1603 s. bis. Jika si majikan mengakhiri perhubungan-kerjanya dengan maksud meluputkan diri dari kewajibannya untuk memberikan suatu cuti setelah suatu masa-kerja tertentu yang telah dijanjikan dalam atau berhubung dengan persetujuannya, maka si buruh adalah berhak untuk, selebihnya dan selainnya apa yang kiranya menjadi haknya berhubung dengan pemecatannya atas dasar lain, menuntut suatu ganti-rugi sebesar gaji yang ia sedianya akan memperolehnya selama waktu cuti, beserta, jika didalam persetujuan telah diperjanjikan suatu hak atas pelayaran dengan cuma², biaya yang diperlukan untuk pelayaran itu, ketempat asalnya atau ketempat cuti, pada saat perhubungan-kerjanya diakhirinya.
         Jika diluar hal yang termaksud dalam ayat yang lalu, setelah separoh dari masa-kerja dalam persetujuan ditentukan untuk pemberian cuti lampau si majikan sepihak mengakhiri perlampau si majika sepihak mengakhiri persetujuan tanpa alasan yang mendesak, maka ia diwajibkan selain apa yang ia wajib membayar kepada si buruh atas dasar lain, membayar kepadanya suatu jumlah uang, yang imbangannya terhadap jumlah ganti-rugi yang termaksud dalam ayat kesatu adalah sama dengan imbangan antara masa-kerja yang dibutuhkan untuk perolehan cuti yang telah lampau pada saat berakhirnya persetujuan dan masa-kerja maka bulan dalam mana persetujuannya berakhir dihitung sebagai satu bulan penuh.
          Hal yang sama berlaku juga jika si buruh, setelah bagian dari masa-kerja yang tersebut dalam ayat yang lalu telah lampau, mengakhiri perhubungan-kerjanya karena suatu alasan yang mendesak yang diberikan oleh simajikan, atau jika Hakim menyatakan bubarnya persetujuan karena alasan² penting yang tidak mendesak sebagaimana termaksud dalam pasal 1603 v, atau karena suatu alasan mendesak yang diberikan oleh si majikan, atau berdasarkan pasal 1267, karena si majikan tidak memenuhi kewajiban² nya. Jika Hakim menyatakan bubarnya persetujuan atas alasan lain dari pada alasan² yang mendesak, maka ia adalah berkuasa mengurangi jumlah uang yang ditetapkan dalam ayat kedua hingga suatu jumlah yang sedemikian yang dianggapnya adil mengingat keadaan² kejadian.
          1603 t. Tiap hak untuk menuntut sesuatu yang berdasarkan pasal yang lalu, gugur dengan liwatnya waktu satu tahun.
          1603 u. Jika perhubungan-kerja dibuat untuk waktu yang lebih lama dari lima tahun atau untuk selama hidupnya seorang tertentu, maka si buruh namun itu adalah berhak menghentikannya dengan pemberitahuann penghentian mulai saat pada mana lima tahun telah lampau sejak ia mula berlaku, dengan mengindahkan suatu tenggang waktu enam bulan.
          Tiap janji yang mungkin menyebabkan kekuasaan menghentikan ini akan dikecualikan atau dibatasi adalah batal.
          1603 v. Masing² pihak adalah setiap waktu berhak juga sebelumnya pekerjaan dimulai, karena alasan² penting, memajukan permohonan tertulis kepada Pengadilan Negeri dari tempat kediamannya yang sesungguhnya supaya persetujuannya perburuhan dinyatakan bubar. Tiap janji yang meungkin berakibat bahwa kekuasaan ini akan dikecualikan atau dibatasi, adalah batal.           Sebagai alasan² penting, kecuali alasan² mendesak sebagai termaksud dalam pasal 1603 n, harus dianggap juga perobahan² keadaan pribadi atau kekayaan si pemohon atau pihak lawan ataupun perobahan² keadaan² dalam mana pekerjaannya dilakukan, yang sedemikian sifatnya, hingga sepantasnya perhubungan-kerjanya harus berakhir seketika atu setelah suatu waktu yang pendek.
           Hakim takkan meluluskan permohonan selain setelahnya mendengar pihak lawan atau memanggilnya secara sah.
          Kedua ayat terakhir dari pasal 1603 m adalah berlaku.
          1603 w. Kekuasaan para pihak untuk menuntut pembatalan persetujuan berdasarkan pasal 1267 disertai penggantian biaya, rugi dan bunga, tidak dikecualikan oleh ketentuan² dalam bagian ini.
Ketentuan² penutup.
          1603 x. Persetujuan² perburuhan yang dibuat antara seorang majikan yang tunduk dan seorang buruh yang tidak tunduk pada ketentuan² yang lalu dari bab ini, dikuasai oleh ketentuan² ini, dengan tidak memandang maksudnya para pihak, jika persetujuan² tersebut mengenai pekerjaan yang sama atau hampir sama dengan pekerjaan yang lazimnya dilakukan oleh buruh² yang tunduk pada ketentuan² dari bab ini.
          Persetujuan² perburuhan yang dibuat antara seorang majikan yang tidak tunduk dan seorang buruh yang tunduk pada ketentuan² yang lalu dari bab ini, dikuasai oleh ketentuan² ini, dengan tidak mengingat maksudnya para pihak.
          1603 y. Ketentuan² yang lalu dari bab ini tidak berlaku bagi orang² yang bekerja pada Negara daerah atau bagian daerah kota-praja, badan untuk menyelenggarakan perairan atau lain badan kecuali jika sebelum atau pada waktu mulai berlakunya perhubungan kerja ketentuan² tersebut oleh kedua belah pihak atau atas nama mereka, ataupun oleh suatu ketentuan undang² dinyatakan berlaku.
          1603 z. Dengan undang² dapat ditetapkan aturan² khusus bagi persetujuan² untuk melakukan pekerjaan dalam perusahaan² pertanian atau kerajinan, untuk melakukan pekerjaan pada kereta api atau pada perusahaan² pengangkutan dan lain² perusahaan.
BAGIAN KEENAM
Tentang pemborongan pekerjaan.
          1604. Dalam hal pemborongan pekerjaan dapat ditetapkan dalam persetujuan bahwa si pemborong hanya akan melakukan pekerjaan saja atau bahwa ia juga akan memberikan bahannya.
          1605. Dalam halnya si pemborong diwajibkan memberikan bahannya dan pekerjaannya dengan cara bagaimanapun musnah sebelumnya pekerjaan itu diserahkan, maka segala kerugian adalah atas tanggungan si pemborong, kecuali apabila pihak yang memborongkan telah lalai untuk menerima pekerjaan tersebut.
          1606. Jika si pemborong diwajibkan melakukan pekerjaan saja dan pekerjaannya musnah maka ia hanya bertanggung jawab untuk kesalahannya.
          1607. Jika didalam hal yang tersebut dalam pasal yang lalu, musnahnya pekerjaan itu terjadi diluar sesuatu kelalaian dari pihaknya si pemborong, sebelum pekerjaan itu diserahkan sedangkan pihak yang memborongkan tidak telah lalai untuk memeriksa dan menyetujui pekerjaannya, maka dijanjikan, kecuali apabila musnahnya barang itu disebabkan oleh suatu cacad dalam bahannya.           1608. Jika suatu pekerjaan di kerjakan sepotong demi sepotong atau seukuran demi seukuran maka pekerjaan itu dapat diperiksa sebagian demi sebagian; pemeriksaan tersebut dianggap terjadi untuk semua bagian yang telah dibayar apabila pihak yang memborongkan tiap² kali membayar si pemborong menurut imbangan dari apa yang telah selesai dikerjakan.
          1609. Jika suatu gedung, yang telah diborongkan dan dibuat untuk suatu harga tertentu seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan karena suatu cacad dalam penyusunannya atau bahkan karena tidak sanggupnya tanahnya, maka para ahli pembangunannya serta para pemborongnya adalah bertanggung-jawab untuk itu selama sepuluh tahun.
          1610. Jika seorang ahli pembangun atau seorang pemborong telah menyanggupi untuk membuat suatu gedung secara memborong menurut suatu rencana yang telah diperkirakan serta ditetapkan bersama-sama dengan si pemilik tanah, maka tak dapatlah ia menuntut suatu penambahan harga, baik dengan dalih tambahnya upah² buruh atau bahan² bangunan, maupun dengan dalih telah dibuatnya perobahan² dan tambahan² yang tidak termasuk dalam rencana, jika perobahan² atau perbesaran² itu tidak telah disetujui tertulis dan tentang harganya tidak telah diadakan persetujuan dengan si pemilik.
          1611. Pihak yang memborongkan, jika dikehendakinya demikian, boleh menghentikan pemborongannya, meskipun pekerjaannya telah dimulai asal ia memberikan ganti-rugi sepenuhnya kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhitung karenanya.
          1612. Pemborongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong. Namun itu pihak yang memborongkan diwajibkan untuk membayar kepada para ahliwarisnya sipemborong harganya pekerjaan yang telah dikerjakan menurut imbangannya terhadap harganya pekerjaan yang telah dijanjikan dalam persetujuan, serta harganya bahan² bangunan yang telah disediakan, asal pekerjaan atau bahan tersebut dapat mempunyai sesuatu manfaat baginya.
          1613. Si pemborong adalah bertanggung-jawab terhadap perbuatan² orang² yang dipekerjakan olehnya.
          1614. Tukang² batu, tukang² kayu, tukang² besi dan lain² tukang, yang telah dipakai untuk mendirikan sebuah gedung atau untuk membuat sesuatu pekerjaan lain yang diborongkan tidak mempunyai tuntutan terhadap orang untuk siapa pekerjaan² itu telah dibuatnya selainnya untuk sejumlah yang orang ini berutang kepada si pemborong pada saat mereka memajuka tuntutannya.           1615. Tukang² batu, tukang² kayu, tukang² besi dan lain² tukang yang atas tanggung-jawab sendiri secara langsung dan untuk suatu harga tertentu menyanggupi melaksanakan suatu pekerjaan, tunduk pada aturan² yang diberikan dalam bagian ini.
         Mereka adalah pemborong² didalam bagian pekerjaan yang mereka lakukan.
         1616. Orang² buruh yang memegang sesuatu barang kepunyaan orang lain untuk mengerjakan sesuatu pada barang tersebut adalah berhak menahan barang itu sampai biaya dan upah² yang dikeluarkan untuk barang itu dipenuhi seluruhnya kecuali jika pihak yang memborongkan telah memberikan jaminan secukupnya untuk pembayaran biaya dan upah² tersebut.
          1617. Hak² dan kewajiban² juru² pengangkatan dan nakhoda² diatur didalam Kitab Undang² Hukum Dagang.
BAB KEDELAPAN
Tentang Perseroan.
BAGIAN KESATU
Ketentuan² umum.
          1618. Perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.
          1619. Segala perseroan harus mengenai suatu usaha yang halal dan harus dibuat untuk manfaat bersama para pihak.
          Masing² pesero diwajibkan memasukkan uang, barang² lain ataupun kerajinannya kedalam perseroan itu.
          1620. Perseroan² adalah penuh atau khusus.
          1621. Undang² hanyalah mengenal perseroan penuh tentang keuntungan. Dilarang adalah segala perseroan, baik dari semua kekayaan maupun dari sebagian tertentu dari kekayaan seorang secara percampuran seumumnya; dengan tidak mengurangi ketentuan² sebagaimana ditetapkan dalam bab keenam dan ke-tujuh dari Buku kesatu Kitab Undang² ini.
          1622. Perseroan penuh tentang keuntungan hanyalah mengenai segala apa yang akan diperoleh para pihak dengan nama apapun selama berlangsungnya perseroan sebagai hasil dari kerajinan mereka.
          1623. Perseroan khusus yalah perseroan yang sedemikian yang hanya mengenai barang² tertentu saja, atau pemakaiannya, atau hasil² yang akan didapatnya dari barang² itu, atau lagi mengenai suatu perusahaan maupun mengenai hal menjalankan sesuatu perusahaan atau pekerjaan tetap.
BAGIAN KEDUA
Tentang perikatan² antara para persero.
          1624. Persero mulai berlaku sejak saat persetujuan jika dalam persetujuan ini tidak telah ditetapkan suatu saat lain.
          1625. Masing² pesero berutang kepada perseroan segala apa yang ia telah menyanggupi memasukkan didalamnya; dan jika pemasukan ini terdiri atas suatu barang tertentu, maka ia diwajibkan menanggung, dengan cara yang sama seperti dalam jual-beli.
          1626. Si pesero yang diwajibkan memasukkan sejumlah uang dan tidak melakukannya itu menjadi berutang bunga atas jumlah itu demi hukum dan dengan tidak usah ditagihnya pembayaran uang tersebut terhitung sejak hari uang tersebut sedianya harus dimasukkan.
          Hal yang sama berlaku terhadap jumlah² uang yang telah diambilnya dari kas bersama terhitung sejak hari ia telah mengambilnya guna keperntingannya pribadi.
          Kesemuanya itu tidak mengurangi penggantian tambahan biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu.
          1627. Para pesero yang telah mengikatkan dirinya untuk memasukkan tenaga dan kerajinannya kedalam persero, diwajibkan memberikan perhitungan kepada perseroan tentang semua keuntungan yang mereka telah peroleh dengan kerajinan yang sedemikian sebagaimana menjadi hal dari persero.
          1628. Jika salah seorang pesero, atas namanya sendiri, mempunyai suatu penagihan sejumlah uang terhadap seorang yang disamping itu juga mempunyai suatu utang yang dapat ditagih pula kepada perseroan, maka setiap pembayaran yang diterima oleh pesero tersebut harus dianggap berlaku baik untuk membayar piutang perseroan maupun untuk membayar piutang si pesero sendiri, menurut imbangan diantara jumlah² kedua piutang tersebut, demikian itu meskipun ia pada waktu menerima pembayaran tersebut menyatakan bahwa semuanya adalah untuk pengurangan atau pelunasan piutangnya pribadi; namun itu jika ia pada waktu menerima pembayaran menentukan bahwa seluruh pembayaran adalah untuk membayar piutang perseroan, maka apa yang ditentukan itulah yang berlaku.
          1629. Jika salah seorang pesero telah menerima seluruh bagiannya dalam suatu piutang bersama, dan sisi berutang terkemudian jatuh kedalam keadaan takmampu, maka pesero tersebut diwajibkan memasukkan apa yang telah diterimanya itu kedalam kas bersama meskipun ia telah menyatakan menerima pembayaran itu sebagai pelunasan bagiannya.
          1630. Masing² pesero diwajibkan memberikan ganti-rugi kepada perseroan tentang kerugian² yang diderita oleh perseroan yang disebabkan karena salahnya si pesero, sedangkan ia tidak diperbolehkan menjumpakannya dengan keuntungan² yang diperolehnya untuk perseroan berkat pekerjaan dan kerajinannya dalam urusan² lain.
          1631. Jika barang² yang hanya kenikmatannya saja dimasukkan terdiri atas benda² tertentu yang tidak musnah karena pemakaian, maka barang² tersebut adalah atas tanggungan si pesero yang menjadi pemiliknya. Jika barang² tersebut musnah karena pemakaian; jika barang² tersebut turun harganya karena ditahan: jika barang² tersebut telah dimaksudkan untuk dijual, atau jika barang² itu dimasukkan dalam perseroan menurut suatu perkiraan yang ditetapkan dalam suatu pratelan atau inpentaris, maka barang² itu adalah atas tanggungan perseroan.
          Jika barang itu telah ditaksir, maka tak dapatlah si pesero menuntut lebih dari pada harganya menurut taksiran.
          1632. Seorang pesero mempunyai tuntutan terhadap perseroan, tidak saja tentang uang² yang ia telah keluarkan lebih dahulu untuk perseroan, tetapi juga tentang perikatan² yang ia telah perbuat dengan itikad baik guna kepentingan perseroan, dan lagi tentang kerugian² yang dideritanya yang tidak dapat dipisahkan dari pengurusannya.
          1633. Jika didalam persetujuannya perseroan tidak telah ditentukan bagian masing² pesero dalam untung dan ruginya perseroan, maka bagian masing² adalah seimbang dengan apa yang ia telah masukkan dalam perseroan.
          Terhadap si pesero yang hanya memasukkan kerajinannya, bagian dalam untung-rugi ditetapkan sama dengan bagian si pesero yang memasukkan uang atau barang paling sedikit.
          1634. para pesero tidaklah dapat memperjanjikan bahwa mereka akan menyerahkan pengaturan tentang besarnya bagian masing² kepada salah seorang dari mereka atau kepada seorang pihak ketiga.
          Suatu janji yang demikian harus dianggap sebagai tidak tertulis dan peraturan² dari pasal yang lalu harus tetap diindahkan.
          1635. Janji dengan mana kepada salah seorang pesero dijanjikan semua keuntungan, adalah batal.
          Namun itu adalah diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa semua kerugian semata-mata akan dipikul oleh salah seorang pesero atau lebih.
          1636. Si pesero yang dengan suatu janji khusus dalam persetujuannya perseroan ditugaskan melakukan pengurusannya perseroan, dapat biarpun bertentangan dengan pesero² lainnya melakukan segala perbuatan yang berhubungan dengan pengurusannya asal dia dalam hal itu berlaku dengan itikad baik.
          Kekuasaan ini selama berlangsungnya perseroan tak dapat ditarik kembali tanpa alasan yang sah; namun jika kekuasaan tersebut tidak telah diberikan didalam persetujuannya perseroan melainkan didalam suatu akta yang terkemudian, maka dapatlah ia ditarik kembali sebagaimana halnya dengan satu pemberian kuasa biasa.
          1637. Jika beberapa pesero telah ditugaskan melakukan pengurusannya perseroan dengan tidak ditentukan apakah yang menjadi pekerjaannya masing², atau dengan tidak ditentukan bahwa yang satu tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apa jika tidak bersama-sama bertindak dengan teman²nya pengurus, maka masing² sendirian adalah berkuasa untuk melakukan segala perbuatan yang mengenai pengurusan itu.
          1638. Jika telah diperjanjikan bahwa salah seorang pengurus tidak boleh melakukan sesuatu perbuatanpun jika tidak bersama-sama bertindak dengan seorang pengurus lain, maka tak dapatlah pengurus yang satu, tanpa persetujuan baru, bertidak tanpa satu bantuan dari yang lainnya, meskipun orang yang belakangan ini pada sesuatu waktu berada dalam keadaan ketidak-mampuan untuk turut melakuka perbuatan² pengurusan.
          1639. Jika tidak ada janji² khusus mengenai cara²nya mengurus, harus di-indahkan aturan² yang berikut:
          1o. para pesero dianggap secara bertimbal-balik telah memberikan kuasa supaya yang satu melakukan pengurusan bagi yang lainnya.
          Apa yang dilakukan oleh masing² pesero juga mengikat untuk bagiannya pesero² yang lainnya, meskipun ia tidak telah memperoleh perizinan mereka; dengan tidak mengurangi hak mereka ini atau salah seorang untuk melawan perbuatan tersebut, selama perbuatan itu belum ditutup;
          2o. masing² pesero diperbolehkan memakai barang² kepunyaan perseroan, asal ia memakainya itu guna keperluan untuk mana barang² itu biasanya dimaksudkan dan asal ia tidak memakainya berlawanan dengan kepentingan perseroan atau secara yang demikian hingga pesero² lainnya karenanya terhalang turut memakainya menurut hak mereka;
          3o. masing² pesero berhak mewajibkan pesero² lainnya untuk turut memikul biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan barang² kepunyaan perseroan;
          4o. tidak seorang perseropun tanpa izinnya pesero² lainnya, boleh membuat hal² yang baru kepada benda² tak-bergerak kepunyaan perseroan, meskipun ia mengemukakan bahwa hal² itu menguntungkan perseroan.
          1640. Para pesero yang tidak menjadi pengurus bahkan tidak diperbolehkan mengasingkan, maupun menggadaikan barang² bergerak kepunyaan perseroan ataupun meletakkan beban² diatasnya.
          1641. Masing² pesero diperbolehkan, bahkan tanpa izinnya pesero² lainnya menerima seorang ketiga sebagai peserta dari bagiannya dalam perseroan; tetapi sekalipun ia ditugaskan melakukan pengurusan kepentingan² perseroan, tak dapatlah ia memasukkan orang ketiga tersebut, tanpa izinnya persero² lainnya, sebagai anggauta perseroan.
BAGIAN KETIGA
Tentang perikatan² para pesero terhadap orang² ketiga.
          1642. Para pesero tidaklah terikat masing² untuk seluruh utang perseroan; dan masing² pesero tidaklah dapat mengikat pesero² lainnya, jika mereka ini tidak telah memberikan kuasa kepadanya untuk itu.
          1643. Para pesero dapat dituntut oleh si berpiutang dengan siapa mereka telah bertindak, masing² untuk suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian pesero yang satu dalam perseroan adalah kurang dari pada bagian pesero yang lainnya; terkecuali apabila sewaktu utang tersebut dibuatnya dengan tegas ditetapkan kewajiban para pesero itu untuk membayar utangnya menurut imbangan besarnya bagian masing² dalam peseroan.
          1644. Janji bahwa suatu perbuatan telah dilakukan atas tanggungan perseroan hanyalah mengikat si pesero yang melakukan perbuatan itu saja, dan tidaklah mengikat pesero² lainnya, kecuali jika orang² yang belakangan ini telah memberikan kuasa kepadanya untuk itu, atau urusannya telah memberikan manfaat bagi perseroan.
          1645. Jika salah seorang pesero atas nama perseroan telah membuat suatu persetujuan, maka perseroan dapat menuntut pelaksanaan persetujuan itu.
BAGIAN KEEMPAT
Tentang bermacam-macam cara berakhirnya perseroan.
          1646. Perseroan berakhir:
          1o. dengan lewatnya waktu untuk mana perseroan telah diadakan;
          2o. dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok perseroan;
          3o. atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang pesero;
          4o. jika salah seorang pesero meninggal atau ditaruh dibawah pengampuan, atau dinyatakan pailit.
          1647. Pembubaran perseroan² yang dibuat untuk suatu waktu tertentu, sebelum waktu itu lewat tidaklah dapat dituntut oleh salah seorang pesero selainnya atas alasan yang sah; sebagaimana jika seorang pesero lain tidak memenuhi kewajibannya atau jika seorang lain karena sakit terus-menerus menjadi tak-cakap melakukan pekerjaannya untuk perseroan; atau lain² hal semacam itu yang sah maupun pentingnya diserahkan kepada pertimbangan Hakim.
          1648. Jika salah seorang pesero telah berjanji akan memasukkan miliknya atas suatu barang kedalam persekutuan dan barang ini musnah sebelum pemasukan itu terlaksana, maka peseroan karenanya menjadi bubar terhadap semua persero.
          Begitu pula perseroan dalam segala hal bubar jika barangnya musnah, apabila hanya kenikmatan atas barang itu saja yang dimasukkan dalam persatuan, sedangkan hak miliknya tetap berada pada si pesero.
          Tetapi perseroan tidak menjadi bubar karena musnahnya barang yang hak miliknya telah dimasukkan dalam perseroan.
          1649. Perseroan hanya dapat dibubarkan atas kehendak beberapa atau seorang pesero jika perseroan itu telah dibuat tidak untuk suatu waktu tertentu.
          Pembubaran terjadi, dalam hal tersebut, dengan suatu pemberitahuan penghentian kepada segenap pesero lainnya, asal pemberitahuan penghentian ini terjadi dengan itikad baik dan tidak dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu.
          1650. Pemberitahuan penghentian dianggap telah dilakukan tidak dengan itikad baik apabila seorang pesero menghentikan perseroannya dengan maksud untuk mengambil suatu keuntungan bagi diri sendiri, sedangkan para pesero telah merancangkan akan bersama-sama menikmati keuntungan tersebut.
          Pemberitahuan penghentian dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu, apabila barang² perseroan tidak lagi terdapat dalam keseluruhannya, sedangkan kepentingan perseroan menuntut supaya pembubarannya diundurkan.
          1651. Jika telah diperjanjikan bahwa apabila salah seorang pesero meninggal, perseroannya akan berlangsung terus dengan ahliwarisnya, atau akan berlangsung terus diantara pesero² yang masih ada maka janji tersebut harus ditaati.
          Dalam hal yang kedua, ahliwaris si meninggal tidak mempunyai hak yang lebih dari pada atas pembagian perseroan menurut keadaannya sewaktu meninggalnya si pesero; tetapi Ia mendapat bagian dari keuntungan serta turut memikul kerugian yang merupakan akibat² mutlak dari perbuataan² yang terjadi sebelum si pesero, dari siapa ia ahliwarisnya, meninggal.
          1652. Aturan² tentang pembagian warisan² cara² pembagian itu dilakukan, serta kewajiban² yang terbit karenanya antara orang² yang turut mewaris, berlaku juga untuk pembagian diantara para pesero.
  BAB KESEMBILAN
Tentang perkumpulan.
          1653. Selainnya perseroan yang sejati oleh undang² diakui pula perhimpunan² orang sebagian perkumpulan², baik perkumpulan² itu diadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun perkumpulan² itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang² atau kesusilaan baik.
          1654. Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang² preman, berkuasa melakukan tindakan² perdata, dengan tidak mengurangi peraturan² umum, dalam mana kekuasaan itu telah diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acara² tertentu.
          1655. Para pengurus suatu perkumpulan adalah, sekadar tentang itu tidak telah diatur secara lain dalam surat pendiriannya, persetujuan²-nya dan reglemen²nya, berkuasa untuk bertindak atas nama perkumpulan, mengikat perkumpulan kepada orang² pihak ketiga dan sebaliknya, begitu pula bertindak dimuka Hakim, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat.
          1656. Segala perbuatan, untuk mana para pengurusnya tidak berkuasa melakukannya, hanyalah mengikat perkumpulan sekadar perkumpulan itu sungguh² telah mendapat manfaat karenanya atau sekadar perbuatan² itu terkemudian telah disetujui secara sah.
          1657. Jika surat pendirian, persetujuan dan reglemen²nya tidak memuat sesuatu ketentuanpun tentang pengurusannya perkumpulan, maka tidak seorang anggautapun berkuasa untuk bertindak atas nama perkumpulan, atau mengikatkan perkumpulan dengan suatu cara lain selainnya yang telah ditetapkan pada penutupan pasal yang lalu.
          1658. Sekadar tentang itu tidak telah diatur secara lain dalam surat pendirian, persetujuan² dan reglemen²nya, maka para pengurus diwajibkan memberikan perhitungan dan pertanggungan kepada segenap anggauta perkumpulan, untuk mana tiap anggauta berkuasa memanggil mereka dimuka Hakim.
          1659. Jika dalam surat pendirian, persetujuan² dan reglemen²nya tidak telah dibuat ketentuan² tentang hak bersuara, maka masing² anggauta suatu perkumpulan mempunyai hak yang sama untuk mengeluarkan suaranya, sedangkan segala keputusan diambil dengan suara terbanyak.           1660. Hak² serta kewajiban² para anggauta perkumpulan² yang sedemikian diatur menurut peraturan² dengan mana perkumpulan² itu telah diadakan atau diakui, atau menurut surat pendiriannya sendiri, persetujuan² dan reglemen²nya dan sekadar itu tidak ada, menurut ketentuan² dalam bab ini.
          1661. Para anggauta suatu perkumpulan tidaklah bertanggung-jawab secara pribadi untuk perikatan² perkumpulan.
          Utang² hanyalah dapat dilunasi dari pendapatan penjualan barang² perkumpulan tersebut.
          1662. Perkumpulan yang didirikan oleh kekuasaan umum, tidaklah dihapuskan dengan meninggalnya atau dilepaskannya keanggautaannya oleh semua anggauta, hingga perkumpulan itu dibubarkan menurut undang².
          Jika semua anggautanya menurut apa yang diatur diatas, tidak ada, maka Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya perkumpulan itu berkedudukan, berkuasa untuk, atas permintaan dari yang berkepentingan, dan setelah mendengar dan bahkan atas tuntutaan Kejaksaan, memerintahkan diambilnya tindakan² yang sementara waktu kiranya perlu dilakukan untuk kepentingan perkumpulan.
          1663. Lain²perkumpulan tetap hidup hingga saat perkumpulan² itu secara tegas dinyatakan bubar, menurut surat pendiriannya, reglemen²nya, atau hingga saat berhentinya tujuan atau hal yang menjadi pokok perkumpulan.
          1664. Jika peraturan² dari perkumpulan sendiri, atau surat pendiriannya, reglemen² dan persetujuan²nya tidak mengandung ketentuan² lain, maka hak² para anggauta perkumpulan adalah bersifat perseorangan dan tidak berpindah kepada ahliwarisnya.
          1665. Pada waktu membubarkan perkumpulan yang semacam itu anggauta² yang masih ada atau anggauta yang paling akhir ada, diwajibkan melunasi utang² perkumpulan, sejumlah adanya kekayaan dan mereka hanyalah diperkenankan membagi-bagi atau mengambil sisanya dan dengan demikian juga memindahkan kepada ahli-waris² mereka.
          Dalam hal memanggil orang² pemegang piutang, menyelesaikan pertanggung-jawab dan membayar utang², mereka itu tunduk pada kewajiban² seperti yang dipikul oleh Ahliwaris² yang menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan harta-kekayaan.
          Jika mereka malalaikan kewajiban² itu, maka mereka dapat dituntut untuk membayar utang² masing² untuk seluruhnya, sedangkan beban ini dapat beralih kepada ahliwaris² mereka.
BAB KESEPULUH
Tentang hibah.
BAGIAN KESATU
Ketentuan² umum.
          1666. Hibah adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma² dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
          Undang² tidak mengakui lain² hibah selainnya hibah² diantara orang² yang masih hidup.
          1667. Hibah hanyalah dapat mengenai benda² yang sudah ada.
          Jika hibah itu meliputi benda² yang baru akan ada dikemudian hari, maka sekadar mengenai itu hibahnya adalah batal.
          1668. Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah; hibah yang semacam itu, sekadar mengenai benda tersebut, dianggap sebagai batal.
          1669. Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat-hasil benda² yang dihibahkan, baik benda² bergerak maupun benda² tak bergerak atau bahwa ia dapat memberikan kenikmatan atau nikmat-hasil tersebut kepada seorang lain; dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan² dari bab kesepuluh Buku Kedua Kitab Undang² ini.
          1670. Suatu hibah adalah batal, jika dibuat dengan syarat bahwa sipenerima hibah akan melunasi utang² atau beban² lain selainnya yang dinyatakan dengan tegas didalam akta hibah sendiri atau didalam suatu daftar yang ditempelkan padanya.
          1671. Si penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan memakai sejumlah uang dari benda² yang dihibahkan.
          Jika ia meninggal dengan tidak telah memakai jumlah uang tersebut maka apa yang dihibahkan tetap untuk seluruhnya pada si penerima hibah.
          1672. Si penghibah dapat memperjanjikan bahwa ia tetap berhak mengambil kembali benda² yang telah diberikannya, baik dalam halnya si penerima hibah sendiri maupun dalam halnya si penerima hibah beserta turunan²nya akan meninggal lebih dahulu dari pada si penghibah; tetapi ini tidak dapat dipernjanjikan selainnya hanya untuk kepentingan si penghibah sendiri.
          1673. Akibat dari hak untuk mengambil kembali yalah bahwa segala pengasingan benda² yang telah dihibahkan dibatalkan, sedangkan benda² itu kembali kepada si penghibah, bebas dari segala beban dan hipotik yang telah diletakkan diatasnya sejak saat penghibahan.
          1674. Jika terjadi suatu penghukuman untuk menyerahkan suatu barang, yang telah dihibahkan kepada seorang lain, maka sipenghibah tidak diwajibkan menanggung.
          1675. Ketentuan² pasal² 879, 880, 881, 882 dan 884, ketentuan² pasal 894 dan akhirnya bagian² ketujuh dan kedelapan dari bab ketiga-belas dari Buku Kedua adalah berlaku untuk hibah.
BAGIAN KEDUA
Tentang kecakapan untuk memberikan sesuatu sebagai hibah, dan untuk menikmati keuntungan dari suatu hibah.
          1676. Setiap orang diperbolehkan memberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh undang² dinyatakan tak-cakap untuk itu.
          1677. Orang² belum dewasa tidak diperbolehkan memberi hibah, kecuali dalam hal yang ditetapkan dalam bab ketujuh dari Buku kesatu Kitab Undang² ini.
          1678. Dilarang adalah penghibahan antara suami-isteri selama perkawinan. Namun ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah² atau pemberian² benda² bergerak yang bertubuh yang harganya tidak terlalu tinggi mengingat kemampuan si penghibah.
          1679. Agar supaya seorang cakap untuk menikmati keuntungan dari suatu hibah, diperlukan bahwa sipenerima hibah itu sudah ada pada saat terjadinya penghibahan dengan mengindahkan aturan yang tercantum dalam pasal 2.
          1680. Penghibahan² kepada Lembaga² umum atau Lembaga² keagamaan, tidak mempunyai akibat, selainnya sekadar oleh Presiden atau penguasa² yang ditunjuk olehnya telah diberikan kekuasaan kepada para pengurus Lembaga² tersebut, untuk menerima pemberian² itu.
          1681. Ketentuan² ayat kedua dan ayat terakhir dari pasal 904, begitu pula pasal 906, 907, 908, 909, dan 911 berlaku terhadap penghibahan.
BAGIAN KETIGA
Tentang cara menghibahkan sesuatu.
          1682. Tiada suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687, dapat atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu.
          1683. Tiada suatu hibah mengikat si penghibah, atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimanapun, selainnya mulai hari penghibahan itu dengan kata² yang tegas telah diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akta otentik oleh sipenerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima penghibahan² yang telah diberikan kepada si penerima hibah atau akan diberikan kepadanya dikemuadian hari. Jika penerimaan tersebut tidak telah dilakukan didalam suratnya hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan didalam suatu akta otentik terkemudian, yang aslinya harus disimpan, asal yang demkian itu dilakukan diwaktu sipenghibah masih hidup; dalam hal mana penghibahan, terhadap orang yang belakangan disebut ini, hanya akan berlaku sejak hari penerimaan itu diberitahukan kepadanya.
          1684. Penghibahan² yang diberikan kepada seorang perempuan bersuami tidak dapat diterima selainnya menurut ketentuan² dari bab kelima Buku Kesatu Kitab Undang ini.
          1685. Penghibahan kepada orang² yang belum dewasa yang berada dibawah kekuasaan orangtua harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan orangtua. Penghibahan kepada orang² belum dewasa yang berada dibawah perwalian atau kepada orang² terampu, harus diterima oleh si wali atau si pengampu, yang untuk itu harus dikuasakan oleh Pengadilan Negeri.
          1686. Hak milik atas benda² yang termaktub dalam penghibahan, sekalipun penghibahan itu telah diterima secara sah, tidaklah berpindah kepada si penerima hibah, selainnya dengn jalan penyerahan yang dilakukan menurut pasal² 612, 613, 616 dan selanjutnya.
          1687. Pemberian² benda² bergerak yang bertubuh atau surat² penagihan utang kepada sipenunjuk dari tangan satu ketangan lain, tidak memerlukan suatu akta, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada si penerima hibah atau kepada seorang pihak ketiga yang menerima pemberian itu atas nama si penerima hibah.
BAGIAN KE-EMPAT
Tentang penarikan kembali dan penghapusan hibah.
         1688. Suatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan karenanya, melainkan dalam hal² yang berikut:
          1o. karena tidak dipenuhi syarat² dengan mana penghibahan telah dilakukan;
          2o. jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang berujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah;
          3o. jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada sipenghibah, setelahnya orang ini jatuh dalam kemiskinan.
         1689. Dalam hal yang pertama, barang yang dihibahkan tetap pada si penghibah atau ia dapat menuntutnya kembali, bebas dari segala beban dan hipotik yang sekiranya telah diletakkan diatasnya oleh si penerima hibah, beserta hasil² dan pendapatan² yang ada pada si penerima hibah yang didapatnya sejak saat kelalaiannya. Dalam hal yang demikian si penghibah dapat, terhadap seorang pihak ketiga yang memegang benda takbergerak yang telah dihibahkan, melaksanakan hak² yang sama sebagaimana dapat dilaksanakannya terhadap si penerima hibah sendiri.
          1690. Dalam kedua hal yang berakhir disebutkan dalam pasal 1688, tidaklah dapat diganggu gugat pemindah tanganan barang yang dihibahkan atau hipotik² dan lain² beban kebendaan, yang sekiranya telah diletakkan diatas barang tersebut oleh sipenerima hibah sebelumnya tuntutan untuk pembatalan hibah telah didaftarkan disampingnya pengumuman tersebut dalam pasal 616. Semua pemindahtanganan, hipotik atau lain² beban kebendaan yang dibuat terkemudian dari pada pendaftaran oleh sipenerima hibah sebagaimana disebutkan diatas adalah batal, apabila tuntutan sebagai akibat penarikan kembali itu dikabulkan.
          1691. Si penerima hibah diwajibkan dalam hal yang tersebut dalm pasal yang lalu mengembalikan barang yang dihibahkan dengan hasil² dan pendapatan²nya, terhitung mulai hari dimajukannya gugatan, atau jika benda telah dijualnya, mengembalikan harganya pada waktu dimasukkannya gugatan pula disertai hasil² dan pendapatan² sejak saat itu. Selain dari pada itu ia diwajibkan memberikan ganti-rugi kepada si penghibah, untuk hipotik² dan beban² lainnya yang telah diletakkan olehnya diatas benda² tak bergerak juga sebelum gugatan dimasukkan.
          1692. Tuntutan hukum tersebut dalam pasal yang lalu, gugur dengan liwatnya waktu satu tahun, terhitung mulai hari terjadinya peristiwa yang menjadi alasan tuntutan itu, dan dapat diketahuinya hal itu oleh si penghibah. Tuntutan hukum tersebut tidak dapat dimajukan oleh si penghibah terhadap para ahliwarisnya si penerima hibah, maupun oleh para ahliwarisnya sipenghibah terhadap si penerima hibah, terkecuali dalam hal yang terakhir, jika tuntutan itu telah dimajukan oleh si penghibah ataupun jika orang ini telah meninggal didalam waktu satu tahun setelah terjadinya peristiwa yang dituduhkan.
          1693. Ketentuan² dalam bab ini tidak mengurangi berlakunya apa yang telah ditetapkan dalam bab ketujuh dari Buku Kesatu Kitab Undang² ini.
BAB KESEBELAS
Tentang penitipan barang.
BAGIAN KESATU
Tentang penitipan barang pada umumnya, dan tentang berbagai macam penitipan.
          1694. Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujudnya asal.
          1695. Adalah dua macam penitipan barang : yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.
BAGIAN KEDUA
Tentang penitipan barang yang sejati.
           1696. Penitipan barang yang sejati dianggap telah dibuat dengan cuma², jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Penitipan tersebut ini hanya dapat mengenai barang² yang bergerak.
           1697. Persetujuan ini tidaklah telah terlaksana selainnya dengan penyerahan barangnya secara sungguh² atau secara dipersangkakan.
          1698. Penitipan barang terjadi dengan sukarela atau karena terpaksa.
          1699. Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena sepakat bertimbal-balik antara pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan
          1700. Dihapuskan.
          1701. Penitipan barang dengan sukarela hanyalah dapat terjadi antara orang² yang mempunyai kecakapan untuk membuat perikatan². Jika namun itu seorang yang cakap untuk membuat perikatan², menerima penitipan suatu barang dari seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan², maka tunduklah ia kepada segala kewajiban yang dipikul oleh seorang penerima titipan yang sungguh².
          1702. Jika penitipan dilakukan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang tidak cakap membuat perikatan², maka pihak yang menitipkan hanyalah mempunyai hak terhadap pihak yang menerima titipan untuk menuntut pengembalian barang yang dititipkan, selama barang ini masih ada pada pihak yang terakhir itu; atau, jika barangnya sudah tidak lagi pada si penerima titipan, maka dapatlah ia menuntut pemberian ganti-rugi sekadar si penerima titipan itu telah memperoleh manfaat dari barang tersebut.
          1703. Penitipan karena terpaksa yalah penitipan yang terpaksa dilaksanakan oleh seorang karena timbulnya sesuatu malapetaka, misalnya kebakaran, runtuhnya gedung², perampokan, karamnya kapal airbah dan lain² peristiwa yang tak tersangka.
          1704. Dihapuskan.
          1705. Penitipan karena terpaksa diatur menurut ketentuan seperti yang berlaku terhadap penitipan sukarela.
          1706. Si penerima titipan diwajibkan mengenai perawatan barang yang dipercayakan padanya, memeliharannya dengan minat yang sama seperti ia memelihara barang²nya sendiri.
          1707. Ketentuan pasal yang lalu harus dilakukan lebih keras:
          1o. jika si penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan barangnya;
          2o. jika ia telah meminta diperjanjikannya sesuatu upah untuk menyimpan itu;
          4o. jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung segala macam kelalaian.
          1708. tidak sekali-kali sipenerima titipan bertanggungjawab tentang peristiwa² yang tak dapat disingkiri, kecuali apabila ia lalai dalam pengembalian barang yang dititipkan. Bahkan dalam hal yang terakhir ia tidak bertanggung-jawab jika barangnya juga akan musnah seandainya telah berada ditangannya orang yang menitipkan.
          1709. Orang² yang menyelenggarakan rumah penginapan dan penguasa² losmen adalah sebagai orang² yang menerima titipan barang, bertanggung-jawab untuk barang² yang dibawa oleh para tamu yang menginap pada mereka. Penitipan barang yang semacam itu dianggap sebagai suatu penitipan barang karena terpaksa.
          1710. Mereka adalah bertanggung-jawab tentang pencurian atau kerusakan pada barang² kepunyaan para penginap, baik pencurian itu dilakukan atau kerusakan itu diterbitkan oleh pelayan² atau lain² budak dari rumah penginapan maupun oleh setiap orang lain.
          1711. Mereka tidak bertanggung-jawab tentang pencurian² yang dilakukan dengan kekerasan atau yang dilakukan oleh orang² yang telah dimasukkan sendiri oleh si penginap.
          1712. Si penerima titipan barang tidak diperbolehkan mempergunakan barang yang dititipkan untuk keperluan sendiri tanpa izin orang yang menitipkan barang, yang dinyatakan dengan tegas atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu.
          1713. Ia tidak diperbolehkan menyelidiki tentang ujudnya barang yang dititipkan, jika barang itu dipercayakan padanya dalam suatu kotak tertutup, atau dalam suatu sampul tersegel.
          1714. Si penerima titipan diwajibkan mengembalikan barang yang sama yang telah diterimanya. Dengan demikian maka jumlah² uang harus dikembalikan dalam mata uang yang sama, seperti yang dititipkan, baik mata-uang itu telah naik atau telah turun harganya.
          1715. Si penerima titipan hanya diwajibkan mengembalikan barang yang dititipkan dalam keadaannya pada saat pengembalian itu. Kemunduran² yang dialami barangnya diluar salahnya si penerima titipan, adalah atas tanggungan pihak yang menitipkan.
          1716. Jika barangnya dengan paksaan dirampas dari tangannya si penerima titipan dan orang ini telah menerima harganya atau sesuatu barang lain sebagai gantinya, maka ia harus mengembalikannya kepada orang yang menitipkan barang.
          1717. Seorang ahliwaris dari si penerima titipan yang karena ia tidak tahu bahwa suatu barang telah diterimanya dalam penitipan, dengan itikad baik telah menjual barang tersebut, hanyalah diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang diterimanya, atau jika ia belum menerima harga itu, menyerahkan hak tuntutannya terhadap si pembeli barang.
          1718. Jika benda yang dititipkan telah memberikan hasil² yang telah dipungut atau diterima oleh si penerima titipan, maka ia diwajibkan mengembalikannya. Ia tidak diharuskan membayar bunga atas jumlah² uang yang dititipkan kepadanya, selainnya sejak hari ia lalai mengembalikannya, setelah diperingatkan.
          1719. Si penerima titipan tidak diperbolehkan mengembalikan barangnya titipan selainnya kepada orang yang menitipkannya kepadanya, atau kepada orang yang atas namanya penitipan itu telah dilakukan atau yang ditunjuk untuk menerima kembali barangnya.
          1720. Tak bolehlah ia menuntut dari orang yang menitipkan barang suatu bukti bahwa orang itu pemilik barang tersebut. Jika namun itu ia mengetahui bahwa barang itu adalah barang curian, dan siapa pemiliknya sesungguhnya, maka haruslah ia memberitahu kepada orang ini bahwa barangnya dititipkan kepadanya, dengan peringatan supaya meminta kembali barang tersebut didalam suatu waktu tertentu yang cukup lama. Jika orang kepada siapa pemberitahuan itu telah dilakukan, malalaikan untuk meminta kembali barangnya, maka si penerima titipan dibebaskan secara sah jika ia menyerahkan barang itu kepada orang dari siapa ia telah menerimanya.
          1721. Jika orang yang menitipkan barang meninggal, maka barangnya hanya dapat dikembalikan kepada ahliwarisnya. Jika ada lebih dari seorang ahliwaris, maka barangnya harus dikembalikan kepada mereka kesemuanya, atau kepada masing² untuk bagiannya. Jika barang yang dititipkan tidak dapat dibagi-bagi, maka para-ahliwaris harus mengadakan mupakat tentang siapa yang diwajibkan mengopernya.
          1722. Jika orang yang menitipkan barang berubah kedudukannya, misalnya jika seorang perempuan yang pada waktu menitipkan barang tidak bersuami kemudian berkawin; jika seorang dewasa yang menitipkan barang ditaruh dibawah pengampuan; dalam hal ini dan dalam hal² semacam itu barang yang dititipkan tidak boleh dikembalikan selainnya kepada orang yang melakukan pengurusan atas hak² dan benda² orang yang menitipkan barang, kecuali apabila orang yang menerima titipan mempunyai alasan² yang sah untuk tidak mengetahui perubahan kedudukan tersebut.
          1723. Jika penitipan barang telah dilakukan oleh seorang wali, seorang pengampu, seorang suami atau seorang penguasa, dan pengurusan mereka itu telah berakhir, maka barangnya hanyalah dapat dikembalikan kepada orang yang telah diwakili oleh wali, pengampu, suami atau penguasa tersebut.
          1724. Pengembalian barang yang dititipkan harus dilakukan ditempat yang ditunjuk dalam persetujuan. Jika persetujuan tidak menunjuk tempat itu, barangnya harus dikembalikan ditempat terjadinya penitipan. Biaya yang harus dikeluarkan untuk itu harus ditanggung oleh orang yang menitipkan barang.
          1725. Barang yang dititipkan harus dikembalikan kepada orang yang menitipkan, seketika apabila dimintanya, sekalipun dalam persetujuannya telah ditetapkan suatu waktu lain untuk pengembaliannya, kecuali apabila telah dilakukan suatu penyitaan atas barang² yang berada ditangannya si penerima titipan.
          1726. Si penerima titipan yang mempunyai alasan yang sah untuk membebaskan diri dari barang yang dititipkan, meskipun belum tiba waktunya yang ditetapkan dalam persetujuan, juga berkuasa mengembalikan barangnya kepada orang yang menititipkan atau jika orang ini menolaknya meminta izin Hakim untuk menitipkan barangnya disuatu tempat lain.
          1727. Segala kewajiban si penerima titipan berhenti jika ia mengetahui dan dapat membuktikan bahwa ia sendiri adalah pemilik barang yang dititipkan itu.
          1728. Orang yang menitipkan barang diwajibkan mengganti kepada si penerima titipan segala biaya yang telah dikeluarkan guna menyelamatkan barang yang dititipkan, serta mengganti kepadanya segala kerugian yang disebabkan karena penitipan itu.
          1729. Si penerima titipan adalah berhak untuk menahan barangnya hingga segala apa yang harus dibayar kepadanya karena penitipan tersebut, telah dilunasi.
BAGIAN KETIGA
Tentang sekestrasi dan berbagai macam²nya.
          1730. Sekestrasi yalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, ditangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakn berhak, beserta hasil²nya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah Hakim.
          1731. Sekestrasi terjadi dengan persetujuan, apabila barang yang menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih secara sukarela.
          1732. Adalah bukan syarat mutlak bahwa suatu sekestrasi terjadi dengan cuma².
          1733. Sekestrasi tunduk pada aturan² yang sama seperti penitipan sejati, namun dengan kekecualian² sebagai berikut.
          1734. Sekestrasi dapat mengenai baik benda² bergerak maupun benda² takbergerak.
          1735. Si penerima titipan yang ditugaskan melakukan sekestrasi, tidak dapat dibebaskan dari tugasnya, sebelum persengketaan diselesaikan, kecuali apabila semua pihak yang berkepentingan menyetujuinya atau apabila ada suatu alasan lain yang sah.
          1736. Sekestrasi atas perintah Hakim terjadi, jika Hakim memerintahkan supaya suatu barang tentang mana ada sengketa, dititipkan kepada seorang.
          1737. Sekestrasi guna keperluan Pengadilan diperintahkan kepada seorang yang disetujui oleh pihak² yang berkepentingan atau kepada seorang yang ditetapkan oleh Hakim karena jabatan. Dalam kedua-duanya hal, orang kepada siapa barangnya telah dipercayakan, tunduk pada segala kewajiban yang terbit dalam halnya sekestrasi dengan persetujuan, dan selainnya itu ia diwajibkan saban tahun, atas tuntutan Kejaksaan, memberikan suatu perhitungan secara ringkas kepada Hakim, dengan memperlihatkan ataupun menunjukkan barang² yang dipercayakan kepadanya, namunlah penyetujuan perhitungan itu tidak akan dapat dimajukan terhadap pihak² yang berkepentingan.
          1738. Hakim dapat memerintahkan sekestrasi;
          1o. terhadap barang² bergerak, yang telah disita ditangannya seorang yang berutang;
          2o. terhadap suatu barang yang bergerak maupun yang takbergerak, tentang mana hak miliknya atau hak penguasaannya menjadi persengketaan;
          3o. terhadap barang² yang ditawarkan oleh seorang yang berutang untuk melunasi utangnya.           1739. Pengangkatan seorang penyimpan barang bertimbal-balik antara sipenyita dan si penyimpan barang dimuka Hakim menerbitkan kewajiban² yang Si penyimpan diwajibkan memelihara barang² yang telah disita sebagai seorang bapak rumah yang baik. Ia harus menyerahkan barang² itu untuk dijual supaya dari pendapatan penjualan itu dapat dilunasi piutang² si penyita, atau menyerahkannya kepada pihak terhadap siapa penyitaan telah dilakukan, jika penyitaan tersebut telah dicabut kembali. Adalah menjadi kewajiban sipenyita untuk membayar kepada si penyimpan upahnya yang ditentukan dalam undang².
BAB KEDUABELAS
Tentang pinjam-pakai.
BAGIAN KESATU
Ketentuan² umum.
          1740. Pinjam-pakai adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan cuma², dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu akan mengembalikannya.
          1741. Pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik barang yang dipinjamkan.
          1742. Segala apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan persetujuan ini.
          1743. Perikatan² yang terbit dari persetujuan pinjam-pakai berpindah kepada para ahliwaris pihak yang meminjamkan dan para ahliwaris pihak yang meminjam. Namun jika suatu peminjaman telah dilakukan karena mengingat orangnya yang menerima pinjaman, dan telah diberikan khusus kepada orang tersebut secara pribadi, maka para ahliwarisnya orang ini tidak dapat tetap menikmati barang pinjaman itu.
BAGIAN KEDUA
Tentang kewajiban² seorang yang menerima pinjaman sesuatu.
          1744. Siapa yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan menyimpan dan memelihara barangnya pinjaman sebagai seorang bapak rumah yang baik. Ia tidak boleh memakainya guna suatu keperluan lain, selainnya yang selaras dengan sifatnya barangnya, atau yang ditentukan dalam persetujuan; kesemuanya atas ancaman penggantian biaya rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu. Jika ia memakai barangnya pinjaman guna suatu keperluan lain, atau lebih lama dari pada yang diperbolehkan, maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung-jawab atas musnahnya barangnya, sekalipun musnahnya barang ini disebabkan karena suatu kejadian yang sama-sekali tidak disengaja.
          1745. Jika barang yang dipinjam musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, yang dapat disingkiri seandainya si peminjam telah memakai barangnya sendiri, atau jika hanya satu dari kedua barang itu sajalah yang dapat diselamatkan, si peminjam telah memilih menyelamatkan di punya barang sendiri, maka ia bertanggung-jawab tentang musnahnya barang yang lainnya.
          1746. Jika barangnya pada waktu dipinjamkan telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tak disengaja, adalah atas tanggungan si peminjam kecuali apabila telah diperjanjikan sebaliknya.
          1747. Jika barangnya berkurang harganya telah dipinjam dan diluar salahnya si pemakai, maka orang ini tidak bertanggung-jawab tentang kemunduran itu.
          1748. Jika si pemakai, untuk dapat memakai barangnya pinjaman telah mengeluarkan sementara biaya, maka tak dapatlah ia menuntutnya kembali.
          1749. Jika berbagai orang bersama-sama menerima satu barang dalam peminjaman, maka mereka itu adalah masing² untuk seluruhnya bertanggung-jawab terhadap orang yang memberikan pinjaman.
BAGIAN KETIGA
Tentang kewajiban² orang yang meminjamkan.
          1750. Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya setelah liiwatnya waktu yang ditentukan atau, jika tidak ada penetapan waktu yang demikian, setelah barangnya dipergunakan atau dapat dipergunakan untuk keperluan yang dimaksudkan.
          1751. Jika namun itu orang yang meminjamkan, didalam jangka-waktu tersebut atau sebelum kebutuhan si pemakai habis, karena alasan² yang mendesak dan sekonyong-konyong, sendiri memerlukan barangnya, maka Hakim dapat mengingat keadaan memaksa si pemakai mengembalikan barangnya kepada orang yang meminjamkannya.
          1752. Jika si pemakai barang selama waktu peminjaman, telah terpaksa mengeluarkan beberapa biaya luar biasa yang perlu yang sebegitu mendesaknya hingga ia tidak sempat memberitahukan hal itu sebelumnya kepada orang yang meminjamkan, maka orang ini diwajibkan mengganti biaya² tersebut kepada si pemakai itu.
          1753. Jika barang yang dipinjamkan mengandung cacad² yang sedemikian, hingga orang yang memakainya dapat dirugikan karenanya, maka orang yang meminjamkan, jika ia mengetahui adanya cacad² itu dan tidak memberitahukannya kepada si pemakai, bertanggungjawab tentang akibat²nya.
BAB KETIGABELAS
Tentang pinjam-mengganti.
BAGIAN KESATU
Ketentuan² umum.
          1754. Pinjam-mengganti ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang² yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
          1755. Berdasarkan persetujuan pinjam-mengganti ini, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik barang yang dipinjam; dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya.
          1756. Utang yang terjadi karena peminjaman uang hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam persetujuan. Jika sebelum saat pelunasan terjadi suatu kenaikan atau kemunduran harga atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan dihitung menurut harganya yang berlaku pada saat itu.
          1757. Aturan yang ditetapkan dalam pasal yang lalu tidak berlaku jika mengenai suatu pinjaman suatu jumlah mata uang tertentu kedua belah pihak dengan pernyataan tegas telah bersepakat, bahwa akan dikembalikan jumlah mata uang yang sama. Dalam hal ini, pihak yang menerima pinjaman diwajibkan mengembalikan jumlah mata uang yang tepat dari macam yang sama tidak kurang dan tidak lebih. Jika mata uang yang semacam tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi, maka kekurangannya harus diganti dengan mata uang dari logam yang sama sedapat-dapatnya dan kadar yang sama, dan kesemuanya menanggung logam asli yang sama beratnya sebagaimana yang terdapat didalam jumlah mata uang yang telah tidak ada lagi itu.
          1758. Jika yang dipinjamkan itu berupa batang² mas atau perak atau lain² barang perdagangan, maka betapapun naik atau turunnya harganya, si berutang senantiasa harus mengembalikan jumlah yang sama berat dan sama mutunya dan ia tidaklah diwajibkan memberikan lebih dari pada itu.
BAGIAN KEDUA
Tentang kewajiban² orang yang meminjamkan.
          1759. Orang yang meminjamkan tidak dapat meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam persetujuan.
          1760. Jika tidak telah ditetapkan sesuatu waktu, Hakim berkuasa, apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya, menurut keadaan memberikan sekadar kelonggaran kepada si peminjam.
          1761. Jika telah diadakan persetujuan, bahwa pihak yang telah meminjam sesuatu barang atau sejumlah uang akan mengembalikannya bilamana ia mampu untuik itu, maka Hakim mengingat keadaan, akan menentukan waktunya pengembalian.
          1762. Ketentuan pasal 1753 adalah berlaku terhadap pinjam-mengganti.
BAGIAN KETIGA
Tentang kewajiban² si peminjam.
          1763. Siapa yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan.
          1764. Jika ia tidak mampu memenuhi kewajiban ini maka ia diwajibkan membayar harganya barang yang dipinjamnya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya, menurut persetujuan sedianya harus dikembalikan. Jika waktu dan tempat ini tidak telah ditentukan, pelunasannya harus dilakukan menurut harga dilakukan menurut harga barang pinjaman pada waktu dan ditempat dimana pinjaman telah terjadi.
BAGIAN KEEMPAT
Tentang meminjamkan dengan bunga.
          1765. Adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang mengahabis karena pemakaian.
          1766. Siapa yang telah menerima pinjaman dan membayar bunga yang tidak telah diperjanjikan, tidak dapat menuntutnya kembali maupun menguranginya dari jumlah pokok kecuali apabila bunga yang dibayar itu melebihi bunga menurut undang²; dalam hal mana uang yang telah dibayar selebihnya dapat dituntut kembali atau dikurangkan dari jumlah pokok. Pembayaran bunga yang tidak telah diperjanjikan tidak mewajibkan si berutang untuk membayarnya seterusnya; tetapi bunga yang telah diperjanjikan harus dibayar sampai pada pengembalian atau penitipan uangnya pokok, biarpun pengembalian atau penitipan ini telah dilakukan setelah liwatnya waktu utangnya dapat ditagih.
          1767. Ada bunga menurut undang² dan ada yang ditetapkan didalam persetujuan. Bunga menurut undang² ditetapkan didalam undang². Bunga yang diperjanjikan dalam persetujuan boleh melampaui bunga menurut undang² dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang². Besarnya bunga yang diperjanjikan dalam persetujuan harus ditetapkan secara tertulis (Bunga menurut undang² adalah menurut Lembaga Negara tahun 1848 No. 22; enam prosen).
          1768. Jika orang yang meminjamkan telah memperjanjikan bunga dengan tidak menentukan berapa besarnya, maka si penerima pinjaman diwajibkan membayar bunga menurut undang².
          1769. Bukti pembayaran uang pokok dengan tidak menyebutkan sesuatu apa mengenai bunga, memberikan persangkaan tentang sudah dibayarnya bunga itu dan si berutang dibebaskan daripada itu.
BAB KEEMPAT BELAS
Tentang bunga tetap atau bunga abadi.
          1770. Memperjanjikan suatu bunga abadi yalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang memberi pinjaman uang memperjanjikan pembayaran bunga atas pembayaran sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.
          1771. Bunga ini pada hakekatnya dapat diangsur. Hanyalah kedua belah pihak dapat mengadakan sepakat bahwa pengangsuran itu tidak dilakukan selainnya setelah lewatnya suatu waktu tertentu, waktu mana tidak boleh ditetapkan lebih lama dari sepuluh tahun, atau tidak boleh dilakukan tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada si berpiutang dengan suatu tenggang waktu yang sebelumnya telah ditetapkan oleh mereka, tenggang waktu mana namun tidak boleh lebih lama dari pada satu tahun.
          1772. Seorang yang berutang suatu bunga abadi dapat dipaksa mengembalikan uangnya pokok :
          1o. jika ia tidak membayar sesuatu apapun atas bunga yang harus dibayarnya selama dua tahun berturut-turut;
          2o. jika ia lalai memberikan jaminan yang dijanjikan kepada si berpiutang;
          3o. jika ia telah dinyatakan pailit.
          1773. Dalam kedua hal yang pertama yang tersebut dalam pasal yang lalu, si berutang dapat membebaskan diri dari kewajibannya mengembalikan uangnya pokok, jika ia didalam waktu duapuluh hari, terhitung mulai ia diperingatkan dengan perantaraan Hakim, membayar angsuran² yang sudah harus dibayarnya atau memberikan jaminan yang dijanjikan.
BAB KELIMABELAS
Tentang persetujuan² untung-untungan.
BAGIAN KESATU
Ketentuan umum.
          1774. Suatu persetujuan untung²an adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung-ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah: persetujuan pertanggungan; bunga cagak-hidup; perjudian dan pertaruhan. Persetujuan yang pertama diatur didalam Kitab Undang² Hukum Dagang.
BAGIAN KEDUA
Tentang persetujuan bunga cagak-hidup dan akibat²nya.
          1775. bunga cagak-hidup dapat dilahirkan dengan suatu persetujuan atas beban, atau dengan suatu akta hibah. Ada juga bunga cagak-hidup itu diperoleh dengan suatu wasiat.
          1776. Bunga cagak-hidup dapat diadakan atas badan orang yang memberikan pinjaman, atau atas badan orang yang diberikan kenikmatan atas bunga tersebut, atau pula atas badan seorang pihak ketiga, meskipun orang ini tidak mendapat nikmat dari padanya.
          1777. Bunga cagak-hidup dapat diadakan atas badan satu orang atau lebih.
          1778. Bunga cagak-hidup dapat diadakan guna seorang pihak ketiga, meskipun uangnya diberikan oleh seorang lain. dalam hal tersebut namun itu ia tidak tunduk pada bentuk-cara yang diperlukan untuk hibah.
          1779. Segala bunga cagak-hidup yang diadakan atas badan seorang yang telah meninggal pada hari dibuatnya persetujuan adalah tak berdaya.
          1780. Bunga cagak-hidup dapat diadakan dengan perjanjian bunga yang sedemikian tingginya, sebagaimana ditetapkan menurut kehendak para pihak sendiri.
          1781. Orang untuk siapa telah diadakan suatu bunga cagak-hidup atas beban, dapat menuntut pembatalan persetujuan, jika si berutang tidak memberikan kepadanya jaminan yang telah diperjanjikan. Jika persetujuan dibatalkan, si berutang diwajibkan membayar bunga yang telah diperjanjikan, yang menunggak, sampai pada hari dikermbalikannya uang pokok.
          1782. Penunggakan pembayaran bunga cagak-hidup yang dapat ditagih, tidaklah memberikan hak kepada sipemungut bunga untuk meminta kembali uangnya pokok atau barang yang telah diberikan olehnya untuk dapat menerima bunga itu; ia hanya berhak menuntut si berutang tentang pembayaran bunga yang wajib dibayarnya dan menyita kekayaannya untuk mengambil pelunasan dari padanya, pun pula meminta diberikannya jaminan untuk bunga yang sudah dapat ditagih.
          1783. Dihapuskan.
          1784. Tak dapatlah si berutang membebaskan diri dari pembayaran bunga cagak-hidup dengan menawarkan pengembalian uangnya pokok, dan dengan berjanji tidak akan menuntut pengembalian bunga yang telah dibayarnya; ia diwajibkan terus membayar bunganya cagak-hidup selama hidupnya orang atau orang² yang diatas badan²nya telah diadakan bunga cagak-hidup itu, betapapun beratnya pembayaran bunga itu bagi dirinya.
          1785. Si pemilik suatu bunga cagak-hidup hanyalah mempunyai hak atas bunga menurut imbangan jumlahnya hari hidupnya orang yang atas badannya telah diadakan bunga cagak hidup itu. Jika namun itu, menurut persetujuan bunganya harus dibayar terlebih dahulu, maka hak atas angsuran yang sedianya sudah harus terbayar, baru diperoleh mulai hari pembayaran itu sedianya harus dilakukannya.
          1786. tidaklah diperbolehkan memperjanjikan bahwa suatu bunga cagak-hidup takkan tunduk pada suatu penyitaan, kecuali apabila bunga cagak hidup itu telah diadakan dengan cuma².           1787. Si pemungut bunga tidaklah dapat menagih bunga yang sudah harus dibayar, selainnya dengan menyatakan tentang masih hidupnya orang yang atas badannya telah diadakan bunga cagak-hidup itu.
BAGIAN KETIGA
Tentang perjudian dan pertaruhan.
          1788. Undang² tidak memberikan suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi karena perjudian atau pertaruhan.
          1789. Dalam ketentuan tersebut diatas namun itu tidak termasuk permainan² yang dapat dipergunakan untuk olahraga, seperti main anggar, lari cepat dan lain sebagainya. Meskipun demikian, Hakim dapat menolak atau mengurangi gugatan, apabila uangnya taruhan menurut pendapatannya lebih dari sepantasnya.
          1790. tidaklah diperbolehkan untuk menyingkiri berlakunya ketentuan² kedua pasal yang lalu dengan jalan perjumpaan utang.
          1791. Seorang yang secara sukarela telah membayar kekalahannya, sekali-kali tak diperbolehkan menuntutnya kembali, kecuali apabila dari pihaknya si pemegang telah dilakukan kecurangan atau penipuan.
BAB KEENAMBELAS
Tentang pemberian kuasa.
BAGIAN KESATU
Tentang sifatnya pemberian kuasa.
          1792. Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
          1793. Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan.
          Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam² dan disimpulkan dari pelaksana kuasa itu oleh si kuasa.
          1794. Pemberian kuasa terjadi dengan cuma², kecuali jika diperjanjikan sebaliknya. Jika dalam hal yang terakhir, upahnya tidak ditentukan dengan tegas, kuasa tidak boleh meminta upah yang lebih dari pada yang ditentukan dalam pasal 411 untuk wali.
          1795. Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa.
          1796. Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata² umum, hanya meliputi perbuatan² pengurusan.
          Untuk memindah-tangankan benda² atau untuk meletakkan hipotik diatasnya, atau lagi untuk membuat suatu perdamaian, ataupun sesuatu perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata² yang tegas.
          1797. Si kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apapun yang melampaui kuasanya; kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu urusan dengan jalan perdamaian, sekali-kali tidak mengandung kekuasaan untuk menyerahkan perkaranya kepada putusan wasit.
          1798. Orang² perempuan dan orang² belum dewasa dapat ditunjuk menjadi kuasa, tetapi si pemberi kuasa tidaklah mempunyai suatu tuntutan hukum terhadap orang² belumdewasa, selainnya menurut ketentuan² umum mengenai perikatan² yang diperbuat oleh orang² belum dewasa, dan terhadap orang² perempuan yang bersuami yang menerima kuasa tanpa bantuan si suami, iapun tidak mempunyai tuntutan hukum selainnya menurut aturan² yang dituliskan dalam bab kelima dan ketujuh Buku Kesatu dari Kitab Undang² ini.
          1799. Si pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang dengan siapa si kuasa telah bertindak dalam kedudukannya, dan menuntut dari padanya pemenuhan persetujuannya. BAGIAN
KEDUA
Tentang kewajiban² si kuasa.
           
           1800. Si kuasa diwajibkan, selama ia belum dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung segala biaya, kerugian dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena tidak dilaksanakan kuasa itu.
           Begitu pula ia diwajibkan menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu si pemberi kuasa meninggal jika dengan tidak segera menyelesaikannya dapat timbul sesuatu kerugian.
           1801. Si kuasa tidak saja bertanggung-jawab tentang perbuatan² yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga tentang kelalaian² yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya.
           Namun itu tanggung-jawab tentang kelalaian² bagi seorang yang dengan cuma² menerima kuasa adalah tidak sebegitu berat seperti yang dapat diminta dari seorang yang untuk itu menerima upah.
          1802. Si kuasa diwajibkan memberikan laporan tentang apa yang telah diperbuatnya dan memberikan perhitungan kepada si pembari kuasa tentang segala apa yang telah diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterimanya itu tidak seharusnya dibayar kepada si pemberi kuasa.
          1803. Si kuasa bertanggung-jawab untuk orang yang telah ditunjuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya:
          1o. jika ia tidak diberikan kekuasaan untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya;
          2o. jika kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa penyebutan seorang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya itu ternyata seorang yang tak-cakap atau takmampu.
          Si pemberi kuasa senantiasa dianggap telah memberikan kekuasaan kepada si kuasa untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya untuk pengurusan benda² yang terletak diluar wilayah Indonesia atau dilain pulau dari pada yang ditempat tinggali si pemberi kuasa.
          Dalam segala hal sipemberi kuasa dapat secara langsung menuntut orang yang ditunjuk oleh si kuasa sebagai penggantinya itu.
          1804. Jika didalam akta yang sama ditunjuk berbagai orang kuasa, maka terhadap mereka tidak diterbitkan suatu perikatan tanggung-menanggung, selainnya sekadar hal yang demikian itu ditentukan dengan tegas.
          1805. Si kuasa harus membayar bunga atas uang² pokok yang dipakainya guna keperluannya sendiri, terhitung mulai saat ia memakai uang² itu; dan mengenai uang² yang harus diserahkan pada penutupan perhitungan, bunga itu dihitung mulai hari ia dinyatakan lalai.
         1806. Si kuasa yang telah memberitahukan secara sah tentang hal kuasanya kepada orang dengan siapa ia mengadakan suatu pesetujuan dalam kedudukannya sebagai kuasa itu, tidaklah bertanggung-jawab tentang apa yang terjadi diluar batas kuasa itu, kecuali jika ia secara pribadi telah mengikatkan diri untuk itu.
BAGIAN KETIGA
Tentang kewajiban² si pemberi kuasa.
          1807. Si pemberi kuasa diwajibkan memenuhi perikatan² yang diperbuat oleh si kuasa menurut kekuasaan yang ia telah berikan kepadanya.
          Ia tidak terikat pada apa yang telah diperbuat selebihnya dari pada itu, selainnya sekadar ia telah menyetujuinya secara tegas atau secara diam².
          1808. Si pemberi kuasa diwajibkan mengembalikan kepada sikuasa persekot² dan biaya² yang telah dikeluarkan oleh orang ini untuk melaksanakan kuasanya, begitu pula untuk membayar upahnya jika ini telah diperjanjikan.
          Jika si kuasa tidak melakukan sesuatu kelalaian, maka si pemberi kuasa tidak dapat meluputkan diri dari kewajiban mengembalikan persekot² dan biaya² serta membayar upah tersebut diatas, sekalipun urusannya tidak berhasil.
          1809. Begitu pula sipemberi kuasa harus memberikan ganti-rugi kepada si kuasa tentang kerugian² yang diderita sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal itu si kuasa tidak telah berbuat kurang hati².
          1810. Si pemberi kuasa harus membayar kepada si kuasa bunga atas persekot² yang telah dikeluarkan oleh si kuasa terhitung mulai hari dikeluarkannya persekot² itu.
          1811. Jika seorang kuasa diangkat oleh berbagai orang untuk mewakili suatu urusan yang merupakan urusan mereka bersama, maka masing² dari mereka adalah bertanggung-jawab untuk seluruhnya terhadap si kuasa mengenai segala akibat dari pemberian kuasa itu.
          1812. Si kuasa adalah berhak untuk menahan segala apa kepunyaan sipemberi kuasa yang berada ditangannya, sekian lamanya, hingga kepadanya telah dibayar lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa.
BAGIAN KE-EMPAT
Tentang bermacam-macam cara berakhirnya pemberian kuasa.
          1813. Pemberian kuasa berakhir: dengan ditariknya kembali kuasanya si kuasa; dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa; dengan meninggalnya, pengampuannya, atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si kuasa; dengan perkawinannya si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.
          1814. Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya.
          1815. Penarikan kembali yang hanya diberitahukan kepada si kuasa, tidak dapat dimajukan terhadap orang² pihak ketiga, yang karena mereka tidak mengetahui tentang penarikan kembali itu, telah mengadakan suatu persetujuan dengan si kuasa; ini tidak mengurangi tuntutan si pemberi kuasa kepada si kuasa.
          1816. Pengangkatan seorang kuasa baru, untuk menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang pertama terhitung mulai hari diberitahukannya kepada orang yang belakangan ini tentang pengangkatan tersebut.
          1817. Si kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan pemberitahuan penghentian kepada sipemberi kuasa.
          Jika namun itu pemberitahuan penghentian ini baik karena ia dilakukan dengan tidak mengindahkan waktu, maupun karena suatu hal lain, karena salahnya si kuasa, membawa rugi bagi si pemberi kuasa, maka orang ini harus diberikan ganti-rugi oleh si kuasa; kecuali apabila sikuasa berada dalam keadaan takmampu meneruskan kuasanya dengan tidak membawa rugi yang tidak sedikit bagi diri sendiri.
          1818. Jika si kuasa tidak sadar akan meninggalnya si pemberi kuasa atau akan adanya sesuatu sebab lain yang mengakhiri kuasanya, maka apa yang diperbuatnya didalam ketidaksadaran itu adalah sah.
          Dalam hal itu segala perikatan yang dibuat oleh si kuasa harus dipenuhi terhadap orang² pihak ketiga yang beritidad baik.
         1819. Jika si kuasa meninggal para ahliwarisnya harus memberitahukan hal itu kepada sipemberi kuasa, jika mereka tahu tentang adanya pemberian kuasa, dan sementara itu mengambil tidakan² yang perlu menurut keadaan bagi kepentingan si pemberi kuasa; atas ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu.
BAB KETUJUHBELAS
Tentang penanggung utang.
BAGIAN KESATU
Tentang sifatnya penanggungan.
          1820. Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.
          1821. Tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah.
          Namun dapatlah seorang memajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi si berutang, misalnya dalam halnya kebelumdewasaan.
          1822. Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih, maupun dengan syarat² yang lebih berat dari pada perikatannya si berutang.
          Adapun penanggungan boleh diadakan untuk hanya sebagian saja dari utangnya, atau dengan syarat² yang kurang. Jika penanggungan diadakan untuk lebih dari utangnya, atau dengan syarat² yang lebih berat, maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan ia adalah sah hanya untuk apa yang diliputi oleh perikatannya pokok.
          1823. Seorang dapat memajukan diri sebagai penanggung dengan tidak telah diminta untuk itu oleh orang untuk siapa ia mengikatkan dirinya, bahkan diluar pengetahuan orang itu.
          Adalah diperbolehkan juga untuk menjadi penanggung tidak saja untuk si berutang utama, tetapi juga untuk seorang penanggungnya orang itu.
          1824. Penanggungan utang tidak dipersangkakan, tetapi harus diadakan dengan pernyataan yang tegas; tidaklah diperbolehkan untuk memperluas penanggungan hingga melebihi ketentuan² yang menjadi syarat sewaktu mengadakannya.
          1825. Penanggungan yang tak terbatas untuk suatu perikatan pokok, meliputi segala akibat utangnya, bahkan terhitung biaya² gugatan yang dimajukan terhadap si berutang utama, dan terhitung pula segala biaya yang dikeluarkan setelah si penanggung utang diperingatkan tentang itu.
          1826. Perikatan² para penanggung berpindah kepada ahliwaris²nya.
          1827. Si berutang yang diwajibkan memberikan seorang penanggung harus memajukan seorang yang mempunyai kecakapan untuk mengikatkan dirinya, yang cukup mampu untuk memenuhi perikatannya, dan yang berdiam diwilayah Indonesia.
          1828. Dihapuskan.
          1829. Apabila si penanggung, yang telah di terima oleh si berpiutang secara sukarela atau atas putusan Hakim, kemudian menjadi tak mampu, maka haruslah ditunjuk seorang penanggung baru.
          1830. Barangsiapa yang oleh Undang² atau karena suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, diwajibkan memberikan seorang penanggung, pada hal ia tidak berhasil mendapatkannya, diperbolehkan sebagai gantinya memberikan suatu jaminan gadai atau hipotik.
BAGIAN KEDUA
Tentang akibat²-nya penanggungan antara si berpiutang dan si penanggung.
          1831. Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang selainnya jika si berutang lalai, sedangkan benda² si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.
           1832. Si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda² si berutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:
          1o. apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda² si berutang lebih dahulu disita dan dijual;
          2o. apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang-utama secara tanggung-menanggung; dalam hal mana akibat² perikatannya diatur menurut azas² yang ditetapkan untuk utang² tanggung-menanggung;
          3o. jika si berutang dapat memajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;
          4o. jika si berutang berada didalam keadaan pailit;
          5o. dalam halnya penanggungan yang diperintahkan oleh Hakim.
          1833. Si berpiutang tidak diwajibkan menyita dan menjual lebih dahulu benda² si berutang selainnya apabila itu diminta oleh si penanggung pada waktu ia pertama kali dituntut dimuka Hakim.
          1834. Si penanggung yang menuntut supaya benda² si berutang lebih dahulu disita dan dijual diwajibkan menunjukkan kepada si berpiutang benda² si berutang, dan membayar lebih dahulu biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penyitaan serta penjualan tersebut.
          Tak diperbolehkan ia menunjuk pada benda² yang sedang menjadi buah persengketaan dimuka Hakim, maupun yang sudah dijadikan tanggungan hipotik untuk utang yang bersangkutan, dan yang sudah tidak ada ditangannya si berutang, maupun pula benda² yang terletak diluar wilayah Indonesia.
          1835. Apabila si penanggung, menurut pasal yang lalu, telah menunjukkan benda² si berutang dan telah membayar lebih dahulu uang yang diperlukan untuk penyitaan dan penjualan benda² itu, maka si berpiutang bertanggungjawab terhadap si penanggung, hingga sejumlah harga benda² yang ditunjuk itu, tentang ketidak-mampuan si berutang yang dengan tidak adanya tuntutan², terjadi sesudah itu.
          1836. Jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang berutang yang sama, lagi pula untuk utang yang sama, maka masing² adalah terikat untuk seluruh utang itu.
          1837. Namun itu masing² dari mereka, jika ia tidak telah melepaskan hak-istimewanya untuk meminta pemecahan utangnya pada pertama kalinya ia digugat dimuka Hakim, dapat menuntut supaya si berpiutang lebih dahulu membagi piutangnya dan menguranginya hingga bagian masing² penanggung utang yang terikat secara sah.
          Jika pada waktu salah seorang penanggung menuntut pemecahan utangnya, seorang atau beberapa orang teman-penanggung berada dalam keadaan tak-mampu, maka si penanggung tersebut diwajibkan membayar untuk orang² yang takmampu itu menurut imbangan bagiannya; tetapi ia tidak bertanggung-jawab jika ketidak-mampuan orang² itu terjadi setelahnya pemecahan utangnya.
           1838. Jika si berpiutang sendiri secara sukarela telah membagi-bagi tuntutannya, maka tak bolehlah ia menarik kembali pemecahan utang itu, biarpun beberapa orang diantara para penanggung tidak mampu sebelum ia telah membagi-bagi utangnya.
BAGIAN KETIGA
Tentang akibat² penanggungan antara si berutang dan sipenanggung, dan antara para penanggung sendiri.
          1839. Si penanggung yang telah membayar, dapat menuntutnya kembali dari si berutang-utama, baik penanggungan itu telah diadakan dengan maupun tanpa pengetahuan si berutang utama.
          Penuntutan kembali ini dilakukan baik mengenai uangnya pokok maupun mengenai bunga serta biaya².
          Mengenai biaya² tersebut sipenanggung hanya dapat menuntutnya kembali, sekadar ia telah memberitahukan kepada si berutang-utama tentang tuntutan² yang ditujukan kepadanya, didalam waktu yang patut.
          Si penanggung ada juga mempunyai hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu.
          1840. Si penanggung yang telah membayar, menggantikan demi hukum segala hak si berpiutang terhadap si berutang.
          1841. Jika beberapa orang berutang-utama yang bersama-sama memikul satu utang, masing² terikat untuk seluruh utang itu, maka seorang yang memajukan diri sebagai penanggung untuk mereka kesemuanya, dapat menuntut kembali segala apa yang telah dibayarnya dari masing² orang berutang tersebut.
          1842. Si penanggung yang sekali telah membayar utangnya, tidak dapat menuntutnya kembali dari si berutang-utama yang telah membayar untuk kedua kalinya, jika ia tidak telah meberitahukan kepadanya tentang pembayaran yang telah dilakukannya; dengan tidak mengurangi haknya untuk menuntutnya kembali dari si berpiutang.
          Jika si penanggung telah membayar tanpa digugat untuk itu sedangkan ia tidak memberitahukannya kepada si berutang-utama, maka ia tidak dapat menuntutnya kembali dari si berutang-utama ini, manakala si berutang, pada waktu dilakukannya pembayaran, mempunyai alasan² untuk menuntut dinyatakannya batal utangnya; dengan tidak mengurangi tuntutan si penanggung terhadap si berpiutang.
          1843. Si penanggung dapat menuntut si berutang untuk diberikan ganti-rugi atau untuk dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya:
          1o. apabila ia digugat dimuka Hakim untuk membayar;
          2o. Dihapuskan.
          3o. apabila si berutang telah berjanji untuk membebaskannya dari penanggungan- nya didalam suatu waktu tertentu;
          4o. apabila utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya jangka-waktu yang telah ditetapkan untuk pembayarannya;
          5o. setelah lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatannya pokok tidak mengandung suatu jangka-waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali apabila perikatannya pokok sedemikian sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum lewatnya suatu waktu tertentu, sepertinya suatu perwalian.
          1844. Jika berbagai orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang berutang yang sama, lagi pula untuk utang yang sama, maka si penanggung yang telah melunasi utangnya dalam hal yang teratur dalam nomor 1o dari pasal yang lalu, begitu pula apabila si berutang telah dnyatakan pailit, mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dari orang² penanggung yang lainnya, masing² untuk bagiannya.
          Ketentuan ayat kedua dari pasal 1293 adalah berlaku dalam hal ini.
BAGIAN KE-EMPAT
Tentang hapusnya penanggungan utang.
          1845. Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab² yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan² lainnya.
          1846. Percampuran yangterjadi diantara pribadinya si berutang-utama dan pribadinya si penanggung utang, sekali-kali tidak memaatikan tuntutan hukum si berpiutang terhadap orang yang telah memajukan diri sebagai penanggungnya si penanggung.
          1847. Si penanggung utang dapat menggunakan terhadap si berpiutang segala tangkisan yang dapat dipakai oleh si berutang-utama dan mengenai utangnya yang ditanggung itu sendiri.
          Namun tak bolehlah ia memajukan tangkisan² yang meluulu mengenai pribadinya si berutang.
          1848. Si penanggung dibebaskan apabila ia karena salahnya si berpiutang tidak lagi dapat menggantikan hak²nya, hipotik²nya dan hak²nya istimewa dari pada si berpiutang itu.
          1849. Jika si berpiutang secara sukarela menerima suatu benda takbergerak maupun suatu benda lain sebagai pembayaran atas utang pokok, maka si penanggung dibebaskan karenanya, biarpun benda itu kemudian karena suatu putusan Hakim oleh si berputang harus diserahkan kepada seorang lain.
          1850. Suatu penundaan pembayaran belaka yang oleh si berpiutang diberikan kepada si berutang, tidak membebaskan si penanggung utang namun si penanggung ini dalam hal yang sedemikian dapat menuntut si berutang dengan maksud memaksanya untuk membayar atau untuk membebaskan si penanggung dari penanggungannya.
BAB KEDELAPANBELAS
Tentang perdamaian.
          1851. Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan menjanjikan atau menahan suatu barang mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.
          Persetujuan ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis.
          1852. Untuk mengadakan suatu perdamaian diperlukan bahwa seorang mempunyai kekuasaan untuk melepaskan haknya atas hal² yang termaktub didalam perdamaian itu.
          Wali² dan pengampu² tidak dapat mengadakan suatu perdamaian selainnya jika mereka bertindak menurut ketentuan² dari bab kelimabelas dan ketujuhbelas dari Buku Kesatu Kitab Undang² ini.
          Kepala² Daerah yang bertindak sebagai demikian begitu pula lembaga² umum tidak dapat mengadakan suatu perdamaian selainnya dengan mengindahkan acara² yang ditetapkan dalam perundang-undangan yang mengenai mereka.
          1853. Tentang kepentingan² keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran, dapat diadakan perdamaian.
          Perdamaian ini tidak sekali-kali menghalangi Jawatan Kejaksaan untuk menuntut perkaranya.
          1854. Setiap perdamaian hanya terbatas pada soal yang termaktub didalamnya; pelepasan segala hak dan tuntutan yang dituliskan disitu harus diartikan sekadar hak² dan tuntutan² itu ada hubungannya dengan perselisihan yang menjadi lantaran perdamaian tersebut.
          1855. Setiap perdamaian hanya mengakhiri perselisihan² yang termaktub didalamnya, baik para pihak merumuskan maksud mereka dalam perkataan khusus atau umum, maupun maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak satu² nya dari apa yang dituliskan.
          1856. Jika seorang yang telah mengadakan suatu perdamaian tentang suatu hak yang diperolehnya atas dasar kedudukannya sendiri, kemudian memperoleh suatu hak yang sama dari seorang lain, maka sekadar mengenai hak yang baru diperolehnya itu, tidaklah ia terikat oleh perdamaian yang dibuatnya sebelumnya.
          1857. Suatu perdamaian yang diadakan oleh salah seorang yang berkepentingan tidak mengikat orang² berkepentingan yang lainnya, dan tidak dapat dimajukan oleh mereka untuk memperoleh hak² dari padanya.
          1858. Segala perdamaian mempunyai diantara para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan Hakim dalam tingkat yang penghabisan.
          Tidak dapatlah perdamaian itu dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan.
          1859. Namun itu suatu perdamaian dapat dibatalkan apabila telah terjadi suatu kekhilafan mengenai orangnya, atau mengenai pokoknya perselisihan.
          Ia dapat dibatalkan dalam segala hal dimana telah dilakukan penipuan atau paksaan.
          1860. Begitu pula dapat diminta pembatalan suatu perdamaian, jika perdamaian itu telah diadakan karena kesalah-fahaman tentang duduknya perkara, mengenai suatu alashak yang batal, kecuali apabila para pihak dengan pernyataan tegas telah mengadakan perdamaian tentang kebatalan itu.
          1861. Suatu perdamaian yang diadakan atas dasar surat² yang kemudian dinyatakan palsu, adalah sama-sekali batal.
          1862. Suatu perdamaian mengenai suatu sengketa, yang sudah diakhiri dengan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, namun tidak diketahui oleh para pihak ata salah satu dari mereka, adalah batal.
          Jika putusan yang tidak diketahui oleh para pihak itu masih dapat dimintakan banding,maka perdamaiannya adalah sah.
          1863. Jika para pihak, untuk seumumnya, telah membuat suatu perdamaian tentang segala urusan yang berlaku diantara mereka, maka adanya surat² yang pada waktu itu tidak diketahui, tetapi kemudian diketemukan, tidak merupakan alasan untuk membatalkan perdamaiannya, kecuali apabila surat² itu telah sengaja disembunyikan oleh salah satu pihak.
          Namun itu perdamaiannya adalah batal jika perdamaian hanya mengenai satu urusan saja, sedangkan dari surat² yang diketemukan kemudian ternyata bahwa salah satu pihak sama sekali tidak mempunyai sesuatu hak atas itu.
          1864. Suatu kekeliruan dalam hal menghitung dalam sesuatu perdamaian, harus diperbaiki.
BUKU KEEMPAT
TENTANG PEMBUKTIAN DAN DALUWARSA
BAB KESATU
Tentang pembuktian pada umumnya.
          1865. Setiap orang yang mendalikan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
          1866. Alat² bukti terdiri atas:
           bukti tulisan;
           bukti dengan saksi²;
           persangkaan²;
           pengakuan;
           sumpah.
           Segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan² yang ditetapkan dalam bab² yang berikut.
BAB KEDUA
Tentang pembuktian dengan tulisan.
          1867. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan² otentik maupun dengan tulisan² dibawah tangan.
          1868. Suatu akta otentik yalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang², dibuat oleh atau dihadapan pegawai² umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akte dibuatnya.
          1869. Suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas, atau karena suatu cacad dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika ia ditanda-tangani oleh para pihak.
          1870. Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwaris²nya atau orang² yang mendapat hak dari pada mereka, suatu bukti yang mendapat hak dari pada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.
          1871. Suatu akta otentik namunlah tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya sebagai suatu penuturan yang temuat didalamnya sebagai suatu penuturan belaka, selainnya sekadar apa yang dituturkan itu ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta.
          Jika apa yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka tidak ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapat berguna sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.
          1872. Jika suatu akta otentik, yang berupa apa saja, dipersangkakan palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan² Reglemen Acara Perdata.
          1873. Persetujuan² lebih lanjut yang dibuat dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli, hanya memberikan bukti diantara pihak yang turut serta dan para ahliwarisnya atau orang² yang yang mendapat hak dari pada mereka, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang² pihak ketiga.
          1874. Sebagai tulisan² dibawah tangan dianggap akta² yang ditanda tangani dibawah tangan, surat², register², surat² urusan rumah-tangga dan lain² tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum.
          Dengan penanda-tanganan sepucuk tulisan dibawah tangan dipersamakan suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang² dari mana ternyata bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan dihadapan pegawai tadi.
          Pegawai ini harus membukukan tulisan tersebut.
          Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.
          1874 a. Jika pihak² yang berkepentingan menghendaki, dapat juga, diluar hal yang termaksud dalam ayat kedua pasal yang lalu, pada tulisan² dibawah tangan yang ditanda-tangani diberi suatu pernyataan dari seorang notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang², dari mana ternyata bahwa ia mengenal si penanda tangan atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada si penanda-tangan, dan bahwa setelah itu penanda-tanganan telah dilakukan dihadapan pegawai tersebut.
          Dengan ini berlakulah ketentuan dalam ayat² ketiga dan ke-empat dari pasal yang lalu.
          1875. Suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang² dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang² yang menanda-tanganinya serta para ahli-warisnya dan orang² yang mendapat hak dari pada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakulah ketentuan pasal 1871 untuk tulisan itu.
         1876. Barangsiapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan dibawah tangan diwajibkan secara tegas mengakui atau memungkiri tandatangannya; tetapi bagi para ahliwarisnya atau orang yang mendapat hak dari padanya adalah cukup jika mereka menerangkan tidak mengakui tulisan ata tanda-tangan itu sebagai tulisan atau tanda-tangannya orang yang mereka wakili.
          1877. Jika seorang memungkiri tulisan atau tanda-tangannya, ataupun jika para ahliwarisnya atau orang² yang mendapat hak dari padanya menerangkan tidak mengakuinya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari pada tulisan atau tanda-tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.
          1878. Perikatan² utang sepihak dibawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan suatu barang yang dapat ditetapkan atas sesuatu harga tertentu, harus seluruhnya ditulis dengan tangannya sipenanda-tangan sendiri, atau paling sedikit, selainnya tanda-tangan, harus ditulis dengan tangannya sipenanda-tangan sendiri suatu penyetujuan yang memuat jumlah atau besarnya barang yang terutang.
          Jika ini tidak di-indahkan , maka, apabila perikatan dipungkiri akta yang ditanda-tangani itu hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
          Ketentuan² pasal ini tidak berlaku terhadap surat² andil dalam suatu utang obligasi, begitu pula tidak berlaku terhadap perikatan² utang yang dibuat oleh si berutang didalam menjalankan perusahaannya, dan demikianpun tidak berlaku terhadap akta² dibawah tangan yang dibubuhi keterangan sebagaimana termaksud dalam ayat kedua pasal 1874 dan dalam pasal 1874 a.
          1879. Jika jumlah yang disebutkan didalam aktanya sendiri berselisih dengan jumlah yang dinyatakan dalam penyetujuannya, maka dianggaplah bahwa perikatan telah dibuat untuk jumlah yang paling sedikit, dan demikian itu biarpun akta beserta penyetujuannya seluruhnya telah ditulis sendiri dengan tangannya orang yang mengikatkan diri; kecuali apabila dapat dibuktikan dalam bagian yang mana dari keduanya itu telah terjadi kekeliruan.
          1880. Akta² dibawah tangan sekadar tidak dibubuhi suatu pernyataan sebagaimana termaksud dalam ayat kedua dari pasal 1874 dan dalam pasal 1874 a tidak mempunyai kekuatan terhadap orang² pihak ketiga, mengenai tanggalnya, selainnya sejak hari dibubuhinya pernyataan oleh seorang notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang² dan dibukukannya menurut aturan² yang diadakan oleh undang²; atau sejak hari meninggalnya si penanda-tangannya maupun salah seorang dari para penanda-tangannya; atau sejak hari dibuktikannya tentang adanya akta² dibawah tangan itu dari akta² yang dibuat oleh pegawai umum, atau pula sejak hari diakuinya akta² dibawah tangan itu secara tertulis oleh orang² pihak ketiga terhadap siapa akta² itu dipergunakan.
          1881. Register² dan surat² urusan rumah tangga tidak memberikan pembuktian untuk keuntungan si pembuatnya; adalah register² dan surat² itu merupakan pembuktian terhadap si pembuatnya:
          1o. didalam segala hal dimana surat² itu menyebutkan dengan tegas tentang suatu pembayaran yang telah diterima;
          2o. apabila surat² itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan didalam sesuatu alas-hak bagi seorang untuk keuntungan siapa surat itu menyebutkan suatu perikatan.
          Dalam segala hal lainnya, Hakim akan memperhatikannya, sebagaimana dianggapnya perlu.
          1882. Dihapuskan.
          1883. Catatan² yang oleh seorang berpiutang dibubuhkan pada suatu alas-hak yang selamanya dipegangnya, harus dipercayai, biarpun tidak ditanda-tangani maupun diberikan tanggal , jika apa yang ditulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap si berutang.
          Demikianpun halnya dengan catatan² yang oleh si berpiutang dibubuhkan kepada salinan dari suatu alas-hak atau suatu tanda pembayaran, asal saja salinan atau tanda pembayaran ini berada dalam pemegangan siberutang.
          1884. Si pemilik suatu alas-hak dapat menuntut diperbaharuinya alas-hak itu, apabila tulisannya, karena lamanya atau sesuatu alasan lain, tidak dapat dibaca lagi.
          1885. Jika suatu alas-hak menjadi kepunyaan bersama antara berbagai orang, maka masing² dari mereka adalah berhak untuk menuntut supaya alas-hak itu disimpan disuatu tempat ketiga, begitu pula untuk menyuruh membuat suatu salinan atau ikhtisar atas biayanya.
          1886. Dalam setiap tingkat sesuatu perkara masing² pihak dapat meminta kepada Hakim supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan surat² yang menjadi kepunyaan bersama antara kedua belah pihak, mengenai hal yang sedang dalam persengketaan dan berada ditangannya² pihak lawan itu.
          1887. Tongkat² berkelar yang sesuai dengan kembarnya, harus dipercaya, jika dipergunakan antara orang² yang biasa membuktikan penyerahan² barang yang dilakukannya atau diterimanya dalam jumlah² kecil, dengan cara yang demikian itu.
          1888. Kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada aktanya asli.
          Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan² serta ikhtisar² hanyalah dapat dipercaya, sekadar salinan² serta ikhtisar² itu sesuai dengan aslinya yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya.
          1889. Apabila alas-hak yang asli sudah tidak ada lagi, maka salinan²-nya memberikan bukti dengan mengindahkan ketentuan² yang berikut:
          1e. salinan² pertama memberikan pembuktian yang sama dengan aktanya asli; demikianpun halnya dengan salinan² yang diperbuat atas perintah Hakim dengan dihadiri oleh kedua belah pihak atau setelah para pihak ini dipanggil secara sah, sepertipun salinan² yang diperbuat dengan dihadiri oleh kedua belah pihak dengan persetujuan mereka;
          2e. salinan² yang tanpa perantaraan Hakim, atau diluar persetujuan para pihak, dan sesudahnya pengeluaran salinan² pertama, dibuat oleh notaris yang dihadapannya akta itu telah dibuatnya, atau oleh pegawai² yang dalam jabatannya menyimpan akta²nya asli dan berkuasa memberikan salinan², dapat diterima oleh Hakim sebagai bukti sempurna, apabila aktanya asli telah hilang;
          3e. apabila salinan² itu, yang dibuat menurut aktanya asli, tidak dibuat oleh notaris yang dihadapannya akta itu telah dibuatnya, atau oleh salah seorang penggantinya, atau oleh pegawai² umum yang karena jabatannya menyimpan akta²nya asli, maka salinan² itu tak sekali-kali dapat dipakai sebagai bukti selainnya sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan;
          4e. salinan² otentik dari salinan² otentik atau dari akta² dibawah tangan, dapat, menurut keadaan, memberikan suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
          1890. Pengutipan suatu akta didalam register-register umum hanyalah dapat memberikan permulaan pembuktian dengan tulisan.
          1891. Akta² pengakuan membebaskan dari kewajiban untuk mempertunjukkan alas-hak yang asli, asal dari akta² itu cukup ternyata akan isinya alas-hak tersebut.
         1892. Suatu akta dengan mana ditetapkan atau dikuatkan suatu perikatan terhadap mana oleh undang² diberikan suatu tuntutan untuk pembatalan atau penghapusannya, hanyalah sah, apabila akta itu memuat isinya pokok perikatan tersebut, begitu pula alasan² yang menyebabkan dapatnya dituntut pembatalannya, beserta maksudnya untuk memperbaiki cacad yang sedianya menjadi dasar tuntutan tersebut.
          Jika tiada suatu akta penetapan atau penguatan, maka cukuplah apabila perikatan dilaksanakan secara sukarela, setelahnya saat pada mana perikatan itu sedianya dapat ditetapkan atau dikuatkan dengan suatu cara yang sah.
          Penetapan, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela sesuatu perikatan, dalam bentuk dan pada saat yang diharuskan oleh undang², dianggap sebagai suatu penglepasan alat² serta tangkisan² yang sedianya dapat dimajukan terhadap akta itu; dengan tidak mengurangi namun itu, hak² orang pihak ketiga.
           1893. Tak dapatlah seorang penghibah dengan suatu akta penguatan memperbaiki kekurangan² sesuatu peghibahan, yang batal didalam bentuk caranya; penghibaan ini, agar supaya sah, harus diulangi didalam bentuk caranya; penghibaan ini, agar supaya sah, harus diulangi didalam bentuk-cara yang ditentukan oleh undang².
          1894. Penetapan, penguatan atau pemenuhan secara sukarela sesuatu penghibahan, oleh para ahliwarisnya si penghibah atau orang² yang mendapat hak dari padanya, setelah meninggalnya si penghibah, berakibat hilangnya kekuasaan mereka untuk memajukan adanya sesuatu kekurangan dalam bentuk-caranya penghibahan itu.
BAB KETIGA
Tentang pembuktian dengan saksi-saksi.
          1895. Pembuktian dengan saksi² diperkenankan dalam segala hal dimana itu tidak dikecualikan oleh undang².
          1896. s/d 1901. Dihapuskan.
          1902. Dalam segala hal dimana oleh undang² diperintahkan suatu pembuktian dengan tulisan², namun itu, jika ada suatu permulaan pembuktian dengan tulisan di perkenankanlah pembuktian dengan saksi², kecuali apabila tiap pembuktian lain dikecualikan, selainnya dengan tulisan.
          Yang dinamakan permulaan pembuktian dengan tulisan yalah segala akta tertulis yang berasal dari orang terhadap siapa tuntutan dimajukan, atau dari orang yang diwakili olehnya, dan yang memberikan persangkaan tentang benarnya peristiwa² yang dimajukan oleh seorang.
          1903. Dihapuskan.
          1904. Dalam halnya pembuktian dengan saksi² harus di-indahkan ketentuan² yang berikut.
          1905. Keterangan seorang saksi sahaja, tanpa suatu alat bukti lain dimuka Pengadilan tidak boleh dipercaya.
          1906. Jika kesalahan² berbagai orang mengenai berbagai peristiwa, terlepas satu dari yang lainnya dan masing² berdiri sendiri² namun karena bertepatan dan per- hubungannya satu sama lain menguatkan suatu peristiwa tertentu, maka terserahlah kepada Hakim untuk memberikan kekuatan kepada kesaksian² yang masing² berdiri sendiri itu sebagaimana dikehendaki oleh keadaan.
          1907. Tiap² kesaksian harus disertai dengan alasan² bagaimana diketahuinya hal² yang diterangkan.
          Pendapatan² maupun perkiraan² khusus, yang diperoleh dengan jalan pikiran, bukanlah kesaksian.
         1908. dalam mempertimbangkan nilai sesuatu kesaksian, Hakim harus memberikan perhatian khusus pada persamaan kesaksian² satu sama lain; pada persamaan antara kesaksian² dengan apa yang diketahui dari lain sumber tentang hal yang menjadi perkara; pada alasan² yang kiranya telah mendorong para saksi untuk mengutarakan perkaranya secara begini atau secara begitu; pada acara hidup kesusilaan dan kedudukan para saksi dan pada umumnya, pada segala apa saja yang mungkin ada pengaruhnya terhadap lebih atau kurang dapat dipercayanya para saksi itu.
          1909. Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi diharuskan memberikan kesaksian dimuka Hakim.
          Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajibannya memberikan kesaksian:
          1e. siapa yang ada pertalian kekeluargaan darah dalam garis samping dalam derajat kedua atau semenda dengan salah satu pihak;
          2e. siapa yang ada pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis samping dalam derajat kedua dengan suami atau isteri salah satu pihak;
          3e. segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut undang², diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal² yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian.
          1910. Dianggap sebagai tak cakap untuk menjadi saksi dan tidak boleh didengar yalah para anggauta keluarga dan semenda dalam garis lurus dari salah satu pihak begitu pula suami atau isteri, sekalipun setelahnya suatu perceraian.
          Namun demikian anggauta² keluarga sedarah dan semenda adalah cakap untuk menjadi saksi:
          1e. dalam perkara² mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak;
          2e. dalam perkara² mengenai nafkah, yang harus dibayar menurut Buku Kesatu, termasuk pembiayaan pemeliharaan dan pendidikan seorang anak belumdewasa;
          3e. dalam suatu pemeriksaan mengenai alasan² yang dapat menyebabkan pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orangtua atau perwalian;
          4e. dalam perkara² mengenai suatu persetujuan perburuhan.
          Dalam perkara² sebagaimana dimaksudkan dalam ayat yang lalu, maka mereka yang disebutkan dalam pasal 1909 dibawah 1e, dan 2e, tidak berhak untuk minta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian.
          1911. Tiap saksi diwajibkan, menurut cara agamanya, bersumpah atau berjanji bahwa ia akan menerangkan apa yang sebenarnya.
          1912. Orang² yang belum mencapai usia genap limabelas tahun begitu pula orang² yang ditaruh dibawah pengampuan karena dungu, sakit ingatan atau mata-gelap, ataupun selama perkara sedang bergantung, atas perintah Hakim telah dimasukkan dalam tahanan, tidak dapat diterima sebagai saksi.
          Meskipun demikian, Hakim adalah leluasa untuk mendengar orang² belumdewasa itu atau orang² terampu yang tempo² dapat berpikir sehat, tanpa suatu penyumpahan, namun keterangan² orang² tersebut hanya dapat dianggap sebagai penjelasan.
          Juga Hakim tidak boleh mempercayai apa yang menurut orang² tak-cakap itu telah didengarnya, dilihatnya, dihadirinya dan dialaminya, biarpun mereke mengetahuinya, namun Hakim hanya boleh menggunakannya untuk mengetahui dan mendapatkan petunjuk² kearah peristiwa² yang dapat dibuktikan lebih lanjut dengan alat² buku yang biasa.
          1913. 1914. Dihapuskan.
BAB KEEMPAT
Tentang persangkaan².
          1915. Persangkaan² yalah kesimpulan² yang oleh undang² atau oleh Hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal kearah suatu peristimewa yang tidak terkenal.
          Ada dua macam persangkaan, yaitu: persangkaan menurut undang², dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang².
          1916. Persangkaan² menurut undang² yalah persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus undang², dihubungkan dengan perbuatan² tertentu atau peristiwa² tertentu.
          Persangkaan² semacam itu adalah diantaranya:
          1e. perbuatan yang oleh undang² dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat dan ujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan undang²;
          2e. hal² dimana oleh undang² diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan utang disimpulkan dari keadaan² tertentu;
          3e. kekuatan yang oleh undang² diberikan kepada suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak;
          4e. kekuatan yang oleh undang² diberikan kepada pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak.
          1917. Kekuatan sesuatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah lebih luas dari pada sekadar mengenai soalnya putusan.
          Untuk dapat memajukan kekuatan itu perlulah bahwa soal yang dituntut adalah sama; bahwa tuntutan didasarkan atas alasan yang sama, lagi pula dimajukan oleh dan terhadap pihak² yang sama didalam hubungan yang sama pula.
          1918. Suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, dengan mana seorang telah dijatuhkan hukuman karena suatu kejahatan maupun pelanggaran didalam suatu perkara perdata dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya.
          1919. Jika seorang telah dibebaskan dari suatu kejahatan atau pelanggaran yang dituduhkan kepadanya, maka pembebasan itu dimuka Hakim perdata tidak dapat di majukan untuk menangkis suatu tuntutan ganti-rugi.
          1920. Putusan² Hakim perihal kedudukan hukum orang², yang mana putusan² itu dijatuhkan terhadap orang yang menurut undang² berkuasa membantah tuntutannya, adalah berlaku terhadap tiap² orang.
          1921. Suatu persangkaan menurut undang² membebaskan orang yang guna keuntungannya ada persangkaan itu dari segala permbuktian lebih lanjut.
          Terhadap suatu persangkaan menurut undang² tak diperizinkan suatu pembuktian, jika berdasarkan persangkaan itu undang² menyertakan batalnya perbuatan² tertentu atau menolak penerimaan suatu gugatan; kecuali apabila undang² sendiri mengizinkan pembuktian perlawanan, dan demikian itu tidak mengurangi apa yang telah ditetapkan mengenai sumpah dimuka Hakim dan pengakuan dimuka Hakim.
          1922. Persangkaan² yang tidak berdasarkan undang² sendiri, diserahkan kepada pertimbangan dan kewaspadaan Hakim, yang namun itu tidak boleh memperhatikan persangkaan² lain, selainnya yang penting, teliti dan tertentu, dan sesuai satu sama lain. Persangkaan² yang sedemikian hanyalah boleh dianggap dalam hal² dimana undang² mengizinkan pembuktian dengan saksi² begitu pula apabila dimajukan suatu bantahan terhadap suatu perbuatan atau suatu akta, berdasarkan alasan adanya itikad buruk atau penipuan.
BAB KELIMA
Tentang pengakuan.
          1923. Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak ada yang dilakukan dimuka Hakim dan ada yang dilakukan diluar sidang Pengadilan.
          1924. Suatu pengakuan tidak boleh dipisah-pisah untuk kerugian orang yang melakukannya.           Namun Hakim adalah leluasa untuk memisah-misah pengakua n itu manakala si berutang didalam melakukannya, guna membebaskan dirinya telah memajukan peristiwa² yang ternyata palsu.
          1925. Pengakuan yang dilakukan dimuka Hakim memberikan suatu bukti yang sempurna terhadap siapa yang telah melakukannya baik sendiri, maupun dengan perantaraan seorang yang khusus dikuasakan untuk itu.
          1926. Suatu pengakuan yang dilakukan dimuka Hakim tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila dibuktikan bahwa pengakuan itu adalah akibat dari suatu kekhilafan mengenai hal² yang terjadi.
          Tak dapatlah suatu pengakuan ditarik kembali dengan alasan seolah-olah orang yang melakukannya khilaf tentang hal hukum.
          1927. Suatu pengakuan lisan yang dilakukan diluar sidang Pengadilan tidak dapat dipakai selainnya dalam hal² dimana di-izinkan pembuktian dengan saksi².
          1928. Dalam hal yang terakhir dalam penutup pasal yang lalu adalah terserah kepada pertimbangan Hakim, untuk menentukan kekuatan mana yang akan diberikan kepada suatu pengakuan lisan yang dilakukan diluar sidang Pengadilan.
BAB KE-ENAM
Tentang sumpah dimuka Hakim.
          1929. Ada dua macam sumpah dimuka Hakim:
          1e. sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara padanya; sumpah ini dinamakan sumpah pemutus;
          2e. sumpah yang oleh Hakim, karena jabatannya diperintahkan kepada salah satu pihak.
          1930. Sumpah pemutus dapat diperintahkan tentang segala persengketaan, yang berupa apapun juga, selainnya tentang hal² yang para pihak tidak berkuasa mengadakan suatu perdamaian atau hal² dimana pengakuan mereka tidak akan boleh diperhatikan.
          Sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam setiap tingaktan perkaranya, bahkan juga apabila tiada upaya lain yang manapun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan yang diperintahkan penyumpahannya itu.
          1931. Sumpah itu hanya dapat diperintahkan tentang suatu perbuatan yang telah di lakukan sendiri oleh orang yang kepada sumpahnya digantungkan pemutusannya perkara.
          1932. Barangsiapa diperintahkan mengangkat sumpah dan menolak mengangkatnya atau menolak mengembalikannya, ataupun barangsiapa memerintahkan sumpah dan setelah kepadanya dikembalikan sumpah itu menolak mengangkatnya, harus dikalahkan dalam tuntutan maupun tangkisannya.
          1933. Jika perbuatan tentang mana sumpahnya telah diperintahkan bukan perbuatan kedua-duanya pihak melainkan hanya perbuatan pihak yang kepada sumpahnya digantungkan pemutusannya perkara, maka sumpah tidak dapat dikembalikan.
          1934. Tiada sumpah yang dapat diperintahkan, dikembalikan maupun diterima, selainnya oleh pihak yang berperkara sendiri pribadi atau oleh seorang yang khusus dikuasakan untuk itu.
          1935. Siapa yang telah memerintahkan atau mengembalikan sumpah tidak dapat menarik kembali perbuatannya itu, jika pihak lawan sudah menyatakan bersedia mengangkatnya.
          1936. apabila seorang yang telah diperintahkan melakukan sumpah pemutus., atau seorang yang kepada sumpahnya telah dikembalikan pemutusannya perkara, sudah mengangkat sumpahnya, maka tak dapatlah pihak lawan diterima untuk membuktikan kepalsuan sumpah itu.
          1937. Sumpah yang telah diangkat tidak memberikan bukti selainnya untuk keuntungan atau untuk kerugian orang yang telah memerintahkannya atau mengembalikannya, beserta para ahliwarisnya atau orang² yang mendapat hak dari mereka.
          1938. Namun demikian, seorang berutang yang diperintahkan bersumpah oleh salah seorang berpiutang dalam suatu perikatan tanggung-menanggung dan mengangkat sumpahnya tidaklah dibebaskan untuk jumlah yang lebih daripada bagian orang berpiutang tersebut.
          Sumpah yang diangkat oleh si berutang-utama, membebaskan para penanggung utang.
          1939. Sumpah yang diangkat oleh salah seorang yang berutang-utama adalah menguntungkan orang² yang turut-berutang, sedangkan sumpah yang diangkat oleh si penanggung utang menguntungkan si berutang-utama, demikian itu jika dalam kedua-duanya hal sumpahnya telah di perintahkan atau dikembalikan tentang utangnya sendiri, dan tidak mengenai hal sifatnya tanggung-menanggung perikatannya maupun penanggungannya.
          1940. Hakim dapat karena jabatan, memerintahkan sumpah kepada salah satu pihak yang berperkara, untuk menggantungkan pemutusan perkara pada penyumpahan itu, atau untuk menetapkan jumlah yang akan dikabulkan.
          1941. Ia dapat berbuat demikian hanya dalam dua hal:
          1e. jika tuntutan maupun tangkisan tidak terbukti dengan sempurna;
          2e. jika tuntutan maupun tangkisan itu juga tidak samasekali tak terbukti.
          1942. Sumpah untuk menetapkan harga barang yang dituntut tak dapat oleh Hakim diperintahkan kepada si penggugat selainnya apabila tidak ada jalan lain lagi untuk menetapkan harga itu.
          Bahkan dalam hal yang demikian Hakim harus menetapkan hingga jumlah mana si penggugat akan dipercaya atas sumpahnya.
          1943. Sumpah yang oleh Hakim diperintahkan kepada salah satu pihak yang berperkara, tak dapat oleh pihak ini dikembalikan kepada pihak lawannya.
          1944. Sumpah harus diangkat dihadapan Hakim yang memeriksa perkaranya.
          Jika ada suatu alangan sah yang menyebabkan ini tidak dapat dilaksanakan, maka Majelis Pengadilan dapat menguasakan salah seorang hakim-anggautanya untuk mengambil sumpahnya, Hakim anggauta mana akan pergi kerumah orang yang harus mengangkat sumpah.
          Jika dalam hal yang demikian itu, rumah atau tempat kediaman itu kiranya kejauhan, atau terletak diluar daerah hukum Majelis Pengadilam maka Majelis ini dapat memerintahkan pengambilan sumpah kepada Hakim atau Kepala Pemerintahan dari rumah atau tempat kediaman orang yang diwajibkan mengangkat sumpah.
          1945. Sumpah harus diangkat secara sendiri pribadi.
          Karena alasan² penting Hakim diperbolehkan mengizinkan kepada suatu pihak yang berperkara untuk suruhan mengangkat sumpahnya oleh seorang yang untuk itu khusus dikuasakan dengan suatu akta otentik.
          Dalam hal yang demikian itu suratnya kuasa harus menyebutkan secara lengkap dan teliti sumpahnya yang harus diucapkan.
          Tiada sumpah yang boleh diambil selainnya dengan hadirnya pihak lawan, atau setelah pihak lawan ini dipanggil untuk itu secara sah.
BAB KETUJUHBELAS
Tentang daluwarsa.
BAGIAN KESATU
Tentang daluwarsa umumnya.
          1946. Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat² yang ditentukan oleh undang².
          1947. Tak diperkenankanlah seorang melepaskan daluwarsa sebelum tiba waktunya, namun bolehlah ia melepaskan suatu daluwarsa yang sudah diperolehnya.
          1948. Ada pelepasan daluwarsa yang dilakukan dengan tegas dan ada pelepasan daluwarsa yang terjadi secara diam².
          Pelepasan secara diam² disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya.
          1949. Barangsiapa tidak diperbolehkan memindah-tangankan suatu barang, iapun tidak diperbolehkan melepaskan sautu daluwarsa yang diperolehnya.
          1950. hakim tidak diperbolehkan karena jabatannya menggunakan upaya daluwarsa.
          1951. Dalam tiap tingkatan pemeriksaan perkara dapatlah seorang menunjuk pada daluwarsa, bahkan dalam tingkatan banding.
          1952. Orang² berpiutang dan lain² orang yang berkepentingan dapat melawan pelepasan daluwarsa yang dilakukan oleh si berutang dengan maksud mengurangi hak² mereka secara curang.
          1953. Tak dapatlah seorang dengan jalan daluwarsa memperoleh hak milik atas barang yang tidak berada dalam peredaran perdata.
          1954. Pemerintan, selaku wakil Negara, Kepala Pemerintahan Daerah yang bertindak dalam jabatannya, dan lembaga² umum tunduk kepada daluwarsa² yang sama seperti orang² perseorangan dan mereka dapat menggunakannya dengan cara yang sama.
          1955. Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu diperlukan bahwa seorang menguasainya terus-menerus, tak terputus-putus, tak terganggu, dimuka umum dan secara tegas sebagai pemilik.           1956. Perbuatan² yang berupa paksaan, perbuatan² yang sewenang-wenang sahaja, atau perbuatan² yang berupa pembiaran belaka, tidaklah dapat menerbitkan kedudukan berkuasa yang cukup buat untuk melahirkan daluwarsa.
          1957. Seorang yang sekarang menguasai suatu kebendaan, yang membuktikan bahwa ia menguasainya sejak dahulu kala, dianggap juga telah menguasainya selama selang waktu antara dulu dan sekarang itu, dengan tidak mengurangi pembuktian hal yang sebaliknya.
          1958. Untuk memenuhi waktu yang diperlukan untuk daluwarsa, dapatlah seorang menambahkan kepada waktu selama ia berkuasa, waktu selama berkuasanya dengan yang lebih dahulu berkuasa, dari siapa ia telah memperoleh bendanya, tak perduli dengan cara bagaimana ia menggantikan orang itu, baik dengan alas-hak umum maupun dengna alas-hak khusus, baik dengan cuma² maupun atas beban.
           1959. Mereka yang menguasai sesuatu kebendaan untuk seorang lain, begitu pula para ahliwarisnya orang² itu, tak sekali-kali dapat memperoleh sesuatu dengan jalan daluwarsa, meskipun dengan lewatnya waktu yang berapa saja lamanya.
          Demikianpun seorang penyewa seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan segala orang lain yang memegang sesuatu benda berdasarkan suatu persetujuan dengan si pemiliknya, tak dapat memperoleh benda itu dengan jalan daluwarsa.
          1960. Mereka yang disebutkan dalam pasal yang lalu dapat memperoleh hak milik dengan jalan daluwarsa, jika alas-hak penguasaan mereka telah berganti, baik karena suatu sebab yang berasal dari seorang pihak ketiga, maupun karena pembantahan yang mereka lakukan terhadap haknya si pemilik.
          1961. Mereka kepada siapa orang² penyewa, orang² penyimpan dan lain² orang yang menguasai suatu benda berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya telah menyerahkan bendanya dengan suatu alas-hak yang dapat memindahkan hak milik, dapat memperoleh benda tersebut dengan jalan daluwarsa.
          1962. Daluwarsa dihitung dengan hari, tidak dengan jam.
          Daluwarsa itu diperoleh apabila hari terakhir dari jangka-waktu yang diperlukan telah lewat
BAGIAN KEDUA
Tentang daluwarsa, dipandang sebagai suatu alat untuk memperoleh sesuatu.
          1963. Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas-hak yang sah memperoleh suatu benda takbergerak suatu bunga atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atau tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan suatu penguasaan selama dua-puluh tahun.
          Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tigapuluh tahun, memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukan alas-haknya.
          1964. Suatu alas-hak yang batal karena suatu cacad dalam bentuk-caranya, tidak dapat digunakan sebagai dasar suatu daluwarsa selama duapuluh tahun.
          1965. Itikad baik selamanya harus dianggap ada, sedangkan siapa yang menunjuk kepada suatu itikad buruk diwajibkan membuktikannya.
          1966. Adalah cukup bahwa pada waktu benda atau piutang diperoleh itikad baik itu ada.
BAGIAN KETIGA
Tentang daluwarsa dipandang sebagai suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu kewajiban.
          1967. Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tigapuluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan akan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu alas-hak lagi pula tak dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.
           1968. Tuntutan para guru dan pengajar dalam kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk pelajaran yang mereka berikan tiap² bulan, atau untuk waktu yang lebih pendek;
          tuntutan para pengusaha rumah penginapan dan rumah maka, untuk pemberian penginapan serta makanan;
          tuntutan para buruh yang upahnya dalam uang harus dibayar tiap² kali setelah lewatnya waktu yang kurang dari pada satu triwulan, untuk mendapat pembayaran upah mereka, beserta jumlah kenaikan upah itu menurut pasal 1602 q;
          semua itu berdaluwarsa dengan lewatnya waktu satu tahun.
          1969. Tuntutan para dokter dan ahli obat²an, untuk kunjungan mereka, perawatan dan obat²an;
          tuntutan para jurusita, untuk upah mereka untuk memberitahukan akta² dan melaksanakan pekerjaan yang diperintahkan kepada mereka;
          tuntutan para pengusaha sekolah-berasrama, untuk uang makan dan pengajaran bagi murid²nya, begitu pula tuntutan lain² pengajar untuk upah pengajaran yang diberikan oleh mereka;           tuntutan para buruh dengan kekecualian mereka yang termaksud dalam pasal 1968, untuk pembayaran upah mereka, beserta jumlah kenaikan upah itu menurut pasal 1602 q;
semua itu berdaluwarsa dengan lewatnya waktu dua tahun.
           1970. Tuntutan para adpokat untuk pembayaran jasa² mereka, tuntuan para pengacara untuk pembayaran persekot² dan upah mereka, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu dua tahun terhitung sejak hari diputusnya perkara, atau tercapainya perdamaian antara para pihak yang berperkara, atau ditarikanya kembali kuasa kepada pengacara itu.
          Dalam halnya perkara² yang tidak selesai tak dapatlah mereka menuntut pembayaran persekot² dan jasa² yang telah menunggak lebih dari pada sepuluh tahun.
          Tuntutan para notaris untuk pembayaran persekot² dan upah mereka, berdaluwarsa juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta².
          1971. Tuntutan².
           tukang² kayu, tukang² batu dan lain² tukang untuk pembayaran bahan² yang mereka berikan dan upah² mereka;
           pengusaha² toko untuk pembayaran barang² yang telah mereka serahkan, sekadar tuntutan² ini mengenai pekerjaan² dan penyerahan² yang tidak untuk pekerjaannya si berutang yang tetap;           semua itu berdaluwarsa dengan lewatnya waktu lima tahun.
          1972. Daluwarsa yang disebutkan dalam keempat pasal yang lalu, terjadi, meskipun seorang telah meneruskan melakukan penyerahan² jasa² dan pekerjaan.
          Daluwarsa itu hanya berhenti berjalan, apabila dibuatnya suatu pengakuan tertulis, atau apabila daluwarsa dicegah menurut pasal 1979.
          1973. Namun demikian orang² kepada siapa dimajukan daluwarsa yang disebut dalam pasal 1968, 1969, 1970 dan 1971, dapat menuntut dari mereka yang menggunakan daluwarsa itu supaya mereka bersumpah bahwa utang mereka sungguh² telah terbayar.
          Kepada para janda dan para ahliwaris, atau jika mereka yang termaksud diatas itu orang² yang belum dewasa kepada orang² yang menjadi wali mereka dapat diperintahkan sumpah untuk menerangkan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa ada utang yang demikian itu.
          1974. Para Hakim dan pengacara tidak lagi bertanggung-jawab untuk penyerahan surat² setelah lewatnya waktu lima tahun setelah pemutusan perkaranya.
          Begitu pula para jurusita dibebaskan dari pertanggungan-jawab tentang hal itu setelah lewatnya waktu dua tahun terhitung sejak pelaksanaan kuasa atau pemberitahuan akta² yang ditugaskan kepada mereka.
          1975. Bunga atas bunga abadi atau bunga cagak-hidup;
          bunga atas tunjangan tahunan guna pemeliharaan, harga sewa rumah dan tanah;
          bunga atas uang² pinjaman, dan pada umumnya, segala apa yang harus dibayar tiap tahun atau tiap waktu tertentu yang lebih pendek;
          semua itu berdaluwarsa setelah lewatnya waktu lima tahun.
          1976. Daluwarsa² yang diatur dalam pasal 1968 dan selanjutnya dari bab ini, berjalan terhadap orang² yang belum dewasa dan orang² yang berada dibawah pengampuan; dengan tak mengurangi penuntutan ganti-rugi mereka terhadap wali² atau pengampu² mereka.
          1977. Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya.           Namun demikian, siapa yang kehilangan atau kecurian sesuatu barang, didalam jangka-waktu tiga tahun terhitung sejak hari hilangnya atau dicurinya barang itu dapatlah ia menuntut kembali barangnya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya dari siapa yang dalam tangannya ia ketemukan barangnya dengan tak mengurangi hak si yang tersebut belakangan ini untuk minta ganti-rugi kepada orng dari siapa ia memperoleh barangnya, lagipula dengan tak mengurangi ketentuan dalam pasal 582.
BAGIAN KEEMPAT
Tentang sebab² yang mencegah daluwarsa.
          1978. Daluwarsa tercegah apabila kenikmatan atas bendanya selama lebih dari satutahun, direbut dari tangannya si berkuasa baik yang merebut itu pemiliknya lama, maupun yang merebut itu orang pihak ketiga.
           1979. Daluwarsa itu tercegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, serta oleh tiap perbuatan yang berupa tuntutan hukum, satu dan lain diberitahukan oleh seorang pegawai yang berkuasa untuk itu atas nama pihak yang berhak kepada orang yang hendak dicegah memperolehnya dengan jalan daluwarsa.
          1980. Juga penggugatan dimuka Hakim yang tidak berkuasa, mencegah daluwarsa.
          1981. Namun daluwarsa tidaklah tercegah, apabila peringatan atau gugatannya ditarik kembali ataupun dinyatakan batal, baik si penggugat menggugurkan tuntutannya, maupun tuntutan itu ditolak oleh Hakim, maupun pula gugatan itu dinyatakan gugur karena lewatnya waktu.
          1982. Pengakuan akan haknya orang terhadap siapa daluwarsa berjalan, yang dilakukan dengan kata² atau dengan perbuatan² oleh si berkuasa atau si berutang mencegah pula daluwarsa.
          1983. Pemberitahuan, menurut pasal 1979, kepada salah seorang yang berutang secara tanggung-menanggung atau pengakuan orang tersebut, mencegah daluwarsa terhadap orang² berutang yang lainnya, bahkan pula terhadap ahli-waris² mereka.
           Pemberitahuan yang dilakukan kepada salah seorang ahliwarisnya seorang berutang secara tanggung-menanggung, atau pengakuan ahliwaris tersebut, tidaklah mencegah daluwarsa tersebut tidaklah mencegah daluwarsa terhadap ahliwaris² yang lainnya, bahkan tidak dalam halnya suatu utang hipotik; terkecuali apabila perikatannya tak dapat dibagi-bagi.
          Dengan pemberitahuan atau pengakuan ini daluwarsa terhadap orang² yang turut-berutang lainnya, diperlukan suatu pemberitahuan kepada segenap ahliwaris tersebut atau suatu pengakuan yang dilakukan oleh segenap ahliwaris itu.
          Untuk mencegah daluwarsa seluruh utangnya terhadap orang² yang turut-berutang lainnya, diperlukan suatu pemberitahuan kepada segenap ahliwaris tersebut atau suatu pengakuan yang dilakukan oleh segenap ahliwaris itu.
          1984. Pemberihuan yang dilakukan kepada si berutang-utama atau pengakuan orang ini, mencegah daluwarsa terhadap si penanggung utang.
          1985. Pencegahan daluwarsa yang dilakukan oleh salah seorang berpiutang dalam suatu perikatan tanggung-menanggung berlaku untuk segenap orang yang turut-berpiutang.
BAGIAN KELIMA
Tentang sebab² yang menangguhkan berjalannya daluwarsa.
          1986. Daluwarsa berjalan terhadap setiap orang kecuali yang bagi keuntungannya diadakan pengecualian oleh undang².
          1987. Daluwarsa tidaklah dapat bermulai maupun berlangsung terhadap orang² yang belum dewasa dan orang² terampu, kecuali dalam hal² yang ditentukan oleh undang².
          1988. Daluwarsa tidaklah terjadi diantara suami-isteri.
          1989. Daluwarsa tidaklah berjalan terhadap seorang isteri selama perkawinannya:
          1e. apabila tuntutan si isteri tidak akan dapat diteruskan melainkan setelah ia memilih antara menerima atau melepaskan persatuan;
          2e. apabila si suami, karena ia telah menjual benda pribadi si isteri, harus menanggung penjualan itu, dan didalam segala hal dimana tuntutan si isteri akhirnya harus ditujukan kepada suaminya.
          1990. Daluwarsa tidaklah berjalan:
          terhadap suatu piutang yang bergantung pada suatu syarat selama syarat ini tidak dipenuhi;           dalam halnya suatu perkara untuk menanggung suatu penjualan, selama belum ada putusan untuk menyerahkan barangnya kepada orang lain;
          terhadap suatu piutang yang baru dapat ditagih pada suatu hari tertentu, selama hari itu belum tiba.
          1991. Daluwarsa tidaklah berjalan terhadap seorang waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta-peninggalan, mengenai piutang²nya terhadap harta-peninggalan.
          Daluwarsa berjalan terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun warisan itu tidak ada pengampunya.
          1992. Daluwarsa itu berjalan pula selama ahliwaris sedang dalam waktu memikir.
Ketentuan penutup.
          1993. Daluwarsa² yang sudah mulai berjalan sebelumnya kitab Undang² ini diundangkan akan diatur menurut undang² yang pada saat itu berlaku di Indonesia.
          Namun demikian daluwarsa² yang sudah mulai berlaku secara demikian, yang menurut perundang-undangan lama masih membutuhkan waktu selama lebih dari tigapuluh tahun terhitung sejak saat diundangkannya Kitang Undang² ini, akan terpenuhi dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun ini.
LAMPIRAN I
Ketentuan² untuk seluruh Indonesia tentang hukum perdata dan hukum dagang bagi mereka yang termasuk golongan Timur Asing, lain dari pada Tiong Hoa. (Undang² 9 Des. 1924, LN. 1924-556, mulai berlaku 1 Maret 1925).
§1. Penunjukan akan bagian² dari perundang-undangan bagi orang² yang termasuk golongan Eropah, yang mana, setelah dirubah, atau dengan tiada perubahan, berlaku bagi mereka yang termasuk golongan Timur Asing, lain dari pada Tiong Hoa.
Pasal 1. Bagi mereka yang termasuk golonganTimur Asing, lain dari pada Tiong Hoa , berlakulah:
                A. Kitab Undang² Hukum Perdata bagi Indonesia, kecuali:
                a. bab kedua dari buku kesatu;
                b. bab ke-empat sampai dengan ke-empatbelas dari buku kesatu;
                c. bab ke-limabelas dari buku kesatu, dengan pengertian
          1.bahwa mereka yang termasuk golongan Timur Asing harus dianggap belum dewasa, selama mereka belum mencapai umur genap duapuluhsatu tahun dan tidak telah kawin sebelumnya, dengan ketentuan dalam pada ini bahwa dalam hal bilamana mereka telah kawin sebelumnya, dan perkawinan ini dibubarkan sebelum mereka mencapai umur genap duapuluhsatu tahun, maka mereka tidaklah karena itu kembali lagi dalam kedudukan belumdewasa;
          2.bahwa bagi mereka berlakulah bagian ketigabelas bab kelimabelas dari buku kesatu„ Tentang Balai² Harta Peninggalan", Balai² mana dalam menunaikan tugas mereka sekitar soal² yang berkenaan dengan hukum perdata terhadap mana perundang-undangan Eropah tidak telah atau tidak dinyatakan berlaku bagi mereka yang termasuk golongan Timur Asing, harus melaksanakan segala instruksi dan segala reglemen bagi para Kepala urusan Harta peninggalan dulu;
               d. bab ke-duabelas dari buku kedua.
          B.Kitab Undang² Hukum Dagang untuk Indonesia dengan pengertian, bahwa terhadap seorang yang masuk kerja sebagai anak buah kapal, dalam pasal 396 sebagai pengganti kata² : "Berlakulah ketentuan² dalam bagian ke 2, ke 3, ke 4 dan ke 5 bab 7A buku ketiga dari Kitab Undang² Perdata, sekadar berlakunya ketentuan² tadi tidak dengan tegas dikecualikannya", harus dibaca: „berlakulah pasal 1601, 1602, 1603 (lama) dari Kitab Undang² Hukum Perdata".
          C.pasal² berikut dari Peraturan tentang Penyelenggaraan akan dan Peralihan kepada perundang-undangan baru, sekadar berhubungan dengan ketentuan² undang² yang telah dinyatakan berlaku, ialah pasal 23 sampai dengan 34, 36 sampai dengan 39, 41 sampai dengan 44, 46, 48, 50 sampai dengan 53, 100 dan 101.
          D.Undang² Kepailitan, dengan pengertian bahwa terhadap hak² setiap isteri dalam hal bilamana suaminya ada dalam keadaan pailit, segala apa yang ditentukan dalam pasal 2 dibawah ini, harus menjadi pengganti peraturan dalam pasal 60 ayat kesatu sampai dengan ayat ke-empat dari Undang² tersebut.
          § 2.Peraturan tentang beberapa soal yang berhubungan dengan apa yang telah dinyatakan berlaku dalam § 1.
Pasal 2.(1). Dengan berlangsungnya suatu perkawinan, tidaklah karena hukum terbentuk suatu persatuan harta kekayaan suami dan isteri.
          (2). Si isteri tetap memiliki sekalian harta-kekayaannya baik yang bergerak maupun yang takbergerak.
          (3). Pembawaan akan segala barang bergerak dalam perkawinan oleh si isteri tidak boleh dibuktikan dengan cara lain, melainkan dengan suatu akta otentik yang dibuat sebelum atau tatkala perkawinan dilangsungkan, akta mana dengan tegas harus menyebut barang² itu; segala kebendaan yang sepanjang perkawinan masuk dalam kemilikan si isteri karena perwarisan, pemberian hibah atau hibah-wasiat, harus dapat dinyatakan dengan suatu pertelaan dengan akta notaris, yang memuat asal-usul kebendaan itu dan memuat pula pernilaian akan harganya satu persatu, dengan tak mengurangi kewajiban untuk mendaftarkan segala kebendaan takbergerak yang diperoleh sebelum atau sepanjang perkawinan atas nama si isteri.
          (4). Segala keuntungan bagi si isteri yang diperoleh sepanjang perkawinan karena perusahaan atau perdagangannya sendiri tidak boleh dibuktikan dengan cara lain, melainkan dengan alat² bukti tertulis yang sah.
          (5). Segala sesuatu, yang mana dengan cara seperti tertulis dalam pasal ini tak dapat dibuktikan sebagai milik si isteri harus dianggap sebagai milik suaminya.
          (6). Segala pemberian hibah, baik mengenai barang² bergerak, maupun barang² takbergerak yang dilakukan oleh seorang suami kepada isterinya sepanjang perkawinan, bahkan yang dilakukan setelah bubarnya perkawinan, bahkan yang dilakukan setelah bubarnya perkawinan karena perceraian, adalah batal dan tak berharga terhadap pada pihak ketiga.
          (7). Ketentuan tersebut diatas sementara itu tidak berlaku terhadap pemberian hibah atau penjar terdiri atas barang² bergerak, yang harganya teramat kecil jika dibandingkan dengan kekayaan si pemberi hibah.
          Pasal 3. Dalam pasal 913, 915, dan 916 Kitab Undang² Hukum Perdata, perkataan „undang²" harus diartikan, segala aturan hukum yang berlaku bagi si yang mewariskan berhubung dengan agama dan adat-istiadat kebangsaannya, dan perkataan perwarisan karena kematian dalam pasal 914, harus diartikan sebagai perwarisan karena kematian, menurut aturan² hukum yang sama.
          Pasal 4. (1). Mereka yang dalam ketentuan² diatas tersebut sebagai orang² yang termasuk golongan Timur Asing kecuali dalam keadaan² luar biasa seperti termaktub dalam pasal 946, 947 dab 948 Kitab Undang² Hukum Perdata, tak diperbolehkan mengambil sesuatu ketetapan wasiat melainkan dengan akta umum, yang dibuat menurut peraturan termuat dalam pasal 938 dan 939 dari Kitab yang sama.
          (2). Pencabutan hanya boleh dilakukan dengan akta yang dibuat dalam bentuk yang sama.
          Pasal 5. Dihapuskan.
          Pasal 6. (1). Pada waktu menerima buku² menurut pasal 89 Undang² Kepailitan, anggauta kommisaris Balai Harta Peninggalan, yang mewakili Balai tersebut, harus menanggali dan mengesahkan dengan tandatangannya, halaman kesatu dan halaman terakhir dari tiap² buku yang diterimanya.
          (2). Karena jabatan atau atas tuntutan Jawatan Kejaksaan, Balai tersebut boleh menyuruh supaya buku² yang telah diterimanya tadi diselidiki, dengan permintaan supaya selekas mungkin membuat laporan tentang penyelidikan itu, perintah mana harus dilakukan, baik kepada seorang anggautanya yang segolongan dengan si pailit, maupun kepada orang² lain yang cakap untuk itu.           Apabila kemudian ternyata, penyelidikan itu merupakan pekerjaan yang sangat besar, maka Pengadilan Negeri berhak menetapkan upah bagi anggauta yang telah melakukannya, upah mana harus dibayar dari harta peninggalan yang bersangkutan dan sesuai dengan daya-kesanggupannya.
          (3). Laporan yang termasuk dalam ayat kedua beserta segala surat termaksud dalam pasal 94 Undang² Kepailitan, oleh Balai harus diletakkan dalam kantornya agar setiap orang dapat membacanya dengan cuma-cuma.
          (4). Kewjiban menghadap dan memberi penjelasan, yang dibebankan oleh pasal 101 Undang² Kepailitan, beserta segala akibatnya dalam hal bilamana kewajiban itu dilalaikannya tersebut dalam pasal 86 Undang² tersebut, dibebankan juga kepada orang yang mendapat tugas penyelidikan termaksud dalam ayat kedua.
3.Ketentuan penutup.
          Pasal 7. Terhadap soal² yang berkenaan dengan hukum perdata dan hukum dagang, yang mana terhadap soal itu mereka yang dalam ketentuan tersebut diatas disebut sebagai termasuk golongan Timur Asing, tidak tunduk pada perundang-undangan bagi orang² yang termasuk golongan Eropah: terhadap soal² itu senantiasa harus dilakukan segala undang² yang kini berlaku bagi mereka dan segala aturan hukum yang berhubungan dengan agama dan adat-istiadat mereka.
Pasal II. Undang² ini berlaku mulai tanggal 1 Maret 1925.
II
Ketentuan² untuk seluruh Indonesia tentang hukum perdata dan hukum dagang bagi orang² termasuk golongan Tiong Hoa.
           (undang² 1917-129, jis 1919-81, 1924-557, 1925-92)
BAB KESATU
1. Penunjukan akan bagian² dari perundang-undangan bagi orang² yang termasuk golongan Eropah, yang mana setelah diubah atau dengan tiada perubahan berlaku bagi mereka yang termasuk golongan Tiong Hoa.
    Pasal. 1. Bagi mereka yang termasuk golongan Tiong Hoa, berlakulah :
1. Kitab Undang² Hukum Perdata untuk Indonesia: terkecuali:
    a. bab kedua dan bagian kedua dan ketiga bab ke-empat dari buku kesatu;
    b. nomor 6 pasal 71;
    c. pasal 74 dan 75 pasal² mana diganti dengan ketentuan² sebagai berikut:
1. Pegawai catatan sipil harus menolak perlangsungan sesuatu perkawinan, apabila ternyata baginya     bahwa terhadap perkawinan itu ada sesuatu alangan yang sah, atau apabila surat² dan     keterangan², yang mana adanya diharuskan oleh undang² ternyata tidak cukup.
2. Dalam hal adanya penolakan kepada pihak yang memintanya harus disampaikan olehnya suatu     keterangan tertulis tentang penolakan itu yang memuat alasan²nya.
3. Masing² pihak berhak dengan surat permohonan yang harus dilampiri dengan surat keterangan     tersebut dalam ayat yang lalu, meminta keputusan dari Pengadilan negeri yang mana dalam     daerah hukumnya pegawai catatan sipil yang telah menolak berlangsungnya perkawinan,     mempunyai tempat kediamannya, Pengadilan mana setelah melakukan pemeriksaan demikian     sebagaimana dipandangnya perlu, kemudian dengan tak usah mengindahkan sesuatu     bentuk-acara dan dengan tiada kemungkinan untuk bandingan harus menguatkan penolakan itu,     atau memerintahkan supaya perkawinan dilangsungkan.
    d.Dihapuskan.
    e. Penyebutan dalam pasal 99 akan pasal 52 dab 75
    f. Dihapuskan
    g. Ayat kedua pasal 268, pasal mana diganti dengan ketentuan sebagai dibawah ini. Apabila pihak yang berkepentingan berduduk diam, maka pembesar yang mempunyai tugas menuntut perkara pidana, adalah leluasa, untuk memajukan tuntutan pidana karena kejahatan menggelapkan kedudukan, asal ada permulaan bukti dengan tuisan sesuai dengan pasal 265 Kitab Undang² Hukum Perdata, dan tentang adanya permulaan bukti itu pada awalnya telah dinyatakannya.
    h. ayat kesatu pasal 1853, yang mana diganti dengan ketentuan sebagai berikut:
    Perdamaian tidak sekali-kali menghalangi penuntutan perkara.
2. Kitab Undang² Hukum Dagang untuk Indonesia, dengan pengertian, bahwa terhadap seorang     yang masuk kerja sebagai anak buah kapal dalam pasal 396 sebagai pengganti kata² „berlakulah     ketentuan² dalam bagian ke 2, ke 3, ke 4, dan ke 5, bab 7A buku ketiga dari Kitab Undang²     Perdata, sekadar berlakunya ketentuan² tadi tidak dengan tegas dikecualikannya", harus dibaca:     „berlakulah pasal 1601, 1602, 1603, (lama) dari Kitab Undang² Perdata".
3. Peraturan Acara Perdata, kecuali:
    a. pasal 816, 817, dan 818;
    b. pasal 844 yang mana diganti dengan ketentuan sebagai berikut:
    Barangsiapa menurut ketentuan² dalam Peraturan Penyelenggaraan Register² Catatan Sipil bagi golongan Tiong Hoa, menghendaki agar diperintahkannya oleh Hakim sesuatu penambahan atau pembetulan dalam suat akta dari Catatan Sipil itu, harus memajukan surat permintaan kepada Pengadilan Negeri, permintaan mana harus disertai dengan segala dasar-alasannya.
4. Pasal² berikut dari Peraturan tentang Penyelenggaraan akan Peralihan kepada     Perundang-undangan-baru, sekadar berhubungan dengan ketentuan² undang² yang telah     dinyatakan berlaku, ialah pasal 23 sampai dengan 34, 36 sampai dengan 53, 100 dan 101.
5. Undang² kepailitan.
§ 2. Ketentuan² khusus mengenai perkongsian, dan keadaan pailit.
          Pasal 2. Dihapuskan.
          Pasal 3.(1). Dengan tak mengurangi berlakunya beberapa ketentuan yang diadakan bagi perseroan² terbatas, segala perkumpulan Tiong Hoa terkenal dengan nama kongsi guna melakukan suatu perusahaan dibawah sesuatu nama kesatuan, harus takhluk pada peraturan dalam bagian kedua, bab ketiga, buku kesatu dari Kitab Undang² Hukum Dagang.
          (2). Nama kongsi harus dianggap sebagai nama firma.
          Pasal 4. (1). Pada waktu menerima buku² menurut pasal 89 Undang² Kepailitan, anggauta kommisaris Balai Harta Peninggalan yang mewakili Balai tersebut harus menanggali dan mengesahkan dengan tanda-tangannya, halaman kesatu dan halaman terakhir dari tiap² buku yang diterimanya.
          (2). Karena jabatan atau atas tuntutan Jawatan Kejaksaan, Balai tersebut boleh menyuruh supaya buku² yang telah diterimanya diselidiki, dengan permintaan supaya selekas mungkin membuat laporannya tentang penyelidikan itu, perintah mana harus dilakukan, baik kepada seorang anggautanya dari golongan Tiong Hoa, maupun pula kepada orang² lain yan cakap untuk itu.           Apabila kemudian ternyata penyelidikan itu merupakan pekerjaan yang sangat besar maka Pengadilan Negeri berhak menetapkan upah bagi anggauta yang telah melakukannya, upah mana harus dibayar dari harta peninggalan yang bersangkutan dan sesuai dengan daya-kesanggupannya.           (3). Laporan yang termaksud dalam ayat kedua beserta segala surat termaksud dalam pasal 94 Undang² Kepailitan oleh Balai harus diletakkan dalam kantornya agar setiap orang dapat membacanya dengan cuma-cuma.
          (4). Kewajiban menghadap dan memberi penjelasan yang dibebankan oleh pasal 101 Undang² Kepailitan, beserta segala akibatnya dalam hal bilamana kewajiban² itu dilalaikannya, termaksud dalam pasal 86 Undang² tersebut dibebankan juga kepada orang yang mendapat tugas penyelidikan termasuk dalam ayat kedua.
BAB KEDUA
Tentang pengangkatan anak.
          Pasal 5. (1). Apabila seorang laki, beristeri atau telah pernah beristeri, tak mempunyai keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-laki baik keturunan karena kelahiran, maupun keturunan karena angkatan, maka bolehlah ia mengangkat seorang laki sebagai anaknya.
          (2). Pengangkatan yang demikian harus dilakukan oleh si orang laki tersebut bersama-sama dengan isterinya, atau jika dilakukannya setelah perkawinannya dibubarkan oleh dia sendiri.
          (3). Apabila kepada seorang perempuan janda, yang tidak telah kawin lagi oleh suaminya yang telah meninggal dunia, tidak ditinggalkan seorang keturunan sebagai termasuk dalam ayat kesatu pasal ini, maka bolehpun ia mengangkat seorang laki sebagai anaknya. Jika sementara itu si suami yang telah meninggal dunia, dengan surat wasiat telah menyatakan tak menghendaki pengangkatan anak oleh isterinya, maka pengangkatan itupun tak boleh dilakukannya.
          Pasal 6. Yang boleh diangkat hanyalah orang² Tiong Hoa laki-laki yang tak beristeri pun tak beranak, dan yang tidak telah diangkat oleh orang lain.
          Pasal 7. (1). Orang yang diangkat harus paling sedikitnya delapanbelas tahun lebih muda daripada si suami, dan paling sedikitnya pula limabelas tahun lebih muda dari pada si isteri, atau si janda yang mengangkatnya.
          (2). Apabila yang diangkat itu seorang keluarga sedarah, baik keluarga yang sah, maupun keluarga luarkawin, maka keluarga tadi karena angkatannya terhadap pada moyang kedua belah pihak bersama, harus memperoleh derajat keturunan yang sama pula dengan derajat keturunannya karena kelahiran sebelum ia diangkat.
          Pasal 8. Tiap² pengangkatan menghendaki :
          1. katasepakat dari orang, atau orang² yang melakukannya;
          2.a. jika yang diangkat itu seorang anak yang sah, katasepakat dari bapak dan ibunya, atau dalam hal lebih dulu telah meninggalnya seorang diantara mereka, katasepakat dari bapak atau ibu yang hidup terlama, kecuali si ibu telah menceburkan diri dalam perkawinan baru; dalam hal yang terakhir, sepertipun apabila kedua orangtuanya telah meninggal dunia, katasepakat dari walinya dan dari Balai Harta Peninggalan;
          b. jika yang diangkat itu seorang anak luarkawin katasepakat dari kedua orangtuanya sekiranya anak itu diakui kedua mereka atau dalam hal lebih dahulu telah meninggalnya seorang diantara mereka, katasepakat dari yang hidup terlama, jika hanya salah seorang mereka mengakuinya, katasepakat dari yang mengakui; jika sama sekali tiada yang mengakuinya, atau kedua orang-tua yang mengakuinya telah meninggal dunia, katasepakat dari walinya dan dari Balai Harta Peninggalan;
          3. katasepakat dari orang yang akan diangkat, jika ia telah mencapai umur limabelas tahun;
          4. jika pengangkatan akan dilakukan oleh seorang perempuan janda seperti termaksud dalam pasal 5 ayat ketiga, katasepakat dari saudara² laki yang telah dewasa dan bapak mendiang suaminya, dan sekiranya mereka tidak ada atau tidak diam di Indonesia, katasepakat dari dua diantara keluarga sedarah laki² yang terdekat lainnya dari pihak bapak si suami yang telah meninggal dunia sampai dengan derajat ke-empat yang telah dewasa dan diam di Indonesia.
          Pasal 9.(1). Apabila katasepakat dari mereka, termaksud dalam somor 4 pasal yang lalu sekadar bukan bapak atau wali si yang akan diangkat, tidak diperoleh, sepertipun jika keluarga sedarah termaksud dalam kata² penutup ketentuan tersebut tidak ada, maka bolehlah katasepakat itu diganti dengan izin dari Pengadilan Negeri yang mana dalam daerah hukumnya siperempuan janda yang menghendaki pengangkatan bertempat tinggal.
          (2). Atas permintaan si perempuan janda, Pengadilan Negeri dengan tak memakai sesuatu bentuk acara dan dengan tiada kemungkinan untuk bandingan, harus mengambil keputusannya setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan sekalian mereka, yang katasepakatnya dibutuhkannya dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan orang² lainnya sedemikian, sebagaimana oleh Pengadilan dianggapnya perlu.
           (3). Jika orang² yang harus didengar bertempat tinggal diluar keresidenan dimana Pengadilan Negeri yang berkuasa mempunyai tempat kedudukannya, maka Pengadilan itu berhak melimpahkan pemeriksaan mereka kepada Pengadilan Negeri lain, yang mana setelah melakukan pemeriksaan itu harus menyampaikan berita acaranya kepada Pengadilan Negeri tersebut pertama.
          (4). Ketentuan dalam pasal 334 Kitab Undang² Perdata untuk Indonesia tentang keluarga sedarah dan semenda tersebut didalamnya, berlaku juga terhadap sekalian mereka yang harus diperiksa dalam hal ini.
          (5). Izin dari Pengadilan itu harus disebut dalam akta pengangkatan.
          Pasal 10. (1). Tiap² pengangkatan hanya boleh dilakukan dengan kata notaris.
          (2). Pihak² yang bersangkutan harus menghadap didepan notaris dengan diri sendiri atau dengan seorang wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu dengan akta notaris.
          (2). Pihak² yang bersangkutan harus menghadap didepan notaris dengan seorang wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu dengan akta notaris.
          (3). Sekalian mereka yang dimaksud dalam no. 4 pasal 8, kecuali merekalah yang sebagai bapak atau wali akan menyerahkan si anak untuk pengangkatan, diperbolehkan juga memberikan kata-sepakat mereka bersama atau masing² dengan akta notaris, hal mana harus disebut dalam akta pengangkatan.
          (4). Setiap orang yang berkepentingan berhak menuntut supaya suatu pengangkatan dicatat dalam jihad akta kelahiran si yang diangkat.
          (5). Ketiadaan suatu catatan dalam jihat akta kelahiran seperti diatas, tak boleh dipakai sebagai senjata terhadap pada yang diangkat, untuk menyangkal angkatannya.
          Pasal 11.Tiap² pengangkatan karena hukum mengakibatkan, bahwa si yang diangkat, jika ia mempunyai nama keturunan lain daripada nama keturunan si suami yang mengangkatnya sebagai anaknya, karena hukum memperoleh nama keturunan yang terakhir ini sebagai gantinya nama keturunan yang dulu.
          Pasal 12. (1). Jika suami-isteri mengangkat seorang sebagai anak mereka, maka dianggaplah anak itu dilahirkan dari perkawinan mereka.
          (2). Jika si suami mengangkat seorang anak, setelah karena kematian isterinya perkawinan bubar maka dianggaplah anak itu dilahirkan dari perkawinan yang telah bubar itu.
          (3). Jika seorang perempuan janda mengangkat seorang anak maka dianggaplah anak itu dilahirkan dari perkawinan dengan si suami yang telah meninggal dunia, dengan perngertian sementara itu, bahwa terhadap harta peninggalan si yang meninggal, sekadar dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan terhadapnya, anak itu hanyapun bolehlah bertindak sebagai waris, apabila pengangkatan itu diselesaikan dalam waktu enam bulan setelah meninggalnya, atau si perempuan janda dalam tenggang waktu yang sama telahmeminta izin dari Hakim seperti termaksud dalam pasal 9 dan dalam waktu satu bulan setelah izin diperolehnya izin itupun dipergunakannya pula.
          Pasal 13. (1). Jika seorang suami meninggal dunia dengan meninggalkan isteri janda yang berhak melakukan sesuatu pengangkatan, maka Balai Harta Peninggalan adalah berwajib menyelenggarakan segala tindakan yang perlu dan mendesak, guna mengurus dan menyelamatkan hartapeninggalan yang akan menjadi milik si yang akan diangkat.
          (2). Hak² segala pihak ketiga yang dapat dipengaruhi oleh pengangkatan itu, tetap ditangguhkan, sampai pengangkatan memperoleh penyelesaiannya, akan tetapi paling lamanya selama tenggang waktu tersebut dalam ayat terakhir pasal 12.
          Pasal 14. Karena berlangsungnya suatu pengangkatan terputuslah segala hubungan perdata yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, antara si yang diangkat dengan kedua orangtuanya dan sekalian keluarga sedarah dan semenda kecuali dalam hal²:
          1. mengenai derajat kekeluargaan sedarah dan semenda yang terlarang untuk perkawinan;
          2. mengenai ketentuan² pidana sekadar bersandar pada keturunan karena kelahiran;
          3. mengenai perhitungan biaya perkara dan penyenderaan;
          4. mengenai pembuktian dengan saksi;
          5. mengenai bertindak sebagai saksi dalam permbuatan akta² otentik.
          Pasal 15. (1). Tiap² pengangkatan tidak boleh ditiadakan karena pesetujuan.
          (2). Pengangkatan terhadap anak² perempuan dan pengangkatan, dengan cara lain daripada cara membuat akta otentik, adalah batal karena hukum.
          (3). Suatu pengangkatan boleh dinyatakan batal karena bertentangan dengan salah satu ketentuan dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9, atau ayat kedua dan ketiga pasal 10.
Peraturan peralihan.
          Pasal 16. (1). Tiap² akta kelahiran, kematian dan perceraian yang menurut pasal 71 Kitab Undang² Hukum Perdata untuk Indonesia harus diunjukkan oleh kedua calon suami-isteri sebelum perkawinan mereka dilangsungkan, dalam hal² bilamana kelahiran, kematian dan perceraian itu terjadi, sebelum ditempatnya telah berlaku Reglemen Penyelenggaraan Register² Catatan Sipil bagi golongan Tiong Hoa, harus diganti dengan petikan² dari register² pembukuan atau pencatatan kelahiran, kematian dan perceraian yang diselenggarakan oleh Kepala golongan Tiong Hoa dan diberikan oleh seorang kepala Tiong Hoa yang tertinggi pengkatnya pada tempat dimana register² itu diselenggarakannya, kutipan² mana harus memuat waktu dan tempat kelahiran atau kematian atau waktu perceraian.
           (2). Jika pihak² yang berkepentingan ada diluar kemungkinan akan mengunjukan kutipan² yang demikian, maka kekurangan ini boleh diperbaiki dengan cara serperti ditentukan dalam pasal 72 Kitab Undang² Hukum Perdata berhubungan dengan akta kelahiran.
          Pasal 17. Keputusan dengan mana suatu perceraian diucapkan jika perkawinannya dilangsungkan dulu, sebelum ditempat itu telah berlaku Reglemen Penyelenggaraan Register² Catatan Sipil bagi mereka yang hendak kawin harus dibukukan dalam register² catatan sipil di Jakarta.
          Pasal 18.(1). Dengan menyimpang sekadarnya dari pasal 283 Kitab Undang² Perdata untuk Indonesia, anak² yang dilahirkan dari selir² bapak mereka dan diperlakukan oleh mereka secara terang-terangan sebagai anak mereka, harus dianggap sebagai anak sah, jika hubungan antara si bapak dan selirnya telah timbul sebelum undang² ini berlaku bagi bapak mereka.
          (2). Dengan meninggalnya bapak mereka sewaktu mereka belum dewasa, maka demi hukum ibu merekalah yang melakukan perwalian.
          Pasal 19. (1). Segala campurtangan balai² piatu dan balai hartapeninggalan dalam urusan orang² Tiong Hoa dan harta peninggalan mereka yang telah dimulai sebelum pada tempat itu Undang² ini berlaku, dan yang dilakukan menurut aturan² undang² yang dulu berlaku, harus diteruskan dan diselesaikan oleh balai² tersebut atas dasar yang sama.
          (2). Campurtangan itu sementara itu berakhir, dalam hal², bilamana yang demikian tadi menurut Undang² ini dikecualikan.
          Pasal 20. (1). Mereka, yang sebelum undang² ini mengenai perwakilan mereka berlaku, melakukan sesuatu perwalian dengan sah, harus meneruskannya.
          (2). Mereka, yang sebelum saat tersebut, oleh balai piatu dan balai peninggalan dulu diakui sebagai wali, karena pengakuan itulah saja harus dianggap sebagai wali² yang sah, kecuali dengan keputusan Hakim yang memperoleh kekuatan mutlak sebelum saat tersebut telah dinyatakan, bahwa orang yang diakui sebagai wali tadi bukanlah wali² yang sah, atau kecuali mengenai soal sah atau taksahnya wali² itu pada waktu itu dimajukan perkara dimuka Hakim atau telah ada keputusan yang belum memperoleh kekuatan mutlak.
          Pasal 21.(1). Segala kongsi sebagai termaksud dalam pasal 3, yang didirikan dengan cara yang sah, dan yang masih ada pada saat Undang² ini pada tempat itu mulai berlaku, harus dibubarkan sepuluh tahun setelah saat itu, kecuali kongsi itu dengan sah tidak telah dibubarkan sebelumnya. Untuk selainnya kongsi² itu tetap dikuasai oleh hukum yang berlaku dewasa itu.
          (2). Selambat-lambatnya satu tahun sebelum lewatnya waktu tersebut dalam ayat kesatu, Direktur Kehakiman harus mengumumkan ketentuan dalam ayat kesatu tadi beserta segala akibatnya kepada chalayak ramai, dengan pemasangan pengumuman itu dalam Berita Negara dan dalam surat kabar lain sebagaimana dipandangnya perlu, pengumuman mana enam bulan dan kemudian satu bulan sebelum saat tersebut diatas harus diulangi lagi.
          Pasal 22.Pada saat mulai berlakunya undang² ini dihapuskanlah segala peraturan undang² mengenai hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku bagi orang termasuk golongan Tiong Hoa.
LAMPIRAN
III
UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960
Tentang
PERATURAN DASAR POKOK²
AGRARIA (L . N . tahun 1960 No. 104)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
          a. bahwa didalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk per-ekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai funksi yang adil dan makmur.
          b. bahwa hukum agraria yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi² dari pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta;
          c. bahwa hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya hukum adat disamping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat;
          d. bahwa bagi rakyat asli hukum agraria pernjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum, jajahan itu tidak menjamin kepastian hukum.
Berpendapat:
          a. bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam pertimbangan² diatas perlu adanya hukum agraria nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur² yang bersandar pada hukum agama;
          b. bahwa hukum agraria nasional harus memberi kemungkinan akan tercapainya funksi bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud diatas dan harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria;
          c. bahwa hukum agraria nasional itu harus mewujudkan penjelmaan dari pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial, sebagai azas kerokhanian Negara dan cita² Bangsa seperti yang tercantum didalam Pembukaan Undang² Dasar.           d. bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang² Dasar dan manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan Bangsa dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong royong;
          e. bahwa berhubungan dengan segala sesuatu itu perlu diletakkan sendi² dan disusun ketentuan-ketentuan pokok baru dalam bentuk undang², yang akan merupakan dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional tersebut diatas.
Memperhatikan:
          Usul Dewan Pertimbangan Agung Sementara Republik Indonesia No. 1-/KptsSSd/1/60, tentang perombakan Hak Tanah dan Penggunaan Tanah.
Mengingat,
          a. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959;
          b. Pasal 33 Undang² Dasar;
          c.Penetapan Presiden No. 1 tahun 1960 (L.N. 1960-10) tentang Penetapan Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 sebagai Garis² besar daripada haluan Negara, dan amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1160.
          d. Pasal 5 jo 20 Undang² Dasar; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
 MEMUTUSKAN
Dengan mencabut :
1. „Agrarische Wet" (S. 1870-55) sebagai yang termuat dalam pasal 51 „Wet op de Staats     inrichting van Nederlands Indie" (S. 1925-447) dan ketentuan dalam ayat² lainnya dari pasal itu:
2. a. „Domeinverklaring" tersebut dalam pasal I„Agrarisch Besluit" (S. 1870-118):
    b. „Algemene Domeinverklaring" tersebut dalam S. 1875-119a;
    c. „Domeinverklaring untuk Sumatera" tersebut dalam pasal 1 dari S. 1874-941;
    d. „Domeinverklaring untuk keresidenan Menado" tersebut dalam pasal 1 dari S. 1877-55;
    e. „Domeinverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo" tersebut dalam pasal        1 dari S. 1888-58;
3. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (S. 1872-117) dan peraturan pelaksanaannya; 4. Buku Ke II Kitab Undang² Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta     kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan² mengenai hypotheek yang masih     berlaku pada mulai berlakunya undang² ini.
Menetapkan:
UNDANG² tentang PERATURAN DASAR POKOK² AGRARIA.
PERTAMA
Bab I.
DASAR² DAN KETENTUAN² POKOK.
           Pasal 1.(1). Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
          (2). Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
          (3). Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam ayat 2 pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
          (4). Dalam pengertian bumi selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
          (5). Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
          (6). Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut ayat 4 dan 3 pasal ini.
          Pasal 2. (1). Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang² Dasar dan hal² sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
         (2). Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk :
          a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan               bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
          b. menentukan dan mengatur hubungan² hukum antara orang² dengan bumi, air dan ruang               angkasa;
          c. menentukan dan mengatur hubungan² hukum antara orang² dan perbuatan² hukum yang               mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
          (3). Wewenang yang bersumber pada hak-menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
          (4). Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah² Swastantra dan masyarakat² hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
          Pasal 3. Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak-ulayat dan hak² yang serupa itu dari masyarakat² hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang² dan peraturan-peratura lain yang lebih tinggi.
           Pasal 4.(1). Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam² hak atas pemukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang² baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang² lain serta badan² hukum.
          (2). Hak² atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas² menurut Undang² ini dan peraturan² hukum lain yang lebih tinggi.
          (3). Selain hak² atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini ditentukan pula hak² atas air dan ruang angkasa.
          Pasal 5.Hukum agraris yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan² yang tercantum dalam Undang² ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur² yang bersandar pada hukum agama.
          Pasal 6.Semua hak atas tanah mempunyai funksi sosial.
          Pasal 7. Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
          Pasal 8. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.
          Pasal 9. (1). Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas² ketentuan pasal 1 dan 2.
          (2). Tiap² warganegara Indonesia, baik laki² maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
          Pasal 10. (1). Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif dengan mencegah cara² pemerasan.
          (2). Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat 1 pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
          (3). Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.
          Pasal 11. (1). Hubungan hukum antara orang termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa serta wewenang² yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat 3 dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.
          (2). Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.
          Pasal 12. (1). Segala usaha bersama dalam lapangan agraris didasarkan atas keperntingan bersma dalam rangka keperntingan nasional dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.
          (2). Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria.
          Pasal 13. (1). Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraris diatur sedemikian rupa, sehingga meninggalkan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 serta menjamin bagi setiap warga negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
          (2). Pemerintah mencegah adanya usaha² dalam lapangan agraria dari organisasi² dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
          (3). Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan undang².
          (4). Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial termasuk bidang perburuhan, dalam usaha² dilapangan agraria.
          Pasal 14.(1). Dengan mengingat ketentuan² dalam pasal 2 ayat 2 dan 3, pasal 9 ayat 2 serta pasal 10 ayat 1 dan 2 Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
          a. untuk keperluan Negara;
          b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan² suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan               Yang Maha Esa;
          c. untuk keperluan pusat² kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain² kesejahteraan;
          d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta               sejalan dengan itu;
          e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
          (2). Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat 1 pasal ini dan mengingat peraturan² yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing².
          (3). Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat 2 pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota² Kepala Daerah yang bersangkutan.
           Pasal 15. Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap² orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan-hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
Bab II.
HAK² ATAS TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA
SERTA PENDAFTARAN TANAH.
Bagian I: Ketentuan² Umum.
          Pasal 16. (1). Hak² atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat I ialah:
          a. hak milik,
          b. hak guna-usaha,
          c. hak guna-bangunan,
          d. hak pakai,
          e. hak sewa,
          f. hak membuka tanah,
          g. hak memungut-hasil-hutan,
          h. hak² lain yang tidak termasuk dalam hak² tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan               undang² serta hak² yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
          (2). Hak² atas air dan ruang angkasa sebagaiyang dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 ialah :
          a. hak-guna-air,
          b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,
          c. hak guna-ruang-angkasa.
          Pasal 17. (1). Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum dan/atau minuman tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
          (2). Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
          (3). Tanah² yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat 2 pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan² dalam Peraturan Pemerintah.
          (4). Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.
          Pasal 18. Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak² atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang².
Bagian II: Pendaftaran Tanah.
          Pasal 19. (1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan² yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
          (2). Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
          a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
          b. pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak² tersebut;
          c. pemberian surat² tanda bukti-hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
          (3). Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial, ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
          (4). Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya² yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya² tersebut.
Bagian III:Hak milik.
          Pasal 20. (1). Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
          (2). Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
          Pasal 21. (1). Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
          (2). Oleh Pemerintah ditetapkan badan² hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
          (3). Orang asing yang sesudah berlakunya Undang² ini memperoleh hak milik karena pewarisan-tanpa-waktu atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hakmilik dan setelah berlakunya undang² ini kehilangan kewarganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang² ini kehilangan kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilang kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak² pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
           (4). Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 pasal ini.
          Pasal 22. (1). Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
          (2). Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hak milik terjadi karena;
           a. penetapan Pemerintah menurut cara dan syarat² yang ditetapkan dengan Peraturan                Pemerintah;
           b. ketentuan undang².
           Pasal 23. (1). Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak² lain harus didaftarkan menurut ketentuan² yan dimaksud dalam pasal 19.
           (2). Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
           Pasal 24. Penggunaan tanah-milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan.
           Pasal 25. Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
           Pasal 26. (1). Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan² lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hakmilik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintahan.
           (2).Setiap Jual Beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan² lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak² pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
          Pasal 27. Hak milik hapus bila:
a.  tanahnya jatuh kepada Negara:
    1. karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
    2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
    3. karena diterlantarkan;
    4. karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat².
b. tanahnya musnah.
Bagian IV:Hak guna-usaha.
          Pasal 28. (1). Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
          (2). Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
          (3). Hak guna-usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
          Pasal 29. (1). Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.
          (2). Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.
          (3). Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.           Pasal 30. (1). Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah:
          a. warganegara Indonesia;
          b. badan-hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
          (2). Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-usaha dan tidak lagi memenuhi syarat² sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna-usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak² pihak lain akan diindahkan menurut Ketentuan² yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
          Pasal 31. Hak guna-usaha, terjadi karena penetapan Pemerintah.
          Pasal 32. (1). Hak guna-usaha termasuk syarat² pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan pihak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan² yang dimaksud dalam pasal 19.
          (2). Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapus karena jangka waktunya berakhir.
          Pasal 33. Hak guna-usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
          Pasal 34. Hak guna-usaha hapus karena :
          a. jangka waktunya berakhir;
          b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
          c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhirnya;
         d. dicabut untuk kepentingan umum;
         e. diterlantarkan;
         f. tanahnya musnah;
         g. ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.
Bagian V:Hak guna-bangunan.
          Pasal 35. (1). Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
          (2). Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
          (3). Hak guna-bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
          Pasal 36. (1). Yang dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah:
          a. warganegara Indonesia;
          b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
          (2). Orang atau badan hukum yang mempunyai syarat² yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh syarat² tersebut. Jika hak guna-bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak² pihak lain akan diindahkan menurut ketentuan² yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
          Pasal 37. Hak guna-bangunan terjadi:
          a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara: karena penetapan Pemerintah;
          b. mengenai berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang               akan memperoleh hak guna-bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
          Pasal 38. (1). Hak guna-bangunan, termasuk syarat² pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan² yang dimaksud dalam pasal 19.
          (2). Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna-bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
          Pasal 39. Hak guna-bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibeban hak tanggungan.
          Pasal 40. Hak guna-bangunan hapus karena:
          a. jangka waktunya berakhir;
          b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
          c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
          d. dicabut untuk kepentingan umum;
          e. diterlantarkan;
          f. tanahnya musnah;
          g. ketentuan dalam pasal 36 ayat (2).
Bagian VI: Hak pakai.
          Pasal 41. (1). Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh penjabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjikan pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan² Undang² ini.
          (2). Hak pakai dapat diberikan:
a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang     tertentu;
b. dengan cuma² dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
          (3). Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat² yang mengandung unsur² pemerasan.
          Pasal 42. Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :
a. warganegara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan-hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
          Pasal 43. (1). Sepanjang mengenai tanah yang dikusai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat yang berwenang.
          (2). Hak pakai atas tanah-milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinakan dalam perjanjikan yang bersangkutan.
Bagian VII: Hak sewa untuk bangunan.
          Pasal 44. (1). Seseorang atau suatu badan-hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah-milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
          (2). Pembayaran uang sewa dapat dilakukan :
a. satu kali atau pada tiap² waktu tertentu;
b. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
          (3). Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat² yang mengandung unsur² pemerasan.
          Pasal 45. Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:
a. warganegara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan-hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d. badan-hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Bagian VIII:Hak membuka-tanah dan memungut hasil hutan.
          Pasal 46. (1). Hak membuka-tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
          (2). Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
Bagian IX: Hak guna-air, pemeliharaan dan penangkapan ikan.
          Pasal 47. (1). Hak guna-air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertantu dan/atau mengalirkan air itu diatas tanah orang lain.
          (2). Hak guna-air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian X:Hak guna-ruang angkasa.
          Pasal 48. (1). Hak guna-ruang-angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan unsur² dalam ruang angkasa guna usaha² memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal² lainnya yang bersangkutan dengan itu.
          (2). Hak guna-ruang-angkasa diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian XI: Hak² tanah untuk keperluan suci dan sosial.
          Pasal 49. (1). Hak milik tanah badan² keagamaan dan sosial sepanjang di pergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan² tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
          (2). Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.
          (3). Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian XII:Ketentuan² lain.
          Pasal 50. (1). Ketentuan² lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan undang².
          (2). Ketentuan² lebih lanjut mengenai hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan.
          Pasal 51.Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna-usaha dan hak guna-bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan undang².
Bab III. KETENTUAN PIDANA
          Pasal 52. (1). Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 15 dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,~.
          (2). Peraturan Pemerintah dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam pasal 19, 22, 24, 26, ayat 1, 46, 47, 484, 49 ayat 3 dan 50 ayat 2 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setingginya Rp. 10.000,~.
          (3). Tindak-pidana dalam ayat 1 dan 2 pasal ini adalah pelanggaran.
Bab IV.
KETENTUAN² PERALIHAN.
          53.(1). Hak² yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat 1 huruf h, ialah hak gadai, hak usaha-bagi-hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang² ini dan hak² tersebut diusahakan hapusnya didalam waktu yang singkat.
          (2). Ketentuan dalam pasal 52 ayat 2 dan 3 berlaku terhadap peraturan² yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini.
          Pasal 54. Berhubung dengan ketentuan² dalam pasal 21 dan 26, maka jika seseorang yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok telah menyatakan menolak kewarrganegaraan Republik 'Rakyat Tiongkok itu yang disahkan menurut peraturan perundangan yang bersangkutan ia dianggap hanya berkewarganegaraan Indonesia saja menurut pasal 212 ayat 1.
          Pasal 55. (1). Hak² asing yang menurut ketentuan konversi pasal I, II, III, IV, dan V, dijadikan hak guna-usaha dan hak guna-bangunan hanya berlaku untuk sementara selama sisa waktu hak² tersebut, dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
          (2). Hak guna-usaha dan hak guna-bangunan hanya terbuka kemungkinannya untuk diberikan kepada badan² hukum yang untuk sebagian atau seluruhnya bermodal asing, jika hal itu diperlukan oleh undang² yang mengatur pembangunan nasional semesta berencana.
          Pasal 56. Selama Undang² mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat 1 belum terbentuk maka yang berlaku adalah ketentuan² hukum adat setempat dan peraturan² lainnya mengenai hak² atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan² Undang² ini.
          Pasal 57. Selama undang² mengenai hak-tanggungan tersebut dalam pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan² mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang² Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam S. 1908-542 sebagai yang telah diubah dengan S. 1937-190.
          58. Selama peraturan² pelaksanaan Undang² ini belum terbentuk, maka peraturan² baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hak² atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan² dalam Undang² ini serta diberi tafsiran yang sesuai dengan itu.
KEDUA:
KETENTUAN-KETENTUAN KONVERSI
Pasal 1.
          (1). Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.
          (2). Hak eigendom kepunyaan Pemerintah Negara Asing, yang dipergunakan untuk keperluan rumah kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan sejak mulai berlakunya Undang² ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat 1, yang akan berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut diatas.
          (3). Hak eigendom kepunyaan orang asing, seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan² hukum, yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 sejak mulai berlakunya Undang² ini menjadi hak-guna-bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1 dengan jangka waktu 20 tahun.
          (4). Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 1 pasal ini dibebani dengan hak opstal atau hak erfpacht, maka hak opstal dan hak erfpacht itu sejak mulai berlakunya Undang² ini menjadi hak-guna-bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1, yang membebani hak-milik yang bersangkutan selama sisa waktu hak opstal atau hak erfpacht tersebut diatas tetapi selama-lamanya 20 tahun.
          (5). Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 3 pasal ini dibebani dengan hak opstal atau hak erfpacht, maka hubungan antara yang mempunyai hak eigendom terebut dan pemegang hak opstal atau hak erfpacht selanjutnya diselesaikan menurut pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Agraria.
          (6). Hak² Hypotheek, servituut, vruchtgebruik dan hak² lain yang membebani hak eigendom tetap membebani hak-milik dan hak-guna-bangunan tersebut dalam ayat 1 dan 3 pasal ini, sedang hak² tersebut menjadi suatu hak menurut Undang² ini.
Pasal II
          (1). Hak² atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 20 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai dibawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini, yaitu: hak agrarisch eigendom, milik yayasan andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, jesini, grant Sultan landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak-usaha atas bekas tanah partikelir dan hak² lain dengan nama apapun jua yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat 1, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.
          (2). Hak²tersebut dalam ayat 1 kepunyaan orang asing, warganegara yang di samping kewarganegaraan Indonrsianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan hukum yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai yang dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 menjadi hak-guna-usaha atau hak-guna-bangunan sesuai dengan peruntukan tanahnya, sebagai yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
Pasal III.
          (1). Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar, yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini, sejak saat tersebut menjadi hak-guna-usaha tersebut dalam pasal 28 ayat 1 yang akan berlangsung selama sisa waktu hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
          (2). Hak erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini, sejak saat tersebut hapus dan selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan² yang diadakan oleh Menteri Agraria.
Pasal IV.
          
          (1). Pemegang concessie dan sewa untuk perusahaan kebun besar dalam jangka waktu satu tahun sejak mulai berlakunya Undang² ini harus mengajukan permintaan kepada Menteri Agraria, agar haknya diubah menjadi hak-guna-usaha.
          (2). Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau permintaan itu tidak diajukan, maka concessie dan sewa yang bersangkutan berlangsung terus selama sisa waktunya, tetapi paling lama lima tahun dan sesudah itu berakhir dengan sendirinya.
          (3). Jika pemegang concessie atau sewa mengajukan permintaan termaksud dalam ayat 1 pasal ini tetapi tidak bersedia menerima syarat² yang ditentukan oleh Menteri Agraria ataupun permintaannya itu ditolak oleh Menteri Agraria maka concessie atau sewa itu berlangsung terus selama sisa waktunya, tetapi paling lama lima tahun dan sesudah itu berakhir dengn sendirinya.
Pasal V.
           Hak opstal dan hak erfpacht untuk perumahan yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak-guna-bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1 yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
Pasal VI.
          Hak² atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai dibawah yang ada pada mulai berlakunya Undang² ini, yaitu: hak vruchtgebruik, gebrui, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan hak² lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang² ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat 1 yang memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya Undang² ini, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan² Undang² ini.
Pasal VII.
          (1). Hak gogolan pekulen atau sanggan yang bersifat tetap yang ada, pada mulai berlakunya Undang² ini menjadi hak milik tersebut pada pasal 20 ayat 1.
          (2). Hak gogolan pekulen atau sangan yang tidak bersifat tetap menjadi hak pakai tersebut pada pasal 41 ayat 1 yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlaku- nya undang² ini.
          (3). Jika ada keragu-raguan apakah sesuatu hak gogolan, pekulen atau sanggan bersifat tetap atau tidak tetap, maka Menteri Agrarialah yang memutuskan.
Pasal VIII.
          (1). Terhadap hak guna-bangunan tersebut pada pasal 1 ayat 3 dan 4, pasal II ayat 2 dan pasal V berlaku ketentuan dalam pasal 36 ayat 2.
          (2). Terhadap hak-guna-usaha tersebut pada pasal II ayat 2 pasal III ayat 1 dan 2 dan pasal IV ayat 1 berlaku ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.
Pasal IX.
          Hak² yang perlu untuk menyelenggarakan ketentuan² dalam pasal² diatas diatur lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
KETIGA:
          Perubahan susunan pemerintahan desa untuk menyelenggarakan perombakan hukum agraria menurut undang² ini akan diatur tersendiri.
KEEMPAT:
          A.Hak² dan wewenang² atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas-swapaja yang masih ada pada waktu mulai berikutnya undang² ini hapus dan beralih kepada Negara.
          B. Hal² yang bersangkutan dengan ketentuan dalam huruf A diatas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
KELIMA:
          Undang² ini dapat disebut Undang² Pokok Agraria dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
          Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang² ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.