PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 

NOMOR 6 TAHUN 1969 

TENTANG

PEMBEBANAN ATAS IMPOR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk menampung akibat hukum dari pernyataan tidak berlakunya lagi Penetapan Presiden Nomor 29 Tahun 1965 sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1968, maka sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1968, dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan-ketentuan tentang pembebanan atas impor dalam Peraturan Pemerintah;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2.
Indonesische Tariefwet Stbl. 1873 Nomor 35 sebagaimana telah diubah dan ditambah;                                                                 
3.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1968;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG 
PEMBEBANAN ATAS IMPOR.

Pasal 1

Tarif bea masuk yang termaksud pada Pasal 1 Undang-undang yang termaksud dalam Stbl. 1873 Nomor 35 ditetapkan sebagai yang terlampir pada Peraturan Pemerintah ini, dengan ketentuan bahwa tarip-tarip mengenai pos-pos yang diikat dan termasuk sebagai "Schedule of Concessions dari General Agreement on Tariffs and Trade" (GATT) tetap berlaku seperti sediakala.

Pasal 2

(1)
Bea masuk yang tersebut dalam tarip terlampir sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini adalah sejumlah prosentase dari harga barang atas dasar cost, insurance and freight (cif) dihitung ke dalam rupiah atas dasar nilai lawan setiap US Dollar, yang besarnya disesuaikan dengan nilai bonus ekspor.
(2)
Nilai lawan yang dimaksud pada ayat 1 pasal ini disebut nilai dasar perhitungan bea masuk.
(3) Menteri keuangan pada tiap permulaan bulan menetapkan besarnya nilai dasar untuk perhitungan bea masuk.
Pasal 3
(1)
Tarif bea masuk terdiri dari tarip minimum dan tarip maksimum. Bea masuk yang termuat dalam Lampiran tarip bea masuk adalah menurut tarip minimum, sedangkan menurut tarip maksimum besarnya bea itu digandakan, dengan ketentuan, bahwa barang-barang yang dalam tarip minimum tersebut dibebaskan dari bea masuk dikenakan bea masuk menurut tarip maksimum sebesar lima perseratus dari harga.
(2)
Dengan Keputusan Menteri Keuangan setelah mendengar Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan dan Menteri Luar negeri dapat menetapkan tarip maksimim bagi barang-barang berasal atau didatangkan dari negara-negara:
a.
Yang memperlakukan Indonesia tidak sepadan dengan Negara-negara lain mengenai urusan perdagangan atau pelayaran atau memeprlakukan Indonesia secara yang dianggap bertentangan dengan kepentingan ekonomi Indonesia
b. Yang tidak mengadakan perjanjian tarip yang mengikat dengan Indonesia

Pasal 4

(1)
Menteri Keuangan dapat menyempurnakan tarip umum bea masuk dengan memberikan pembebasan seluruh/sebagian atau mengadakan pungutan tambahan/opsen atas bea masuk.
(2) Menteri Keuangan dapat mengadakan pungutan ekstra terhadap pos-pos tarip bea masuk yang besarnya 0%.

Pasal 5

Menteri Keuangan dapat menetapkan pungutan Retribusi Khusus Devisa atas Impor dari jenis barang-barang tertentu.

Pasal 6

Menteri Keuangan dapat menetapkan peraturan tentang pemberian pembebasan sebagian atau seluruh bea masuk dengan syarat tertentu terhadap:
a.
Pengimporan barang penumpang yang nyata bukan barang dagangan dan barang kiriman yang tiba melalui pos dengan kapal laut atau kapal udara, sekedar harganya tidak melebihi batas-batas tertentu;
b.
Barang-barang pindahan;
c.
Barang-barang tertentu yang dibawa oleh Pegawai Negeri/Anggota ABRI atau anggota-anggota Lembaga Negara yang menjalankan tugas negara di luar negeri;
d.
Barang-barang yang dimasukkan oleh tenaga ahli bangsa asing dalam rangka kontrak dengan Pemerintah;
e. Barang-barang yang dimasukkan oleh anggota-anggota/perwakilan negara asing di Indonesia atas dasar perjanjian timbal balik.;

Pasal 7

Menteri Keuangan setelah mendengar menteri-menteri yang bersangkutan dapat memberikan pembebasan/pengembalian seluruh/sebagian bea masuk dengan syarat yang ditetapkan lebih lanjut untuk:
a.
Barang-barang untuk keperluan ibadat umum;
b.
Binatang hidup, termasuk ikan, tanaman-tanaman dan bahan/biji tanaman untuk keperluan pembibitan, peternakan, perikanan, pertanian dan perkebunan;
c.
Barang-barang untuk proyek Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang berupa "public utilities" yang diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat tanpa mengutamakan pendapatan keuntungan langsung di bidang keungan;
d.
Barang-barang yang berupa hadiah ataupun berdasarkan bantuan teknik kerjasama dan pemberian-pemberian lain dari Pemerintah dan/atau badan lain dari luar negeri kepada Pemerintah, instansi-instansi dan badan di dalam negeri jika pembiayaannya tidak dibebankan atas Anggaran Belanja Negara;
e.
Barang-barang hadiah untuk pemakaian atau perlengkapan lembaga- lembaga ilmu pengetahuan seperti universitas dan sebagainya, sekedar barang-barang itu akan dipakai habis atau akan tetap menjadi bagian perlengkapan dari lembaga yang bersangkutan, dan pembiayaan barang-barang itu tidak dibebankan atas Anggaran Belanja Negara;
f. Barang-barang yang ditujukan buat museum, kebun binatang dan lain-lain tempat pengumpulan serupa itu yang terbuka untuk umum guna disimpan/ dipelihara di dalamnya, dan juga barang-barang yang diimpor oleh atau untuk Pemerintah guna penghias lapangan, jalan atau gedung pemerintah atau barang-barang yang dimasukkan untuk diserahkan kepada Peme- rintah untuk tujuan serupa, termasuk pula maquette-maquette yang ber- sangkutan, segala sesuatunya sekedar pembiayaan yang berkenaan de- ngan itu tidak diberatkan kepada Anggaran Belanja Negara;

Pasal 8

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

Pasal 9

Semua peraturan-peraturan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 10

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                          Ditetapkan di Jakarta
                     pada tanggal 4 Agustus 1969

              PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                SOEHARTO

LAMPIRAN ..............