golongan Tiong Hoa, harus diganti dengan petikan²
dari register² pembukuan atau pencatatan kelahiran, kematian dan perceraian
yang diselenggarakan oleh Kepala golongan Tiong Hoa dan diberikan oleh
seorang kepala Tiong Hoa yang tertinggi pengkatnya pada tempat dimana register²
itu diselenggarakannya, kutipan² mana harus memuat waktu dan tempat
kelahiran atau kematian atau waktu perceraian.
(2).
Jika pihak² yang berkepentingan ada diluar kemungkinan akan mengunjukan
kutipan² yang demikian, maka kekurangan ini boleh diperbaiki dengan
cara serperti ditentukan dalam pasal 72 Kitab Undang² Hukum Perdata
berhubungan dengan akta kelahiran.
Pasal
17. Keputusan dengan mana suatu perceraian diucapkan jika perkawinannya
dilangsungkan dulu, sebelum ditempat itu telah berlaku Reglemen Penyelenggaraan
Register² Catatan Sipil bagi mereka yang hendak kawin harus dibukukan
dalam register² catatan sipil di Jakarta.
Pasal
18.(1). Dengan menyimpang sekadarnya dari pasal 283 Kitab Undang²
Perdata untuk Indonesia, anak² yang dilahirkan dari selir² bapak
mereka dan diperlakukan oleh mereka secara terang-terangan sebagai anak
mereka, harus dianggap sebagai anak sah, jika hubungan antara si bapak
dan selirnya telah timbul sebelum undang² ini berlaku bagi bapak mereka.
(2). Dengan
meninggalnya bapak mereka sewaktu mereka belum dewasa, maka demi hukum
ibu merekalah yang melakukan perwalian.
Pasal
19. (1). Segala campurtangan balai² piatu dan balai hartapeninggalan
dalam urusan orang² Tiong Hoa dan harta peninggalan mereka yang telah
dimulai sebelum pada tempat itu Undang² ini berlaku, dan yang dilakukan
menurut aturan² undang² yang dulu berlaku, harus diteruskan dan
diselesaikan oleh balai² tersebut atas dasar yang sama.
(2). Campurtangan
itu sementara itu berakhir, dalam hal², bilamana yang demikian tadi
menurut Undang² ini dikecualikan.
Pasal
20. (1). Mereka, yang sebelum undang² ini mengenai perwakilan
mereka berlaku, melakukan sesuatu perwalian dengan sah, harus meneruskannya.
(2). Mereka,
yang sebelum saat tersebut, oleh balai piatu dan balai peninggalan dulu
diakui sebagai wali, karena pengakuan itulah saja harus dianggap sebagai
wali² yang sah, kecuali dengan keputusan Hakim yang memperoleh kekuatan
mutlak sebelum saat tersebut telah dinyatakan, bahwa orang yang diakui
sebagai wali tadi bukanlah wali² yang sah, atau kecuali mengenai soal
sah atau taksahnya wali² itu pada waktu itu dimajukan perkara dimuka
Hakim atau telah ada keputusan yang belum memperoleh kekuatan mutlak.
Pasal
21.(1). Segala kongsi sebagai termaksud dalam pasal 3, yang didirikan
dengan cara yang sah, dan yang masih ada pada saat Undang² ini pada
tempat itu mulai berlaku, harus dibubarkan sepuluh tahun setelah saat itu,
kecuali kongsi itu dengan sah tidak telah dibubarkan sebelumnya. Untuk
selainnya kongsi² itu tetap dikuasai oleh hukum yang berlaku dewasa
itu.
(2). Selambat-lambatnya
satu tahun sebelum lewatnya waktu tersebut dalam ayat kesatu, Direktur
Kehakiman harus mengumumkan ketentuan dalam ayat kesatu tadi beserta segala
akibatnya kepada chalayak ramai, dengan pemasangan pengumuman itu dalam
Berita Negara dan dalam surat kabar lain sebagaimana dipandangnya perlu,
pengumuman mana enam bulan dan kemudian satu bulan sebelum saat tersebut
diatas harus diulangi lagi.
Pasal
22.Pada saat mulai berlakunya undang² ini dihapuskanlah segala
peraturan undang² mengenai hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku
bagi orang termasuk golongan Tiong Hoa.
LAMPIRAN
III
UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960
Tentang
PERATURAN DASAR POKOK²
AGRARIA (L . N . tahun 1960 No. 104)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa
didalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk
per-ekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang
angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai funksi yang adil
dan makmur.
b. bahwa
hukum agraria yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan
tujuan dan sendi² dari pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi
olehnya hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam
menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta;
c. bahwa
hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya hukum
adat disamping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat;
d. bahwa
bagi rakyat asli hukum agraria pernjajahan itu tidak menjamin kepastian
hukum, jajahan itu tidak menjamin kepastian hukum.
Berpendapat:
a. bahwa
berhubung dengan apa yang tersebut dalam pertimbangan² diatas perlu
adanya hukum agraria nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah,
yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia,
dengan tidak mengabaikan unsur² yang bersandar pada hukum agama;
b. bahwa
hukum agraria nasional harus memberi kemungkinan akan tercapainya funksi
bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud diatas dan harus sesuai
dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut
permintaan zaman dalam segala soal agraria;
c. bahwa
hukum agraria nasional itu harus mewujudkan penjelmaan dari pada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial,
sebagai azas kerokhanian Negara dan cita² Bangsa seperti yang tercantum
didalam Pembukaan Undang² Dasar. d.
bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang²
Dasar dan manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan
dalam Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk
mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah
diseluruh wilayah kedaulatan Bangsa dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong royong;
e. bahwa
berhubungan dengan segala sesuatu itu perlu diletakkan sendi² dan
disusun ketentuan-ketentuan pokok baru dalam bentuk undang², yang
akan merupakan dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional tersebut diatas.
Memperhatikan:
Usul Dewan
Pertimbangan Agung Sementara Republik Indonesia No. 1-/KptsSSd/1/60, tentang
perombakan Hak Tanah dan Penggunaan Tanah.
Mengingat,
a. Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959;
b. Pasal
33 Undang² Dasar;
c.Penetapan
Presiden No. 1 tahun 1960 (L.N. 1960-10) tentang Penetapan Manifesto Politik
Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 sebagai Garis² besar daripada
haluan Negara, dan amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1160.
d. Pasal
5 jo 20 Undang² Dasar; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong.
MEMUTUSKAN
Dengan mencabut :
1. „Agrarische Wet" (S. 1870-55) sebagai yang termuat dalam pasal
51 „Wet op de Staats inrichting van Nederlands
Indie" (S. 1925-447) dan ketentuan dalam ayat² lainnya dari pasal
itu:
2. a. „Domeinverklaring" tersebut dalam pasal I„Agrarisch Besluit"
(S. 1870-118):
b. „Algemene Domeinverklaring" tersebut
dalam S. 1875-119a;
c. „Domeinverklaring untuk Sumatera" tersebut
dalam pasal 1 dari S. 1874-941;
d. „Domeinverklaring untuk keresidenan Menado"
tersebut dalam pasal 1 dari S. 1877-55;
e. „Domeinverklaring untuk residentie Zuider
en Oosterafdeling van Borneo" tersebut dalam pasal 1
dari S. 1888-58;
3. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (S. 1872-117) dan
peraturan pelaksanaannya; 4. Buku Ke II Kitab Undang² Hukum Perdata
Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan
alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan² mengenai hypotheek
yang masih berlaku pada mulai berlakunya undang²
ini.
Menetapkan:
UNDANG² tentang PERATURAN DASAR POKOK² AGRARIA.
PERTAMA
Bab I.
DASAR² DAN KETENTUAN² POKOK.
Pasal
1.(1). Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh
rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2). Seluruh
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah
bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
(3). Hubungan
antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam
ayat 2 pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4). Dalam
pengertian bumi selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya
serta yang berada dibawah air.
(5). Dalam
pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6). Yang
dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut
ayat 4 dan 3 pasal ini.
Pasal
2. (1). Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang² Dasar
dan hal² sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2). Hak menguasai
dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk :
a. mengatur
dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
bumi,
air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan
dan mengatur hubungan² hukum antara orang² dengan bumi, air dan
ruang angkasa;
c. menentukan
dan mengatur hubungan² hukum antara orang² dan perbuatan²
hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa.
(3). Wewenang
yang bersumber pada hak-menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal
ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti
kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum
Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
(4). Hak
menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah² Swastantra dan masyarakat² hukum adat, sekedar diperlukan
dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
3. Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak-ulayat
dan hak² yang serupa itu dari masyarakat² hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa
serta tidak boleh bertentangan dengan undang² dan peraturan-peratura
lain yang lebih tinggi.
Pasal
4.(1). Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ditentukan adanya macam² hak atas pemukaan bumi, yang disebut
tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang² baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang² lain serta badan² hukum.
(2). Hak²
atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberikan wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air
serta ruang yang ada diatasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas² menurut
Undang² ini dan peraturan² hukum lain yang lebih tinggi.
(3). Selain
hak² atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini ditentukan
pula hak² atas air dan ruang angkasa.
Pasal
5.Hukum agraris yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah
hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia
serta dengan peraturan² yang tercantum dalam Undang² ini dan
dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan
unsur² yang bersandar pada hukum agama.
Pasal
6.Semua hak atas tanah mempunyai funksi sosial.
Pasal
7. Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan
tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal
8. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air
dan ruang angkasa.
Pasal
9. (1). Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya
dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas² ketentuan pasal 1
dan 2.
(2). Tiap²
warganegara Indonesia, baik laki² maupun wanita mempunyai kesempatan
yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat
manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Pasal
10. (1). Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas
tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya
sendiri secara aktif dengan mencegah cara² pemerasan.
(2). Pelaksanaan
dari pada ketentuan dalam ayat 1 pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundangan.
(3). Pengecualian
terhadap azas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.
Pasal
11. (1). Hubungan hukum antara orang termasuk badan hukum, dengan bumi,
air dan ruang angkasa serta wewenang² yang bersumber pada hubungan
hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2
ayat 3 dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang
melampaui batas.
(2). Perbedaan
dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu
dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan
menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.
Pasal
12. (1). Segala usaha bersama dalam lapangan agraris didasarkan atas
keperntingan bersma dalam rangka keperntingan nasional dalam bentuk koperasi
atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.
(2). Negara
dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam
lapangan agraria.
Pasal
13. (1). Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan
agraris diatur sedemikian rupa, sehingga meninggalkan produksi dan kemakmuran
rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 serta menjamin bagi setiap
warga negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2). Pemerintah
mencegah adanya usaha² dalam lapangan agraria dari organisasi²
dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3). Usaha-usaha
Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan
dengan undang².
(4). Pemerintah
berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial termasuk bidang perburuhan,
dalam usaha² dilapangan agraria.
Pasal
14.(1). Dengan mengingat ketentuan² dalam pasal 2 ayat 2 dan 3,
pasal 9 ayat 2 serta pasal 10 ayat 1 dan 2 Pemerintah dalam rangka sosialisme
Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukkan
dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya:
a. untuk
keperluan Negara;
b. untuk
keperluan peribadatan dan keperluan² suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang
Maha Esa;
c. untuk
keperluan pusat² kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain²
kesejahteraan;
d. untuk
keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan
serta sejalan
dengan itu;
e. untuk
keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2). Berdasarkan
rencana umum tersebut pada ayat 1 pasal ini dan mengingat peraturan²
yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukkan dan
penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan
keadaan daerah masing².
(3). Peraturan
Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat 2 pasal ini berlaku setelah
mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat
II dari Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III
dari Bupati/Walikota² Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal
15. Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah
kerusakannya adalah kewajiban tiap² orang, badan hukum atau instansi
yang mempunyai hubungan-hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak
yang ekonomis lemah.
Bab II.
HAK² ATAS TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA
SERTA PENDAFTARAN TANAH.
Bagian I: Ketentuan² Umum.
Pasal
16. (1). Hak² atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat
I ialah:
a. hak
milik,
b. hak
guna-usaha,
c. hak
guna-bangunan,
d. hak
pakai,
e. hak
sewa,
f. hak
membuka tanah,
g. hak
memungut-hasil-hutan,
h. hak²
lain yang tidak termasuk dalam hak² tersebut diatas yang akan ditetapkan
dengan
undang² serta hak² yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan
dalam pasal 53.
(2). Hak²
atas air dan ruang angkasa sebagaiyang dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 ialah
:
a. hak-guna-air,
b. hak
pemeliharaan dan penangkapan ikan,
c. hak
guna-ruang-angkasa.
Pasal
17. (1). Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai
tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum dan/atau
minuman tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal
16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2). Penetapan
batas maksimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini dilakukan dengan peraturan
perundangan didalam waktu yang singkat.
(3). Tanah²
yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat 2 pasal
ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan
kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan² dalam Peraturan
Pemerintah.
(4). Tercapainya
batas minimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini, yang akan ditetapkan dengan
peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.
Pasal
18. Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara
serta kepentingan bersama dari rakyat, hak² atas tanah dapat dicabut,
dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
undang².
Bagian II: Pendaftaran Tanah.
Pasal
19. (1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan² yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Pendaftaran
tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
a. pengukuran,
perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran
hak atas tanah dan peralihan hak² tersebut;
c. pemberian
surat² tanda bukti-hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
(3). Pendaftaran
tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan
lalu-lintas sosial, ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut
pertimbangan Menteri Agraria.
(4). Dalam
Peraturan Pemerintah diatur biaya² yang bersangkutan dengan pendaftaran
termasuk dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak
mampu dibebaskan dari pembayaran biaya² tersebut.
Bagian III:Hak milik.
Pasal
20. (1). Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal
6.
(2). Hak
milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal
21. (1). Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2). Oleh
Pemerintah ditetapkan badan² hukum yang dapat mempunyai hak milik
dan syarat-syaratnya.
(3). Orang
asing yang sesudah berlakunya Undang² ini memperoleh hak milik karena
pewarisan-tanpa-waktu atau percampuran harta karena perkawinan, demikian
pula warganegara Indonesia yang mempunyai hakmilik dan setelah berlakunya
undang² ini kehilangan kewarganegara Indonesia yang mempunyai hak
milik dan setelah berlakunya undang² ini kehilangan kewarganegaraannya,
wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya
hak tersebut atau hilang kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu
tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus
karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak²
pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4).
Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan
Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai
tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 pasal
ini.
Pasal
22. (1). Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(2). Selain
menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hak milik terjadi
karena;
a.
penetapan Pemerintah menurut cara dan syarat² yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah;
b.
ketentuan undang².
Pasal
23. (1). Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak² lain harus didaftarkan menurut ketentuan² yan dimaksud
dalam pasal 19.
(2).
Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal
24. Penggunaan tanah-milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur
dengan peraturan perundangan.
Pasal
25. Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Pasal
26. (1). Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat,
pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan² lain
yang dimaksudkan untuk memindahkan hakmilik serta pengawasannya diatur
dengan Peraturan Pemerintahan.
(2).Setiap
Jual Beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan²
lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak
milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum,
kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat 2,
adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan,
bahwa hak² pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua
pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
Pasal
27. Hak milik hapus bila:
a. tanahnya jatuh kepada Negara:
1. karena pencabutan hak berdasarkan pasal
18;
2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
3. karena diterlantarkan;
4. karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26
ayat².
b. tanahnya musnah.
Bagian IV:Hak guna-usaha.
Pasal
28. (1). Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal
29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
(2). Hak
guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan
ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi
modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan
zaman.
(3). Hak
guna-usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal
29. (1). Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.
(2). Untuk
perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha
untuk waktu paling lama 35 tahun.
(3). Atas
permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu
yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu
paling lama 25 tahun. Pasal
30. (1). Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah:
a. warganegara
Indonesia;
b. badan-hukum
yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2). Orang
atau badan hukum yang mempunyai hak guna-usaha dan tidak lagi memenuhi
syarat² sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka
waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak
lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang
memperoleh hak guna-usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika
hak guna-usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam
jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan
bahwa hak² pihak lain akan diindahkan menurut Ketentuan² yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
31. Hak guna-usaha, terjadi karena penetapan Pemerintah.
Pasal
32. (1). Hak guna-usaha termasuk syarat² pemberiannya, demikian
juga setiap peralihan dan penghapusan pihak tersebut, harus didaftarkan
menurut ketentuan² yang dimaksud dalam pasal 19.
(2). Pendaftaran
termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan
serta hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal
33. Hak guna-usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan.
Pasal
34. Hak guna-usaha hapus karena :
a. jangka
waktunya berakhir;
b. dihentikan
sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan
oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhirnya;
d. dicabut untuk
kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan
dalam pasal 30 ayat 2.
Bagian V:Hak guna-bangunan.
Pasal
35. (1). Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka
waktu paling lama 30 tahun.
(2). Atas
permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya,
jangka waktu tersebut dalam ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling
lama 20 tahun.
(3). Hak
guna-bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal
36. (1). Yang dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah:
a. warganegara
Indonesia;
b. badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2). Orang
atau badan hukum yang mempunyai syarat² yang tersebut dalam ayat 1
pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan
hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga
terhadap pihak yang memperoleh syarat² tersebut. Jika hak guna-bangunan
yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut,
maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak² pihak
lain akan diindahkan menurut ketentuan² yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
37. Hak guna-bangunan terjadi:
a. mengenai
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara: karena penetapan Pemerintah;
b. mengenai
berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang
akan
memperoleh hak guna-bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
Pasal
38. (1). Hak guna-bangunan, termasuk syarat² pemberiannya, demikian
juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut
ketentuan² yang dimaksud dalam pasal 19.
(2). Pendaftaran
termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya
hak guna-bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hak
itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal
39. Hak guna-bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibeban
hak tanggungan.
Pasal
40. Hak guna-bangunan hapus karena:
a. jangka
waktunya berakhir;
b. dihentikan
sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan
oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. dicabut
untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya
musnah;
g. ketentuan
dalam pasal 36 ayat (2).
Bagian VI: Hak pakai.
Pasal
41. (1). Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya
oleh penjabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan
pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjikan pengolahan
tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan²
Undang² ini.
(2). Hak
pakai dapat diberikan:
a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan yang tertentu;
b. dengan cuma² dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
(3). Pemberian
hak pakai tidak boleh disertai syarat² yang mengandung unsur²
pemerasan.
Pasal
42. Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :
a. warganegara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan-hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Pasal
43. (1). Sepanjang mengenai tanah yang dikusai langsung oleh Negara
maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat
yang berwenang.
(2). Hak
pakai atas tanah-milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal
itu dimungkinakan dalam perjanjikan yang bersangkutan.
Bagian VII: Hak sewa untuk bangunan.
Pasal
44. (1). Seseorang atau suatu badan-hukum mempunyai hak sewa atas tanah,
apabila ia berhak mempergunakan tanah-milik orang lain untuk keperluan
bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
(2). Pembayaran
uang sewa dapat dilakukan :
a. satu kali atau pada tiap² waktu tertentu;
b. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
(3). Perjanjian
sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat²
yang mengandung unsur² pemerasan.
Pasal
45. Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:
a. warganegara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan-hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia;
d. badan-hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Bagian VIII:Hak membuka-tanah dan memungut hasil hutan.
Pasal
46. (1). Hak membuka-tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai
oleh warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Dengan
mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya
diperoleh hak milik atas tanah itu.
Bagian IX: Hak guna-air, pemeliharaan dan penangkapan ikan.
Pasal
47. (1). Hak guna-air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertantu
dan/atau mengalirkan air itu diatas tanah orang lain.
(2). Hak
guna-air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian X:Hak guna-ruang angkasa.
Pasal
48. (1). Hak guna-ruang-angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan
tenaga dan unsur² dalam ruang angkasa guna usaha² memelihara
dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dan hal² lainnya yang bersangkutan dengan itu.
(2). Hak
guna-ruang-angkasa diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian XI: Hak² tanah untuk keperluan suci dan sosial.
Pasal
49. (1). Hak milik tanah badan² keagamaan dan sosial sepanjang
di pergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan
dilindungi. Badan² tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang
cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
(2). Untuk
keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam
pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan
hak pakai.
(3). Perwakafan
tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian XII:Ketentuan² lain.
Pasal
50. (1). Ketentuan² lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan
undang².
(2). Ketentuan²
lebih lanjut mengenai hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan
hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal
51.Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna-usaha
dan hak guna-bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan
undang².
Bab III. KETENTUAN PIDANA
Pasal
52. (1). Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal
15 dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp. 10.000,~.
(2). Peraturan
Pemerintah dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam pasal 19, 22,
24, 26, ayat 1, 46, 47, 484, 49 ayat 3 dan 50 ayat 2 dapat memberikan ancaman
pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya
3 bulan dan/atau denda setingginya Rp. 10.000,~.
(3). Tindak-pidana
dalam ayat 1 dan 2 pasal ini adalah pelanggaran.
Bab IV.
KETENTUAN² PERALIHAN.
53.(1).
Hak² yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16
ayat 1 huruf h, ialah hak gadai, hak usaha-bagi-hasil, hak menumpang dan
hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan
dengan Undang² ini dan hak² tersebut diusahakan hapusnya didalam
waktu yang singkat.
(2). Ketentuan
dalam pasal 52 ayat 2 dan 3 berlaku terhadap peraturan² yang dimaksud
dalam ayat 1 pasal ini.
Pasal
54. Berhubung dengan ketentuan² dalam pasal 21 dan 26, maka jika
seseorang yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan
Republik Rakyat Tiongkok telah menyatakan menolak kewarrganegaraan Republik
'Rakyat Tiongkok itu yang disahkan menurut peraturan perundangan yang bersangkutan
ia dianggap hanya berkewarganegaraan Indonesia saja menurut pasal 212 ayat
1.
Pasal
55. (1). Hak² asing yang menurut ketentuan konversi pasal I, II,
III, IV, dan V, dijadikan hak guna-usaha dan hak guna-bangunan hanya berlaku
untuk sementara selama sisa waktu hak² tersebut, dengan jangka waktu
paling lama 20 tahun.
(2). Hak
guna-usaha dan hak guna-bangunan hanya terbuka kemungkinannya untuk diberikan
kepada badan² hukum yang untuk sebagian atau seluruhnya bermodal asing,
jika hal itu diperlukan oleh undang² yang mengatur pembangunan nasional
semesta berencana.
Pasal
56. Selama Undang² mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal
50 ayat 1 belum terbentuk maka yang berlaku adalah ketentuan² hukum
adat setempat dan peraturan² lainnya mengenai hak² atas tanah
yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam
pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan²
Undang² ini.
Pasal
57. Selama undang² mengenai hak-tanggungan tersebut dalam pasal
51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan² mengenai hypotheek
tersebut dalam Kitab Undang² Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband
tersebut dalam S. 1908-542 sebagai yang telah diubah dengan S. 1937-190.
58.
Selama peraturan² pelaksanaan Undang² ini belum terbentuk,
maka peraturan² baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai
bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hak²
atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini, tetap berlaku,
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan² dalam Undang²
ini serta diberi tafsiran yang sesuai dengan itu.
KEDUA:
KETENTUAN-KETENTUAN KONVERSI
Pasal 1.
(1). Hak
eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini sejak
saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi
syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.
(2). Hak
eigendom kepunyaan Pemerintah Negara Asing, yang dipergunakan untuk keperluan
rumah kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan sejak mulai berlakunya
Undang² ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat 1, yang
akan berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut
diatas.
(3). Hak
eigendom kepunyaan orang asing, seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan² hukum, yang
tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 sejak
mulai berlakunya Undang² ini menjadi hak-guna-bangunan tersebut dalam
pasal 35 ayat 1 dengan jangka waktu 20 tahun.
(4). Jika
hak eigendom tersebut dalam ayat 1 pasal ini dibebani dengan hak opstal
atau hak erfpacht, maka hak opstal dan hak erfpacht itu sejak mulai berlakunya
Undang² ini menjadi hak-guna-bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat
1, yang membebani hak-milik yang bersangkutan selama sisa waktu hak opstal
atau hak erfpacht tersebut diatas tetapi selama-lamanya 20 tahun.
(5). Jika
hak eigendom tersebut dalam ayat 3 pasal ini dibebani dengan hak opstal
atau hak erfpacht, maka hubungan antara yang mempunyai hak eigendom terebut
dan pemegang hak opstal atau hak erfpacht selanjutnya diselesaikan menurut
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Agraria.
(6). Hak²
Hypotheek, servituut, vruchtgebruik dan hak² lain yang membebani hak
eigendom tetap membebani hak-milik dan hak-guna-bangunan tersebut dalam
ayat 1 dan 3 pasal ini, sedang hak² tersebut menjadi suatu hak menurut
Undang² ini.
Pasal II
(1). Hak²
atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang
dimaksud dalam pasal 20 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai
dibawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini, yaitu: hak agrarisch
eigendom, milik yayasan andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa,
jesini, grant Sultan landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak-usaha
atas bekas tanah partikelir dan hak² lain dengan nama apapun jua yang
akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya
Undang-undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat 1, kecuali
jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam
pasal 21.
(2). Hak²tersebut
dalam ayat 1 kepunyaan orang asing, warganegara yang di samping kewarganegaraan
Indonrsianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan hukum yang tidak
ditunjuk oleh Pemerintah sebagai yang dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 menjadi
hak-guna-usaha atau hak-guna-bangunan sesuai dengan peruntukan tanahnya,
sebagai yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
Pasal III.
(1). Hak
erfpacht untuk perusahaan kebun besar, yang ada pada mulai berlakunya Undang²
ini, sejak saat tersebut menjadi hak-guna-usaha tersebut dalam pasal 28
ayat 1 yang akan berlangsung selama sisa waktu hak erfpacht tersebut, tetapi
selama-lamanya 20 tahun.
(2). Hak
erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai berlakunya Undang²
ini, sejak saat tersebut hapus dan selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan²
yang diadakan oleh Menteri Agraria.
Pasal IV.
(1). Pemegang
concessie dan sewa untuk perusahaan kebun besar dalam jangka waktu satu
tahun sejak mulai berlakunya Undang² ini harus mengajukan permintaan
kepada Menteri Agraria, agar haknya diubah menjadi hak-guna-usaha.
(2). Jika
sesudah jangka waktu tersebut lampau permintaan itu tidak diajukan, maka
concessie dan sewa yang bersangkutan berlangsung terus selama sisa waktunya,
tetapi paling lama lima tahun dan sesudah itu berakhir dengan sendirinya.
(3). Jika
pemegang concessie atau sewa mengajukan permintaan termaksud dalam ayat
1 pasal ini tetapi tidak bersedia menerima syarat² yang ditentukan
oleh Menteri Agraria ataupun permintaannya itu ditolak oleh Menteri Agraria
maka concessie atau sewa itu berlangsung terus selama sisa waktunya, tetapi
paling lama lima tahun dan sesudah itu berakhir dengn sendirinya.
Pasal V.
Hak
opstal dan hak erfpacht untuk perumahan yang ada pada mulai berlakunya
Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak-guna-bangunan tersebut
dalam pasal 35 ayat 1 yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan
erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
Pasal VI.
Hak²
atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang
dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai
dibawah yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini, yaitu: hak vruchtgebruik,
gebrui, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok,
lungguh, pituwas, dan hak² lain dengan nama apapun juga yang akan
ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang²
ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat 1 yang memberi wewenang
dan kewajiban sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai
berlakunya Undang² ini, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan² Undang² ini.
Pasal VII.
(1). Hak
gogolan pekulen atau sanggan yang bersifat tetap yang ada, pada mulai berlakunya
Undang² ini menjadi hak milik tersebut pada pasal 20 ayat 1.
(2). Hak
gogolan pekulen atau sangan yang tidak bersifat tetap menjadi hak pakai
tersebut pada pasal 41 ayat 1 yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai
berlaku- nya undang² ini.
(3). Jika
ada keragu-raguan apakah sesuatu hak gogolan, pekulen atau sanggan bersifat
tetap atau tidak tetap, maka Menteri Agrarialah yang memutuskan.
Pasal VIII.
(1). Terhadap
hak guna-bangunan tersebut pada pasal 1 ayat 3 dan 4, pasal II ayat 2 dan
pasal V berlaku ketentuan dalam pasal 36 ayat 2.
(2). Terhadap
hak-guna-usaha tersebut pada pasal II ayat 2 pasal III ayat 1 dan 2 dan
pasal IV ayat 1 berlaku ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.
Pasal IX.
Hak²
yang perlu untuk menyelenggarakan ketentuan² dalam pasal² diatas
diatur lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
KETIGA:
Perubahan
susunan pemerintahan desa untuk menyelenggarakan perombakan hukum agraria
menurut undang² ini akan diatur tersendiri.
KEEMPAT:
A.Hak²
dan wewenang² atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas-swapaja yang
masih ada pada waktu mulai berikutnya undang² ini hapus dan beralih
kepada Negara.
B. Hal²
yang bersangkutan dengan ketentuan dalam huruf A diatas diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
KELIMA:
Undang²
ini dapat disebut Undang² Pokok Agraria dan mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar supaya
setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang²
ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
- Pada tanggal 24 September 1960.
- Presiden Republik Indonesia,
- Pada tanggal 24 September 1960