DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


LEMBARAN - NEGARA
REPUBLIK - INDONESIA
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

No. 1.1967. MODAL ASING PENANAMAN Undang - undang No.1 tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (Penjelasan daam Tambahan Lembaran Negara No.2818).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa kekuatan ekonomi potensil yang dengan kurnia Tuhan Yang Maha Esa
terdapat banyak diseluruh Wilayah tanah air yang belum diolah untuk
dijadikan kekuatan ekonomi riil, juga antara lain disebabkan oleh karena ketiadaan modal pengalaman dan teknologi;
b. bahwa Pancasila adalah landasan idiil dalam dalam membina sistim ekonomi Indonesia dan juga senantiasa harus terjamin dalam setiap kebijaksanaan ekonomi;
c. bahwa pembangunan ekonomi berarti pengolahan kekuatan ekonomi potensil menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengtahuan, peningkatan ketrrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan management;
d. bahwa penanggulangan kemorosotan ekonomi serta pembangunan lebih lanjut dari potensi ekonomi harus didasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri;
e. bahwa dalam pada itu azas untuk mendasasrkan kemampan serta kesanggupan sendiri tidak boleh menimbulkan keseganan untuk memanfaatkan potensi-potensimodal teknologi dan skiil yang tersedia dari luar negeri, selama segala sesuatubenar - benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi Rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri;
f. bahwa penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk
mempercepat pembangunan ekonomi indonesia serta digunakan dalam bidang-bidang dan sektor-sektor yang dalam waktu dekat belum dan atau tidak dapat dilaksanakan oleh modal Indonesia sendiri;
g. bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk memenuhi kebutuhanakan modal guna pembangunan nasional, disamping menghindarkan keragu-raguan dari pihak modal asing;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (2) dan pasal 33
Undang-undang Dasar;
2. Ketetapan Majelis Permusarawatan Rayat Sementara Republik Indonesia No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksananan Landasan Ekonomi , Keuangan dan Pembangunan;
3. Nota I MPRS/1966 tentang Politik Luar Negeri berdasarkan Pancasila;
4. Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
5. Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Pertambangan dan Undang-undang No.44 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi;
6. Undang-undang No.32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa ;
Dengan persetejuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong ;


M e m u t u s k a n :

Menetapkan : Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing.


BAB I.
PENGERTIAN PENANAMAN MODAL ASING.

Pasal 1.

Pengertian penanaman modal asing didalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusuhan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penananman modal tersebut.



Pasal 2.

Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini ialah:
a. alat pembayaran luar negeri yang jelas tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di indonesia.
b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar kedalam wilayah indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisi Indonesia.
c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.



BAB II.
BENTUK HUKUM, KEDUDUKAN DAN DAERAH BERUSAHA.

Pasal 3.

(1) Perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan apakah sesuatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya
atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri.



Pasal 4.

Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahaan - perusahaan modal asing di Indonesia dengan mengendalikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, macam perusahaan, besarnya penanaman modal dan keinginan pemilik modal asing sesuai dengan rencana pembangunan Ekonomi Nasional dan Daerah.



BAB III
BIDANG USAHA MODAL AING

Pasal 5.

(1) Pemerintah menetapkan perizinan bidang 0 bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas, dan mentukan syarat - syarat harus dipenuhi oleh penanam modal asing dalam tiap - tiap usaha tersebut;
(2) Peninjauan menurut urutan prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu
Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi.



Pasal 6.

(1) Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara
pengusahaan penuh ialah bidang - bidang yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak sebagai berikut :
a. pelabuhan - pelabuhan;
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
c. telekomunikasi;
d. pelayaran;
e. penerbangan;
f. air minum;
g. kereta api umum;
h. pembangkitan tenaga atom;
i. mass media.
(2) Bidang - bidang yang menduduki peranan penting dalam pertahanan Negara, antara lain produksi senjata, mesiu, alat - alat peledak dan peralatan perang dilarang sama sekali
bagi modal asing.



Pasal 7.

Selain yang tersebut pada pasl 6 ayat (1) Pemerintah dapat menetapkan bidang-bidang usaha tertentu dimana tidak boleh lagi ditanam modal asing.



Pasal 8.

(1) Penanaman modal asing dibidang perhubungan didasarkan pada suatu kerjasama dengan Pemerintah atas dasar kontrak kerja atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku.
(2) Sistim kerja sama atas dasar kontrak kerja atau dalam bentuk lain dapat dilaksanakan dalam bidang - bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh Pemerintah.



B A B IV.
TENAGA KERJA

Pasal 9.

Pemilik modal mempunyai Wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi
perusahaan - perusahaan dimanan modalnya ditanam.



Pasal 10.

Perusahaan - perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga
kerjanya dengan Warganegara Indonesia kecuali dalam hal - hal tersebut
pada pasal 11.



Pasal 11.

Perusahaan - perusahaan modal asing diizinkan mendatangkan atau menggunakan tenaga - tanaga pimpinan dan tenaga - tenaga ahli warganegara asing bagi jabatan - jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja Warganegara Indonesia.



Pasal 12.

Perusahaan - perusahaan modal asing berkewajiban menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas - fasilitas latihan dan pendidikan didalam dan/atau diluar negeri secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur - angsur tenaga - tenaga Warganegara asing dapat diganti oleh tenaga - tenaga Warganegara Indonesia.



Pasal 13.

Pemerintah mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal - pasal
9, 10, 11, dan 12.



BAB V.
PEMAKAIAN TANAH

Pasal 14,

Untuk keperluan perusahaan - perusahaan modal asing dapat diberikan tanah
dengan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai menurut peraturan
perundangan yang berlaku.



BAB VI.
KELONGGARAN - KELONGGARAN PERPAJAKAN DAN
PUNGUTAN - PUNGUTAN LAIN.

Pasal 15.

Kepada perusahaan-perusahaan modal asing diberikan kelonggaran-kelonggaran dan pungutan lainnya sebagai berikut :

a. Pembebasan dari :

1. Pajak perseroan atas keuntungan untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 ( lima) tahun terhitung dari saat usaha tersebut mulai berproduksi;
2. Pajak devisa atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham,
sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu 5 (lima) tahun dari saat usaha tersebut dimulai berproduksi;
3. Pajak perseroan atas keuntungan termaksud dalam Pasal 10 sub a. yang ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan di Indonesia, untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat penanaman kembali;
4. Bea masuk pada waktu perusahaan barang - barang perlengkapan tetap kedalam Wilayah Indonesia seperti mesin - mesin, alat-alat kerja
pesawat pesawat yang diperlukan yang diperlukan untuk menjalankan
perusahaan itu;
5. Bea Materai Modal atau penempatan modal yang berasal dari penanaman modal asing.

b. Keringanan :

1. Alat pengenaan pajak perseroan sengan suatu tarip yang proporsionil
setinggi-tingginya lima puluh perseratur untuk jangka waktu yang tidak
melebihi 5 (lima) tahun sesudah jangka waktu pembebasan sebaai yang dimaksud dalam ad. a angka 1 tersebut diatas;
2. dengan cara memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu perusahaan yang dimaksud pada huruf a, angka 1 dengan keuntungan yang harus dikenakan pajak setelah jangka waktu tersebut diatas;
3. denan mengizinkan penyusunan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan tetap.



Pasal 16.

(1) Pemberian kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain tersebut dalam pasal 15 dilakukan dengan mengingat prioritas mengenai bidang-bidang usaha sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 15.
(2) Selain kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain
tersebut dalam ayat (1) pasal ini maka dengan Peraturan Pemerintah dapat
diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran itu kepada sesuatu perusahaan
modal asing yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi.



Pasal 17.

Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 15 dan 16 ditetapkan oleh
Pemerintah.



BAB VVII.
JANGKA WAKTU PENANAMAN MODAL ASING,
HAK TRANSFER DAN REPATRIASI.

Pasal 18.

Dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya yang tidak melebihi 30 (tiga puluh) tahun.



Pasal 19.

(1) Kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer dalam valuta asli dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk;
a. keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan
kewajiban-kewajiban pembayaran lain di Indonesia;
b. biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan di Indonesia;
c. biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut;
d. penyusunan atas alat - alat perlengkapan tetap;
e. kompensasi dalam hal nasionalisasi.
(3) Pelaksanaan transfer ditentukan lebih lanjut
oleh Pemerintah.



Pasal 20.

Transfer yang bersifat rrpatriasi modal tidak dapat diizinkan selama kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain yang tersebut pada
pasal 15 masih berlaku Pelaksanaan lebih lanjut diatur oleh Pemerintah.



BAB VIII
NASIONALISASI DAN KOMPENSASI

Pasal 21.

Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/pencabutan hak milik secara menyeluruh atas perusahaan-perusahaan modal asing atau tindakan tindakan yang mengurangi hak menguasai dan/atau mengurus perusahaan yang bersangkutan, kecuali jika dengan Undang -undang dinyatakan kepentingan Negara menghendaki tindakan demikian.



Pasal 22.

(1) Jikalau diadakan tindakan seperti tersebut pada pasal 21 maka Pemerintah wajib memberikan kompensasi/ganti rugi yang jumlah macam dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan azas-azas hukum internasional yang berlaku.
(2) Jikalau antara kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan mengenai
jumlah dan cara pembayaran kompensasi tersebut maka akan diadakan arbitrase yang putusan mengikat kedua belah pihak.
(3) Badan arbitrasi terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh Pemerintah dan pemelik modal masing - masing satu prang, dan dan orang ketiga sebagai ketuanya yang dipilih bersama-sama oleh Pemerintah dan pemilik modal.



BAB IX.
KERJA SAMA MODAL ASING DAN MODAL NASIONAL

Pasal 23.

(1) Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan kerja sama dengan anatara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat ketentaun dalam Pasal 3.
(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bentuk dan cara-cara kerja sama anataa modal asing dan modal nasional dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta produksi barang-barang dan jasa-jasa.



Pasal 24.

Keuntungan yang diperoleh perusahaan modal sing sebagai hasil kerja sama
antara modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal 23 setelah dikurangi pajak-pajak serta kewajiban-kewajiban lain yang harus dibayar di Indonesia, diizinkan untuk ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian modal asing yang ditanam.



Pasal 25.

Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai kelonggaran-kelonggaran dan
jaminan terhadap nasionalisasi maupun pemberian kompnesasi berlaku pula untuk odal asing
tersebut dalam pasal 23.



BAB X.
KEWAJIBAN - KEWAJIBAN LAIN BAGI PENANAMAN
MODAL ASING

Pasal 26.

Perusahaan - perusahaan modal sing wajib mengurus dan mengendalaikan
perusahaannya sesuai dengan azas-azs ekonomi perusahaan dengan tidak
merugikan kepentingan Negara.



Pasal 27.

(1) Perusahaan tersebut pada pasal 3 yang seluruh modalnya adalah modal asing wajib memberi kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut imbangan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) dikalau partisipasi termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan penjualan saham-saham yang telah ada maka hasil penjualan tersebut dapat ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan.



BAB XI.
KETENTUAN - KETENTUAN LAIN

Pasal 28.

(1) Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini harus ada
koordinasi antara badan-badan Pemerintah yang bersangkutan untuk menjamin
keserasian daripada kebijaksanaan Pemerintah terhadap modal asing.
(2) Cara-cara penyelenggaraan koordinasi tersebut akan ditentukan lebih
lanjut oleh Pemerintah.



Pasal 29.

Ketentuan-ketentuan Undang-undang ini berlaku bagi penanaman modal asing
yang dilakukan setelah berlakunya Undang-undang ini baik dalam perusahaan-perusahaan baru maupun dalam perusahaan-perusahaan yang telah ada untuk menyelenggarakan pengluasan dan atau pembaharuan.



BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30.

Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini akan ditetapkan
lebih lanjut oleh Pemerintah.



BAB XIII.
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31.

Undang - undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Landasan Negara Republik
Indonesia.

Diundang di Djakarta
pada tanggal 10 Djanuari 1967.

Sekretaris Negara,

MOHD. ICHSAN.



DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


TAMBAHAN
LEMBARAN-NEGARA R.I
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

NO. 2818. MOODAL ASING PENANAMAN. Penjelasan atas Undang
Undang-undang no.1 tahun 1967, tentang Penana-
man Modal asing.

PENJELASAN
A T A S
UNDANG - UNDANG NO.1 1967

t e n t a n g
PENANAMAN MODAL ASING

PENJELASAN UMUM

Keadaan ekonomi kita sejak beberapa tahun ditandai oleh kemorosotan daya beli Rakyat secara terus menerus dan perbendaan tingkat hidup yang makin menonjol. Keadaan yang menyedihkan ini tidak dapat dibiarkan berlangsung terus dan harus segera dihentikan.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara telah menetapkan bahwa kepada masalah perbaikan ekonomi Rakyat harus diberikan prioritas utamadiantara soal-soal Nasional dan bahkan cara menghadapi masalah-masalah ekonomi harus didasarkan kepada prinsip-prinsip ekonomi yang rasionil dan realistis.
Dengan berpegang teguh kepada Ketetapan M>P>R>S ini maka segera harus diambil langkah-langkah untuk memperbaiki nasib ekonomi rakyat.
Masalah ekonomi adalah masalah meningkatkan kemakmuran Rakyat dengan menambah produksi barang dan jasa, sedang selanjutnya adalah masalah mengusahakan pembagian
yang adil dari barang dan jasa hasil produksi.
Peningkatan produksi dapat tercapai melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan keterampilan, penambahan kemampuan berorganisasidan management. Dalam rangka ini penanaman modal memegang peranan yang sangat penting.
Dalam menghentikan kemorosotan ekonomi dan melaksanakan pembangunan ekonomi maka azas penting yang harus dipegang teguh ialah bahwa segala usaha harus didasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan Rakyat Indonesia sendiri. Namun begitu azas ini tidak boleh menimbulkan keseganan untuk memanfaat kan potensi-potensi modal technologi dan skill jang tersedia dari luar negeri,selama segala sesuatu benar-benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi Rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri.
Berdasarkan pangkal tolak jang rasionil dan realistis sebagaimana diuraikan
diatas maka ditetapkan Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing.
Untuk mentjapai maksud tersebut diatas, maka dengan Undang-undang kepada
modal asing diberikan pembebasan/kelonggaran perpajakan dan fasilitas-fasilitas lain.
Dalam pada itu Undang-undang ini tidak membuka seluruh lapangan usaha
bagi modal asing.
Domonasi modal asing seperti dikenal dalam zaman pengdjadjahan dengan sendirinya harus ditjegah. Perusahaan-perusahaan vital jang menguasai hadjat hidup orang banjak tetap tertutup bagi modal asing (pasal 6). Dalam tiap idzin penanaman modal asing ditentukan djangka waktu berlakunja jang tidak lebih dari 30 tahun.Ketjuali itu didalam menentukan bidang-bidang usaha mana modal asing diperbolehkan,Pemerintah sepenuhnja rentjana-rentjana pembangunan jang akan disusun oleh Pemerintah (pasal 5).
Dalam hal ini tidak boleh dilupakan bahwa tanah, kekajaan alak dan iktikat baik
negara dan bangsa Indonesia djuga dapat diperhitungkan sebagai modal jang berharga.
Penanaman modal asing menurut Undang-undang ini dapat dilakukan dalam bentuk perusahaan jang dari semula modalnja seratus porsen terdiri dari modal asing ataupun dalam bentuk kerdja sama antara modal asing dan modal nasional.
Berhubung dengan ketentuan dalam pasal 27 Pemerintah akan menentukan pula
bidang-bidang usaha mana jang hanja dapat diusahakan dalam bentuk kerdja-sama
dengan modal nasional (pasal 5 ajat 1).


PENDJELASAN PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1.

Berbeda dari pada kredit jang risiko penggunaannja ditanggung oleh pemindjam maka didalam penanaman modal asing risiko penggunaanja medjadi tanggungan penanam. Undang-undang ini hanja mengatur hal penanaman modal asing dan tidak mangatur hal kredit.
Berhubung dengan itu maka perlu dikemukakan kemungkinan adanja modal asing jang digunakan dalam sesuatu sepenuhnja dan adanja modal asing jang dimanfaatkan dalam sesuatu usaha dalam kerdja-sama dengan modal nasional.



Pasal 2.

Modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanja berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap jang diperlukan untuk mendjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing jang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia dan keuntungan jang boleh ditransfer keluar negeri dipergunakan kembali di Indonesia.



Pasal 3.

Penanaman modal asing oleh seorang asing, dalam statusnja sebagai orang perseorangan, dapat menimbulkan kesulitan/ketidak tegasan dibidang hukum internasional.
Dengan mewadjibkan bentuk badan hukum maka dengan demikian akan mendapat ketegasan mengenai status hukumnja, jaitu badan hukum Indonesia jang tunduk pada hukum Indonesia. Sebagai badan hukum terdapat ketegasan tentang modal jang ditanam di Indonesia.



Pasal 4.

Dengan ketentuan ini maka dapat diusahakan pembangunan jang merata diseluruh wilajah Indonesia dengan memperhatikan daerah-daerah minus, sesuai dengan rentjana pembangunan ekonomi nasional dan daerah.



Pasal 5.

Tjukup djelas.



Pasal 6.

Tjukup djelas.



Pasal 7.

Tjukup djelas



Pasal 8.

Untuk memperlantjar pelaksanaan pembangunan ekonomi maka Pemerintah menentukan bentuk-bentuk kerdjasama antara modal asing dan modal nasional jang paling menguntungkan untuk tiap bidang usaha.
Mungkin bentuk kerdjasama ini berudjud kontrak karya, joint venture atau
bentuk lainnja.



Pasal 9.

Kepada pemilik modal asing diperkenankan sepenuhnja menetapkan direksi perusahaannja. Kiranja hal demikian itu sudah sewadjarnja karena penanam modal asing ingin menjerahkan pengurusan modal kepada orang jang dipertjajainja. Dalam hal kerdjasama antara modal asing dan modal nasional, direksi ditetapkan bersama-sama.



Pasal 10 dan 11.

Tjukup djelas.



Pasal 12

Ketjuali memberikan pendidikan dalam bidang technik, maka perusahaan modal asing diwadjibkan menjelenggarakan dan/atau menjediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan dalam bidang pemasaran dalam dan luar negeri.



Pasal 13.

Pengawasan oleh Pemerintah dilaksanakan setjara aktif dan effektif.



Pasal 14.

1. Ketentuan pasal ini jang memungkinkan diberikannja tanah kepada perusahaan-perusahaan jang bermodal asing bukan sadja dengan hak pakai, tetapi djuga dengan hak guna bangunan dan hak guna usaha, merupakan penegasan dari apa jang ditentu-kan didalam pasal 55 ajat 2 Undang-undang Pokok Agraria, berhubung dengan pasal 10, 62 dan 64 Ketetapan M.P.R.S. No.XXII/MPRS/1966.
2. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pokok Agraria pasal 35, pasal 29 dan pasal 41, maka hak guna bangunan tersebut dapat diberikan dengan djangka waktu paling lama 30 tahun, jang mengingat keadaan perusahaan dan bangunannja dapat diperpandjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
Hak guna usaha dapat diberikan dengan djangka waktu paling lama 25 tahun.
Kepada perusahaan-perusahaan jang berhubungan dengan matjam tanaman jang diusahakannja memerlukan waktu jang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha dengan djangka waktu hak guna usaha tersebut dapat diperpandjangkan paling lama 25 tahun.
Hak pakai diberikan dengan djangka waktu menurut keperluanja, dengan mengingat pembatasan-pembatasan bagi hak guna bangunan dan hak guna usaha tersebut diatas.



Pasal 15.


a. Pembebasan :

1. Karena usaha sesuatu perusahaan itu beraneka ragam dan dengan demikian djuga kemungkingan berproduksinja maka djangka waktu pembebasan padjak dapat diatur sesuai dengan itu.
Djangka waktu maksimal 15 tahun dianggap tjukup untuk memberi kompensasi terhadap pengeluaran jang dilakukan sebelum usaha bersangkutan berproduksi.Menurut pengertian internasional saat permulaan berproduksi adalah saat sesuatu usaha baru mulai berproduksi dalam djumlah jang dapat disalurkan dipasaran.
2. Pembagian laba jang diperoleh selama waktu pembebasan padjak wadjar dibebaskan djuga dari pengenaan padjak deviden.
3. Keuntungan jang ditanam kembali, diperlukan sebagai penanaman modal asing baru.
4. Tjukup djelas.
5. Dalam asing maka tidak diadakan pungutan sub a No.5, karena tergolong biaja sebelum sesuatu usaha baru berproduksi.

b. Keringanan :

1. Dengan menjimpang dari tarip padjak perseroan marginal sebesar enam puluh perseratus dari djumlah laba bersih, sebagaimana ditentukan dalam Ordonasi Padjak Perseroan 1925 maka untuk djangka waktu pembebasan diberikan suatu penurunan tarip padjak dengan memperhatikan bidang-bidang usaha menurut urutan prioritas jang dimaksud dalam pasal 5 ajat (1).Djumlah padjak dalam djangka waktu tersebut akan berupa suatu tarip proporsionil setinggi tingginja lima puluh perseratus dari laba tahunan bersih.
2. Pasal 7 Ordonansi Padjak Perseroan 1925 menentukan bahwa kerugian jang diderita dalam sesuatu tahun hanja dapat diperhitungkan dengan laba dalam 2 tahun berikutnja. Menurut ketentuan dalam angka 2 sub b ini maka kerugian jang diderita selama djangka waktu pembebasan tersebut sub a angka 1, dapat diperhitungkan dengan laba jang diperoleh setelah djangka waktu sehingga kerugian tersebut dapat diperhitungkan penuh.
3. Menteri Keuangan akan mengatur sesuatu tabel penjusutan untuk barang perlengkapan tetap perusahaan baru modal asing dengan memperhatikan bidang-bidang usaha menurut urutan prioritas jang disebut dalam pasal 5 ajat (1).



Pasal 16.

1. Besarnja kelonggaran-kelonggaran perpadjakan dan pungutan-pungutan lain tersebut dalam pasal 15 ditentukan sesuai dengan prioritas mengenai bidang-bidang usaha sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 5 dan sesuai pula dengan berat ringannja usaha.
2. Ada kemungkindan sesuatu perusahaan modal asing jang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat membuktikan bahwa kelonggaran-kelonggaran perpadjakan dan pungutan-pungutan lain seperti tersebut dalam ajat (1) masih belum tjukup untuk berusaha setjara effisien dan effektif. Hal jang demikian itu dapat terdjadi apabila perusahaan tersebut memerlukan modal jang sangat besar untuk investasi atau untuk biaja "overhead". Dalam keadaan jang demikian Pemerintah dapat memberikan kelonggaran-kelonggaran itu kepada setiap perusahaan jang dianggap pantas untuk diberikannja. Tiap-tiap keputusan Pemerintah itu harus dituangkan dalam suatu Peraturan Pemerintah. Apabila Pemerintah membuat Peraturan Pemerintah jang dimaksud dalam pasal 16 ajat (2) maka Pemerintah akan menghubungkan Dewan Perwakilan Rakjat.Ketentuan-ketentuan mengenai kelonggaran-kelonggaran perpadjakan dan pungutan-pungutan lain jang dimaksud dalam Bab VI Undang-undang ini akan dilakukan djuga bagi modal nasional dan bagi domestic asing dalam bidang-bidang usaha jang sama.



Pasal 17.

Dalam peraturan-peraturan jang dikeluarkan oleh Pemerintah nanti akan ditentukan lebih lanjut pelaksanaan administratif perpadjakan.



Pasal 18.

Selandjutnja diadakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Perusahaan modal asing harus mengadakan pembukuan tersendiri dari modal asingnja.
2. Untuk menetapkan besarnja modal asing maka djumlahnja harus dikurangi dengan djumlah-djumlah jang dengan djalan repatriasi telah ditransfer.
3. Tiap tahun perusahaan diwadjibkan menjampaikan kepada Pemerintah suatu ichtisar dari modal asingnja.



Pasal 19 dan 20.

Perusahaan modal asing diberikan idzin transfer dalam valuta aslinja setelah bekerdja beberapa waktu menurut penetapan Pemerintah. Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanaman modal asing. Realisasi transfer termaksud ditetapkan lebih landjut oleh Pemerintah. Semua transfer selain jang diperkenankan berdasarkan pasal 19 huruf a,b dan c di pandang sebagai repatriasi modal asing. Dirasakan adil apabila perusahaan-perusahaan jang menggunakan modal asing tidak diperbolehkan merepatriasi modalnja/mentransfer penjusutan modalnja selama perusahaan-perusahaan itu masih memperoleh kelonggaran-kelonggaran dan ungutan-pungutan lain. Perlu diterangkan bahwa transfer keuntungan modal asing dapat dilakukan djuga selama perusahaan itu memperoleh kelonggaran-kelonggaran perpadjakan dan pungutan-pungutan lain.



Pasal 21 dan 22.

Untuk mendjamin ketenangan bekerdja modal asing jang ditanam di Indonesia maka dalam pasal ini ditetapkan bahwa Pemerintah tidak akan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan modal asing, ketjuali djika kepentingan Negara menghendakinja. Tindakan demikian itu hanja dapat dilakukan dengan Undang-undang serta dengan pemberian kompensasi menurut prinsip-prinsip Hukum Internasional.



Pasal 23

Pengertian modal nasional dalam Undang-undang ini meliputi modal Pemerintah Pusat dan Daerah, Koperasi dan modal swasta nasional.



Pasal 24 dan 25.

Tjukup djelas.



Pasal 26.

Maksud ketentuan ini adalah untuk mentjegah djangan sampai perusahaan modal asing jang bersangkutan melakukan tindakan-tindakan jang merugikan kepentingan Negara, ataupun tidak melakukan sepenuhnja tindakan-tindakan jang diperlukan untuk menjelenggarakan perusahaan setjara effektif dan effisien sesuai dengan tudjuan pemberian kesempatan menanam modal asing di Indonesia.



Pasal 27.

Tjukup djelas.



Pasal 28.

Dalam melaksanakan Undang-undang ini tersangkut bidang berbagai Departemen.Karena itu perlu diadakan badan koordinasi jang sederhana jang dapat berbentuk dewan jang terdiri dari Menteri-Menteri jang bersangkutan.



Pasal 29, 30 dan 31.

Tjukup djelas.


---------------------