- P R A K A T A -

Adalah merupakan kenyataan yang sangat tidak menyenangkan bahwa di dalam negara yang merdeka ini meskipun telah berusia 2 1/2 windu sekalipun kita dalam melaksanakan tugas sehari-hari masih saja mempergunakan buku-buku perundang-undangan kolonial dengan bahasa resminya, bahasa Belanda, akibat belum adanya pembaharuan dalam bidang itu, yang sesungguhnya memang sudah harus dijebol karena usangnya dan dibentuk yang baru, untuk disesuaikan dengan alam serta kebutuhan dalam mengisi kemerdekaan kita ini.
Kita sadari penuh betapa pentingnya perundang-undangan baru seperti yang kami utarakan di atas itu namun demikian kita menyadari pula bahwa pembentukan undang-undang adalah merupakan usaha yang tidak kecil. Undang-undang Tarip Indonesia misalnya, pembentukannya harus mengikuti proses serta prosedur yang berliku-liku sebelum memperoleh pengesahan dari Parlemen untuk dapat diperlukan sebagai hukum yang positif.
Sebagai tahap pendahuluan dari pada pembentukan perundang-undangan bagi Direktorat Jenderal kita dan sekaligus dimaksudkan sebagai sekedar pengisi kebutuhan kita dalam bekerja sehari-hari kami berketetapan untuk menterjemahkan buku-buku kolonial yang ada dan masih kita pakai sekarang ini sehingga lahirlah buku-buku ini, PERUNDANG-UNDANGAN PABEAN, sebagai kumpulan dari kedua buku ini, judul aslinya adalah : INDISCHE TARIEFWET serta RECHTEN ORDONNANTIE.
Mudah-mudahan penerbitan pertama dengan segala kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya ini dapat diperbaiki dan disempurnakan dalam penerbitan selanjutnya.
Kepada para penyusun buku ini dari Staf Direktorat P2 diucapkan banyak terima kasih.

                JAKARTA ,28 Januari 1967.

              DIREKTUR JENDRAL BEA DAN CUKAI

                (PADANG SOEDIRDJO)

UNDANG-UNDANG TARIF INDONESIA

Undang-undang tanggal 17 Nopember 1872 (Ned. S. 1872 No. 130;Ind. S. 1873 No. 351) sebagaimana undang-undang itu sejak pengumuman yang terakhir dalam Ind. S. 1924 No. 487 telah diubah dan ditambah dengan undang-undang tanggal 27 Maret 1931(NED. S. 127; Ind. S. No. 139); 20 Djuli 1934 (Ned. S. 421; Ind. S. No. 485); 39 Desember 1934 (Ned. S. 1934 N0. 716; Ind. 716; Ind. S. 1935 No. 353); 11 Maret 1936 (Ned. S. 1936 No. 900; Ind. S. No. 185); 3 Desember 1937 (Ned. S. No. 907; Ind. S. 1938 No. 12 ) 16 Desember 1937 (Ned. S. No. 911; Ind. S. 1938 No. 32 (1). Ordonansi tanggal 9 Desember 1949 (S. No. 383). L.N. 1951 No. 102; L.N. 1952 No. 44; Undang-undang No. 17 tahun 1956 (L.N. 1956 No. 41); Undang-undang 1959 No. 13 ; (L.N. 1959 No. 38); Undang-undang Darurat 1957 No. 25 (L.N. 1957 No. 83).

Pasal 1.

Semua barang-barang yang dimasukkan untuk dipakai di Jawa dan Madura, dalam daerah pemerintahan (2) Tapanuli, Sumatera-Barat, Bengkulu, Lampung, Palembang, Bangka dan takluknya, Belitung, Kalimantan (Selatan dan -Timur), pun juga yang dimaksud dalam bagian daerah pemerintahan Singkel dari daerah pemerintahan Aceh dan takluknya, dan yang tidak dengan tegas dibebaskan , dikenakan bea masuk sejumlah yang disebutkan dalam tarif yang dilampirkan pada undang-undang ini sebagai lampiran A (3).

Pasal 2.

(Lihat Ned. S. 1931 No. 127 dan Ind. S. 139 pun juga Ned. S. 1937 No. 907 dan Ind. S. 1938 No. 12).
Selain barang-barang yang menurut tarif sendiri dibebaskan dari bea masuk dibebaskan juga :
1e. Semua hasil-hasil dari bahagian-bahagian daerah Indonesia, dimana dipungut bea-masuk dan bea keluar, terkecuali :
a. hasil-hasil yang-seluruhnya atau sebahagian disusun atau dibuat dari bahan- bahan yang berasal dari luar daerah itu yang dikenakan bea-masuk, atas barang- barang mana diberikan pembebasan seluruhnya atau sebahagian atau telah diberi- kan pengembalian bea-masuk - setelah dikeluarkan, dimasukkan kembali dalam daerah itu;
b. dibatalkan berdasarkan U.U.D. No.25-1957;

_____________________

(1) Dalam perubahan-perubahan dan tambahan-tambahan ini tidak termasuk yang mengenai lampiran A dari undang-undang tarif (lihat catatan (3)).
(2) Sekarang Keresidenan Tapanuli Sumatera-Barat, Bengkulu, Lampung, Palembang, Bangka, dan Belitung, Kalimantan-Selatan dan- Timur (Ind. S. 1938 No. 264).
(3) Lampiran A dikeluarkan tersendiri dalam buku Tarif bea-masuk Undang-undang tanggal 29 Desember 1933; Ned. Staatsblad No. 772; 1934 No. 1).
c. barang alkohol-sulingan yang tidak dikenakan cukai dan yang tidak dirusakkan untuk diminum menurut peraturan-peraturan undang-undang yang berlaku, yang dimasukkan di daerah-daerah di luar Jawa dan Madura;
d. barang-barang katun, tembakau dan cerutu yang tidak ada bukti pengeluaran- nya dari daerah itu;1)
2e. Hasil-hasil hutan dan barang-barang tambang mentah berasal dari bahagian- bahagian daerah Indonesia, dimana tidak dipungut bea-masuk dan bea-keluar, begitu juga hasil-hasil yang didapat dari perburuan dan perikanan yang di- lakukan disitu dan hasil-hasil dari pertanian, peternakan, perhutanan dan perladangan disana, kesemuanya itu selama hasil-hasil itu tidak dikerjakan atau hanya dikenakan pengolahan pertama secara kasar; pun juga barang-barang tikaran, tali-temali dan bahan atap yang dibuat oleh anak negeri didaerah- daerah itu dari bahan-bahan anyaman dari situ.
Pemerintah dapat menetapkan denganperaturan pemerintah, peraturan-peraturan kemudian bertalian dengan apa yang dimaksud dengan pengertian "dikenakan pengolahan pertama secara kasar".
Dikecualikan dari pembebasan itu, gambir, garam dan tembakau, dalam keadaan bagaimanapun juga;
3e. Hasil-hasil kerajinan yang berasal dari bahagian-bahagian daerah Indonesia, dimana tidak dipungut bea-masuk dan keluar, sepanjang hasil-hasil itu dibuat disana dari bahan-bahan dan bahagian-bahagian yang nyata berasal dari dalam negeri ataupun menurut tarif dibebaskan dari bea-masuk atau untuk mana di Indonesia telah dibayar atau akan dibayar bea-masuk.
Pemerintah dapat menetapkan dengan peraturan pemerintah, peraturan-peraturan kemudian berkenaan dengan pelaksanaan ketetapan ini.
4e. Semua barang-barang atas nama telah dipungut bea-masuk disuatu kantor pabean Indonesia.
5e. Barang-barang keperluan diri dari penumpang-penumpang dan sisa bekal yang dibawa mereka.

Pasal 3.

(Lihat Ned. S. 1934 No. 421 dan Ind. S. No. 485, begitu juga Ind. S. No. 383, L.N. 1952 No. 44).
Dengan peraturan Pemerintah Indonesia, dengan mengadakan peraturan untuk mencegah kecurangan-kecurangan dapat memberikan pembebasan bea-masuk I untuk ramuan-ramuan kimia, II bahan-bahan cat dan lain-lain bahan sejenis itu (1) yang diperlukan sebagai alat penolong pada pekerjaan-pekerjaan dalam pabrik- pabrik dan perusahaan-peruasahaan lain-lain, pun juga untuk III barang-barang tambang mentah (2), yang diperlukan dalam pabrik-pabrik dan perusahaan- perusahaan guna pembuatan hasil-hasil untuk dijual.

_____________________

(1) Lihat lampiran I.
(2) Lihat lampiran II dan III.
Selanjutnya Pemerintah dapat memberikan pembebasan atau pengembalian bea-masuk :
a. untuk barang-barang yang didatangkan untuk atau atas tanggungan Negara (1).
b. berdasarkan, bahwa pemasukan itu dilakukan dengan tujuan keilmuan (2) atau bahwa hubungan internasional (3) menghendaki yang sedemikian.
c. untuk permesinan, perkakas-perkakas atau pesawat-pesawat guna perlengkapan perusahaan-perusahaan industri yang baru atau bagian-bagian yang baru dari perusahaan-perusahaan yang telah ada, yang bermaksud membuat hasil-hasil akhir yang baru; begitu juga selama masa yang ditetapkannya akan tetapi selambat- lambatnya dua tahun, untuk bahan-bahan yang akan dikerjakan dalam perusahaan- perusahaan atau bahagian-bahagian perusahaan-perusahaan sejenis itu, satu dan lain jika dan sepanjang pemberian pembebasan atau pengembalian, atas pertimbang- annya perlu guna kepentingan ekonomi Indonesia itu.
d. untuk barang-barang pindahan, sepanjang barang-barang itu terdiri dari barang barang yang sudah dipakai (4).
e. untuk barang-barang berupa kiriman-kiriman hadiah yang tujuannya kesejah- teraan rohani penduduk, ataupun maksud amal atau kebudayaan.

Pasal 3a.

(Lihat Ned. S. 1937 No. 907 dan Ind. S. 1938 No. 12).

Menurut peraturan dan dengan syarat-syarat yang akan ditetapkan dengan atau berdasarkan peraturan Pemerintah, untuk bakal-bakal, benda-benda dan bahan- bahan (5) yang akan dipergunakan atau yang dipergunakan untuk menyusun atau membuat dari padanya barang-barang, yang akan dikeluarkan dari bahagian- bahagian Indonesia, dimana dipungut bea-masuk seluruhnya atau sebahagian.

Pasal 3b.

(Lihat Ned. S. 1937 No. 907 dan Ind. S. 1938 No. 12)

Dengan peraturan Pemerintah dapat ditetapkan peraturan-peraturan, menurut peraturan-peraturan mana bea-masuk barang-barang (6), pada mana terdapat bahagian-bahagian, yang dahulu dikeluarkan dari bahagian-bahagian Indonesia, dimana dipungut bea-masuk dan bea keluar, akan dipungut atas harga barang- barang tanpa termasuk harga yang dipunyai bahagian-bahagian itu pada waktu penge- luarannya, kecuali pada pemasukan tersendiri bahagian-bahagian itu harus dikenakan bea-masuk.

_____________________

(1) Lihat lampiran IV.
(2) Bandingkan dengan lampiran XIII.
(3) Lihat lampiran V.
(4) Lihat lampiran VI.
(5) Lihat lampiran VII.
(6) Lihat lampiran VIII.

Pasal 4.

Pada pengeluaran dari bahagian-bahagian daerah Indonesia yang tersebut pada pasal 1, bea-keluar dikenakan untuk barang-barang dan sejumlah yang tersebut dalam tarif yang berikut pada undang-undang ini sebagai lampiran B.

Pasal 5.

(Lihat Ned. S. 1934 No. 716 dan Ind. S. 1935 No. 353).

Presiden berkuasa (1) dengan memperhatikan perintah-perintah kami menyuruh memungut bea-keluar dalam daerah-daerah pemerintahan diluar Jawa dan Madura yang tersebut pada pasal 1 atau dalam bahagian-bahagian daerah-daerah itu atas barang-barang lain dari pada yang tersebut dalam yang dimaksud dalam pasal 4, asalkan pemungutan itu tidak melebihi sepuluh persen dari harganya atau jumlah yang sama dengan itu dan tidak meluas sampai barang-barang lain dari pada :
Kemenyan, damar, getah, karet-karet (gemelastik) dan lain-lain jenis gom dan damar;

      Kayu terkecuali kayu bahan kapal dan kayu utas, tiang-tiang dan batang-batang untuk tiang, dayung-dayung dan kayu bulat lain-lain; tanduk rusa, gading, dan cula; kulit bakau dan kulit tengar; rotan dari segala jenis; sagu; kulit burung; biji tengkawang;

Lilin dan lain-lain yang disebut hasil-hasil hutan.

Pasal 6.

Dibatalkan

Pasal 7.

Dibatalkan

Pasal 7a.

Menteri Keuangan dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan olehnya dapat memberikan pembebasan/pengembalian bea-keluar :

_____________________

(1) Lihat ordonansi tarif dibelakang ini.
a. berdasarkan hal-hal jika berhubung dengan Internasional menghendakinya.
b. untuk contoh-contoh yang tidak mempunyai harga dagangan ataupun yang harga dagangannya demikian rendahnya, sehingga dapat diabaikan, walaupun berkelebihan patut pula ditambahkan disini, bahwa buat pelaksanaannya dari pembebasan atau pengembalian tsb. setiap soal akan dilaksanakan tersendiri dengan surat Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 8.

Dibatalkan

Pasal 9.

(lihat Ned. S. 1934 No. 716 dan Ind. S. 1935 No. 353).

Pemerintah Indonesia berkuasa dengan mengingat perintah kami , menyuruh mengadakan bea-masuk dan bea-keluar bagi Pemerintah Indonesia dalam bahagian- bahagian Indonesia yang tidak disebutkan dalam pasal 1 Undang-undang ini, dengan ketentuan yang sama dibuat terhadap Muara-Kompeh dalam ayat terakhir dari pasal yang duluan (2).
Jika dianggap perlu, ketentuan pada ayat 2 dari pasal 5, diperlakukan juga.

Pasal 10.

Presiden mengatur cara menjalankan pemungutan bea-keluar atas lalu lintas antara berbagai-bagai bahagian-bahagian Indonesia, dimana terdapat perbedaan, baik yang berkenaan dengan barang-barang yang dikenakan bea-keluar, maupun yang berkenaan dengan jumlah-jumlah bea yang dikenakan atas barang-barang itu juga (3).

Pasal 11.

Presiden mengatur tarif-tarif pembayaran karena sewa-gudang-entrepot, biaya- biaya pengawasan dan karena pekerjaan-pekerjaan lain yang benar-benar dijalankan (4).

Pasal 12.

Atas pengangkutan terus tidak dipungut bea-bea.

_____________________

(1) Reglemen 1847 untuk pemungutan bea-masuk dan bea-keluar di Muara-Kompeh (Jambi) dibatalkan dengan Ordonansi dalam Staatsblad 1907 No. 334. Dengan Ordonansi itu juga diadakan pemungutan bea-masuk dan bea-keluar diseluruh Keresidenan Jambi menurut tarif-tarif dan peraturan-peraturan Undang-undang tarif. Ordonansi dalam Staatsblad 1907 No. 334 kemudian diganti dengan Ordonansi-Tarif dibelakang ini.
(2) Lihat Ordonansi-Tarif dibelakang ini.
(3) Lihat pasal 4 Ordonansi-Tarif dan pasal 52 dan 54 Reglemen A dan pasal 10 dan 11 Reglemen B dari Ordonansi Bea, Staatsblad 1931 No. 471.
(4) Lihat a.l. pasal 9 Ordonansi Bea, pasal 24 Reglemen A, yang dilampirkan padanya dan lampiran No. III dari keputusan Pemerintah tanggal 11 Mei 1932 No. 34 (Stbl. No. 214) sebagaimana telah diubah dengan keputusan Pemerintah tanggal 28 Februari 1936 No. 17 (Stbl. No. 84).

Pasal 13.

Presiden (1) menetapkan untuk seperlunya peraturan-peraturan untuk melaksana- kan undang-undang ini dan untuk mencegah penyelundupan bea-bea (1).
Peraturan-peraturan yang sekarang berlaku untuk bea-masuk dan bea-keluar dan segala sesuatu yang bersangkutan dengan itu, tidak akan lebih lama berlaku sampai berlakunya undang-undang ini.

Pasal 14.

Ketentuan-ketentuan Undang-undang ini tidak mengurangi peraturan-peraturan larangan, baik untuk seluruh Indonesia, maupun untuk beberapa bahagian- bahagiannya, yang dibuat atau akan dibuat, dengan peraturan-peraturan mengenai pemasukan beberapa barang.

Pasal 15.

Peraturan dsb.

Pasal 16.

Undang-undang ini dapat disebut dengan nama "Undang-undang Tarif" Indonesia.

______

_____________________

(1) Lihat Ordonansi Bea Stbl. 1931 No. 471.

ORDONANSI TARIP.

(S. 1910 No. 628 jis S. 1913 No. 43, S. 1915 No. 221, S. 1920 No. 143, S. 1921 No. 266, S. 1924 No. 102, S. 1925 No. 218, S. 1927 No. 104, 171, dan 511, S. 1934 No. 471, 1949 No. 391, L.N. 1951 No. 102).
Undang-undang No. 12 tahun 1952, skep Men Keuangan tanggal, 20-6-1957 No. 102172/IN Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 8/1963 (L.N. 1963 No. 102) dan Penetapan Wakil Panglima Besar I/Ko. T.O.E. No. PEN 02 tahun 1964 tanggal, 11 November 1964.
Kesatu : Dengan perkataan "daerah pabean" dinyatakan seluruh bahagia-bahagian daerah-daerah pemerintahanIndonesia, dimana karena Pemerintahan Republik Indonesia dipungut bea-masuk dan bea-keluar.
Kedua : I. : Terkecuali daerah-daerah pemerintahan dan bahagian-bahagian daerah- daerah pemerintahan yang berdasarkan pasal 1 undang-undang Tarif Indonesia (Stbl. Indonesia 1924 No.487) termasuk dalam daerah pabean masuk padanya
1. Bahagian propinsi Aceh (1) dan takluknya yang belum termasuk dalam daerah pabean berdasarkan Undang-undang Tarip Indonesia (2)
2. Propinsi (1) Sulawesi dan takluknya;
3. Propinsi (1) Sumatera Timur;
4. Bahagian pemerintahan Indragiri dan daerah Kesultanan Kateman dengan Dumai dari bagian pemerintahan Karimun dari Keresidenan Riau dan takluknya;
5. Daerah-daerah kesultanan kota Waringin Pegatan dan Kusan, Tanah bumbir, Pasir, Kutai, Gundeng tabur, Sambaliung dan Bulungan dari keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur;
6. Daerah pemerintah (1) Maluku dan keresidenan-keresidenan Jambi, Kalimantan Barat, Menado, Timor dan Takluknya dan Bali dan Lombok;
7. Daerah tk. II kepulauan Riau (Perpu 8/1963).
II. : Dalam daerah-daerah pemerintahan dan bahagian-bahagian daerah-daerah pemerintahan yang disebutkan nama-namanya dalam bahagian I, dipungut bea masuk dan bea keluar menurut tarip dan ketetapan-ketetapan dari Undang-undang yang disebutkan duluan terkecuali :
A. (dibatalkan dengan Undang-undang 1952 No. 12)
B. (dibatalkan dengan 1920 No. 143)
C. (dibatalkan dengan 1949 No. 391)
D. (dibatalkan dengan 1915 No. 221)
E. bahwa didaerah-daerah pemerintahan yang disebutkan nama-namanya dalam bagian I kecuali bea keluar yang ditetapkan, untuk barang-barang yang ter- sebut dalam pasal 4 dari Undang-Undang Tarip Indonesia dipungut juga bea keluar yang dimaksud pada pasal ketiga.
Ke-tiga : Untuk sementara waktu dibekukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Iuaran Negara No. 102172/I.N. tgl. 20 Juni 1957.
Ke-empat : Untuk sementara waktu dibekukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 102172/I.N. tgl. 20 Juni 1957.
Ke-lima : Selama sebaliknya tidak dengan tegas ditetapkan, perubahan-perubahan yang akan dilaksanakan dalam tarip dan peraturan-peraturan dari Undang-Undang Tarip Indonesia, berlaku juga dalam daerah-daerah atau bahagian-bahagian daerah untuk nama Presiden telah atau akan menetapkan berlakunya tarip-tarip dan peraturan-peraturan itu.
Ke-enam : Ordonansi ini dsb.

_____________________

(1) Sekarang keresidenan. Lihat Indonesia Stbl. 1938 No. 264
(2) Dengan Penetapan Wakil Panglima Besar I Kotoe No. PEN 02 Tahun 1964 tanggal, 11 Nopember 1964 pelabuhan Sabang ditetapkan sebagai pelabuhanbebas.

PEMUNGUTAN BEA KELUAR UMUM

(Dengan Surat Keputusan Dewan Moneter tanggal 18 Juli 1957 No. 30, mulai tanggal 20 Juni 1957 untuk sementara waktu tidak dipungut Bea Keluar Umum).

Pasal 1.

(1) Dengan tidak mengurangi bea-keluar yang dipungut menurut atau berdasarkan Undang-Undang Tarip Indonesia (Stbl. Indonesia 1924 No. 487), maka dengan nama Bea Keluar Umum dipungut pajak pada pengeluaran semua barang-barang dari daerah pabean keluar daerah itu, yang menurut atau berdasarkan ordonansi ini tidak dengan tegas dibebaskan.
(2) Terkecuali yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 9 pajak itu ber- jumlah delapan per seratus dari harga.

Pasal 2.

(1) Pajak untuk karet ditetapkan sebagai berikut :
a. Jika harga rata-rata dari 'Standard quality ribbed smoked sheets" (R.S.S.I.) tiap-tiap 1/2 kg kurang dari pada harga dasar yang ditetapkan untuk hasil dan timbangan ini, tidak dipungut pajak. Jika harga rata-rata ini sama dengan atau kurang dari satu sen melebihi harga dasar, maka dipungut pajak 1 1/2 sen untuk tiap-tiap 1/2 kg. kering, sedangkan untuk tiap-tiap satu sen penuh dari harga rata-rata yang melebihi harga dasar, pemungutannya dinaikkan dengan 1/5 sen untuk tiap-tiap 1/2 kg kering.
b. Harga rata-rata dari "Standard quality ribbed smoked sheets" sewaktu-waktu ditetapkan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan harga-harga pasar dunia yang diumumkan dengan cara teratur. Harga-harga yang ditetapkan diumumkan dalam Berita Negara.
c. Harga dasar yang dimaksud pada bagian a, sewaktu-waktu ditetapkan oleh atau atas nama Presiden.
d. Oleh Menteri Keuangan ditetapkan peraturan-peraturan untuk menghitung karet menjadi karet kering (1).
(2) Yang dimaksud dalam ordonansi ini dengan karet ialah bahan yang terkenal dengan nama ini dalam tiap-tiap keadaan dan bentuk pengerjaannya dan air- susunan pohon-pohon karet dalam tiap-tiap tingkat pekatan.
(3) a. Pada pengeluaran karet dari bahagian-bahagian daerah Indonesia yang tidak termasuk dalam daerah-pabean ke-luasr negeri dikenakan bea keluar juga menurut peraturan-peraturan yang dimuat dalam ayat-ayat tersebut ditas ini.
b. Bahagian-bahagian daerah yang disebut pada bagian a, meskipun disitu di- lakukan pemungutan bea-keluar yang dimaksud dalam alinea itu, tidak akan menjadi bahagian daerah-pabean.

_____________________

(1) Lihat keputusan Menteri Keuangan tgl. 28 April 1949 No. 51176.
c. Ketetapan-ketetapan yang dimuat dalam Ordonansi Bea (Stbl. Indonesia 1931 No. 471) (1) dan reglemen B, yang dilampirkan pada ordonansi itu, sebagainama ordonansi itu telah atau akan diubah dan ditambah kemudian, berlaku juga untuk bahagian-bahagian daerah yang dimaksud pada bagian a, sekedar mengenai penge- luaran dan pengiriman karet dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu.

Pasal 3.

Pajak tidak dipungut dari :

a. emas dan perak yang dimurnikan, pun juga batu permata yang belum diikat dan telah dikerjakan, dan mutiara yang belum diikat.
b. barang-barang, yang didatangkan dari luar daerah-pabean yang, sejak waktu kedatangannya tidak pernah terlepas dari pengawasan pabean.
c. hasil-hasil luar negeri; dalam hal keragu-raguan apakah sesuatu barang, berkenaan dengan tingkat pengerjaan dan penambahannya yang dilakukan di- negeri ini, masih dapat dianggap sebagai hasil luar negeri, maka Menteri keuangan yang memutuskan ;
d. barang-barang yang pada pengeluaran tidak dikenakan bea statistik ber- dasarkan pasal 4 huruf b, c, e, g, j, dan m dari "Ordonansi Bea-Statistik" (Stbl. 1924 No. 517);
e. barang-barang yang dikeluarkan dengan paket-atau surat-pos, jika harga- nya tiap-tiap kiriman tidak melebihi duapuluh lima rupiah;
f. barang-barang, atas mana telah dipungut bea-keluar pada suatu kantor- pabean Indonesia; akan tetapi jika ditempat pengeluaran kedua dikenakan bea lebih tinggi, maka barang-barang tidak dikeluarkan sebelum perbedaannya ditambah bayar.

Pasal 4.

(1) Presiden dapat memberikan pembebasan atau pengembalian bea-keluar-umum, berdasarkan bahwa hubungan internasional menghendaki yang sedemikian.
(2) Menteri Keuangan dengan syarat-syarat dan perlengkapan-perlengkapan yang ditetapkannya, dapat memberikan atau pengembalian bea keluar umum untuk :
a. Contoh-contoh dan jalur-jalur contoh yang tidak berharga atau berharga sedikit sekali;
b. Barang-barang untuk pameran-pameran;
c. Barang-barang yang dikeluarkan dengan tujuan keilmuan, kebudayaan atau amal;
d. barang-barang rumah tangga pindahan jika terdiri dari barang-barang yang telah dipakai (2)
e. Barang-barang yang telah dipakai, yang bukan inpentaris perdagangan dan untuk mana pemiliknya yang berangkat ke atau bertempat tinggal diluar negeri membuktikan bahwa ia mendapat barang-barang itu dari suatu harta peninggalan yang terjadi.

_____________________

(1) Lihatlah buku "Ordonansi Bea".
(1) Lihat keputusan Menteri Keuangan tgl. 9 Pebruari 1949 No. 11541.

Pasal 5.

Menteri Keuangan untuk sementara waktu, tiap-tiap kali untuk selambat-lambat- nya satu tahun, dapat memberikan pembebasan seluruhnya atau pengembalian bea- keluar-umum akan :
a. Hasil-hasil bumi tertentu, kecuali karet, yang berada dalam keadaan pasar yang sedemikian kurang baiknya, sehingga terhadap hasil-hasil itu pajak atau dalam hal ini jumlah sepenuhnya dari pemungutan itu dipandang adil (1).
b. Hasil-hasil tertentu dari perusahaan kerajinan dalam negeri, jika hal itu baik untuk kepentingan ekonomi Negara.

Pasal 6.

Menteri Keuangan dengan syarat-syarat yang ditetapkannya, dapat memberikan penundaan pembayaran bea-keluar untuk hasil-hasil bumi, untuk mana di negeri ini tidak ada pasar dan untuk mana harganya baru dapat ditetapkan setelah pengeluarannya.

Pasal 7.

Menteri Keuangan dapat memberikan pengembalian bea-keluar pada pemasukan kembali dari barang-barang, jika padanya dibuktikan dengan memuaskan, bahwa dari barang-barang itu pada pengeluarannya dipungut pajak.

Pasal 8.

(1) Terkecuali yang ditetapkan pada ayat-ayat yang berikut dari pasal ini, peraturan-peraturan tentang pemungutan dan penjaminan bea-keluar berlaku juga untuk pemungutan dan penjaminan, bea-keluar-umum. (2) Menyimpang dari ketetapan dalam pasal 19 dari "Ordonansi Bea"
(2) Menteri Keuangan menetapkan harga untuk menghitung bea-keluar untuk masa yang akan ditetapkannya dengan mendengar Panitya-penasehat yang dibentuk oleh Presiden tentang harga-harga pengeluaran, jika dan sepanjang untuk itu menurut pertimbangannya diperlukan.
(3) Harga-harga yang ditetapkan berdasarkan ayat dimuka terlepas dari pertimbangan instansi-instansi yang ditunjuk untuk penyelesaian per- selisihan pabean.

Pasal 9.

_____________________

(1) Lihat buku "Ordonansi Bea".
(2) Lihat keputusan Menteri Keuangan tgl. 29 Agustus 1949 No. 136103, tgl. 20 Desember 1949 No. 256614 dan keputusan Menteri Keuangan tgl. 31 Januari 1950 No. 16498/Bea Cukai.

Pasal 10.

Untuk penetapan tarip bea-keluar-umum yang dimaksud dengan harga sebagai yang dimaksud pada pasal 1 ayat 2 dan pasal 9 ialah harga dari barang-barang pada waktu pengeluaran, terkecuali Menteri Keuangan, dengan memperlakukan pasal 8 ayat 2 untuk barang-barang tertentu me- netapkan harga untuk menghitung bea-keluar untuk masa yang tertentu, dalam hal mana harga yang dimaksud tadi berlaku selama masa itu.

Pasal 11.

Ordonansi ini mulai berlaku pada tanggal 1 Pebruari 1949 terkecuali untuk yang berkenaan dengan ketetapan pada pasal 2, ketetapan itu mulai berlaku pada 1 Mei 1949.

Pasal 12.

(1) Pos 2, 3, 6, 7, 8 dan 10, termasuk juga peraturan-peraturan istimewanya, dalam tarif bea keluar yang berikut sebagai lampiran B pada Undang-undang Tarif Indonesia (Stbl. Indonesia 1924 No. 487), sebagaimana lampiran ini ter- akhir diubah dengan ordonansi yang dimuat dalam Stbl. Indonesia 1938 No. 32) dibatalkan mulai tanggal 1 Pebruari 1949, terkecuali untuk bea-keluar yang dikeluarkan untuk barang-barang yang dikeluarkan sebelum waktu itu, sedangkan dengan pengecualian yang sama, Pos 7a dengan termasuk peraturan istimewanya dibatalkan mulai tanggal 1 Mei 1949.
(2) Dibatalkan mulai 1 Pebruari 1949, terkecuali bea-keluar yang dikenakan untuk barang-barang yang dikeluarkan sebelum waktu itu, ordonansi-ordonansi untuk mengadakan bea-keluar pertahanan (Stbl. Indonesia 1948 No. 97 terakhir diubah dengan ordonansi yang dimuat dalam Stbl. Indonesia 1942 No. 27), bea-keluar-tambahan (Stbl. Indonesia 1940 No. 423 terakhir diubah dengan ordonansi yang dimuat dalam Stbl. Indonesia 1941 No.447) dan bea-keluar- peralihan (Stbl. Indonesia 1947 No. 54 diubah dengan ordonansi yang dimuat dalam Stbl. Indonesia 1948 No. 165).

Pasal 13.

Harga-harga yang ditetapkan untuk triwulan kesatu dan kedua dari 1949 untuk menghitung bea-keluar-peralihan dan bea-bea keluar lain dianggap ditetapkan juga berdasarkan ketetapan pada ordonansi ini.

Pasal 14.

    Ordonansi ini dapat disebut sebagai "Ordonansi Bea Keluar Umum 1949".
    Peraturan untuk penjabarannya karet menjadi karet kering.

Untuk pelaksanaan ketetapan pada pasal 2 ayat 1 pangkal dari "Ordonansi Bea-keluar-Umum 1949" (Stbl. No. 39) Menteri Keuangan dengan keputusan tanggal, 13 September 1950 No. 196305/B.C. menetapkan sebagai berikut :
Kesatu : Untuk pemungutan bea-keluar penjabarannya karet menjadi karet kering dilakukan :
A. Jika berkenaan dengan karet yang dihasilkan dari tanaman-tanaman peliharaan kebun budidaya (yang dinamai karet-kebun).
I. Latex, yang cair (air-susuan karet) ......... sama dengan jumlah-timbangan karet-kering yang dikandung dalam latex itu;
II. Lainnya ................................menurut kadar 100 %
B. Jika berkenaan dengan karet tidak termasuk yang disebut dipangkal A (yang dinamai karet rakyat) :
I. karet dalam kepingan yang pada irisannya, tidak mempertunjukkan warna putih kesusuan atau yang mana lebarnya bahagian irisan yang putih kesusuan itu kurang dari pada setengah tebalnya kepingan.........menurut kadar 100 %.
II. serap dan karet-jatuhan yang kasar dan sama sekali belum dibersihkan ........................................ menurut kadar 75%.
III. segala karet yang tidak termasuk I atau II .......................... menurut kadar 90 %.
kedua : keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1950.
Pembebasan Bea-keluar-Umum pada pengeluaran contoh-contoh dan jalur-jalur contoh dan perabot-rumah-pindahan.
Dengan keputusan Menteri Keuangan tanggal, 9 Pebruari 1949 No. 11541 yang mulai berlaku pada tanggal, 1 Pebruari 1949, berdasarkan ketetapan dalam pasal 4 ayat 2 bagian a dab d dari "Ordonansi Bea-keluar-Umum 1949" (Stbl. No. 39).
Kesatu : memberikan pembebasan bea-keluar umum untuk contoh-contoh dan jalur-jalur contoh, sepanjang barang-barang itu tidak atau hanya sedikit berharga yang terdiri dari barang-barang guna melukiskan sesuatu barang- dagangan yang tertentu dan dengan tujuan untuk mendapat pesanan-pesanan, jika barang-barang itu tidak diserahkan atas pesanan dan dengan pembayaran oleh seorang pedagang atau pengusaha pabrik di luar-negeri;
Ke-dua : memberikan pembebasan bea-keluar umum untuk perabot-rumah-pindahan, sepanjang barang-barang itu terdiri dari barang-barang yang telah dipakai, yang dikeluarkan karena pindah ketempat diluar daerah pabean , jika dan sepanjang barang-barang itu sebelumnya telah termasuk dalam perabotan yang bersangkutan, yang tidak dibeli berhubung dengan pembawaan ketempat lain dan mempunyai tujuan untuk tetap menjadi bahagian dari perabot-perabot itu.

________

Lampiran I.

Peraturan tentang pemberian pembebasan bea-masuk untuk ramuan-ramuan kimia, bahan-bahan cat dan bahan-bahan lainnya sejenis itu, yang diperlukan sebagai alat penolong pada pekerjaan-pekerjaan dalam pabrik-pabrik dan perusahaan- perusahaan lain.

(Peraturan Pemerintah tanggal 11 Juli 1931, S. No. 312).

Pasal 1.

Jika diperhatikan ketetapan-ketetapan yang dimuat dalam pasal-pasal berikut, dibebaskan dari bea-masuk barang-barang yang tercantum pada daftar yang ber- ikut peraturan ini, sepanjang barang-barang itu dipergunakan sebagai alat penolong pada pekerjaan-pekerjaan, yang disebutkan pada daftar itu dibelakang tiap-tiap jenis barang yang tercantum padanya.

Pasal 2.

1. Barang siapa yang menghendaki pembebasan itu, menyampaikan permohonan kepada Direktur Jendral Bea dan Cukai dengan memberitahukan tempat letaknya pabrik atau perusahaan itu, banyaknya barang-barang yang dipandang diperlukan untuk setahun, pun juga jumlah sekurang-kurangnya yang direncanakannya akan dimasukkan tiap-tiap kali dan kantor-pabean, dimana ia hendak melakukan pe- masukan itu.
2. Jika permintaan itu dapat dikabulkan menurut ketetapan-ketetapan yang ber- laku dan pemohon tidak menurut pasal 11 dikecualikan dari pemberian pembebasan, Direktur Jendral memberikan kepadanya akte pembebasan.
3. Pada akte itu ditetapkan :
a. banyaknya, yang tiap-tiap tahun takwin dapat dimasukkan dengan pembebasan bea-masuk;
b. banyaknya, yang dalam bahagian tahun yang sedang berjalan, dalam mana akte pembebasan diberikan, dapat dimasukkan dengan pembebasan bea-masuk;
c. jumlah sekurang-kurangnya, yang diharuskan untuk pemasukan-pemasukan sendiri sendiri;
d. kantor-pabean, dimana pemasukan harus dilakukan.

Pasal 3.

1. Kecuali Direktur Jendral berpendapat, bahwa sedemikian itu tidak perlu untuk menjamin bea-masuk, maka pada akte-pembebasan ditetapkan pula, bahwa dan dengan bahan atau bahan-bahan mana, pun juga dalam imbangan bagaimana barang-barang itu harus dicampur. Dalam hal itu dalam akte diterangkan juga apakah bahan- penyampur harus diadakan oleh yang berkepentingan, ataukah akan diadakan dengan biayanya oleh Direktur Jendral Bea dan Cukai.
2. Jika penyampuran tidak diharuskan pada pembebasan itu oleh Direktur Jendral dapat dihubungkan syarat-syarat istimewa yang berkenaan dengan pengawasan atas pemakaian barang-barang.

Pasal 4.

1. Pada pemasukan barang-barang, untuk mana dikehendaki pembebasan, maka tujuan- nya diberitahukan pada surat pemberitahuan yang ditentukan menurut ayat ke-satu pasal 27 Reglemen A yang berikut pada Ordonansi 1 Oktober 1882 (Stbl. No. 240) atau menurut ayat kedua pasal 6 Reglemen B yang berikut pada ordonansi itu.
2. Untuk bea-masuk dipertaruhkan uang jaminan dan dimasukkan dalam Daftar 21.

Pasal 5.

1. Pengangkutan barang-barang ke-pabrik atau ke-perusahaan dilakukan dengan konsen 18, yang bentuknya menurut contoh yang ditetapkan oleh Direktur Jendral dan selanjutnya harus dilakukan dalam penjagaan atau pemeteraian.
2. Pemasukkan dalam pabrik atau perusahaan dilakukan dalam pengawasan pegawai- pegawai Direktorat Jendral Bea dan Cukai atau pegawai-pegawai yang bertugas se- demikian.
3. Jika penyampuran barang-barang diharuskan, penyampuran ini harus segera dikerjakan dihadapan pegawai-pegawai setelah dimasukkan .
4. Pegawai-pegawai memberikan keterangan pada konsen tentang banyaknya yang dimasukkan dan jika dilakukan penyampuran juga keterangan tentang penyampuran ini.

Pasal 6.

1. Bahan-bahan yang dimasukkan dengan pembebasan tidak dibolehkan dipergunakan untuk maksud lain dari pada maksud untuk mana pembebasan diberikan dan kecuali dengan ketetapan pasal 13 tidak boleh dikeluarkan dari pabrik atau perusahaan tanpa dikerjakan.
2. Oleh Direktur Jendral dapat ditetapkan, bahwa dalam pabrik atau perusahaan tidak boleh berada ketel-penyuling.
3. Ia dapat juga menetapkan, bahwa bahan-bahan yang dimasukkan dengan pem- bebasan, setelah selesai dikerjakan, harus dimusnahkan.

Pasal 7.

1. Penerimaan Direktorat Jendral Bea dan Cukai ditempat, dimana pemasukan barang-barang itu dilakukan, mengadakan rekening dengan orang mendapat pem- bebasan.
2. Jika lebih banyak dimasukkan dari pada jumlah yang dapat diberikan pem- bebasan untuk tahun yang sedang berjalan, maka konsen untuk kelebihan itu tidak diselesaikan dan bea-masuk dari kelebihan ini diperhitungkan dengan jaminan yang dipertaruhkan.

Pasal 8.

1. Yang mendapat pembebasan tiap-tiap tahun, selambat-lambatnya pada tanggal 15 Januari, memasukkan dikantor penerima yang bersangkutan suatu surat pem- beritahuan tertulis dan yang ditanda-tangani tentang banyaknya barang-barang yang dimasukkan dengan pembebasan bea-masuk, yang pada tanggal 31 Desember tahun yang baru lalu masih belum dipergunakan.
2. Jumlah ini dianggap sebagai pemasukan pertama dalam tahun yang baru dan seperti sedemikian dimasukkan dalam rekening yang dimaksud dalam pasal 7.
3. Selama pemberitahuan yang dimaksud dalam ayat kesatu tidak dimasukkan, maka pemasukan baru tidak diizinkan.

Pasal 9.

1. Pegawai-pegawai berhak dengan izin penerima yang bersangkutan, selama bulan Januari tiap-tiap tahun mencacah barang-barang yang berada dalam pabrik atau perusahaan yang dimasukan dengan pembebasan, dengan tidak mem- perdulikan apakah peberitahuan yang diharuskan menurut pasal 8, sudah atau belum dimasukkan.
2. Yang mendapat pembebasan, jika dikehendaki, diwajibkan memberikan bantuannya pada pencacahan itu.

Pasal 10.

Dengan tidak mengurangi ketetapan pada pasal 11 akte-pembebasan batal:
a. jika pabrik atau perusahaan untuk mana diberikan pembebasan ditutup atau jatuh ketangan lain.
b.jika selama 2 tahun takwim tidak dilakukan pemasukan dengan memper- gunakan pembebasan itu. Dalam keadaan yang istimewa Direktur Jendral dapat memperpanjang tempo ini.

Pasal 11.

Jika ada ternyata kecurangan atau percobaan untuk itu, pun juga jika ketentuan dari peraturan ini tidak dipenuhi, Direktur Jendral dapat mencabut akte-pembebasan dan mengecualikan berkepentingan yang dahulunya mendapat pembebasan, untuk waktu yang tertentu atau tidak dari suatu pembebasan berdasarkan peraturan ini.

Pasal 12.

1. Jika suatu akte-pembebasan batal berdasarkan pasal 10 atau dicabut berdasarkan pasal 11, berkepentingan yang dahulunya mendapatkan pembebasan diharuskan dalam waktu empat belas hari sesudah hari pembetalan akte atau dalam waktu empat belas hari sesudah tanggal pada mana pemberitahuan tentang pencabutan akte itu mungkin dapat sampai padanya, memasukkan dikantor penerima yang bersangkutan suatu pemberitahuan tertulis ditanda tangani, tentang banyak nya barang-barang yang dimasukan dengan pembebasan bea-masuk, yang pada hari pembatalan atau pencabutan akte masih belum dipergunakan.
2. Pegawai-pegawai berhak dengan izin penerima yang bersangkutan dalam pabrik atau perusahaan memeriksa pemberitahuan yang dimaksud dalam ayat kesatu, atau jika pemberitahuan tidak dimasukkan, memeriksa dalam pabrik atau perusahaan, berapa banyak barang semestinya disebutkan pada pemberitahuan yang diharuskan itu, pada pekerjaan mana bila dikehendaki berkepentingan harus memberikan bantuannya.
3. Untuk barang-barang yang menurut pemberitahuan atau menurut pendapatan pe- meriksaan pegawai-pegawai, jika pendapatan ini berlainan dengan pemberitahuan, atau jika tidak dimasukkan pemberitahuan, pada hari pembatalan ataupun pen- cabutan akte masih belum dipergunakan harus dibayar bea-masuk, kecuali dalam hal yang ditetapkan dalam pasal 13.
4. Bea masuk yang dimaksud dalam ayat 3 dihitung menurut Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang berlaku pada hari pembatalan atau pencabutan akte.

Pasal 13.

Dalam hal-hal yang dimaksud pada a dan b pasal 10, Direktur Jendral dapat mengizinkan dengan syarat-syarat yang akan ditetapkannya, bahwa barang-barang yang ada yang masih belum dipergunakan pindah tangan kepada orang-orang lain, yang mempunyai akte-pembebasan untuk barang-barang sejenis itu.

Pasal 14.

(1) Untuk pengawasan pegawai-pegawai pada pengangkutan barang-barang sebagai yang dimaksud pada ayat ke-satu dari pasal 5, pun juga untuk pekerjaan- pekerjaan pemasukan dan penyampuran barang-barang harus dibayar upah penjagaan berdasarkan ketetapan pada pasal 9 Ordonansi 1 Oktober 1882 (Stbl. No. 240).
(2) Yang mendapat pembebasan diharuskan mengganti biaya-perjalanan, pun juga biaya penginapan yang mungkin dikeluarkan dsb. kepada pegawai-pegawai yang bersangkutan, satu dan lain menurut perhitungan Kepala Kantor Bea dan Cukai ditempat pemasukan barang-barang.

Pasal 15.

(1) Peraturan ini mulai berlaku pada hari pengumumannya.
(2) Pada waktu yang dimaksud pada ayat ke-satu, tidak berlaku lagi Ordonansi 23 Oktober 1925 (Stbl. No. 546) sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan ordonansi 2 Nopember 1930 (Stbl. No. 390).
(3) Semua akte-akte-pembebasan yang pada waktu itu masih laku yang diberikan berdasarkan ordonansi yang dimaksud dalam ayat dimuka, tetap berlaku dan di- anggap sebagai diberikan berdasarkan ketetapan-ketetapan peraturan ini.

Lampiran II.

Peraturan-peraturan tentang pemberian pembebasan bea-masuk untuk minyak- tambang mentah yang tidak baik dipergunakan langsung, yang diperlukan guna membuat hasil-hasil yang akan dijual (1).

(Ordonansi 28 September 1923 S. No. 487).

Pasal 1.

Untuk minyak-tambang mentah yang tidak baik untuk dipergunakan langsung, yang diperlukan guna membuat hasil-hasil yang akan dijual, oleh Direktur Jendral Bea dan Cukai diberikan pembebasan bea-masuk, berdasarkan ayat kesatu pasal 3 Undang-Undang Tarif Indonesia, akan tetapi hanya dengan syarat-syarat yang tersebut dibawah ini.

Pasal 2.

Pengusaha pabrik yang ingin mendapatkan pembebasan bea-masuk sebagai dimaksud dalam pasal 1, menghadap untuk itu kepada Direktur Jendral Bea dan Cukai dengan memberitahukan tempat letaknya pabrik dan banyaknya yang ia hendak masukkan tiap-tiap kali.

Pasal 3.

(1) Pada pemasukan minyak-tambang, untuk mana dikehendaki pembebasan, dalam pemberitahuan yang ditetapkan pada ayat ke-satu pasal 17 Reglemen A yang berikut pada ordonansi 1 Oktober 1882 (Staatsblad No. 240) atau pada ayat kedua pasal 6 Reglemen B yang berikut ordonansi disebutkan tujuannya .
(2) Untuk bea-masuknya dipertaruhkan jaminan (Daftar 21).
(3) Pengangkutan minyak-tambang ke pabrik dilakukan dengan konsen 18, yang di- perbuat menurut contoh yang ditetapkan oleh Direktur Jendral.
(4) Pegawai-pegawai Bea dan Cukai membuat pada konsen keterangan tentang banyak nya yang dimasukkan dalam pabrik.

Pasal 4.

Minyak-tambang yang dimasukkan dengan pembebasan tidak boleh dipergunakan untuk tujuan lain melainkan untuk pembebasan yang diberikan dan tidak boleh dikeluar- kan dari pabrik dalam keadaan tidak dikerjakan.

Pasal 5.

(1) Penerimaan Bea dan Cukai ditempat dimana pemasukan minyak-tambang itu di- lakukan, mengadakan rekening untuk pengusaha pabrik.

_____________________

(1) Lihat juga lampiran III.
(2) Jika lebih banyak dimasukkan dari pada yang diberikan pembebasan, maka konsen untuk kelebihan itu tidak diselesaikan dan bea-masuknya diperhitungkan dengan jaminan yang dipertaruhkan.

Pasal 6.

(1) Pada akhir tahun pabrik memasukkan dikantor penerima yang bersangkutan suatu pemberitahuan tertulis yang ditandai tangani tentang banyaknya minyak- tambang yang dimasukkan dengan pembebasan bea-masuk, yang pada penghabisan masa itu masih belum dipergunakan.
(2) Jumlah ini dianggap sebagai pemasukan pertama untuk tahun yang berikutnya dan yang sedemikian itu dibukukan dalam rekening yang dimaksud pada pasal 4.
(3) Selama pemberitahuan yang tersebut tidak dimasukkan, pemasukan baru tidak diizinkan.

Pasal 7.

Pegawai-pegawai berhak, dengan izin penerima yang bersangkutan pada akhir tahun dalam tempo satu bulan sesudah penghabisan tahun menyacah minyak-tambang yang ada dalam pabrik yang dimasukkan dengan pembebasan, tidak perduli apakah pem- beritahuan yang dimaksud pada pasal dimuka sudah atau belum dimasukkan.

Pasal 8.

Jika ternyata ada kecurangan atau percobaan untuk itu, demikian juga jika kete- tapan-ketetapan ordonansi ini tidak dipenuhi, Direktur Jendral dapat mencabut hak pengusaha pabrik untuk memasukkan minyak-tambang mentah yang akan diper- gunakan dalam perusahaannya dengan pembebasan bea-masuk, untuk waktu yang di- tentukan atau tidak.

Pasal 9.

(1) Untuk pengawasan pegawai-pegawai pada pengangkutan ke-dan pada pemasukan dalam pabrik diharuskan membayar upah penjagaan berdasarkan ketetapan pada pasal 9 ordonansi 1 Oktober 1882 (Staatsblad. No. 240).
(2) Pengusaha pabrik diwajibkan mengganti biaya-biaya perjalanan, demikian juga biaya-biaya penginapan dll. yang mungkin ada, satu dan lain menurut perhitungan Direktur Jendral Bea dan Cukai ditempat pemasukan minyak-tambang mentah itu.

Pasal 10.

Ordonansi ini dsb.

Lampiran III.

Pembebasan bea-masuk untuk belerang mentah dan pirit, yang diperlukan guna mem- buat asam belerang dan asam-belerang-muda. (Ordonansi dari 29 September 1926, S. No. 431).

Pasal 1.

Untuk belerang mentah dan pirit, yang diperlukan guna membuat asam-belerang dan asam belerang-muda, oleh Direktur Jendral Bea dan Cukai diberikan pembebasan bea-masuk menurut ayat ke-satu dari pasal 3 Undang-Undang Tarif Indonesia, ber- dasarkan dan menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan Ordonansi 28 September 1923. (Staatsblad No. 487) (1).

Pasal 2.

Ordonansi ini dsb.
(1) Lihat lampiran II.

Lampiran IV.

Pembebasan bea-masuk untuk barang-barang Pemerintah yang tertentu. (Keputusan Pemerintah 3 Juli 1916 NO. 2, S. NO. 475 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Pemerintah 23 Oktober 1940 No. 13, S. No. 505 dan 8 Juni 1952 No. 30).
Tidak dipungut bea-masuk untuk
a. senjata dan alat-alat ketentaraan, mesiu dan barang-barang lain yang diperlu- kan untuk senjata dan alat-alat ketentaraan itu dan untuk mempergunakannya atau memeliharanya, pakaian dan perlengkapan yang resmi untuk tentara yang dimasuk- kan untuk atau atas biaya Kementerian Pertahanan, dengan ketentuan, bahwa perse- lisihan paham tentang mungkin atau tidaknya sesuatu jenis alat-alat dan barang- barang dimasukkan dalam pengertian peraturan ini akan diputuskan oleh Menteri Keuangan.
b. bagal-bagal dan kuda-kuda, yang dibeli untuk atau atas tanggungan Kementerian Pertahanan di Indonesia;
c. madat yang dimasukkan untuk atau atas tanggungan Negeri;
d. dsb.

Lampiran V.

Pembebasan bea-masuk untuk konsulat-konsulat asing dan pegawai-pegawai konsuler.
Keputusan Pemerintah 13 Septeber 1929 No. 23 S. No. 351). Tidak dipungut bea- masuk untuk :
a. barang-barang pindahan, kepunyaan dan barang-barang lain untuk dipakai sen- diri oleh pegawai-pegawai yang menjalankan pekerjaan konsuler Negara Asing di Indonesia, pegawai-pegawai konsulat-konsulat di Indonesia, kesemuanya itu asal- kan mereka bangsa asing dan dalam pada waktu itu di Indonesia tidak menjalankan perusahaan atau pekerjaan dan tentang barang-barang lain untuk dipakai sendiri yang dimaksud diatas, lebih lanjut dengan syarat timbal balik dengan negara- negara yang bersangkutan mengenai pegawai-pegawai konsuler Indonesia dan pegawai pegawai konsulat.Termasuk dalam arti dipakai sendiri, dipakai oleh anggota kelu- arga mereka;
b. barang-barang keperluan konsulat yang dikirimkan oleh Pemerintah-pemerintah asing ke konsulat mereka yang berkedudukan di Indonesia, asalkan di Negara ber sangkutan untuk konsulat-konsulat Belanda yang berkedudukan disana diberikan pembebasan yang sama.

Lampiran VI.

Pembebasan bea-masuk untuk barang-barang pindahan. (Keputusan Wakil Tinggi Mahkota Indonesia 1> 23 Desember 1949 No. 27. S. No. 437).
Untuk pelaksanaan apa yang tersebut dalam ordonansi 9 Desember 1949 (Staatsblad No. 383) oleh Wakil Tinggi Mahkota 1> di Indonesia ditetapkan sebagai berikut :
Ke-satu :
Diberikan pembebasan bea-masuk untuk perabot-rumah pindahan, selama terdiri dari barang-barang yang sudah dipakai, yang dimasukkan karena kepindahan ke- satu tempat dalam daerah-pabean Indonesia, jika dan selama barang-barang itu sebelumnya telah termasuk dalam perabot-rumah yang bersangkutan, tidak dibeli berhubung dengan kepindahan ke Indonesia dan tetap akan menjadi bahagian dari perabot rumah itu dan selanjutnya tidak termasuk dalam sesuatu persediaan dagang atau perusahaan.
Ke-dua :
Ditetapkan, bahwa keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1950 (1) sekarang Presiden.

_____________________

1) Menteri Keuangan.

Lampiran VII.

Peraturan-peraturan tentang pemberian pembebasan atau pengembalian bea-masuk untuk material bakal-bakal, benda-benda dan bahan-bahan yang akan diperguna- kan atau telah dipergunakan untuk menyusun atau membuat barang-barang dari padanya, yang akan dikeluarkan dari daerah-pabean.

(Peraturan-Pemerintah 31 Maret 1937, S. No. 184).

Pasal 1.

Pembebasan atau pengembalian bea-masuk, seperti yang dimaksud dalam pasal 3a Undang-Undang Tarif Indonesia (Staatsblad 1924 No. 487 dan lebih lanjut Staatblad 1937 N0. 175), hanya semata-mata diberikan terhadap bakal-bakal, benda-benda dan bahan-bahan, yang dimasukkan oleh pengusaha-pengusaha pabrik, yang mengerjakan barang-barang yang dimaksud itu didalam Negeri, jika dan se- lama dapat ditetapkan dengan memuaskan Direktur Jendral Bea dan Cukai, untuk jumlah bea-masuk seberapa pembebasan berlaku, dan atau untuk jumlah seberapa pengembalian dapat diberikan.

Pasal 2.

(1) Pengusaha-pengusaha pabrik, yang ingin mendapatkan pembebasan atau pengem- balian bea-masuk, sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, memasukkan untuk itu kepada Direktur Jendral Bea dan Cukai suatu permohonan tertulis, dengan keterangan tentang :
ke-1 nama pabrik dan letaknya;
ke-2 sifat pekerjaan atau perusahaan;
ke-3 jenis bakal-bakal, benda-benda dan bahan-bahan wajib bea yang dimasukkan oleh pengusaha pabrik, yang akn digunakan untuk menyusun dan membuat dari padanya hasil-hasil akhir, yang akn dikeluarkan dari daerah pabean;
ke-4 jenis hasi-hasil yang dimaksud pada ke-3, dengan keterangan tentang banyaknya bakal-bakal, benda-benda dan bahan-bahan yang digunakan untuk menyusun atau membuat tiap-tiap satuan dari tiap-tiap jenis.
ke-5 kantor pabean, dimana akan dilakukan pemasukan bakal-bakal, benda-benda dan bahan-bahan dan dimana hasil-hasil akhir yang dibuat dari padanya atau disusun dengannya akan dikeluarkan.
(2) jika dianggap perlu guna mempertimbangkan permohonan itu, maka dapat dituntut, bahwa harus lagi diberikan keterangan lain dari pada yang dimaksud dalam ayat 1.

Pasal 3.

Dengan memperhatikan ketetapan dalam pasal 1, pembebasan dan pengembalian yang diminta diberikan oleh Direktur Jendral Bea dan Cukai,dengan syarat dimana perlu dengan pembayaran penggantian untuk biaya-biaya pemeriksaan jabatan yang akan ditetapkannya dan lain dari pada itu dengan syarat-syarat yang akan diadakannya.

Pasal 4.

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada hari pengumumannya.

Lampiran VIII.

Pelaksanaan pasal 3b Undang-Undang Tarif Indonesia. Bea-masuk barang- barang yang padanya terdapat bahagian-bahagian yang dahulunya dikeluarkan dari daerah-pabean.

(Peraturan Pemerintah 31 Maret 1937,S. no.185)

Pasal 1.

Jika diperhatikan ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam pasal-pasal berikut, maka pada pemasukan barang-barang, yang padanya terdapat bahagian- bahagian yang dahulunya dikeluarkan dari daerah pabean, harus dibayar bea-masuk atas harga barang-barang itu, dikurangi dengan harga bahagian-bahagian yang tersebut diatas pada waktu pengeluarannya.

Pasal 2.

Untuk pemberitahuan atau penetapan harga yang dikenakan bea masuk dari barang- barang yang dimasukkan secara yang dimaksud dalam 1, harus ada idzin Direktur Jendral Bea dan Cukai ditempat, dimana bahagian-bahagian yang berasal dari dalam daerah-daerah dimuat untuk dikeluarkan.

Pasal 3.

Untuk mendapatkan izin yang dimaksud dalam pasal 2, yang hendak mengeluarkan barang-barang yang dimaksud disana, memasukkan kepada Direktur Jendral Bea dan Cukai bersangkutan untuk itu suatu permohonan tertulis, rangkap dua, yang menyebutkan :
a. uraian yang jelas dari barang-barang yang akan dikeluarkan;
b. banyak dan harganya barang-barang, pun juga tanda-tanda dan keterangan- keterangan lain-lain istimewa guna mengenal barang-barang itu kembali;
c. tempat dimana barang-barang berada;
d. alat pengangkutan dengan mana barang akan dikirimkan keluar daerah-pabean;
e. uraian tentang barang-barang, pada mana barang-barang yang hendak dikeluar- kan itu akan terdapat pada pemasukannya kembali;
f. suatu keterangan bahwa yang berkepentingan jika diminta, bersedia untuk memperlihatkan buku-buku atau surat-surat lain, yang dapat menyatakan harga barang-barang pada pengeluarannya.

Pasal 4.

Izin hanya diberikan jika :
1. Ternyata dengan memuaskan Direktur Jendral Bea dan Cukai yang bersangkutan, bahwa atas barang-barang yang akan dikeluarkan, pada pemasukan kembali tersen- diri tidak dikenakan bea-masuk;
2. Barang-barang dapat diberikan tanda-tanda pengenal kembali atau dengan meng- ambil ukuran, timbangan atau penunjuk-penunjuk lainnya yang cukup memberikan jaminan guna mengenal barang-barang itu kembali;

Pasal 5.

Jika izin itu diberikan, maka terhadapnya pada permohonan itu diberikan kete- rangan, dari permohonan mana sesudah itu lembar asli dikembalikan pada yang ber- kepentingan untuk dipergunakan pada pemasukan kembali.

Pasal 6.

Izin hanya laku, jika pada pemasukan kembali tanda-tanda pengenal kembali yang diberikan masih ada dan selanjutnya bahagian-bahagian itu dapat dikenal kembali dengan nyata.

Pasal 7.

Izin itu pada pemasukan barang-barang harus disampaikan kepada pegawai-pegawai Bea dan Cukai yang bersangkutan untuk dihapuskan atau dicabut.

Pasal 8.

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada hari pengumumannya.

Lampiran XII.

Peraturan-peraturan tentang pemberian pembebasan bea-masuk untuk salpeter (sendawa) murni dan asam-belerang (zwavelzuur).

(Ordonansi 3 Juni 1916, S. No. 473).

Salpeter murni dan asam-belerang, untuk mana diinginkan pembebasan bea-masuk harus dicampur dengan bahan-bahan lain dalam ruangan-ruangan yang dipergunakan pada administrasi Bea dan Cukai, selama dalam ruangan-ruangan itu menurut per- timbangan Kepala Kantor ada tempat yang diperlukan atau dengan izin pegawai itu ditempat lain dengan jaminan-jaminan yang perlu.
Penyampuran harus dilakukan dihadapan pegawai-pegawai :
a. mengenai asam-belerang, dicampur dengan guano atau ammonium sulfat dengan perbandingan sekurang-kurangnya dua kilogram guano atau lima kilogram ammonium sulfat untuk tiap-tiap seratus kilogram asam-belerang;
b. mengenai salpeter murni, dicampur dengan pasir, tanah atau abu menurut ke- hendak yang berkepentingan pada pemasukannya, atau dengan izin Direktur Jend- ral Bea dan Cukai juga dengan bahan-bahan lain dan dengan perbandingan sekurang- kurangnya dua kilogram untuk tiap-tiap seratus kilogram salpeter. Setelah di- lakukan penyampuran dapat diperintahkan untuk segera dikeluarkan dari ruangan- ruangan-Pemerintah.

Lampiran XIII.

Ketentuan-ketentuan tentang pemasukan dan pengrusakan garam untuk perindustrian.
Dipelabuhan-pelabuhan (1) yang ditunjuk oleh Pemerintah pemasukan garam yang tidak berasal dari gudang-gudang-garam Negeri diizinkan, baik didalam maupun diluar daerah monopoli-garam (Lihat S. 1921 No. 454, (2) pasal 5, bagian c dan S. 1907 No. 544) dengan pembayaran bea-masuk yang diharuskan (Rp. 2,- Untuk tiap-tiap 100 kg.), hanya untuk keperluan perusahaan-kerajinan dan dengan syarat, bahwa garam itu terlebih dahulu dengan biaya pengimpor dan menurut kehendak Direktur Jendral Bea dan Cukai dirusakkan untuk dimakan dengan penyam- puran dengan bahan-bahan asing (3).
(1) Berhubung dengan ordonansi-monopoli-garam 1941 (Staatsblad No. 357) pe- nunjuk ini sekarang hanya berarti untuk pelabuhan-pelabuhan yang terletak diluar daerah-monopoli-garam, oleh karenanya penunjukan dahulu yang masih berlaku ialah hanya pelabuhan Langsa. (Keputusan Pemerintah 14 Oktober 1927 No. 29).
(2) Dibatalkan dengan mulai berlakunya Ordonansi-monopoli-garam 1941 (Staatsblad No. 357).
(3) Peraturan-peraturan tentang pengrusakan garam untuk dimakan yang dimasukkan guna keperluan perusahaan industri untuk mana dimintakan izin masuk sebagai garam yang dimasukkan untuk perusahaan industri. Pengrusakan garam untuk tujuan perindustrian harus dilakukan dengan menambahkan pada garam itu 1/2 persen timbangan minyak tanah 1/10 persen timbangan kalium bichromat; yang akhir ini ditambahkan pada garam-itu dalam larutan cair dan dicampurkan sebaik-baiknya seperti dengan minyak-tanah tersebut.
Dalam hal-hal yang mungkin dapat dihadapi, dalam pada mana alat-pengrusak umum ini untuk perusahaan yang bersangkutan mengakibatkan keberatan yang tidak dapat diatasi, maka atas permintaan yang berkepentingan Direktur Jendral Bea dan Cukai akan dapat menetapkan alat-pengrusak lain.

Lampiran XIV.

Ketentuan-ketentuan tentang pembebasan dan atau sebahagian bea-masuk untuk barang alkohol sulingan, alkohol-metil (houtgeest), minyak-fusel dan alkohol- amil, - butil dan propil.
I. Pembebasan sebahagian bea-masuk dan pembebasan cukai untuk barang alkohol- sulingan, yang dalam Negeri ini dirusakkan supaya tidak dapat diminum. (lihat Bab I "Peraturan-pembebasan-barang alkohol-sulingan", S. 1934 No. 666 (1) ).
II. Pembebasan sebahagian bea-masuk untuk barang alkohol-sulingan yang dirusak- kan diluar Indonesia supaya tidak dapat diminum, demikian juga untuk barang- barang cat, bahan-pengisi dan-penyumbat, bahan perekat dan penempel, bahan- penyekat dan pakking dan hasil-hasil guna menghapus hama atau untuk memusnahkan parasit, yang dibuat dengan alkohol-sulingan yang dirusakkan. (Lihat Bab II dari "Peraturan-pembebasan barang alkohol-sulingan, S. 1934 No. 666 (1) ).
III. Pembebasan bea-masuk dan cukai untuk alkohol-sulingan guna tujuan keilmuan. (Lihat Bab IV dari Peraturan-pembebasan barang alkohol-sulingan, S. 1934 No. 666 (1) ).
IV. Pembebasan bea-masuk dan cukai untuk alkohol kayu (metil-alkohol), demikian juga untuk minyak-fusel dan amil, butil-dan propil alkohol, yang dipergunakan sebagai bahan atau alat penolong untuk perusahaan kerajinan atau dipergunakan sebagai alat penyampur barang-barang lain. (Lihat Bab VI dari Peraturan- pembebasan-barang alkohol-sulingan, S. 1934 No. 666 (1) ).

_____________________

1) Ditambah dengan peraturan-pemerintah dalam Staatblad 1939 No. 533.
DAFTAR BARANG-BARANG, untuk mana dengan syarat-syarat yang ditetapkan diberi- kan pembebasan bea-masuk.
Berikut peraturan-pemerintah tanggal 11 Juni 1931 (St. No. 312), sebagaimana daftar itu ditambah dengan peraturan-pemerintah tanggal 18 Pebruari 1932 (S. No. 79); 15 Desember 1932 (S. No. 591); 26 Juli 1933 (S. No. 316); 12 Juni 1934 (S. No. 368); 8 September 1934 (S. No. 546); 27 Juli 1935 (S. No.339) 9 September 1935 (S. No. 447); 18 Juni 1937 (S. No. 417); 10 Januari 1938 (S. No. 9); 19 Pebruari 1938 (S. No. 109); 7 Oktober 1938 (S. No. 611); 7 Oktober 1939 (S. No. 607); 4 Maret 1940 (S. No. 75); 28 Agustus 1940 (S. No. 436); 5 Mei 1941 (S. No. 138); 7 Juni 1948 (S. No. 109); 3 Januari 1949 (S. No. 47); dan 18 Agustus 1949 (S. No. 219); keputusan Menteri Keuangan tertanggal 16 Januari 1952 No. Tbs. 6/7/1.
____________________________________________________________________

    Jenis barang-barang

      Tujuan untuk mana pembebasan diberikan

____________________________________________________________________
acidclay a. membersihkan minyak-tanah dan hasil-hasil lain yang dibuat dari minyak-tambang mentah.
aeroflaat b. membersihkan getah perca. mengerjakan bijih emas dan-perak.
aluminiumchloride a.
b.
pembuatan minyak-lincir sintetis.
membersihkan minyak-tanah dan hasil lain-lain yang dibuat dari minyak-tambang mentah.
aluminium hydroxyde(bauxiet) membersihkan hasil yang dibuat dari minyak tambang mentah.
alumuniumsulfaat a.
b.
c.
pembuatan kertas.
pembuatan gliserin yang dimurnikan. pembuatan sabun.
ammoniak membersihkan minyak-tanah dan hasil lain-lain yang dimuat dari minyak-tambang mentah.
bariumchloride a.

b.
pembuatan papan-tripleks dan papan-multipleks.
pembuatan kertas (elektrolise dari garam- dapur).
bariumsulfaat pembuat kertas.
bleekaarde, aktif a.
b.

c.
pembuatan sabun
pembuatan lemak-dan minyak-makan.
membersihkan dan menghilangkan warna parafin dan hasil lain-lain yang dibuat dari minyak- tambang mentah.
bleekaarde, tidak aktif(vollersaarde) a.
b.
pembuatan sabun.
pembuatan lemak-dan minyak-makan
bleekpoeder (chloorkalk) borax a.
b.
pembuatan kertas.
pembuatan papan-tripleks dan papan multipleks.
boraxglas mengerjakan bijih emas dan-perak.
brownoxyde (ijzer en chromoxyde) pembuatan zat-air.
buthylxanthaat mengerjakan bijih emas dan-perak.
calcium carbonaat pembuatan kertas.
calciumchloride membersihkan minyak-tanah dan hasil lain-lain yang dibuat dari minyak-tambang-mentah.
calciumsulfaat pembuatan kertas.
caporit(chlooroplossing) pembuatan kapas-pembebat.
caseine, sepanjang barang ini pada tarif bea-masuk tidak di bebaskan (kaseina). pembuatan papan-tripleks dan papan multipleks.
Caseinelijm (lem kaseina) pembuatan papan-tripleks dan papan multipleks.
castrolie, gesulforneerde(kastroli yang sudah di- sulfonasikan) menceraikan emulsi minyak-tambang mentah.
caustic-soda (soda kaustik) a.


b.
c.
membersihkan minyak-tanah dan lain-lain hasil yang dibuat dari minyak tambang mentah.
pembuatan kertas.
pembuatan kapas-bebat.
chinaclay, tanah tembikar (kaolien) pembuatan kertas.
chloor, cair pembuatan kertas.
choloroform ekstraksi dari bahan tumbuh-tumbuhan.
criselic-acid (kresol) mengerjakan bijih-emas dan-perak.
cyaan-natrium mengerjakan bijih-emas dan-perak.
gips (batu tahu) pembuatan tembikar.
greenoxyde (nikkel magnesiet) pembuatan zat-air.
hyflo supercel memurnikan gula.
yzerchloride (chloride-besi) pembuatan sabun
kaliumbichromat pembuatan sabun
kool, aktif, (arang aktif) a.
b.
c.
memurnikan gula.
pembuatan sabun.
pembuatan minyak-dan lemak-makan.
kopersulfaat a.

b.


c.
pembuatan papan-tripleks dan papan multipleks.
membersihkan minyak-tanah dan lain-lain hasil yang dibuat dari minyak tambang mentah.
mengerjakan bijih emas dan perak.
kwikzilver (air raksa)

litharge (litarsi)

a.


b.
membersihkan minyak-tanah dan lain-lain hasil yang dibuat dari minyak tambang mentah.
mengerjakan bijih emas dan perak.
loodsuiker (gula timber)
mengerjakan cebakan emas dan perak.
natriummacetaat (natriumasetat) pembuatan kertas.
natrium naphta sulphonate(natrium nafta sulfonat) menceraikan emulsi minyak-tambang mentah.
natrium sulfide mengerjakan bijih emas dan perak.
natrium xanthaat (natrium santat) = mengerjakan bijih emas dan perak.
oleine = menceraikan emulsi minyak-tambang mentah.
pine-oil (minyak terpentin kasar) = mengerjakan bijih emas dan perak.
propyl xanthaat (propil santat) = mengerjakan bijih emas dan perak.
salpeter (kalium nitrat) = mengerjakan bijih emas dan perak.
salpeter zuur (asam salpetersoda) = mengerjakan bijih emas dan perak.
soda gecaleineerde = pembuatan kertas.
soda aoch (soda abu) = mengerjakan bijih emas dan perak.
sulfon zeep (sabun sulfon) = menceraikan emulsi minyak tambang mentah.
thiocarbanilide = mengerjakan bijih emas dan perak.
tretolite = menceraikan emulsi minyak tambang mentah.
turkse roodolie = menceraikan emulsi minyak tambang mentah.
vanadium catalyst (vanadium-oxyde) = pembuatan asam belerang.
victoroxyde (phosphorzuur) = pembuatan bensin pesawat-udara bernilai tinggi.
visco = menceraikan emulsi minyak-tambang mentah.
vloeispaat = mengerjakan bijih emas dan perak.
waterglas 

(kaca air)
= a. pembuatan papan-tripleks dan

     multipleks.

  b. mengerjakan bijih emas dan perak.
yollowoxyde (zinkoxyde) = pembuatan zat-air.
zinksulfaat = mengerjakan bijih emas dan perak.
zoutzuur (asam choride)
= a. mengerjakan bijih emas dan perak.

  b. pembuatan kapas-bebat.

  c. pembuatan sabun.

  d. memperoleh minyak-tambang mentah. 
Zwavel (belerang) 
= membersihkan minyak dan lain-lain hasil

  yang dibuat dari minyak-tambang mentah.
Zwavelruur

(atau asam belerang)
= a. membersihkan minyak tanah dan 

     lain-lain hasil yang dibuat dari 

     minyak-tambang mentah.

  b. pembuatan spiritus.

  c. mengerjakan bijih emas dan perak.

  d. pembuatan Jodium.

  e. pembuatan kapas bebat.
Zwaveldioxyde cair 
= membersihkan hasil-hasil minyak

  tambang-mentah.