Pasal 1
|
|
|
|
Ayat(1) |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Ayat(2) |
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 2
|
|
|
|
Ayat(1) |
|
|
|
Huruf a |
|
Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya
tersebut, dibebani kewajiban
untuk membayar Bea MeteraI atas surat perjanjian
atau surat-surat yang dipegangnya.
Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa,
surat hibah, surat
pernyataan. |
Huruf b |
|
Cukup Jelas |
Huruf c |
|
Cukup Jelas |
Huruf d, huruf e, dan huruf f |
|
Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut
dalam huruf d, huruf e, dan huruf f ini juga dimaksudkan jumlah uang ataupun
harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing. Untuk menentukan nilai
rupiahnya maka jumlah uang atau harga nominal dikalikan dengan nilai tukar
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dokumen itu
dibuat, sehingga dapat diketahui apakah dokumen tersebut dikenakan atau
tidak dikenakan Bea Meterai. |
|
|
Ayat(2) |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Ayat(3) |
|
|
|
Ayat ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai
atas surat-surat yang semula tidak kena Bea Meterai, tetapi karena kemudian
digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan maka lebih dahulu
dilakukan pemeteraian kemudian.
|
|
|
Huruf a |
|
Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf a ayat
ini dibuat tidak untuk tujuan sesuatu pembuktian misalnya seseorang mengirim
surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan sebuah barang.
Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila
kemudian dipakai sebagai
alat pembuktian di muka Pengadilan, maka terlebih dahulu dilakukan pemeteraian
kemudian.
Surat-surat kerumahtanggaan misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat
tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena
itu tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar
harga barang ini digunakan
sebagai alat pembuktian, maka daftar harga barang
ini terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian. |
Huruf b |
|
Surat-surat yang dimaksud dalam huruf b ayat ini
ialah surat-surat yang karena tujuannya tidak
dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian diubah maka surat
yang demikian itu
dikenakan Bea Meterai. Misalnya tanda penerimaan
uang yang dibuat dengan tujuan untuk keperluan
intern organisasi tidak dikenakan Bea Meterai.
Apabila kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat
pembuktian di muka
Pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut
harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih
dahulu. |
|
|
Ayat(4) |
|
|
|
Lihat penjelasan ayat (1) huruf d, huruf e, dan
huruf f. |
Pasal 3
|
|
|
Cukup jelas |
Pasal 4
|
|
|
|
Huruf a |
|
|
|
Angka 1 |
|
Cukup Jelas |
Angka 2 |
|
Cukup Jelas |
Angka 3 |
|
Cukup Jelas |
Angka 4 |
|
Cukup Jelas |
Angka 5 |
|
Cukup Jelas |
Angka 6 |
|
Cukup Jelas |
Angka 7 |
|
Yang dimaksud dengan surat-surat lainnya dalam angka 7 ini ialah
surat-surat yang tidak disebut pada angka 1 sampai dengan angka 6 namun
karena isi dan kegunaannya dapat disamakan dengan surat-surat yang dimaksud,
seperti surat titipan barang, cell gudang, manifest penumpang, maka surat
yang demikian ini tidak dikenakan Bea Meterai, menurut Pasal 4 huruf a
ini. |
|
|
Huruf b |
|
|
|
Termasuk dalam pengertian segala bentuk ijazah ini ialah surat
tanda tamat belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti sesuatu
pendidikan, latihan, kursus, dan penataran. |
|
Huruf c |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Huruf d |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Huruf e |
|
|
|
Bank yang dimaksud dalam huruf e ini adalah bank yang ditunjuk
oleh Pemerintah untuk menerima setoran pajak, bea dan cukai. |
|
Huruf f |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Huruf g |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Huruf h |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Huruf i |
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 5
|
|
|
|
Huruf a |
|
|
|
Saat terhutang Bea Meterai atas dokumen yang termasuk pada huruf
a, adalah pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk
siapa dokumen itu dibuat, bukan pada saat ditandatangani, misalnya kuitansi,
cek, dan sebagainya. |
|
Huruf b |
|
|
|
Saat terhutang Bea Meterai atas dokumen yang termasuk pada huruf
b, adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan
pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. sebagai contoh surat perjanjian
jual beli.
Bea Meterai terhutang pada saat ditandatanganinya perjanjian trsebut.
|
|
Huruf c |
|
|
|
Cukup jelas |
Pasal 6
|
|
|
|
Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi,
Bea Meterai terhutang oleh penerima kuitansi.
Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, misalnya surat
perjanjian di bawah tangan, maka masing-masing pihak terhutang Bea Meterai
atas dokumen yang diterimanya.
Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris, maka Bea Meterai yang
terhutang baik atas asli sahih yang disimpan oleh Notaris maupun salinannya
yang diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terhutang oleh pihak-pihak
yang mendapat manfaat dari dokumen tersebut, yang dalam contoh ini adalah
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain, maka Bea
Meterai terhutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen
tersebut. |
Pasal 7
|
|
|
|
Ayat(1) |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Ayat(2) |
|
|
|
Pada umumnya Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan benda meterai
menurut tarif yang ditentukan dalam Undang-undang ini. Disamping itu dengan
Keputusan
Menteri Keuangan dapat ditetapkan cara lain bagi pelunasan Bea Meterai,
misalnya membubuhkan tanda-tera sebagai pengganti benda meterai di atas
dokumen dengan mesin - teraan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang ditentukan untuk itu. |
|
Ayat(3) |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Ayat(4) |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Ayat(5) |
|
|
|
Yang sejenis dengan tinta misalnya pensil tinta, ballpoint dan
sebagainya. |
|
Ayat(6) |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Ayat(7) |
|
|
|
Ayat ini menegaskan bahwa sehelai kertas meterai hanya dapat digunakan
untuk sekali pemakaian, sekalipun dapat saja terjadi tulisan atau keterangan
yang dimuat dalam kertas meterai tersebut hanya menggunakan sebagian saja
dari kertas meterai.
Andaikata bagian yang masih kosong atau tidak terisi tulisan atau keterangan,
akan dimuat tulisan atau keterangan lain, maka atas pemuatan tulisan atau
keterangan lain tersebut terhutang Bea Meterai tersendiri yang besarnya
disesuaikan dengan besarnya tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Jika sehelai kertas meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan
dalam hal ini belum ditandatangani oleh pembuat atau yang berkepentingan,
sedangkan dalam kertas meterai telah terlanjur ditulis dengan beberapa
kata atau kalimat yang belum merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian
tulisan yang ada pada kertas meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan
atau keterangan baru maka kertas meterai yang demikian dapat digunakan
dan tidak perlu dibubuhi meterai lagi. |
|
Ayat(8) |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Ayat(9) |
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 8
|
|
|
|
Ayat(1) |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Ayat(2) |
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 9
|
|
|
|
Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan
Bea Meterai sepanjang tidak digunakan di Indonesia.
Jika dokumen tersebut hendak digunakan di Indonesia harus dibubuhi meterai
terlebih dahulu yang besarnya sesuai dengan tarif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dengan cara pemeteraian - kemudian tanpa denda. Namun apabila
dokumen tersebut baru dilunasi Bea Meterai-nya sesudah digunakan, maka
pemeteraian-kemudian dilakukan berikut dendanya sebesar 200% (dua ratus
persen). |
Pasal 10
|
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 11
|
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 12
|
|
|
|
Ditinjau dari segi kepastian hukum daluwarsa 5 (lima)
tahun dihitung sejak tanggal dokumen dibuat, berlaku untuk seluruh dokumen
termasuk kuitansi. |
Pasal 13
|
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 14
|
|
|
|
Ayat(1) |
|
|
|
Melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal
7 ayat (2) tanpa izin Menteri Keuangan, akan menimbulkan keuntungan bagi
pemilik atau yang menggunakannya, dan sebaliknya akan menimbulkan kerugian
bagi Negara.
Oleh karena itu harus dikenakan sanksi pidana berupa hukuman setimpal dengan
kejahatan yang diperbuatnya. |
|
Ayat(2) |
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 15
|
|
|
|
Ayat(1) |
|
|
|
Cukup Jelas |
|
Ayat(2) |
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 16
|
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 17
|
|
|
|
Cukup Jelas |
Pasal 18
|
|
|
|
Cukup Jelas |