UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 18 TAHUN 1961

 

TENTANG

 

KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEPEGAWAIAN

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa perlu diadakan Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai kepegawaian yang menjamin kedudukan hukum pegawai negeri dan yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk penyusunan aparatur negara yang berdaya guna sebagai alat Revolusi Nasional berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dalam pengabdiannya terhadap Negara sesuai dengan haluan Negara serta haluan pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.;

Mengingat

:

a.

Pasal-pasal 5 ayat (1), 20 ayat (1), 27 dan 28 Undang-undang Dasar;

 

 

b.

Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor I/MPRS/1960 dan Nomor II/MPRS/1960;

 

 

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEPEGAWAIAN.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

 

 

(1)

Pegawai Negeri adalah mereka, yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, diangkat, digaji menurut peraturan Pemerintah yang berlaku dan dipekerjakan dalam suatu jabatan Negeri oleh pejabat Negara-atau badan Negara yang berwenang.

 

 

(2)

Syarat-syarat pegawai Negeri termaksud dalam ayat 1 diatas meliputi segi kepribadian, kesetiaan, kesehatan badan, kecerdasan, kemampuan dan ketangkasan dan syarat-syarat lain yang khusus diperlukan bagi sesuatu jabatan Negeri yang ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.

 

Pasal 2

 

 

(1)

Ketentuan-ketentuan kepegawaian dalam undang-undang ini ditetapkan dengan tujuan membentuk dan memelihara aparatur Negara yang memiliki sifat-sifat :

 

 

 

a.

setia terhadap Negara dan haluan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Panca Sila;

 

 

 

b.

keutuhan dan kesatuan gerak;

 

 

 

c.

berdaya guna;

 

 

 

d.

dapat mengikuti perkembangan keadaan;

 

 

 

e.

penuh daya cipta; dan

 

 

 

f.

penuh daya gerak.

 

 

(2)

Agar supaya organisasi aparatur Negara dan pelaksanaan tugas pegawai lancar jalannya, maka dengan peraturan Pemerintah perlu ditetapkan ketentuan-ketentuan perincian mengenai susunan kepegawaian (formasi) termasuk tata susunan kepangkatan dan tangga jabatan, susunan organisasi hierarchis dan susunan organisasi fungsionil, yang semuanya didasarkan atas tugas dan lapangan kerja badan pemerintahan yang bersangkutan dengan memperhatikan perkembangan pekerjaan.

 

 

(3)

Susunan kepegawaian (formasi) tersebut di atas diatur bersama oleh Menteri yang bersangkutan dan Menteri yang diserahi urusan pegawai.

 

BAB II

PENERIMAAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI

 

Pasal 3

 

 

(1)

Cara pengisian lowongan jabatan diatur dengan peraturan Pemerintah yang menetapkan lowongan jabatan-jabatan mana yang harus diisi :

 

 

 

a.

melalui pengumuman dan permintaan pelamar umum;

 

 

 

b.

melalui ujian tertentu;

 

 

 

c.

melalui cara pemilihan atau penyaringan tertentu;

 

 

 

d.

oleh seorang pejabat dari lingkungannya;

 

 

 

e.

melalui pergeseran berkala; atau

 

 

 

f.

dengan cara yang lain.

 

 

(2)

Dalam peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat 1 tersebut diatas diatur pula prosedur pelaksanaan pengisian lowongan jabatan itu, yang ditujukan untuk mewujudkan penempatan seorang yang tepat dalam jabatan yang lowong itu.

 

Pasal 4

 

 

(1)

Pelamar umum yang ingin memenuhi pengurnuman untuk mengisi lowongan jabatan yang dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 huruf a, dapat diterima sebagai calon pegawai apabila mengajukan surat lamaran dan lulus dalam penelitian waktu penyaringan.

 

 

(2)

Surat lamaran termaksud dalam ayat 1 disampaikan dengan disertai :

 

 

 

a.

surat riwayat hidup;

 

 

 

b.

surat riwayat pendidikan, keahlian/kejujuran;

 

 

 

c.

surat keterangan kelakuan baik; dan

 

 

 

d.

lain-lain keterangan yang diminta khusus dalam pengumuman.

 

 

(3)

Penyaringan diselenggarakan oleh suatu panitia penyaringan dan meliputi :

 

 

 

a.

penelitian administratip terhadap unsur :

 

 

 

 

1.

kewarganegaraan,

 

 

 

 

2.

umur,

 

 

 

 

3.

jenis,

 

 

 

 

4.

susunan keluarga,

 

 

 

 

5.

faham keagamaan/kepercayaan,

 

 

 

 

6.

keanggotaan organisasi, dan

 

 

 

 

7.

keterangan lain-lain yang khusus diminta dalam pengumumam;

 

 

 

b.

penelitian terhadap kesetiaan,

 

 

 

c.

penelitian kepribadian, diantaranya ditujukan terhadap pathologi dan stabilitet jiwa,

 

 

 

d.

penelitian daya kemampuan dalam segi kecerdasan dan ketangkasan, dan

 

 

 

e.

penelitian keadaan jasmaniah.

 

 

(4)

Apabila pelamar umum dalam penyaringan tidak lulus, maka nenolakannya harus disertai alasan-alasannya, dan apabila ia lulus, maka penerimaannya sebagai calon pegawai harus dinyatakan dalam surat keputusan.

 

 

(5)

Apabila pendidikan permulaan yang tercantum dalam pasal 5 tidak diperlukan, maka penetapan calon sebagai pegawai Negeri dapat dilaksanakan.

 

Pasal 5

 

 

(1)

Untuk memberi kelengkapan kepada calon pegawai memasuki pelaksanaan tugas pegawai Negeri, maka kepadanya dapat diberikan pendidikan permulaan yang diperlukan, yang ditujukan kepada memperkuat sifat-sifat yang tercantum dalam pasal 2 ayat 1. Waktu, mata pelajaran dan lain-lain ketentuan mengenai pendidikan permulaan ini diatur dalam suatu peraturan Pemerintah atau suatu peraturan Menteri.

 

 

(2)

Kepada calon pegawai (siswa) yang berhasil menamatkan pendidikannya diberikan surat keterangan lulus dan dengan demikian lengkaplah syarat baginya untuk diangkat sebagai pegawai Negeri.

 

Pasal 6

 

 

(1)

Pengangkatan seorang sebagai pegawai Negeri dan penempatannya dalam jabatan dinyatakan dengan suatu surat keputusan.

 

 

(2)

Ketentuan-ketentuan tentang pengangkatan dan penempatan dalam jabatan diatur dengan undang-undang atau peraturan Pemerintah.

 

Pasal 7

 

 

(1)

Seorang pegawai Negeri dapat diberhentikan sebagai pegawai Negeri karena :

 

 

 

a.

akan mempergunakan hak pensiunnya;

 

 

 

b.

permintaan sendiri;

 

 

 

c.

alasan-alasan fisik dan mental;

 

 

 

d.

hukuman jabatan;

 

 

 

e.

keputusan pengadilan, dan

 

 

 

f.

keputusan Pemerintah berhubung dengan penyelewengan.

 

 

(2)

Seorang pegawai Negeri dianggap telah diberhentikan sebagai pegawai Negeri karena meninggal dunia.

 

 

(3)

Pemberhentian sebagai pegawai Negeri ditetapkan dengan suatu surat keputusan.

 

 

(4)

Untuk kepentingan peradilan maka pegawai Negeri dapat dikenakan pemberhentian sementara.

 

 

(5)

Ketentuan-ketentuan tentang pemberhentian/pemberhentian sementara dan penampungan pegawai Negeri, dengan mengingat sifatnya diatur dengan undang-undang atau peraturan Pemerintah.

 

BAB III
KEWAJIBAN PEGAWAI NEGERI

Pasal 8

 

 

(1)

Sebelum seorang pegawai mulai bertugas sebagai pegawai Negeri ia harus mengangkat sumpah jabatan sebagai pegawai negeri.

 

 

(2)

Untuk memangku jabatan-jabatan khusus yang ketentuannya diatur dengan peraturan Pemerintah, seorang pegawai Negeri harus mengangkat sumpah jabatan yang bersangkutan.

 

 

(3)

Dalam melakukan pekerjaan selanjutnya ia harus berpegang pada pedoman hidup pegawai.

 

 

(4)

Jenis, isi dan cara mengangkat sumpah jabatan dan menyatakan pedoman hidup pegawai diatur dalam suatu peraturan Pemerintah, dengan mengingat hubungannya dengan sifat, tugas dan ciri-ciri khas dari sesuatu golongan pegawai Negeri.

 

Pasal 9

 

 

(1)

Pegawai Negeri wajib melakukan tugas jabatan dengan keinsyafan yang sedalam-dalamnya dan penuh tanggung jawab dan melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara.

 

 

(2)

Sikap dan tindakan didalam dan diluar dinas harus sesuai dengan sumpah jabatan dan pedoman hidup pegawai untuk memelihara penghargaan, kepercayaan dan wibawa yang diperlukan oleh jabatannya.

 

Pasal 10

 

 

(1)

Setiap pegawai Negeri adalah pendukung dan pembela ideologi dan haluan Negara.

 

 

(2)

Setiap pegawai Negeri wajib mendahulukan kepentingan Negara diatas kepentingan diri sendiri, aliran, daerah dan golongan.

 

 

(3)

Bagi sesuatu golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik; ketentuan mengenai hal ini ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.

 

Pasal 11

 

 

(1)

Setiap pegawai Negeri wajib menyimpan rahasia jabatan.

 

 

(2)

Kewajiban menyimpan rahasia jabatan itu berlangsung terus untuk masa tertentu setelah pegawai berhenti sebagai pegawai Negeri, kecuali seizin penguasa yang berwenang atas kuasa undang-undang.

 

 

(3)

Ketentuan-ketentuan mengenai rahasai jabatan ini diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 12

 

 

(1)

Setiap pegawai Negeri wajib mentaati peraturan jam bekerja dan tata tertib pekerjaan.

 

 

(2)

Peraturan jam bekerja ditetapkan oleh Menteri yang diserahi urusan pegawai.

 

 

(3)

Tata-tertib pekerjaan diatur dengan keputusan Menteri yang bersangkutan.

 

 

(4)

Ketentuan-ketentuan tersebut dalam ayat 1, 2 dan 3 diatas harus disesuaikan dengan Undang-undang Kerja dan Undang-undang Keselamatan Kerja.

 

BAB IV
HAK-HAK PEGAWAI NEGERI
Pasal 13

 

 

(1)

Setiap pegawai Negeri berhak mendapat penghasilan yang terdiri atas gaji pokok menurut golongan-golongan gaji yang ditentukan berbanding dengan luas tanggung jawab dan martabat jabatan yang bersangkutan dan ditambah dengan tunjangan-tunjangan sehingga penghasilan seluruhnya sesuai dengan tingkat kehidupan pegawai beserta keluarganya dalam masyarakat Indonesia. Ketentuan-ketentuan mengenai hal ini diatur dengan peraturan Pemerintah.

 

 

(2)

Pegawai Negeri Indonesia diluar Negeri berhak mendapat penghasilan yang diatur dengan peraturan Pemerintah dengan mengingat keadaan dinegeri yang bersangkutan.

 

 

(3)

Apabila seorang pegawai tidak menjalankan pekerjaan/jabatan karena menjalankan sesuatu tugas Negara, maka kedudukannya selama itu diatur dengan suatu peraturan Pemerintah dengan ketentuan, bahwa ia tidak akan dirugikan sebagai pegawai negeri.

 

Pasal 14

 

 

(1)

Setiap pegawai Negeri berhak atas kesempatan yang sama untuk kenaikan pangkat.

 

 

(2)

Peraturan Pemerintah mengatur cara dan syarat-syarat kenaikan pangkat dalam tata susunan kepangkatan berdasarkan penilaian objektif terhadap kesetiaan, kepribadian, kecerdasan, kemampuan, ketangkasan, ketaatan, kerajinan dan pengalaman bekerja pegawai Negeri yang bersangkutan.

 

Pasal 15

 

 

Untuk mempertinggi mutu kepegawaian kepada pegawai Negeri selama bertugas dalam jabatan dapat diberikan pendidikan tambahan atau lanjutan, Lama, Isi dan cara pendidikan beserta penghargaannya diatur dengan peraturan Pemerintah.

 

Pasal 16

 

 

(1)

Untuk memelihara masyarakat kepegawaian yang segar dan kegembiraan bekerja maka Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha kesejahteraan pegawai dalam bidang jasmaniah dan rokhaniah.

 

 

(2)

Ketentuan-ketentuan tentang hal ini diatur dengan peraturan Pemerintah.

 

Pasal 17

 

 

(1)

Setiap pegawai Negeri dan keluarganya pada waktu sakit dan melahirkan anak berhak mendapat bantuan.

 

 

(2)

Setiap pegawai Negeri, apabila mendapat kecelakaan dan/atau cacat ataupun meninggal dunia mendapat bantuan.

 

 

(3)

Ketentuan-ketentuan mengenai bantuan tersebut diatas ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.

 

Pasal 18

 

 

Setiap pegawai Negeri berhak atas cuti biasa, cuti luarbiasa, cuti sakit, cuti bersalin, cuti diluar tanggungan Negara dan cuti lainnya yang ketentuan-ketentuannya ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.

 

Pasal 19

 

 

Setiap pegawai Negeri berhak atas jaminan hari tua pegawai Negeri dengan mengingat keadaan penghidupan masyarakat Indonesia. Ketentuan ini diatur dengan undang-undang.

 

BAB V
HUKUMAN JABATAN


Pasal 20

 

 

(1)

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, maka kepada seorang pegawai Negara dijatuhi hukuman jabatan dalam hal :

 

 

 

1.

melalaikan kewajiban;

 

 

 

2.

menjalankan pekerjaan disamping jabatannya tanpa izin pembesar yang berwenang;

 

 

 

3.

melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang pegawai Negeri yang bermartabat;

 

 

 

4.

mengabaikan sesuatu hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang pegawai Negeri, dan

 

 

 

5.

melanggar suatu ketentuan menurut undang-undang ini.

 

 

(2)

Untuk menghindarkan berlangsungnya pelanggaran tersebut pada ayat (1), maka seorang pegawai dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatan menunggu keputusan lebih lanjut. Pembebasan sementara itu harus berlangsung dalam waktu tidak lebih dari 6 bulan dengan hak penuh atas gajinya.

 

 

(3)

Ketentuan-ketentuan yang mengatur hal termaksud pada ayat 1 dan 2 ditetapkan dengan peraturan Pemerintah dengan mengingat hubungannya dengan sifat, tugas dan ciri khas dari sesuatu golongan pegawai Negeri.

 

Pasal 21

 

 

(1)

Untuk menerima dan menyelesaikan keberatan pegawai tentang hukuman jabatan, maka dipusat pemerintahan diadakan suatu peradilan kepegawaian yang berbentuk dewan.

 

 

(2)

Pembentukan, susunan, kedudukan, kekuasaan dan cara kerja peradilan kepegawaian termaksud pada ayat 1 diatur dengan Undang-undang.

 

BAB VI
PENYELENGGARAAN URAIAN KEPEGAWAIAN
Pasal 22

 

 

Penyelenggaraan urusan kepegawaian dipertanggungjawabkan kepada seorang Menteri.

 

Pasal 23

 

 

(1)

Untuk menyelenggarakan urusan kepegawaian dibentuk 3 badan yaitu :

 

 

 

1.

badan yang melaksanakan urusan kepegawaian;

 

 

 

2.

badan yang menjalankan dan mengkoordinir pendidikan dan latihan-latihan pegawai Negeri, dan

 

 

 

3.

badan yang mengurus kesejahteraan pegawai.

 

 

(2)

Untuk membina kepentingan pegawai maka dipusat pemerintahan dibentuk suatu Dewan Permusyawaratan Pegawai, yang terdiri atas ahli-ahli yang mewakili Pemerintah dan mewakili organisasi/ gabungan organisasi pegawai Negeri.

 

 

(3)

Kedudukan, susunan, tugas dan kekuasaan badan termaksud dalam pasal ini ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.

 

BAB VII
PERALIHAN


Pasal 24

 

 

(1)

Selama undang-undang dan peraturan Pemerintah untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang pokok ini belum dikeluarkan, maka peraturan-peraturan yang lama tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang pokok ini.

 

 

(2)

Dalam hal-hal yang bertentangan maka yang memutuskan adalah Menteri yang diserahi urusan pegawai.

 

BAB VI1I

PENUTUP


Pasal 25

 

 

Undang-undang ini, dapat disebut Undang-undang Pokok Kepegawaian dan mulai berlaku pada hari diundangkan.

 

 

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

Disahkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 21 Juli 1961

 

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             
             
            SOEKARNO
             

 

 

Diundangkan di Jakarta

 

 

 

pada tanggal 21 Juli 1961

 

 

 

SEKRETARIS NEGARA

 

       
       
    MOHD. ICHSAN  
       
 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1961 NOMOR 263