UNDANG-UNDANG PERBENDAHARAAN
INDONESIA *)

(Terjemahan dari Indonesische Comptabiliteitswet denganperubahan menurut Undang-undang Republik Indonesia).

Peraturan tentang cara pengurusan dan pertanggungan jawab Keuangan Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan sebagai wet 23 April 1864, stbl.1864 No.106 dan diundangkan lagi teks nya yang telah diperbaharui untuk ketiga kalinya terakhir dalam
Stbl. 1925 No. 448 selanjutnya diubah dan diundangkan dalam L.N. 1954
No. 6;1955 Np. 49 dan terakhir Undang-undang No.9 tahun 1968.

BAB PERTAMA
TENTANG BADAN HUKUM INDONESIA DAN CARA
PENGURUSAN KEUANGAN NEGARA

BAGIAN I.
KETENTUAN UMUM.


Pasal 1.

Keuangan Negara Republik Indonesia diurus dan dipertanggung-jawabkan
menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang ini x).

BAGIAN II.
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA.


Pasal 2.

Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, maka Pemerintah memerinci
pos-pos dari bab-bab pengeluaran, sekedar susunan pos-pos itu emungkinkannya, dalam dana (kredit) belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal (Stbl.1925 No.417 jo.1933 No.8 dan LN.1957 No.54).

*) Diterjemahkan oleh DIM Pengarang buku Pedoman bendaharawan.
x) Pasal 1 Undang-undang ini terdiri dari pada 3 ayat, Yang tercantum di atas ialah apa yang tertera dalam ayat 3. Ayat 1 dan 2 dianggap tidak berlaku lagi berhubung dengan penyerahan pengakuan souvereiniteit (kedaulatan) Negara Republik Indonesia.
Bersamaan dengan perincian tersebut, pos-pos dibagi-bagi dalam pasal-pasal dan pada tiap-tiap pasal ditunjuk mata anggaran-mata anggaran, yang akan dibebani pengeluaran-pengeluaran. Pada tiap-tiap pasal dan mata-anggaran dicantumkan per kiraan jumlah yang telah diperhitungkan dalam rangka serta batas-batas kredit yang ditentukan untuk pos yang bersangkutan.
Dapat pula ditunjuk pos-pos yang pengeluarannya akan dibebankan pada pos-pos lain dalam bagian anggaran yang sama atau pada bagian anggaran lain, untuk mana bilamana perlu di tambah bagian kecil atau lebih (yaitu pasal-pasal/mata-anggaran-mata-anggaran) tersendiri pada pos-pos tersebut belakangan ini jumlah-jumlah yang dibebankan paga bagian-bagian kecil itu pada perhitungan anggaran termaksud dalam pasal 69 dibandingkan / diperhitungkan dengan pos-pos yang untuk itu telah disediakan kreditnya.
Penetapan-penetapan dan keputusan-keputusan yang mengatur perincian pada pos-pos tersebut diatas ditempatkan dalam Lembaran Negara.

Pasal 3.

Tidak dijalankan, berhubung dengan kedaulatan.

Pasal 4.

Dihapus dengan Stbl.1933 No.8.

Pasal 5.

Untuk kebutuhan-kebutuhan yang timbul dalam sesuatu tahun anggaran secara mendadak, maka dengan surat keputusan Pemerintah untuk menutup ketekoran-ketekoran yang diharapkan akan terjadi pada pos-pos anggaran yang bersangkutan dapat di tunjuk jumlah-jumlah kredit yang termasuk pos untuk pengeluaran tak tersangka yang telah tersedia pada bagian-bagian anggaran yang bersangkutan.


Dengan cara demikian pula (jadi dengan surat keputusan Pemerintah pula) pos-pos untuk pengeluaran yang tidak tersangka ditunjuk untuk dibebani dengan kebutuhan-kebutuhan yang timbul dalam sesuatu tahun anggaran, yang tidak dapat dibebankan kepada salah satu mata-anggaran dari anggaran belanja (Th. 13488).


Penunjukan yang telah dilakukan berdasarkan ayat 1 pasal ini dalam perhitungan anggaran termaksud dalam pasal 69 di cantumkan pada pos-pos yang berkenaan dengan menyebut keputusan-keputusannya. Pada pos-pos untuk pengeluaran yang tidak tersangka dalam perhitungan anggaran tersebut diterangkan untuk keperluan pos-pos yang sama sampai jumlah-jumlah berapa penunjukan-penunjukan seperti dimaksud telah dilakukan. Pembeban-pembebanan berdasarkan ayat 2 pasal ini diuraikan dan dipertanggung jawabkan dalam perhitungan anggaran termaksud pada pos-pos untuk pengeluaran yang tidak tersangka yang bersangkutan menurut banyak
nya penggolongan mata-anggaran yang masing-masing telah dibebani dengan
pengeluaran untuk kebutuhan termaksud dengan menyebutkan surat-keputusan -surat-keputusan yang telah digunakan sebagai dasar pembebanan tadi.

Pasal 6.

Bila undang-undang penetapan perubahan anggaran terjadi sesudah hari terakhir masih terbukanya tahun dinas anggaran, maka undang-undang itu dianggap berlaku pada hari itu juga.

BAGIAN III
TENTANG TAHUN DINAS.


Pasal 7.

Dirubah dengan Undang-undang Darurat no.3 tahun 1954=L.N.tahun 1954 No.6 jo Undang-undang No.12 tahun 1955 = L.N.: tahun 1955 No.49 dan Undang-undang No.9 tahun 1968.


Tahun dinas anggaran berlaku dari tanggal satu April sampai dengan tanggal tiga puluh satu Maret tahun berikutnya.

Pasal 8.

Dirubah dengan Undang-undang Darurat No.3 tahun 1954 = L.N. tahun 1945 No.6 jo. Undang-undang No.12 th 69 L.N.tahun 1955 No.49.

Yang termasuk dinas sesuatu tahun ialah :

a. Semua jumlah uang, yang merupakan penerimaan atau pengeluaran anggaran, yang selama tahun itu dimasukkan dalam atau dikeluarkan dari Kas Negara atau Kantor-kantor yang diserahi pekerjaan Kas Negara;
b. Semua perhitungan, yang merupakan penerimaan atau pengetahuan anggaran, yang selama tahun itu dilakukan antara bagian-bagian anggaran;
c. Semua jumlah uang, yang merupakan penerimaan atau pengeluaran anggaran, yang selama tahun itu dilakukan atas daftar-daftar perhitungan tertentu, yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan;
d. Semua jumlah uang, yang merupakan penerimaan atau pengeluaran anggaran yang selama tahun itu diterima atau dikeluarkan oleh Wakil-wakil Republik Indonesia;
e. Pembayaran-pembayaran berkenan dengan tahun itu yang diterima dari
atau diberikan kepada perusahaan-perusahaan Negara yang berdasarkan
"Indonesische Bedrijvenwet",
f. Sisa-sisa dari uang-uang untuk diperhitungkan kemudian yang pada akhir tahun itu, yang dalam waktu dua bulan sesudah itu telah diberikan per-hitungannya.

Pasal 8a.

Dicabut dengan Undang-undang Darurat No.3 tahun 1954 = L.N. tahun 1954 No.6 jo Undang-undang No.12 tahun 1955 = L.N. tahun 1955 No.49

Pasal 9.

Dirubah dengan Undang-undang Darurat No.3 tahun 1954 = L.N. tahun
1954 No.6 jo Undang-undang No.12 tahun 1955 = L.N. tahun 1955 No.49

Pasal 10.

Dirubah dengan Undang-undang Darurat No.3 tahun 1954 = L.N. tahun
1954 No.6 jo.Undang-undang No.12 tahun 1955 = L.N.tahun 1955 No.49

(1) Tentang semua jumlah yang merupakan penerimaan atau pengeluaran
anggaran yang termasuk pada pasal 8 huruf a sampai dengan f, disampai-kan pertelaan-pertelaan kepada Departemen-departemen didalam waktu yang demikian, sehingga daftar perhitungan anggaran, yang disebut dalam pasal 69, dapat dibuat selambat-lambatnya enam bulan sesudah akhir bulan.
(2) Menteri Keuangan membuat peraturan-peraturan mengikat tentang pe-
laksanaan ketentuan dalam ayat (1).

Pasal 11.

Dicabut dengan Undang-undang Darurat No.3 tahun 1954 = L.N. tahun
1954 No.6 jo.Undang-undang No.12 tahun 1955 = L.N. 1955 No.49.

Pasal 11a.

Dicabut dengan Undang-undang Darurat No.3 tahun 1954, = L.N. tahun 1954 No.6 jo.Undang-undang No.12 tahun 1955 = L.N. tahun 1955 No.49.

BAGIAN IV.
TENTANG PENERIMAAN.


Pasal 12.

Hasil-hasil bumi atau kerajinan, yang ditanam atau dibuat atas biaya
Negara dan tidak dimaksudkan untuk dijual eceran oleh Pemerintah pada pen-duduk, atau diberikan kepada Departemen-departemen Pemerintah umum
dengan jalan perhitungan (regularisasi), dan juga barang-barang yang diserah-kan pada Negara berupa hasil bumi (innatura), harus dijual dihadapan umum.


Akan tetapi Pemerintah dapat memberikan kuasa untuk menjualnya
dibawah tangan dalam hal dianggapnya perlu bagi kepentingan Negara.

Pasal 13.

Barang-barang tetap yang masih diperuntukan bagi dinas-dinas Negara
tidak boleh dipindah tangankan (vervreemd).


Akan tetapi dari larangan ini dikecualikan bentuk-bentuk yang karena se-
bab-sebab yang mendesak, diserahkan atau dijual pada pihak ketiga atau
kepada para pemborong untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan Negara
Bb.2669 jo.5291,4625,4811; Stbl.1901/325 p.18.

Pasal 14.

Barang-barang bergerak lainnya milik Negara yang penjualannya dianggap
perlu untuk kepentingan-kepentingan Negara, senantiasa harus dijual dihadap-kan umum, kecuali dalam hal-hal istimewa, dimana pemerintah telah memberi kan kuasa atau perintah, untuk menjualnya dibawah tangan (Stbl.1916 No.527;4477.4625).

Pasal 15.

Barang-barang milik Negara tidak boleh digadaikan ataupun dijadikan
tanggungan untuk mendapatkan pinjaman (belemd).

Dikecualikan dari larangan ini adalah hasil-hasil Negara bilamana pengga-
daian atau peminjamannya karena hal-hal mendesak, demi kepentingan Nega-
ra lebih diutamakan dari pada dijual (Bb.3038,6454, dan ps.14.jar.Stbl.
1898 No.164/O.Stbl.1941 No.60).

Pasal 16

Peraturan-peraturan tentang mengadakan pajak baru, menaikkan atau
menurunkan atau penghapusan pajak-pajak yang ada ataupun peniadaan
salah satu sumber pendapatan tidak boleh dijalankan sebelum hal itu dinyata-kan dalam anggaran Pendapatan (Bb.4774, ps.23 U.U.D.),

Pasal 17.

Pengembalian atau pembebasan pajak hanya dapat dilakukan dalam hal-
hal dan dengan cara yang ditentukan dengan peraturan Umum (Bb.4525,
10842).


Bukti-bukti pengembalian disertai dengan segala surat atau daftar yang
menyatakan alasan dan perintah untuk mengembalikan itu disampaikan kepa-
da Badan Pemeriksa Keuangan. Jumlah uang pengembalian pajak-pajak diku-
rangkan dari Penerimaan yang sejenis dari tahun dinas dalam mana pengem-
balian itu telah dilakukan (Sbtl.1932/483;Bb.4274,11260,12423).


Ketentuan-ketentuan pada ayat kedua dan ketiga pasal ini berlaku bagi
tiap-tiap pengembalian dari uang yang telah diterima.


Apabila yang dikembalikan itu melebihi dari pada yang dapat dikurang-
kan dari penerimaan-penerimaan, maka selisih lebihannya itu dipertanggung-jawabkan sebagai pengeluaran.

Pasal 18.

Perselisihan-perselisihan mengenai tagihan-tagihan dapat diselesaikan
Pemerintah dengan jalan (daging) damai untuk hal mana jika yang menjadi
pokok perselisihan mengenai nilai uang lebih dari Rp.10.000,- diperlukan
pengesahan dengan Undang-undang (KUHS 1851).


Tiap-tiap tahun dari persetujuan damai yang tidak memerlukan
persetujuan-persetujuan dengan Undang-undang, diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 19.

Pemerintah memberikan pembebasan penagihan kecuali jika jumlah pem-
bebasannya melampaui Rp. 10.000,- dalam hal mana pembebasan itu
ditetapkan dengan Undang-undang. Pemerintah hanya memberikan pembebasan sesudah mendapat (advise) dari Badan Pemeriksa Keuangan.


Ketentuan tersebut pada ayat 1 dan 2 berlaku bagi pengembalian uang-
uang dalam hal jumlah tagihan itu telah dilunasi.

Pasal 20.

Sebagai penerimaan dari tahun dinas anggaran yang berjalan dibukukan
sebagai "penerimaan yang tidak tersangka" ialah jumlah-jumlah uang yang
kiranya telah dibayarkan secara tidak sah, sedang pengembaliannya baru di-lakukan sesudah penutupan anggaran, dari pengeluaran tersebut.

Pasal 21.

Pemerintah mengatur cara penelitian (verificatie) penerimaan-penerimaan
sesuai dengan Undang-undang ini.
Dalam peraturan itu diusahakan agar para Bendaharawan sekurang-ku-
rangnya setahun sekali menyampaikan perhitungan mereka kepada Badan Pe-
meriksa Keuangan.
Jikalau Bendaharawan dalam menyampaikan daftar perhitungan itu ber-
pegang pada surat-surat bukti yang sedianya dilampirkan akan tetapi lebih
dahulu telah disampaikan kepada Kepala-kepala dari Cabang-cabang Peme-
rintahan (Kepala Direktorat) terhadap siapa mereka menurut instruksi harus memberikan pertanggungan jawab, maka atas permintaan yang berkepentingan atau atas permintaan Badan Pemeriksa Keuangan surat-surat bukti-bukti tersebut harus dikirimkan kepada yang berkepentingan atau diteruskan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (Stbl.1901 No.325 jo. 1902/134 dan 1906/289; Sbtl.1907/324, Bb.6702).

BAGIAN V.
TENTANG PENGELUARAN


Pasal 22.

Pengawasan atas pengeluaran dan penerimaan negara dilakukan oleh Ba-
dan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Undang-undang ini ataupun yang akan ditetapkan kemudian.

Pasal 23.

(Tidak dijalankan, berhubung dengan kedaulatan).

Pasal 24.

Pengeluaran-pengeluaran diluar atau yang melampaui anggaran tidak bo-
leh terjadi.
Dikecualikan dalam hal pengeluaran-pengeluaran untuk pembelian,
pembikinan, pengangkutan dan penjualan hasil-hasil bumi/kerajinan dan upah-upah menurut persentase yang sehubungan dengan itu.

BAGIAN VI
TENTANG PENGURUSAN ANGGARAN


Pasal 25.

Pemerintahan memegang urusan umum Keuangan Negara (dan milik mutlaknya) (U.U.D. pasal 4 ayat 1).

Pasal 26

(Tidak dijalankan, berhubung dengan kedaulatan).

Pasal 27.

Kecuali yang ditentukan pada pasal 42 tidak diperkenankan menghapus-
kan atau menyisihkan jumlah-jumlah uang yang merupakan pengeluaran ang-
garan untuk pembayaran tagihan yang besarnya baru dapat diketahui kemudi-
an.

Pasal 28.

Kredit-kredit yang disediakan dalam anggaran tidak boleh ditambah
(dinaikkan) baik langsung maupun tidak langsung, karena adanya sesuatu keuntungan bagi Negara, terkecuali yang ditentukan dalam pasal 29.

Pasal 29.

Jika barang-barang yang dibeli ataupun dihasilkan untuk dinas negara
diserahkan kepada Departemen lain dari Departemen yang memberi perintah
membeli atau menghasilkan barang-barang itu, maka kredit pada mata anggar
an untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan serupa itu didalam tahun didalam
mana penyerahan barang-barang dilakukan (tidak pandang dibeli atau dihasilkan barang-barang itu) ditambah dengan jumlah sebesar harga taksiran dari barang-barang yang diserahkan itu dan dengan jumlah yang sama diberati mata-anggaran, dari Departemen yang memerlukan pengeluaran untuk melunasi pembayaran bagi barang-barang yang dibutuhkan itu (Lih.Stbl.1866 No.151 jo.1928 No.58, 1949 No.323 dan T.L.N.1073).

Pasal 30.

Barang-barang berupa apapun, tidak boleh diserahkan kepada mereka
yang mempunyai tagihan terhadap negara dengan menguntungkan mata-
anggaran dari anggaran belanja yang menyediakan kredit untuk dapat dibe-
bani dengan piutang tsb.

Pasal 31.

Pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan pembelian barang-barang serta penye-
lenggaraan pengangkutan untuk Negara harus dilakukan dengan surat perjan-
jian dasar penawaran umum.
Hanya bila pemerintah demi kepentingan Negara menganggap perlu, da-
pat diadakan cara yang menyimpang.
Dalam hal ini alasan-alasannya harus dimuat dalam keputusan yang me-
merintahkan dilakukannya pekerjaan-pekerjaan, pembelian barang dan peng-
angkutan-pengangkutan itu. Bb.4948, 5843, 10955, 13578 jo. 13590,
13683, Sbtl. 1916/349, 350 dan 632; 1925/693; 1926/425; 1932/651;
1933/145; Sbtl. 1933/146; jis.365 dan 1935/446 = Regl.tentang mengada-
kan penawaran umum dan penawaran terbatas untuk melaksanakan peker-
jaan-pekerjaan Negara Sbtl. 1934/576 jo. 1035/550 dan 594 = Regl.tentang
mengadakan penawaran umum untuk penyerahan-penyerahan barang (leveringen), transport-transport dan mengerjakan apa-apa untuk Negara.

Pasal 32.

Dalam penawaran umum ditentukan syarat-syaratnya yang harus dipe-
nuhi untuk dapat turut serta sebagai pelamar (calon peminat) pada suatu penawaran (Bb.4033).

Pasal 33.

Hak dan kewajiban Badan-badan yang menyelenggarakan penawaran umum itu, demikian pula hak dan kewajiban pemborong, pelamar (calon) pemborongan dan rekanan-rekanan (leverancers), dan segala cara dan bentuk yang harus diperhatikan dalam hal itu diatur oleh Pemerintah.

Pasal 34.

Dilarang bagi semua Pegawai Negeri untuk melakukan pekerjaan pem-
borongan atau pemasukan barang kebutuhan bagi Negara Republik Indonesia
atau menjadi penjamin untuk hal-hal itu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Larangan itu tidak berlaku bagi Kepala-kepala bangsa Timur Asing, baik
yang digaji maupun tidak.

(1). Kepala-kepala bangsa Timur Asing seperti Mayor, Kapten, Letnan, Wijk-meester bangsa Cina, Arab, sekarang tidak ada lagi).

BAGIAN VII.
TENTANG PELAKSANAAN PENYELESAIAN
PENGELUARAN.


Pasal 35.

Tagihan-tagihan atas beban anggaran diselesaikan oleh Presiden atau
kuasanya (Sbtl.1933/381 jo.1934/175;Bb.3177 jo.6487.14088).

Pasal 36.


Setiap pembebanan anggaran harus didasarkan atas surat tanda bukti
atau bukti-bukti atas hak yang telah diperoleh dari pihak-pihak berpiutang (Bb.4462,10953).

Pasal 37.

(Tidak dijalankan lagi).

Pasal 38.

(Tidak dijalankan lagi).

Pasal 39.

Bila pemeriksaan tentang tagihan-tagihan bagi B.P.K. menimbulkan keberatan sedangkan ordonnanteur tidak dapat menyetujuinya, maka ordonnanteur itu berhak untuk melaksanakan pembayaran tanpa mengurangi
tanggung jawabnya berdasarkan pasal 74 Undang-undang ini (Bb.2470).

Pasal 40.

Dengan Peraturan Pemerintah ditentukan macam dan bentuk surat-surat
bukti tagihan yang harus disampaikan pihak krediteur untuk memperkuat
tagihan-tagihan mereka (Sbtl.1933/381 p.4).

Pasal 41.


Pada perjanjian-perjanjian untuk melakukan penyerahan barang, melak-
sanakan pemborongan pekerjaan atau memberikan jasa tidak boleh dijanjikan
kepada pemborong atau rekanan suatu bunga tertentu karena kelambatan
yang terjadi dalam penglunasan tagihan-tagihan mereka (Bb.3113).

Pasal 42.


Uang muka (Persekot) dapat diberikan kepada pemborong atau rekanan
dan dalam hal-hal yang ditentukan Pemerintah, atas gaji, termasuk juga gaji cuti,gaji non aktip, uang tunggu, uang upah pelaut/prajurit (gagement), pensiun, deklarasi untuk biaya perjalanan dan penginapan, dan pembayaran-pembayaran tetap (vasie uitkeringen).
Uang untuk dipertanggung jawabkan (=UUDP) dapat diberikan dalam
batas-batas anggaran untuk kebutuhan Angkatan Bersenjata dan untuk ke-
perluan pengurusan rumah tangga yang ditunjuk Pemerintah.
Dirubah dengan Undang-undang Darurat No.3 tahun 1954 = L.N. tahun
1954 No.jo. Undang-undang No.12 tahun 1955 = L.N. tahun 1955 No.49
Dari jumlah-jumlah itu selambat-lambatnya didalam dua bulan sesudah penu-
tupan tahun dinas anggaran, diadakan perhitungan dan sisa yang tidak
dikurangkan dari pengeluaran-pengeluaran untuk mata-anggaran yang telah
dibebani dengan pengeluaran-pengeluaran itu.

BAGIAN VIII.
TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN.

Pasal 43 s/d padal 52 dicabut dengan Perpu No.6/1964 jo Undang-undang No.17/1965.

Pasal 53.


(Ditiadakan).

Pasal 54.


Pengawasan Badan Pemeriksaan Keuangan atas pengeluaran meliputi pe-
meriksaan.

Ke-1. Apakah kredit yang tersedia, pada pos-pos anggaran yang bersangku-tan, sesudah diperinci berdasarkan pasal 2 (1) Undang-undang ini mencukupi;
Ke-2. Apakah pengeluaran untuk tujuan yang telah ditentukan itu telah di
bebankan pada mata-anggaran yang betul/tepat;
Ke-3. Apakah tidak terdapat percampuran dari dana-dana dari berbagai
tahun dinas anggaran ataupun bagia-bagian anggaran yang dapat me-
rupakan akibat dari Pengeluaran itu;
Ke-4. Apakah bukti-bukti yang disampaikan memenuhi syarat-syarat yang
telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan untuk diterima sebagai
bukti pengeluaran yang sah dalam pertanggungan-jawab para Benda-
harawan. (Inst.B.P.K.35; Bb.7135).

Pasal 55.


Pengurusan barang-barang dalam gudang-gudang Negara dan tempat-
tempat penyimpanan lainnya ada dalam pengawasan Badan Pemeriksa Ke-
uangan berdasarkan dan dengan cara yang ditentukan dengan peraturan
umum (Sbtl.1968/151,327,1919/331 dan 327,1919/331 dan 666,1914/
578,1922,572,1924,598; Bb.993,3244,3554,3244,3554,4503,5616,7052,7558).

Pasal 55a.


Badan Pemeriksa Keuangan berwenang, sesuai dengan aturan yang dimuat dalam instruksinya ditempat, dimana ada uang-uang dan barang-barang milik Negara dan dimana diadakan pembukuan dan tata usaha untuk itu, disemua kantor/dinas Negara dan lain-lain bangunan Negara.Untuk dimintakannya keterangan-keterangan untuk diadakannya pemeriksaan uang dan barang, pula untuk diperiksanya buku-buku, perhitungan-perhitungan, pertanggungan- pertanggungan jawab, surat-surat tanda bukti-bukti dan lain-lain surat atau daftar yang dianggapnya perlu untuk melaksanakan tugasnya
(Insrt.B.P.K.ps.39a dstb;Bb.14227).

Pasal 56.


Badan Pemeriksa Keuangan terbagi dalam dua meja (instansi).
Tiap-tiap meja memutuskan dengan dua anggauta.
Bila kedua anggauta tidak mencapai kata sepakat, maka Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan untuk mencapai keputusan bertindak sebagai ketua
meja.
Apabila seorang anggauta Badan Pemeriksa Keuangan atau lebih berha-
langan mengerjakan tugasnya lantaran cuti, sakit atau sebab-sebab lain, ketua berkuasa menetapkan bahwa satu meja memutuskan dengan seorang
anggauta.

Pasal 57.


Sidang lengkap Badan Pemeriksa Keuangan tidak dapat dilakukan dengan
anggauta yang kurang dari tiga orang jumlahnya termasuk ketuanya, dengan
pengertian bahwa dalam hal termaksud pada ayat ketiga pasal 80 jumlah itu
sekurang-kurangnya harus empat, termasuk ketuanya.
Apabila seorang anggauta Badan Pemeriksa Keuangan atau lebih berhalangan mengerjakan tugasnya lantaran cuti, sakit atau sebab-sebab lain, maka
ketua berkuasa menetapkan, bahwa akan diadakan suatu sidang yang lengkap
dengan dua anggauta, termasuk ketuanya dan dalam hal yang dimaksud dalam
ayat ketiga pasal 80 dengan tiga orang anggauta, termasuk ketuanya.
Bila dalam sidang lengkap suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya,
keputusan jatuh dengan menguntungkan Bendaharawan.

Pasal 58.


Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan, dimana ditetapkan suatu jumlah
yang dalam hal yang menyangkut pengurusan Bendaharawan, harus diganti
kepada Negara, atau dimana dikenakan suatu denda bagi seorang Bendahara-
wan, dikeluarkan atas nama keadilan (Bandingkan : 84/1957).
Salinan keputusan itu yang berkepala :"Atas nama Keadilan", yang di-
tanda-tangani oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan mempunyai kekuatan
yang sama dan dilaksanakan dengan cara yang sama, sebagai keputusan hakim
(vonis) yang mempunyai keputusan hukum yang tetap (Bandingkan ps.32
ayat 3 Undang-undang 17/1965) dalam perkara perdata.

Pasal 58a.


Badan Pemeriksa Keuangan berwenang berhubung dengan tugasnya, untuk memberi keterangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, bilamana dipandang perlu untuk kepentingan Negara.

Pasal 59.


Cara penyumpahan dan segala yang bersangkutan dengan susunan instruksi Badan Pemeriksa Keuangan ditentukan dalam Peraturan Umum sesuai dengan Undang-undang ini. (Sbtl.1898/164 jis, 1922, 565, 1927/273, 1930/26, 1032,568. 1933/104 dan 320).
Instruksi itu memuat ketentuan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan setiap
waktu diwajibkan, menyampaikan usul dan keterangan kepada Pemerintah
yang menurut hematnya, dapat menuju kepada pengurangan atau penghemat-
an pengeluaran dan penyederhanaan pengurusan keuangan (Instr, Badan pe-
meriksa Keuangan ps.41).
Dalam instruksi itu kepada Badan Pemeriksa Keuangan dapat diizinkan
untuk membatasi pengurusannya dan pekerjaannya, juga yang berdasarkan
Undang-undang ini, hingga meliputi sebagian dari tata usaha dan pertanggungan-pertanggungan jawab para Bendaharawan yang diajukan kepadanya sedemikian rupa sehingga menurut keyakinannya merupakan suatu penghematan kerja dan yang dapat dipertanggungjawabkan.

BAGIAN IX.
TENTANG KEDALUWARSAAN TAGIHAN UANG

Pasal 60.


Dengan menyimpang dari pasal-pasal 1954 dan 1967 Kitab Undang-undang Hukum Sipil, maka hak tagihan-tagihan mengenai utang-utang atas beban Negara, dengan tidak memandang kebangsaan dari pihak-pihak berpiutang, kadaluwarsa sesudah tanggal 31 Desember dan tahun piutang itu sudah dapat ditagih, terkecuali bila piutang piutang itu karena ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Sipil dikenakan masa kedaluwarsa yang lebih pendek.
Selain dari sebab-sebab yang disebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Sipil dapat pula kedaluwarsa termaksud dalam ayat diatas tercegah dengan mengajukan sesuatu tuntutan pada badan administrasi (Instansi Pemerintah) yang bersangkutan (KUHS 1979 dsb.).
Untuk membuktikan hal ini, atas permintaan berpiutang dapat diberikan "tanda terima" yang bertanggal, oleh pembesar-pembesar yang ditunjuk untuk itu dengan Peraturan Umum (Sbtl.1936/227 jis, 379 dan 1937/686).
Daluwarsa ini berlaku pula terhadap orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dalam pengampuan (kuratil) dengan tidak mengurangi tuntutan mereka terhadap wali atau pengampunya (kurator) masing-masing (KUHS
1987;Bb.4599,10568,12602,12700,12920).

Pasal 61.


Ketentuan dasar pasal di atas tidak berlaku untuk tagihan-tagihan mengenai bunga dan cicilan pinjaman uang negara (Sbtl.1938/425) Ps.62, ps.63, ps.64, (Dih, dengan Sbtl.1935 No.1 jo.1936 No.379).

BAGIAN X.
TENTANG LARANGAN MENYITA UANG,
BARANG-BARANG DAN MILIK NEGARA.

Pasal 65.


Kecuali sesudah mendapat idzin lebih dahulu dari hakim, tidak diperkenankan menyita :

a. Uang-uang Negara, efek-efek atau surat-surat yang bernilaikan uang, yang berada pada badan-badan administrasi maupun pihak ketiga;
b. Uang-uang yang harus dibayar oleh pihak ketiga kepada Negara;
c. Barang-barang bergerak, barang-barang dagangan dan perkakas rumah tangga kepunyaan Negara, dengan tidak memperdulikan, apakah barang itu dimiliki atau digunakan oleh Negara atau berada pada pihak ketiga; dan
d. Barang-barang tetap dan hak-hak kebendaan kepunyaan Negara.

Pasal 66.


Idzin itu harus dimintakan kepada Mahkamah Agung dengan mendengar Penuntut Umum (Kejaksaan Agung).
Idzin tidak diberikan, kecuali dengan secara singkat dapat dibuktikan bahwa penyitaan tersebut dapat dibenarkan.
Idzin itu menunjuk barang-barang mana yang boleh disita.
Barang-barang yang karena sifatnya ataupun tujuannya, harus dianggap bukan barang untuk diperdagangkan oleh Undang-undang maupun Peraturan Umum, dinyatakan tidak dapat disita.

BAB KEDUA
TENTANG PERTANGGUNGAN JAWAB KEUANGAN
BAGIAN I
PERTANGGUNGAN JAWAB HASIL BUMI
([BPERKEBUNAN) PEMERINTAH.
Ps. 67 dan Ps. 68 ditiadakan.
BAGIAN II
TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN.

Pasal 69.


Pemerintah membuat suatu Anggaran dengan menyebutkan tanggal penutupannya. Perhitungan itu menyatakan dengan mempergunakan, urutan susunan anggaran dan dengan uraian-uraian yang sama dari bagian-bagian, bab-bab, pos-pos pasal-pasal dan mata anggaran secara terpisah.
Mengenai pengeluaran, jumlah taksiran dan jumlah yang dibebankan atasnya.
Mengenai pengeluaran, jumlah taksiran dan jumlah yang dibebankan atasnya.
Mengenai penerimaan, jumlah taksiran dan jumlah yang telah diterima.
Mengenai tiap-tiap pos pengeluaran, perhitungan itu menyatakan secara tersendiri bagi kredit-kredit untuk belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal, perbedaan perbedaannya antara perkiraan dan kenyataan realisasinya, dengan penjelasan sekedar perlu tentang perbedaan-perbedaan itu dan dengan penunjukan jumlah-jumlah yang telah diselesaikan (dibebankan), yang telah diuangkan dan jumlah-jumlah yang masih belum terbayar lunas.
Mengenai penerimaan-penerimaan, juga diberikan uraian, perbedaan-perbedaan antara perkiraan dan kenyataan hasil pendapatan, dan sekedar perlu dengan penjelasan (ps. 2, 5, 9 dsb. ICW; INSTR.Badan Pemeriksa Keuangan ps.40).

Pasal 70.


Pemerintah mengirimkan Perhitungan Anggaran itu kepada Badan Pemeriksa Keuangan (Bb.5574, 6500.*).
Badan Pemeriksa Keuangan membubuhi Perhitungan Anggaran tersebut suatu
ket_[Berangan tentang pendapatnya, disertai pemberitahuan tentang
keberatan-keberatan dan teguran-teguran yang disebabkan oleh pemeriksaan, juga yang mengenai bukti dari pertanggungan jawab yang disertakan, untuk dalam waktu 4 bulan sesudah diterima, dimana perlu dikirimkan kembali kepada pihak pengirim untuk dijawab dan diperbaiki (72).

Pasal 71.


Tiap-tiap tahun, selambat-lambatnya pada 1 April **); Badan Pemeriksa Keuangan mengirimkan suatu laporan lengkap = HAPTAH tentang pekerjaan-pekerjaannya mengenai tahun yang lalu kepada Pemerintah dimana juga disebut semua penyelewengan yang ditemukan dan penyimpangan-penyimpangan dari peraturan yang ada serta tindakan-tindakan yang Badan Pemeriksa Keuangan anggap perlu untuk kepentingan pengurusan Keuangan negara (ps.80 ayat 5).
Dengan dibubuhi penjelasan seperlunya, Presiden secepat mungkin laporan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Instr.Badan Pemeriksa Keuangan Ps. 21 : Bb.14087 - ps.12).

Pasal 72.


Rancangan Keputusan penetapan perhitungan penutup (Slotvan rekening) diajukan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pada pembukaan sidang biasa yang pertama pada tahun ketiga, berikutnya sesudah penutupan anggaran.
Apabila karena keadilan (hal-ikhwal yang tak dapat dielakkan) pengajuan itu tiada dapat dilaksanakan sebelum atau pada saat tersebut, maka hal itu harus diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Instr. Badan Pemeriksa Keuangan ps.40).
Pada rancangan surat keputusan untuk penutupan perhitungan penutup disamping perhitungan dan penjelasan, harus pula diajukan :


Ke-1 ditiadakan
Ke-2 ditiadakan
ke-3 ditiadakan

BAGIAN III


Tentang pertanggungan jawab dan tuntutan ganti rugi bagi ordonnanteur dan pegawai Negeri lainnya karena perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum atau kelalaian-kelalaian terhadap mana mereka tak dapat dituntut sebagai
Bendaharawan.

Pasal 73.


Tanggung jawab Keuangan pejabat-pejabat Negara Tertinggi diatur bersama sama
dengan Undang-undang yang mengatur tanggung jawab keuangan para Menteri ***).
---------------------

*) Bb 5574; Berhubung dengan ini Menteri Keuangan diminta menyampaikan
perhitungan penerimaan dan pengeluaran anggaran kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya akhir September (dibaca sekarang Desember) dari tahun kedua berikutnya tahun dinas yang berkenan dengan perhitungan itu Bb.6500; Pada perhitungan anggaran itu harus ditambah pemberitahuan tentang kekurangan-kekurangan kas selain Dept. Keuangan juga yang mengenai Departemen-departemen lainnya.
**) Sehubungan perubahan tahun dari anggaran kiranya dapat dibaca 1 Juli.
***) Sejak dulu belum ada Undang-undang mengenai hal ini.

Pasal 74

Semua pegawai Negeri (bukan Bendaharawan) yang dalam jabatannya selaku demikian melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang mereka harus lakukan, baik langsung atau tidak langsung merugikan Negara diwajibkan mengganti kerugian itu.
Penuntutan dan penagihan untuk mengganti kerugian terhadap pegawai Negeri, ahli waris dan yang memperoleh peninggalan mereka itu dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah yang telah atau yang akan ditetapkan.
Didalam peraturan itu dapat ditentukan bahwa pemeriksaan perselisihan tentang hal itu dapat diserahkan kepada kekuasaan hakim maupun kepada kekuasaan administratif (Sbtl.1904/241 jo. 1923/533; Bb. 3795, 6025, 10491, 10531, 10621, 11195, 11617, 11656, 11960, 12454 jo. T.L.N.1113).

Pasal 75.


Sebelum penutupan tiap-tiap tahun dinas, sisa kredit (sisa UUDP) haruslah
disetorkan kembali ke Kas Negara dan dengan demikian dikembalikan kepada
anggaran.

Pasal 76.


Dalam hal tidak dipatuhi ketentuan pasal yang lalu, maka Pemerintah mengusahakan penagihan jumlah-jumlah yang terutang.

BAGIAN IV.
TENTANG PERTANGGUNGAN JAWAB DAN
PENUNTUTAN BENDAHARAWAN.

Pasal 77.


Dengan tidak mengurangi ketentuan pada pasal 67, maka orang-orang dan
badan-badan yang oleh karena Negara disertai tugas penerimaan, penyimpanan, pembayaran atau penyerahan uang atau surat-surat berharga dan barang-barang termasuk pada pasal 55, adalah Bendaharawan dan dengan demikian, berkewajiban mengirimkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan perhitungan mengenai pengurusan yang dilakukan mereka (Bb. 11376, 11785, 12395, 14987, ps. 13 dan T.L.N.920).
Presiden dapat memberi pembebasan mengenai hal itu kepada mereka yang disamping memangku jabatan-jabatan lain, juga menjadi orang perantara antara publik dan juru terima publik dan juru terima pendapatan-pendapatan Negara (Bb. 5574, 5790).
Pemerintah menetapkan contoh-contoh (model-model) dan saat-saat pengiriman perhitungan tersebut (Sbtl.901/325 ps. 5; Bb. 2889, 4016, 12517, 12518).

Pasal 78.


Barang siapa diberi hak atau dikuasakan untuk membuat utang-utang, untuk
mempertimbangkan dan untuk memeriksa tagihan-tagihan atas beban Negara, demikian juga untuk memerintahkan pembayarannya, tidak boleh merangkap menjadi Bendaharawan.
Dalam hal-hal yang khusus dapat diadakan penyimpangan dari ketentuan tersebut (Bb. 2722).

Pasal 78a.


Bila Badan Pemeriksa Keuangan menggunakan wewenang yang diberikan kepadanya atas dasar pasal 55a Undang-undang ini maka badan ini dapat membebaskan Bendaharawan dari kewajiban untuk mengirimkan perhitungan mereka kepadanya.
Dalam hal demikian, penutupan Bendaharawan dilakukan atas dasar hasil-hasil pemeriksaan setempat, yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan maupun atas dasar berita acara atau pemberitahuan lain yang mengenai pengurusan Bendaharawan, yang diterima dari Pemerintah.

Pasal 79.


Badan Pemeriksa Keuangan menetapkan kepada Bendaharawan-bendaharawan batas-batas waktu tertentu untuk menjawab teguran-tegurannya dan untuk mengajukan keberatan-keberatan mereka terhadap perubahan-perubahan yang diadakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam perhitungan yang dibuat oleh mereka.
Setelah lewat batas waktu itu, Badan Pemeriksa Keuangan mengambil keputusannya (Instr.Badan Pemeriksa Keuangan ps.36 dsb.).

Pasal 80.


Bilamana Badan Pemeriksa Keuangan, meskipun Bendaharawan sudah mengajukan
keberatan-keberatan terhadap teguran atau perubahan-perubahannya, berpendapat tidak akan kembali keberatan-keberatan atau perubahan-perubahan yang telah dibuatnya itu, maka Bendaharawan dalam waktu satu bulan sesudah keputusan itu diberitahukan kepadanya, dapat mengajukan permohonan untuk meninjau keputusan itu.
Pemeriksaan mengenai peninjauan kembali diserahkan kepada anggauta-anggauta Badan Pemeriksa Keuangan, lain daripada anggauta-anggauta yang telah memberikan keputusan yang tidak dapat menerima oleh Bendaharawan itu.
Apabila seorang atau beberapa orang anggauta Badan Pemeriksa Keuangan
berhalangan lantaran cuti, sakit atau sebab-sebab lain, Ketua berkuasa
menyerahkan pemeriksaan itu kepada satu orang anggauta.
Keputusan tentang Pemeriksaan kembali diambil dalam suatu sidang lengkap Badan Pemeriksa Keuangan.
Setiap waktu, juga sesudah diberikannya surat bukti termaksud dalam pasal 88, Badan Pemeriksa Keuangan berkuasa untuk meninjau kembali keputusan-keputusan yang telah diambil atas dasar bahan yang kemudian ternyata palsu.
Tentang hasil peninjauan kembali ini diberitahukan dalam laporan-laporan
termaksud pada pasal 71 (ps. 85 ayat Ke I : Bb.2709).

Pasal 81.


Pemerintah menentukan, Bendaharawan-bendaharawan yang mana diwajibkan memberi jaminan *).

Pasal 82.


Untuk menjamin kepentingan Negara maka kepada Bendaharawan dapat dikenakan pengganti kerugian sementara dengan keputusan penguasa-penguasa yang ditunjuk Pemerintah (Sbtl. 1926/362 jis.1927/464 dan 513; 1931/420; Bb.2589, 5574 jo.6025).

Pasal 83.


Oleh Presiden atau atas kuasanya harus diusahakan :
Ke-1 Supaya pemberian jaminan Bendaharawan diatur sebagaimana mestinya, dan ke-2. Supaya akta pemberian jaminan itu terdaftar dalam buku yang tersedia untuk itu.

Pasal 84.


Kepala Bendaharawan yang terlambat dalam pengiriman perhitungan, Kepala Departemen menetapkan suatu batas waktu baru.
Dalam kelalaian selanjutnya perhitungan-perhitungan dibuat ex-officio (karena jabatan) atas biaya mereka yang lalai oleh seorang pegawai yang ditunjuk untuk itu oleh atau atas nama Pemerintah dan tentang kelalaian itu diberitahukan kepadan Badan Pemeriksa Keuangan yang kalau untuk itu menganggap ada alasan menetapkan denda yang harus dikenakan kepada yang lalai.(Bb.5574, 7111; Instr. Badan Pemeriksa Keuangan ps.16 ayat 2).
Sekedar Bendaharawan mendapat penghasilan diri Negara, denda itu tidak akan melebihi seperduabelas bagian dari gaji selama satu tahun, atau apabila mereka diberi secara persentase, seperduabelas bagian dari penghasilan mereka rata-rata dalam satu tahun.
Bagi mereka tidak mempunyai pendapatan dari Kas Negara jumlah denda yang dikenkan, sekali-kali tidal boleh melebihi Rp.50,- untuk tiap-tiap kelalaian (87).
Perhitungan-perhitungan selanjutnya dilakukan dan diselesaikan seakan-akan dibuat dan dikirimkan oleh Bendaharawan sendiri (Bb. 10844).

Pasal 85.


Pemerintah mengusahakan :

Ke-1 Agar Keputusan keputusan Badan Pemeriksa Keuangan yang tersebut dalam pasal 80 dilaksanakan;
Ke-2 Agar denda-denda dan biaya-biaya termaksud dalam pasal 84 dipungut.
Pungutan jumlah-jumlah yang terhutang (wajib dibayar) diutamakan dengan pemotong an daripada penghasilan-penghasilan bendaharawan dan dengan memperhitungkan pada jaminan yang mereka telah berikan atau kalau tidak, dengan cara yang ditentukan bagi pungutan pajak-pajak langsung (Bb.4075; L.N. 84/1957).

*) Menurut Sbtl. 1907 No.510 sejak 1 Januari 1908 tidak dijalankan lagi.

Pasal 86.


Bila seorang Bendaharawan berada dalam pengampunan (kuratil), atau melarikan diri atau mati, maka perhitungan yang seharusnya ia bikin, akan dibuat ex-efficio oleh seorang pegawai yang ditunjuk untuk itu oleh atau atas nama Pemerintah (Instr. Badan Pemeriksa Keuangan ps.16).
Perhitungan yang dibuat itu diberitahukan kepada pengampu (wali) atau ahli waris atau mereka yang memperoleh hak peninggalan kepada mereka, diperlihatkan surat-surat surat bukti yang berkenan dengan perhitungan itu dan kepada mereka diberikan suatu batas waktu yang layak untuk mengajukan keberatan-keberatan mereka tentang hal itu. (Sbtl.1903/210 jo.1925/429; Bb.5574.7111.10844).
Sesudah diterima jawaban dari pengampu, ahli waris, atau mereka yang memperoleh hak peninggalan ataupun bila mereka tidak mempergunakan batas waktu yang diberikan kepada mereka, maka perhitungan disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan yang membicarakan hal ini dalam sidang lengkap dan terhadap keputusannya tidak diadakan kesempatan lagi untuk mengajukan keberatan.
Ahli waris dan mereka, yang memperoleh hak peninggalan, dibebaskan dari tanggung jawab 3 tahun telah berlalu :
Ke-1.Sesudah meninggalnya Bendaharawan, tanpa diberitahukan kepada mereka
tentang perhitungan yang dibuat ex-officio ;
Ke-2.Sesudah lewat batas waktu yang diberikan kepada meraka untuk mengajukan keberatan sedang perhitungan itu tidak mendapat pengesahan.

asal 87.


Mengenai denda-denda termaksud dalam pasal 84, Presiden dapat memberikan
pembebasan atau, dalam hal dendanya sudah dibayar lunas, memberi pengembaliannya setelah endengar pendapat Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 88.


Para Bendaharawan, mengenai pengurusan yang mereka lakukan, tidak dibebaskan dari tanggung jawab mereka, selain dengan suatu surat keterangan khusus diberikan untuk itu (acquit et decharge) oleh Badan Pemeriksa Keuangan.(ps. 80 ayat 4;
Istr. Badan Pemeriksa Keuangan ps.17.38a 1.4; Bb.3102).
Surat keterangan itu tidak membebaskan para Bendaharawan atau ahli waris mereka ataupun mereka, yang memperoleh hak peninggalan, dari kewajiban untuk melunasi jumlah-jumlah yang mereka wajib bayar sebagai akibat peninjauan kembali dimaksud dalam ayat 4 dari pasal 80.

KETENTUAN PENUTUP.


Pasal 89.


Undang-undang ini dapat disebut : "Undang-undang Perbendaharaan" (Indonesische Comptabiliteitswet) dengan ditambah tahun dan nomor Staatsblad dalam mana perubahan naskahnya yang terakhir diundangkan.