Menimbang |
: |
bahwa agar pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat
berjalan lebih efektif dan efisien, dipandang perlu untuk menetapkan kembali
ketentuan - ketentuan tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun
1980 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana
disempurnakan dalam Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1981; |
Mengingat |
: |
|
MEMUTUSKAN
|
|
|
Dengan mencabut Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980 tentang Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara beserta segala lampirannya sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1981 tentang Penyempurnaan
Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980; |
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA |
|
|
|
|
|
(1) |
Tahun Anggaran berlaku dari tanggal 1 April sampai dengan tanggal 31
Maret tahun berikutnya. |
(2) |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam suatu tahun anggaran mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran anggaran yang selama tahun anggaran;
a. |
dimasukkan dalam dan/atau dikeluarkan dari Kas Negara atau Kantor yang
diserahi pekerjaan Kas Negara; |
b. |
diperhitungkan antar bagian anggaran; |
c. |
dibukukan pada rekening-rekening tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan; |
d. |
diterima dan/atau dikeluarkan oleh Perwakilan Republik Indonesia di
luar negeri. |
|
|
|
|
|
|
|
(1) |
Jumlah - jumlah yang dimuat dalam Anggaran Belanja Negara merupakan
batas tertinggi untuk masing - masing pengeluaran. |
(2) |
Dengan Keputusan Presiden ditetapkan perincian lebih lanjut :
a. |
untuk tiap jenis penerimaan anggaran pada Sumber - sumber Anggaran
Rutin dan Sumber-sumber Anggaran Pembangunan ke dalam masing-masing Bagian
Anggaran; |
b. |
untuk tiap sub sektor dalam Anggaran Belanja Rutin ke dalam Program,
kegaitan, dan jenis pengeluaran serta ke dalam masing masing Bagian Anggaran; |
c. |
untuk tiap sub sektor dalam Anggaran Belanja Pembangunan ke dalam program
dan proyek serta ke dalam masing masing Bagian Anggaran; |
|
|
|
|
|
|
|
(1) |
Menteri Keuangan mengatur penyediaan uang untuk membiayai Anggaran
Belanja Negara dalam batas - batas pelaksanaan prinsip Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara berimbang. |
(2) |
Anggaran Belanja Rutin dibiayai dari penerimaan sumber - sumber Anggaran
Rutin berupa penerimaan anggaran rutin dalam negeri dan penerimaan Anggaran
rutin luar negeri, sedangkan Anggaran Belanja Pembangunan dibiayai dari
tabungan Pemerintah berupa nilai lawan bantuan program dan bantuan proyek,
bantuan teknis, serta bantuan luar negeri lainnya. |
|
|
|
|
|
|
(1) |
Departemen, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Kejaksaan Agung, Sekretariat
Negara, dan Lembaga Pemerintah Non Departemen, yang selanjutnya dalam Keputusan
Presiden ini disebut Departemen / Lembaga tidak dapat dikenakan melakukan
tindakan yang mangakibatkan beban atas Anggaran Belanja Negara jika dana
untuk membiayai tindakan itu tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam
Anggaran Belanja Negara. |
(2) |
Departemen/ Lembaga tidak diperkenankan melakukan pengeluaran atas
beban Anggaran Belanja Negara untuk tujuan lain daripada yang ditetapkan
dalam Anggaran Belanja Negara. |
(3) |
Pengeluaran atas beban Anggaran Belanja Negara dilaksanakan berdasarkan
bukti atas hak yang sah untuk memperoleh pembayaran. |
(4) |
Pengeluaran atas beban Anggaran Belanja Negara dilakukan dengan penerbitan
Surat Keputusan Otorisasi (SKO) |
(5) |
Penerimaan Departemen/Lembaga baik dalam maupun luar negeri adalah
penerimaan anggaran, dan oleh karena itu tidak dapat dipergunakan langsung
untuk pengeluaran, akan tetapi disetor sepenuhnya dan pada waktunya sebagimana
dimaksud dalam Pasal 9. |
(6) |
Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung maupun
tidak langsung, sebagai akibat dari penjualan dan/atau pemborongan/pembelian
oleh dan/atau untuk Negara, adalah hak Negara, Penerimaan tersebut apabila
berupa uang harus disetor kepada Kas Negara dan apabila berupa barang menjadi
milik Negara. |
(7) |
Ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Jaksa Agung, Panitera Mahkamah Agung, Sekretariat
Negara, dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, yang selanjutnya
disebut Menteri/ Kepala Lembaga, serta keputusan keputusan lainnya yang
lebih rendah yang bertentangan dengan atau tidak sesuai dengan ayat (5)
dinyatakan tidak berlaku. |
|
|
|
|
|
|
(1) |
Dalam melaksanakan pengeluaran anggaran sejauh mungkin dilaksanakan
standardisasi. |
(2) |
Menteri/Ketua Lembaga yang bersangkutan menetapkan peraturan mengenai
standardisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Menteri Keuangan. |
(3) |
Harga standar untuk pelbagai jenis barang dan kegiatan ditetapkan secara
berkala. |
|
|
|
|
|
|
(1) |
Departemen / lembaga yang mempunyai sumber penerimaan anggaran selambat
- lambatnya pada akhir bulan April tahun anggaran berikutnya, dengan surat
keputusan menetapkan bendaharawan yang diwajibkan menagih, menerima, dan
dan melakukan penyetoran penerimaan anggaran. |
(2) |
Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan
dan Badan - badan lain yang melakukan pembayaran untuk barang dan jasa
dari belanja negara dan/atau belanja daerah ditetapkan sebagai wajib pungut
Pajak Pemerintah (PPh) dan pajak lainnya. |
(3) |
Departemen/lembaga :
a. |
mengadakan insentifikasi penerimaan anggaran yang menjadi wewenang
dan tanggung jawabnya baik mengenai jumlahnya maupun ketepatan penyetorannya; |
b. |
mengintensifikasikan penagihan dan pemungutan piutang negara; |
c. |
melakukan penuntutan/pemungutan ganti rugi atas kerugian yang diderita
oleh Negara. |
d. |
mengintensifikasikan pemungutan sewa atas penggunaan barang - barang
milik Negara oleh pihak ketiga. |
e. |
melakukan penuntutan/pemungutan denda yang telah diperjanjikan. |
f. |
melakukan sanksi terhadap kelalaian pembayaran atas piutang-piutang
Negara tersebut di atas. |
|
(4) |
Menteri Keuangan menetapkan barang - barang jenis tertentu milik Negara
yang dapat dipergunakan oleh pihak ketiga dengan pembayaran sewa. Hasil
pembayaran sewa tersebut merupakan penerimaan anggaran. |
(5) |
Menteri / Ketua Lembaga yang bersangkutan menetapkan tarif sewa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) setelah mendapat persetujuan tertulis Menteri Keuangan. |
(6) |
Departemen, Lembaga, Kantor, Satuan Kerja, Proyek yang tidak atau tidak
sepenuhnya, lambat atau lalai dalam melakukan penyetoran ke Kas Negara
atas penerimaan anggaran yang diterimanya dapat dikenakan tindakan berupa
diperhitungkannya jumlah yang tidak disetor tersebut dengan jumlah dana
yang tersedia dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK) atau Daftar Isian Proyek
(DIP) bersangkutan cq. dengan pembayaran uang untuk dipertanggungjawabkan
(UUDP) bulan berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (10).
|
|
|
|
|
|
|
(1) |
Departemen/Lembaga menetapkan kebijaksanaan untuk mengadakan pungutan
dan/atau menentukan besarnya pungutan setelah mendapat persetujuan tertulis
Menteri Keuangan. |
(2) |
Departemen / Lembaga tidak diperkanankan pungutan atau tambahan pungutan
yang tidak tercakup dalam Anggaran Pendapatan Negara. |
(3) |
Penghuni rumah dinas atau rumah negeri dikenakan pembayaran sewa rumah
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum setelah
mendapat persetujuan tertulis Menteri Keuangan. |
|
|
|
|
|
|
Departemen, Lembaga, Kantor, Satuan Kerja, Proyek dan Badan Usaha Negara
dalam rangka usaha peningkatan penerimaan Anggaran Pendapatan Negara, menyampaikan
bahan - bahan keterangan untuk keperluan pekerjaan kepada Departemen Keuangan
cq. Direktorat Jenderal Pajak. |
|
|
|
|
|
(1) |
Orang atau Badan yang melakukan pemungutan atau penerimaan uang Negara
menyetor seluruhnya selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja
setelah penerimaannya kepada :
a. |
Kantor Kas Negara (KKN) atau ke dalam rekening Kas Negara pada Bank
Indonesia milik Pemerintah lainnya atau Giro Pos; |
b. |
Rekening pada bank di luar negeri atas nama Perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri cq. Menteri Keuangan sepanjang mengenai anggaran di luar
negeri. |
|
(2) |
Bendaharawan penerima/penyetor berkala sebagaimana dimaksud dalam pasal
6 ayat (1) menyetor seluruh penerimaan anggaran yang telah dipungutnya
dalam waktu-waktu yang telah ditentukan, sekurang-kurangnya sekali seminggu. |
(3) |
Direktorat Jenderal Bea dan cukai, Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan
dan Badan-badan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) sebagai
wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya menyetor seluruh
penerimaan pajak yang dipungutnya dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. |
(4) |
Penyetoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
dilaksanakan ke Kantor Kas Negara atau ke dalam rekening Kas Negara pada
Bank Indonesia, bank milik Pemerintah lainnya atau Giro Pos dengan uang
tunai dan/ atau cek/giro yang ditarik sendiri oleh pemungut yang bersangkutan. |
(5) |
Wajib setor lainnya melaksanakan penyetoran ke Kantor Kas negara atau
ke dalam rekening Kas Negara pada Bank Indonesia, bank milik Pemerintah
lainnya atau Giro Pos dengan uang tunai dan/atau cek/giro yang baru dapat
dianggap sah setelah Kantor Kas Negara menerima nota kredit yang bersangkutan. |
(6) |
Bendaharawan penerima/penyetor berkala dilarang menyimpan uang dalam
penguasaannya.
a. |
Lebih dari batas waktu yang telah ditetapkan daam ayat (2) ; |
b. |
Atas nama pribadi pada suatu bank/Giro Pos ; |
c. |
Atas nama instansinya pada suatu bank/Giro Pos, kecuali atas izin Menteri
Keuangan yang ditetapkan dengan suatu surat keputusan. |
|
(7) |
Barang siapa tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (6) dapat dikenakan tindakan berdasarkan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku. |
(8) |
Penerimaan anggaran dibukukan menurut ketentuan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan. |
|
|
|
|
|
|
(1) |
Bendaharawan penerima/penyetor berkala selambat-lambatya pada tanggal
10 tiap bulan menyampaikan pertanggungjawaban kepada Departemen/Lembaga
masing- masing tentang penerimaan dan penyetoran penerimaan anggaran dalam
bulan sebelumnya yang menjadi tanggung jawabnya, dan tembusannya kepada
Inspektorat Jenderal Departemen/Unit pengawasan pada Lembaga yang bersangkutan
serta Kantor wilayah Direktorat Jenderal Anggaran setempat. |
(2) |
Berdasarkan pertanggungjawaban yang diterimanya dari Bendaharawan penerima/
penyetor berkala dalam lingkungan Departemen/Lembaga masing-masing, selambat-
selambatnya pada akhir tiap bulan semua Departemen/Lembaga menyampaikan
laporan bulanan kepada Departemen Keuangan mengenai penerimaan anggaran
yang dilakukan Bendaharawan penerima dilingkungannya dalam bulan sebelumnya
sebagai hasil pelaksanaan Anggaran Pendapatan Negara yang menjadi tanggungjawabnya. |
|
|
|
|
|
|
(1) |
Departemen Keuangan melakukan pengawasan atas penerimaan, pembukuan,
dan penyetoran penerimaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
(5), ayat (6) dan ayat (7), pasal 6, pasal 9, dan pasal 10. |
(2) |
Inspektorat Jenderal Departemen/Unit Pengawasan Lembaga melakukan pemeriksa-
an atas penerimaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (5),
ayat 6, dan ayat (7), pasal 6, pasal 9, dan pasal 10. |
|
|
|
Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat
(5) :
a. |
Sisa UUDP yang terdapat pada tanggal 31 maret harus disetorkan kembali
ke Kas Negara selambat-selambatnya pada tanggal 10 April berikutnya; |
b. |
Sisa UUDP yang disetorkan kembali setelah tahun anggaran berakhir,
merupakan penerimaan anggaran dari tahun anggaran waktu penyetoran. |
|
|
|
|
|
|
(1) |
Barang bergerak milik negara hanya dapat dijual atau diperhitungkan
atau di musnahkan jika dinyatakan dihapuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku karena :
a. |
berlebih atau tidak dapat digunakan lagi; |
b. |
alasan lain setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. |
|
(2) |
Barang tidak bergerak milik Negara, sepanjang tidak diatur lain, hanya
dapat dihapuskan untuk dijual, dipindah tangankan, dipertukarkan, dihibahkan,
dimusnahkan, setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. |
(3) |
Hasil penjualan Barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) merupakan penerimaan anggaran. |
|
|
|
Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara didasarkan atas prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a. |
hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang
di syaratkan; |
b. |
terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan serta
fungsi masing-masing Departemen/Lembaga; |
c. |
keharusan penggunaan kemampuan/hasil produksi dalam negeri sejauh hal
ini dimungkinkan. |
|
|
|
|
|
|
(1) |
Dana anggaran yang diperlukan untuk membiayai pengeluaran disediakan
dengan penerbitan SKO. |
(2) |
DIK dan DIP berlaku sebagai SKO |
(3) |
SKO hanya berlaku sampai akhir tahun anggaran. |
(4) |
Dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dikecualikan surat-surat
keputusan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku
umum bagi pegawai negeri dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (3). |
|
|
|
|
|
|
(1) |
Pada setiap awal tahun anggaran Menteri/Ketua Lembaga menetapkan pejabat
:
a. |
Yang diberi wewenang untuk menandatangani SKO. |
b. |
Sebagai atasan langsung dari bendaharawan. |
c. |
Sebagai bendaharawan. |
|
(2) |
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pada Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara dilakukan oleh Sekretaris Jenderal/Pimpinan Kesekreta-
riatan yang bersangkutan/Panitera Mahkamah Agung. |
(3) |
Dalam penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (7) diperintukan
larangan perangkapan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang
- undang Perbendaharaan Indonesia (ICW). |
(4) |
Dalam hal bendaharawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ditunjuk
maka Kantor Perbendaharaan Negara (KPN)/Kantor Kas Negara (KKN) dilarang
melakukan pembayaran kecuali untuk Belanja Pegawai. |
(5) |
Kepala Kantor/Satuan Kerja selambat 0 lambatnya pada akhir bulan April
tahun anggaran bersangkutan menetapkan atau menetapkan kembali pejabat
yang ditunjuk sebagai pembuat daftar gaji. |
|