PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 25 TAHUN 1997

TENTANG

STANDAR PENETAPAN HARGA INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pengaturan standar penetapan harga guna perhitungan bea masuk atas barang impor diperlukan untuk dapat menjamin peningkatan penerimaan Negara di satu pihak dan memberikan kepastian hukum bagi para wajib pajak di lain pihak;
b. bahwa ketentuan mengenai penetapan harga guna perhitungan bea masuk atas barang impor yang selama ini berlaku adalah tidak lengkap, sehingga dipandang perlu untuk menentukan standar penetapan harga Indonesia yang sesuai dengan perkembangan perdagangan internasional.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Indische Tariefwet (Stbl.1873 No.35) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
3. Rechten Ordonnantie (Stbl.1931 No.471) sebagaimana telah diubah dan ditambah;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR PENETAPAN HARGA INDONESIA.

Pasal 1

Harga barang untuk pemungutan bea masuk, disebut harga normal, adalah harga yang dapat dicapai pada saat bea masuk tersebut wajib dibayar berdasarkan penjualan di pasaran bebas antara penjual dan pembeli yang tidak terikat oleh sesuatu ikatan khusus sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 2

Harga normal setiap barang impor ditentukan berdasarkan anggapan :

a. bahwa barang tersebut diserahkan kepada pembeli ditempat kedatangan pertama di Indonesia;
b. bahwa penjual menanggung semua biaya yang menyangkut penjualan barang dan penyerahannya di tempat kedatangan pertama di Indonesia, yakni biaya-biaya yang diperhitungkan dalam harga normal;
c. bahwa pembeli menanggung semua bea dan pungutan lainnya yang berlaku di Indonesia, yakni bea dan pungutan yang tidak diperhitungkan dalam harga normal;
d. bahwa penjualan merupakan penjualan jumlah barang yang akan ditetapkan harganya.

Pasal 3

Saat penetapan harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ialah saat pemberitahuan pemasukan barang untuk dipakai.

Pasal 4

Tempat kedatangan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bagi barang-barang yang diangkut, baik melalui laut maupun udara, ialah pelabuhan laut atau pelabuhan udara di Indonesia tempat barang itu pertama kali dibongkar dan dalam hal-hal lainnya ialah tempat barang itu diselesaikan oleh Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 5

Biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b terdiri dari :

1. ongkos pengangkutan;
2. biaya asuransi;
3. biaya komisi;
4. biaya perantara;
5. biaya-biaya yang dikeluarkan di luar negeri guna penyelesaian dokumen- dokumen yang diperlukan untuk pemasukan barang ke Indonesia, termasuk biaya konsuler;
6. bea-bea dan pajak-pajak yang dikenakan di luar negeri, terkecuali apabila dibebaskan ataupun akan dikembalikan sebagai restitusi;
7. biaya-biaya peti kemas, terkecuali yang untuk pemungutan bea masuk- nya dikenakan pembebanan tersendiri, biaya pengepakan berupa tenaga kerja, bahan-bahan, dan lain sebagainya;
8. biaya-biaya pemuatan.

Pasal 6

Penjualan di pasaran bebas antara penjual dan pembeli yang tidak terikat oleh sesuatu ikatan khusus ialah :

a. apabila pembayaran harga barang merupakan satu-satunya ikatan;
b. apabila harga tidak dipengaruhi oleh sesuatu hubungan dagang, hubungan keuangan, atau hubungan lainnya antara penjual atau siapapun yang mempunyai hubungan usaha dengannya di satu pihak dan pembeli atau siapapun yang mempunyai hubungan usaha dengannya di lain pihak, kecuali hubungan penjualan tersebut;
c. apabila tidak ada sesuatu bagianpun dari hasil penjualan kembali, atau pemindah-tanganan secara lain, ataupun pemakaian barang tersebut, akan diterima oleh penjual atau rekan usahanya, baik langsung maupun tidak langsung.

Pasal 7

Seseorang dianggap mempunyai ikatan-ikatan khusus apabila ia dengan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, saling mempunyai kepentingan terhadap pihak ketiga, baik di bidang usaha maupun di bidang kekayaan.

Pasal 8

(1) Dalam hal suatu barang yang akan ditetapkan harganya,
a. dibuat menurut suatu penemuan yang dilindungi hak paten atau merupakan barang yang hak ciptanya (copyright) dilindungi hukum, atau
b. diimpor dengan mempergunakan merek dagang asing, atau
c. diimpor untuk dijual, untuk dipindah-tangankan dengan cara lain, atau untuk dipakai dengan mempergunakan merek dagang asing,
maka harga normal ditetapkan berdasarkan anggapan, bahwa harga tersebut mencakup nilai hak untuk mempergunakan paten, desain, atau merek dagang atas barang tersebut.
(2) Ketentuan tersebut dalam ayat (1) berlaku juga terhadap hak cipta dan setiap hak lainnya sehubungan dengan karya intelektuil atau penemuan perindustrian lainnya.

Pasal 9

Pengecualian terhadap ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) dapat ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang hak-hak tersebut adalah milik seseorang atau sesuatu badan hukum yang berkedudukan di Indonesia.

Pasal 10

Apabila suatu barang diimpor untuk dijual, untuk dipindahtangankan dengan cara lain atau untuk dipakai setelah diolah lebih lanjut dengan mempergunakan merek dagang asing, maka harga normal mencakup nilai hak penggunaan merek dagang barang tersebut.

Pasal 11

Suatu merek dagang dipergunakan sebagai merek dagang asing apabila memenuhi salah satu ketentuan berikut :

a. merek dagang tersebut ialah milik seseorang yang menanam, memproduksi, menghasilkan, menawarkan untuk dijual, atau mengerjakan dengan cara lain di luar negeri;
b. merek dagang tersebut ialah milik sesorang yang mempunyai hubungan dagang dengan orang dimaksud dalam huruf a;
c. merek dagang tersebut ialah milik seseorang yang haknya atas merek dimaksud dibatasi oleh suatu perjanjian dengan orang tersebut dalam huruf a atau huruf b.

Pasal 12

(1) Harga yang telah dibayar atau akan dibayar dapat diterima sebagai harga guna perhitungan bea masuk, jika pada saat penetapan harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, harga tersebut sesuai dengan harga normal, dan apabila dipandang perlu, disesuaikan dengan memperhatikan kondisi penjualan yang berbeda karena tidak merupakan harga normal yang terbentuk dalam penjualan di pasaran bebas.
(2) Penyesuaian dimaksud dalam ayat (1) khususnya diperlukan bagi:
a. penentuan biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b jo. Pasal 5;
b. pengurangan-pengurangan harga lainnya yang diberikan kepada agen tunggal atau pemegang lisensi tunggal dan setiap orang yang bergerak dalam usaha sejenis;
c. penentuan rabat luar biasa dan pengurangan-pengurangan lain dari harga bebas yang lazim.

Pasal 13

Menteri Keuangan dapat menetapkan jangka waktu berlakunya suatu faktur yang mencantumkan harga sesuatu barang.

Pasal 14

Apabila harga yang telah dibayar atau akan dibayar dinyatakan dalam mata uang selain rupiah, maka mata uang asing tersebut harus dijabarkan dalam mata uang rupiah menurut kurs resmi yang berlaku pada saat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Pasal 15

Importir atau orang lain yang mempunyai hubungan dengan pemasukan barang, atas permintaan dan dengan cara yang akan ditetapkan wajib menyerahkan kepada Menteri Keuangan atau pejabat lain yang ditunjuknya segala keterangan yang perlu untuk penetapan harga yang tepat dan menyerahkan segala buku, perhitungan, atau dokumen lain yang bagaimanapun sifatnya sehubungan dengan pembelian, pemasukan, atau penyerahan barang yang dilakukannya.

Pasal 16

Ketentuan-ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan setelah mendengar Menteri Perdagangan dan Perindustrian.

Pasal 17

Peraturan Pemerintah tentang Standar Penetapan Harga Indonesia ini dapat disebut Peraturan Pemerintah tentang S.P.H.I.

Pasal 18

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1977 NOMOR 35

Penjelasan ................